• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS PKL 3 TEKNIK PEMERIKSAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN KASUS PKL 3 TEKNIK PEMERIKSAAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMERIKSAAN CT STONOGRAPHY DENGAN KASUS URETEROLITHIASIS DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT

ISLAM SURAKARTA

LAPORAN KASUS Disusun untuk memenuhi tugas

Praktek Kerja Lapangan 3

isusun Oleh :

Amilia

P1337430214032

PRODI DIPLOMA IV TEKNIK RADIOLOGI SEMARANG JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG 2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(2)

(CT Scan), yang dikenalkan pertama kali oleh Sir Godfrey Newbold Hounsfield seorang insinyur dari EMI London dengan James Ambrosse seorang teknisi dari Atkinson Marley’s Hospital di London Inggris pada tahun 1970 (Ballinger, 1995).

Prinsip kerja dari CT Scan yaitu hanya dapat men-scanning tubuh dengan irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga dimensi dari objek tersebut. (Tortorici, 1995).

CT Scan mempunyai kemampuan untuk membedakan bagian-bagian yang kecil diantara jaringan lunak dan ini lebih baik dibandingkan pada pemeriksaan radiologi konvensional. Pemeriksaan CT Scan dapat membantu menegakkan diagnosa atas berbagai kelainan.

Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta sering ditemukan pemeriksaan CT Stonography. CT Stonography adalah jenis pemeriksaan CT Scan tanpa menggunakan media kontras yang secara spesifik digunakan untuk memperlihatkan kelainan berupa batu pada sistem urinarius dan sistem billiaris.

CT Scan ini lebih mudah digunakan dibandingkan dengan pemeriksaan IVU maupun CT Urography karena tidak menggunakan media kontras sehingga kemungkinan pasien mengalami ketidaknyamanan akibat media kontras bisa dihilangkan.

Pelaksanaan CT Stonography dengan kelainan berupa batu pada traktus urinarius, traktus billiaris di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemeriksaan abdomen rutin, hanya saja terdapat sedikit perbedaan yakni dimana pasien harus minum banyak dan tahan kencing sebelum dilakukan pemeriksaan dilakukan.

(3)

dengan Kasus Ureterolithiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan, maka dapat dirumuskan data sebagai berikut:

1. Bagaimana teknik pemeriksaan CT Stonography dengan kasus Ureterolithiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta? 2. Apakah pemeriksaan CT Stonography sudah mampu memperlihatkan

patologi yang ada secara tepat?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini sebagai berikut:

1. Mengetahui teknik pemeriksaan CT Stonography dengan kasus Ureterolithiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta. 2. Mengetahui pemeriksaan CT Stonography sudah mampu memperlihatkan

patologi yang ada secara tepat.

1.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Metode Kepustakaan

Yaitu metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencetak serta mengolah bahan penelitian. Mengumpulkan informasi dari berbagai buku dan media internet yang berhubungan dengan masalah yang dikemukakan untuk mendukung pembahasan masalah.

2. Metode Observasi

Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan observasi secara langsung mengenai teknik pemeriksaan radiografi CT Stonography dengan kasus Ureterolithiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta.

(4)

Yaitu metode pengumpulan data dengan mengambil data dari dokumen-dokumen antara lain dari hasil radiograf, rekam medik dan hasil pembacaan citra CT Scan.

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca untuk memahami isi laporan kasus ini. Penulis menyajikan sistematika penulisan dengan rincian sebagai berikut : BAB I, Pendahuluan

Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode pengumpulan data, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II, Dasar Teori

Bab ini menjelaskan tentang anatomi, patologi dan teknik pemeriksaan radiologi serta proteksi radiasi yang dijadikan sebagai dasar teori dalam penulisan laporan kasus ini.

BAB III, Profil Kasus dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang profil kasus pasien yang mengalami Ureterolithiasis, prosedur pemeriksaan, hasil pembacaan radiograf serta pembahasannya.

BAB IV, Penutup

Pada bab ini, dikemukakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya serta saran dari penulis.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi 2.1.1. Sistem Urinaria

Sistem urinaria merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisanya. Sisa-sisa metabolisme dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal dalam bentuk urine. Urine kemudian akan turun melewati ureter menuju kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara periodik akan dikeluarkan melalui uretra. (Syaifuddin, 1997).

Gambar 2.1 Sistem Urinaria Posterior View 1. Ginjal

(6)

belakang peritoneum. Dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebrae thoracalis sampai vertebrae lumbalis ketiga ginjal kanan lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 sampai 7,5 cm. Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra. bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesica urinaria) dengan panjang 25-30 cm, penampang 0,5 cm. Letak ureter sebagian di dalam rongga abdomen dan sebagian terletak di rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah lapisan otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik setiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih.

Ureter berjalan vertikal ke bawah sepanjang fasia muskularis psoas dan dilapisi peritoneum. Ada tiga tempat penyempitan ureter, yaitu : pelvico uretro junction, vesico uretro juntion, dan pelvic brim.

3. Vesica urinaria (Kandung Kemih)

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang symphisis pubis dalam rongga panggul. Bentuknya seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius.

(7)

disebut rugae (kerutan) dan dinding otot elastis dengan kandung kemih yang dapat membesar dan mengecil. Hal ini dimaksudkan untuk menampung jumlah urine yang banyak. Kandung kemih mempunyai tiga bagian, yaitu : fundus, corpus dan vertex.

4. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih dan berfungsi untuk menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki, uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis bagian bawah, panjangnya 20 cm. Uretra laki-laki terdiri dari uretra prostatika, membranosa dan kavernosa. Uretra pada laki-laki berfungsi sebagai saluran ekskresi dan saluran pengeluaran sperma.

Pada wanita uretra terletak di belakang symphisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya 3-4 cm. Muara uretra wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi.

2.1.2. Sistem Billiaris

Sistem billiaris merupakan suatu system yang terdiri atas vesica fellea, ductus hepaticus, ductus cysticus dan ductus choledocus.

Gambar 2.2 Sistem Billiaris

1. Vesica Fellea

(8)

hipokondriaka dextra. Vesica fellea memiliki bagian fundus, corpus, dan collum.

Vesica fellea berfungsi untuk menyimpan cairan billiaris yang diproduksi oleh sel hepatosit, untuk kemudian nantinya akan diregulasi ke dalam lumen duodenum untuk mengemulsikan lemak. 2. Ductus Hepaticus

Ductus hepaticus dextra et sinistra keluar dari hepar melalui porta hepatis, lalu akan bersatu membentuk ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus communis berukuran sekitar 4 cm dan berjalan di tepi bebas omentum minus. Ductus hepaticus communis akan bersatu dengan ductus cysticus untuk membentuk ductus choledocus (billiaris).

3. Ductus Cysticus

Ductus cysticus berukuran sekitar 4cm, berbentuk seperti huruf S dan berjalan pada tepi bebas di kanan dari omentum minus. Ductus cysticus ini menghubungkan antara collum vesica fellea dengan ductus hepaticus communis untuk nantinya bersatu membentuk ductus choledocus (billiaris). Mukosa dari ductus cysticus menonjol berbentuk lipatan spiral yang disebut dengan plica spiralis / valvulla heister / valvulla spiralis. Fungsi dari valvulla ini yaitu untuk memperkuat dinding dari ductus cysticus dan juga untuk membantu agar lumen dari ductus cysticus tetap terbuka.

4. Ductus Choledocus

(9)

Gambar 2.3 Apendiks

Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada caecum tepat di bawah katup ileocaecal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).

Lumennya sempit dibagian proximal dan melebar dibagian distal apendiks dilapisi oleh lapisan sub mukosa yang mengandung banyak jaringan limfe.

Apendiks diperdarahi oleh arteri apendikular. Pada posisinya yang normal terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.

2.2. Patologi Ureterolithiasis

(10)

Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter dan hidronefrosis. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik.

2.3. Dasar – dasar CT Scan

CT Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer, dan televisi. Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar-x yang terkombinasi dan adanya detector. Dalam komputer terjadi proses pengolahan dan perekonstruksian gambar dengan penerapan prinsip matematika atau yang lebih dikenal dengan rekonstruksi algoritma.

Setelah proses pengolahan selesai maka data yang telah diperoleh berupa data yang selanjutnya diubah menjadi data analog untuk ditampilkan ke layar monitor gambar yang ditampilkan dalam layar monitor berupa informasi anatomis irisan tubuh. Pada CT Scan prinsip kerjanya hanya dapat menscanning tubuh dengan irisan melintang tubuh. Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat di reformat kembali sehingga dapat gambaran coronal, sagital, oblik, diagonal bahkan 3 dimensi dari obyek tersebut.

2.3.1. Komponen Dasar CT Scan 1. Meja Pemeriksaan

(11)

maju mundur, dari meja pemeriksaan melalui tombol digital yang ditempatkan pada sisi meja pemeriksaan maupun pada gantry. (Anonim, 1986)

2. Gantry

Gantry memiliki bentuk lingkaran dimana ditengahnya terdapat lubang yang berfungsi untuk scanning pasien.

a. DAS (Data Acquisition System) dan Detektor

Sinar X setelah menembus obyek diteruskan oleh detektor yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan data.

Secara garis besar detektor dan DAS berfungsi sebagai : 1) Menangkap sinar X yang telah menembus obyek. 2) Merubah sinar X dalam bentuk sinyal-sinyal elektronik. 3) Menguatkan sinyal-sinyal elektronik.

4) Merubah sinyal elektronik ke data-data digital Macam-macam detektor :

1) Detektor scintilasi kristal dan tabung pengganda elektron.

2) Detektor isian gas.

b. Kolimator

Kolimator pada Computed Tomography terdiri dari dua buah, yaitu :

1) Kolimator pada tabung sinar X, berfungsi :

a) Mengurangi dosis radiasi.

b) Pembatas luas lapangan penyinaran.

c) Memperkuat berkas sinar. 2) Kolimator pada detektor, berfungsi :

a) Penyearah radiasi menuju ke detektor.

b) Mengontrol radiasi hambur.

c) Menentukan ketebalan pada slice thickness/vaxel.

3.

(12)

Konsul tersedia dalam berbagai variasi. CT Scan generasi awal masih menggunakan 2 sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT Scan sendiri dan untuk perekaman dan pencetakan gambar. Model yang terbaru sudah memiliki banyak kelebihan dan banyak fungsi.

Bagian dari sistem konsul ini yaitu : a. Sistem Kontrol

Pada bagian ini petugas dapat mengontrol parameter-parameter yang berhubungan dengan beroperasinya CT Scan seperti pengaturan kV, mA dan waktu scanning, ketebalan irisan (slice thickness), dan lain-lain. Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrol fungsi tertentu dalam komputer.

b. Sistem Pencetakan Gambar

Setelah gambar CT Scan diperoleh, gambaran tersebut dipindahkan dalam bentuk film. Pemindahan ini menggunakan kamera multi format. Cara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dan memindahkannya ke dalam film. Tampilan gambaran di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung ukuran film (biasanya 8 x 10 inchi atau 14 x 17 inchi).

c. Sistem Perekaman Gambar

(13)

a b

Gambar 2.5 Komponen CT Scan (Bontrager, 2001) Keterangan :

a. Gantry dan couch (meja pemeriksaan) b. Komputer dan console

2.3.2. Parameter CT Scan

Dalam CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrol eksposi dan output gambar yang optimal. Adapun parameternya adalah: 1. Slice thickness

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan obyek yang diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1 mm - 10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan detail yang tinggi. Jika ketebalan meninggi akan timbul artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi noise.

2. Range

Range adalah perpaduan atau kombinansi dari beberapa slice thickness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

3. Faktor eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu eksposi (s). Bisanya tegangan tabung dipilih secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.

4. Field of view (FOV)

(14)

dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV lebih kecil maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

5. Gantry tilt

Gantry tilting adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan –250 sampai + 250. Penyudutan dari gantry bertujuan

untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang harus dihadapi. Di samping itu, bertujuan untuk mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif seperti mata.

6. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom pada picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran 512 x 512 (5122) yaitu 512 baris dan 512 kolom. Rekonstruksi matriks ini

berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan.

7. Rekonstruksi Algoritma

Rekonstruksi algoritma adalah prosedur matematis (algoritma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Hasil dan karakteristik dari gambar CT Scan tergantung pada kuatnya algoritma yang dipilih. Sebagian besar CT Scan sudah memiliki standar algoritma tertentu untuk pemeriksaan kepala, abdomen, dan lain-lain. Semakin tinggi resolusi algoritma yang dipilih, maka semakin tinggi pula resolusi gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, jaringan lunak, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.

8. Window Width

(15)

Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks dan algoritma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit) yang diambil dari nama penemu CT Scan kepala pertama kali yaitu Godfrey Hounsfield.

Berikut ini tabel nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya pada layar monitor (Bontrager, 2001)

Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan Tulang

Tabel 2.1 Nilai CT pada jaringan

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai + 3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai ini adalah air dengan yang dimiliki – 1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain dengan nilai berbeda-beda pula tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan demikian penampakan tulang dalam monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang disebut Gray Scale. Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras Iodine.

(16)

Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk penampakan gambar. Nilainya dapat dipilih tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur objek yang diperiksa. Window level ini menentukan densitas gambar yang akan dihasilkan.

2.4. CT Stonography 2.4.1. Pengertian

CT Stonography adalah jenis pemeriksaan CT Scan tanpa menggunakan media kontras yang secara spesifik digunakan untuk memperlihatkan kelainan berupa batu pada sistem urinarius, sistem billiaris dengan menghasilkan gambar visual dan grafik yang menunjukkan tampilan cross-sectional, citra tiga dimensi organ dan struktur tubuh.

2.4.2. Indikasi

1. Nefrolithiasis

Nefrolithiasis adalah adanya batu pada ginjal yang terdapat pada bagian pelvis renal yang merupakan endapan kalsium bersifat menahun.

2. Ureterolithiasis

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu) pada ureter.

3. Cholelithiasis

Cholelithiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu, atau di dalam ductus choledocus, atau pada kedua-duanya.

4. Kelainan di umbai cacing

(17)

2. Komputer Workplace atau Navigator 3. Baju dan selimut pasien

4. Film CT Scan ukuran 14 x 17 inchi 5. Printer

2.4.4. Persiapan Pasien

1. Tidak ada persiapan khusus

2. Puasa makan padat selama 6 jam sebelum pemeriksaan

3. Satu jam sebelum pemeriksaan, pasien minum air putih sebanyak 500-600 cc serta menahan untuk tidak buang air kecil

4. Penjelasan tindakan yang akan dilaksanakan

5. Pasien melepas benda – benda logam di tubuh dan mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan

2.4.5. Prosedur Pemeriksaan CT Stonography

Lokasi untuk abdomen atas daerah yang diambil dari pemeriksaan CT umum dimulai dengan slice pertama di processus xiphoideus diteruskan ke crista illiaca. Untuk pelvis daerah yang diambil pada slice pertama dimulai dengan crista illiaca dan diteruskan ke symphisis pubis. Untuk pemeriksaan abdomen rutin tebal slice umumnya 10 mm. (Bontrager, 2001).

Pada pemeriksaan abdomen rutin dengan serial scanning membutuhkan waktu ± 1 sekon untuk melihat gerakan peristaltik dan proses respirasi. (Bontrager 2001).

1. Irisan Axial Pada Abdomen

Lima contoh CT irisan axial pada abdomen dengan 10 mm setiap slice.

a. Irisan Axial 1

(18)

Gambar 2.6 Irisan Axial 1 (Bontrager, 2001) Keterangan :

1) Lobus kanan liver 2) Lobus kiri liver 3) Lambung

4) Lambung (fundus dan bagian atas daerah lambung) 5) Spleen

6) Vertebrae Thoracal 10 dan Vertebrae Thoracal 11 7) Aorta abdominal

8) Vena Cava Inferior b. Irisan Axial 3

Irisan axial 3 untuk melihat ekor pankreas. Ekor pankreas terletak di depan ginjal kiri.

Gambar 2.7 Irisan Axial 3 (Bontrager, 2001) Keterangan :

1) Lobus kanan liver dari posterior 2) Kantong empedu

8) Bagian atas lobus kiri ginjal 9) Kelenjar adrenal sebelah kiri

10) Vetebrae Thoracal 11 – Thoracal 12 11) Vena Cava Inferior

12) Bagian atas lobus kanan ginjal c. Irisan Axial 5

(19)

Gambar 2.8 Irisan Axial 5 (Bontrager, 2001) Keterangan :

1) Lobus kanan liver 2) Kantong empedu

3) Bagian ke dua duodenum 4) Lobus kiri liver

5) Lambung (pylorus) 6) Jejenum

7) Colon descenden 8) Ginjal kiri

9) Aorta Abdominal 10) Vetebrae Lumbal I 11) Vena Cava Inferior 12) Kepala pankreas d. Irisan Axial 7

Irisan axial 7 memperlihatkan bagian tengah ginjal.

Gambar 2.9 Irisan Axial 7 (Bontrager, 2001) Keterangan :

1) Inferior lobus liver 2) Pankreas

3) Kandung empedu

4) Colon (ascenden dan tranversum) 5) Jejenum

6) Colon descenden 7) Renal pelvis ginjal kiri 8) Aorta Abdominal 9) Vetebrae Lumbal I 10) Vena Cava Inferior e. Irisan Axial 8.

(20)

Gambar 2.10 Irisan Axial 8 (BontRanger, 2001) Keterangan :

1) Inferior lobus liver 2) Colon ascenden 3) Vena Cava Inferior 4) Aorta

5) Jejenum

6) Colon descenden 7) Ginjal kiri 8) Ureter kiri

9) Vertebrae Lumbal 2- lumbal 3 10) Musculus psoas major

11) Ureter kanan

2.5. Proteksi Radiasi

2.5.1. Proteksi bagi pasien

1. Pemeriksaan dengan sinar-x hanya dilakukan atas permintaan dokter

2. Melakukan scanning pada area yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan

2.5.2. Proteksi bagi petugas

1. Berlindung dibalik tabir saat melakukan scanning

2. Menggunakan alat monitoring radiasi secara berkelanjutan selama bertugas

2.5.3. Proteksi bagi masyarakat umum 1. Pintu pemeriksaan tertutup rapat

(21)

BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 10 Juni 1975

Alamat : Pabelan Kartasura Sukoharjo

No. RM : 344***

Dokter Pengirim : dr. Didit Novianto, Sp.PD Tanggal Pemeriksaan : 9 November 2016

Permintaan Pemeriksaan : CT Scan Abdomen Stonography Keterangan Klinik : Susp. Hidronefrosis Dextra

3.2. Ilustrasi Kasus

Pada tanggal 9 November 2016 pasien datang ke bagian radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta yang sebelumnya sudah di rawat inap dengan keluhan sakit pada bagian perut dan pinggang bagian kanan. Rasa sakit ini sudah dirasakan sejak lama. Kemudian dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaaan CT Stonography.

3.3. Prosedur Pemeriksaan

(22)

Tipe : Siemens System SOMATOM Definition AS No. Seri : 65191

No. Model : 08098027

kV maks : 145 kV

Manufactured : February 2011

Gambar 3.1 Pesawat CT Scan 64 Slice 2. Komputer Workplace atau Navigator

Gambar 3.2 Komputer Workplace 3. Film CT Scan dengan ukuran 14 x 17 inchi 4. Baju dan selimut pasien

5. Printer DRYSTAR 5302

(23)

3.3.2. Persiapan Pasien

1. Tidak ada persiapan khusus

2. Puasa 4 – 5 jam sebelum pemeriksaan

3. Pasien melepas benda – benda logam di tubuh dan mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan

4. Minum yang banyak sehingga vesica urinaria pasien penuh semaksimal mungkin dan menahan untuk buang air kecil

5. Keluarga pasien dan pasien diberikan penjelasan tentang jalannya pemeriksaan

3.3.3. Teknik Pemeriksaan

Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Islam Surakarta, teknik pemeriksaan CT Stonography dengan kasus Ureterolithiasis, sama dengan pemeriksaan abdomen rutin atas-bawah.

1. Posisi pasien

Pasien diposisikan supine (tidur telentang) diatas meja pemeriksaan dengan posisi kaki pada arah gantry (Feet first).

2. Posisi Objek

a. MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja pemeriksaan dan sejajar dengan lampu indikator longitudional, serta MCP (Mid Coronal Plane) tubuh sejajar dengan lampu indikator horisontal. Kaki lurus ke bawah. Kedua tangan diletakkan di atas kepala senyaman mungkin.

b. Ketinggian tubuh pasien diatur dari titik pertemuan lampu indikator longitudional dan lampu indikator horisontal pada mid axillary line .

c. Posisikan pasien dimana daerah abdomen bisa tercover dalam lapangan penyinaran. Batas atas pemeriksaan processus xiphoideus dan batas bawah symphisis pubis.

d. Menjelaskan kepada pasien untuk ekspirasi penuh dan tahan nafas pada saat pemeriksaan berlangsung.

(24)

4. Memilih posisi pasien Feet first dan organ Abdomen Routine pada monitor workplace dan memilih craniocudal untuk posisi scanning.

5. Kemudian dilanjutkan load dan menunggu sampai muncul start, setelah muncul tekan tombol start dan secara otomatis akan melakukan scanning untuk membuat topogram. Membuat topogram abdomen untuk menentukan daerah irisan. Seluruh rongga abdomen tercover dalam topogram. Dalam membuat topogram maupun scanning, dilakukan saat pasien ekspirasi tahan napas.

Parameter yang digunakan pada pembuatan topogram : Tegangan tabung : 120 kV

Kuat arus tabung : 53 mA Topogram Length : 512 mm Scan time : 5.3 s

Slice : 0.6 mm

Gantry tilt : 0o

Range : processus xiphoideus sampai symphisis pubis

Gambar 3.4 Topogram CT Stonography

(25)

seperti pada scanning topogram. Scanning abdomen menggunakan parameter :

Tegangan tabung : 120 kV Kuat arus tabung : 138 mAs Scan time : 13.93 s Slice Thickness : 8.0 mm

FOV : 381 mm

Kernel : B30f medium smooth

Gantry tilt : 0o

Range : processus xiphoideus sampai symphisis pubis 7. Melakukan proses recon-reformating dengan merekon citra dengan

slice 1.0 mm dan position increament 0.7 mm. Menggunakan kernel B30f medium smooth.

8. Setelah merekon citra, kemudian ditambahkan dengan citra umbai cacing untuk mengevaluasi umbai cacing apakah ada kelainan atau tidak.

Gambar 3.5 Umbai cacing

9. Selesai melakukan rekon citra dan menentukan gambaran mana saja yang akan dipilih untuk diobsevasi oleh dokter, kemudian citra dicetak meliputi potongan axial dan coronal dengan printer DRYSTAR 5302. Film yang digunakan yakni ukuran 14 x 17 inchi sebanyak 1 lembar dengan jumlah slice 30.

3.4 Hasil Pembacaan Radiograf

Hepar : ukuran normal, parenkim homogen, kontur rata

Gall Bladder : ukuran normal, tak tampak penebalan dnding, tak tampak batu

Lien : ukuran normal, parenkim homogen

Pankreas : ukuran normal, tak tampak kalsifikasi

(26)

Ginjal kiri : besar dan bentuk normal, tak tampak pelebaran sistem pielokaliks, tampak batu kecil-kecil multiple di subkorteks, diameter < 5 mm. Aorta : kaliber aorta abdominalis normal

Buli : dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu maupun massa Uterus : ukuran normal, kontur regular

Tulang – tulang : alignment vertebrae normal, tak tampak listhesis Usus – usus : distribusi udara usus normal

Fossa ischiorectalis : tak tampak massa, tak tampak pembesaran kelenjar limfe

Tak tampak infiltrate pada basal paru Tak tampak efusi pleura

Tak tampak asites KESAN :

 Gambaran severe hydronephrosis kanan disertai hidroureter ec batu pada ureter 1/3 tengah, panjang ± 1.55 cm

 Gambaran nefrolithiasis kecil – kecil multiple di subkorteks ginjal kiri, diameter < 5 mm, tidak menyebabkan hidronefrosis

(27)

Gambar 3.7 Hasil CT Stonography Ny.S potongan coronal dengan diagnosa Ureterolithiasis di Instalasi Radiologi RSI Surakarta

3.5 Pembahasan Kasus

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu) pada ureter. Pasien yang mengalami kelainan ini akan merasakan sakit pada daerah perut bahkan saat buang air kecil. Timbulnya gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.

Pemeriksaan Ureterolithiasis terhadap Ny.S di Instalasi Radiologi RSI Surakarta menggunakan pemeriksaan CT Stonography untuk menilai dimana lokasi batu berada dan seberapa besar diameter batu. Pemeriksaan CT Stonography adalah jenis pemeriksaan CT Scan tanpa menggunakan media kontras yang secara spesifik digunakan untuk memperlihatkan kelainan berupa batu pada sistem urinarius dan sistem billiaris dengan menghasilkan gambar visual dan grafik yang menunjukkan tampilan cross-sectional, citra tiga dimensi organ dan struktur tubuh. Di Instalasi Radiologi RSI Surakarta ditambahkan dengan citra umbai cacing untuk dievaluasi.

(28)

juga lebih mudah. CT Stonography ini lebih dianjurkan jika ingin menilai adanya batu, namun jika ingin melihat adanya kelainan lain selain batu dapat menggunakan CT Urography dengan kontras.

Pada pemeriksaan CT Stonography di Instalasi Radiologi RSI Surakarta tidak berbeda jauh dengan referensi yang ada yakni pasien diinstruksikan untuk puasa 4 – 5 jam sebelum pemeriksaan. Dan minum air yang banyak untuk mengisi kandung kemih sehingga pasien akan terdorong untuk buang air kecil. Banyaknya air yang diminum tidak dibatasi seperi pada teori, hanya sampai memenuhi isi kandung kemih secara maksimal. Saat kandung kemih penuh inilah akan dilakukan pemeriksaan CT Stonography.

Teknik pemeriksaan CT Stonography pada Ny.S sama dengan abdomen rutin atas-bawah yang menggunakan satu range yakni dari processus xiphoideus sampai symphisis pubis dengan topogram length 512 mm. Setelah kandung kemih penuh, pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, feet first, kedua tangan berada diatas kepala. Posisikan pasien dimana daerah abdomen bisa tercover dalam lapangan penyinaran. Kemudian dilakukan pengambilan topogram. Setelah scanning topogram selesai kemudian dilakukan scanning abdomen dengan potongan axial. Hasil scanning abdomen ini akan melalui proses recon-reformating. Setelah merekon citra, kemudian ditambahkan dengan citra umbai cacing untuk mengevaluasi umbai cacing apakah ada kelainan atau tidak. Namun, citra umbai cacing ini hanya bersifat tambahan, jika tidak terlihat gambaran umbai cacing maka tidak perlu ditambahkan.

(29)

jauh dari ukuran slice thickness karena beban server akan semakin bertambah disebabkan citra yang juga semakin bertambah banyak. Kemudian citra hasil reformat diubah ke dalam tampilan multi planar untuk selanjutnya dilakukan proses rekonstruksi.

Hasil scanning abdomen dari Ny.S menunjukkan adanya batu pada ureter kanan 1/3 tengah yang menyebabkan hidronefrosis, serta terlihatnya batu kecil multiple di subkorteks ginjal namun tidak menyebabkan hidronefrosis.

Secara keseluruhan, pemeriksaan CT Stonography Ny.S ini sudah cukup akurat untuk memperlihatkan kelainan berupa batu pada ureter kanan yang menyebabkan hidronefrosis. Dari pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui secara pasti lokasi batu dan diameter batu sehingga mampu untuk mengambil keputusan bagaimana tindakan selanjutnya.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

(30)

memaksimalkan isi vesica urinaria dan menahan untuk buang air kecil. Setelah kandung kemih penuh, pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, feet first, kedua tangan berada diatas kepala. Kemudian dilakukan pengambilan topogram dengan range dari processus xyphoideus sampai simphisis pubis. Setelah scanning topogram selesai kemudian dilakukan scanning abdomen dengan potongan axial. Kemudian dilakukan proses recon-reformating.

2. Pemeriksaan CT Stonography pada pasien Ny. S dengan kasus Ureterolithiasis mempunyai peranan yang penting yaitu dapat menunjukkan lokasi batu, diameter batu dan patologi lain yang terlihat dalam kasus ini hidronefrosis sehingga mampu memberikan informasi diagnostik bagi dokter untuk melakukan penanganan selanjutnya terhadap kasus ini.

4.2. Saran

1. Untuk mengurangi terjadinya pengulangan, hendaknya radiografer perlu memberikan edukasi secara jelas pada pasien agar pasien mengerti dan dapat bekerja sama saat dilakukannya pemeriksaan.

2. Memposisikan objek dengan tepat pada daerah lapangan penyinaran sehingga dapat meminimalisasi waktu rekon citra.

DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, P. W. 1995. Radiographics Positions and Radiological Procedures, Eighth Edition, Third Volume. Mosby Inc., Missiouri.

Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Fifth Edition. St. Louis : Mosby Elsevier

Brunner and Suddarth’s (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi Delapan. Jakarta : EGC.

Diktat Anatomi, Situs Abdominis, ed. 2011, Laboratorium Anatomi FK UNISSULA Semarang

Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

(31)

Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC

Tortorici, M.R, 1995. Advance Radiographic and Angiographic Procedures with an Introduction to Specialized Imaging. F.A. Davis Company. Philadelphia. http://www.nursedirectory.net/challenge-questions/what-is-ct-stonogram/. Diakses tanggal 11 November 2016.

Gambar

Gambar 2.1 Sistem Urinaria Posterior View
Gambar 2.3 Apendiks
Gambar 2.4 Pesawat CT Scan  (Ballinger, 1995)
Tabel 2.1 Nilai CT pada jaringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pasien HIV dengan kecurigaan PCP dan hasil pemeriksaan foto toraks non spesifik, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan CT-scan toraks untuk membedakan infeksi PCP

Pada pemeriksaan CT scan toraks, TSG mediastinal maligna tampak sebagai massa berukuran besar, berkapsul, dan menyangat pascapemberian kontras, batas tidak tegas, iregular,

Pemeriksaan ini merupakan peme- riksaan objektif yang berguna untuk memperlihatkan adanya skotoma pa- da mikrotropia atau bisa digunakan untuk membedakan antara

Berbeda dengan permintaan dokter di RSUD Muntilan yang menggunakan teknik radiografi pelvis AP yang sama dengan teknik radiografi hip proyeksi AP perbandingan dengan

URETHROCYSTOGRAPHY DENGAN KASUS STRIKTUR URETHRA DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD GUNUNG JATI

Pemeriksaan CT Scan tanpa kontrras pada karsinoma kaput pankreas terlihat sebagai massa dengan densitas yang sama dengan jaringan perenkim yang normal, dan pada pemberian kontras

Menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan teknik scanning atau pemeriksaan tanpa radioisotope dengan demikian ct-scan hampir dapat digunakan untuk

S Umur : 26 Tahun Tanggal Pemeriksaan : 18-04-2021 Jenis Pemeriksaan : Foto pemeriksaan MSCT Scan kepala irisan axial, reformat coronal dan sagittal , tanpa kontras : Tampak lesi