• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian

Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien karena adanya rasa saling membutuhkan dan saling memberikan pengertian antara perawat dan klien, yang direncanakan secara sadar dan bertujuan untuk kesembuhan klien. Sedangkan menurut Dewit (2001), komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mengutamakan saling pengertian antara pemberi informasi dan penerima informasi dengan cara menggunakan ungkapan-ungkapan atau isyarat-isyarat tertentu antara perawat dan klien.

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien karena adanya rasa saling membutuhkan dan mengutamakan saling pengertian yang direncanakan secara sadar dengan menggunakan ungkapan-ungkapan atau isyarat-isyarat tertentu dan bertujuan untuk kesembuhan klien.

(2)

2. Fungsi Komunikasi Terapeutik

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku klien dan membantu klien mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri klien ( Purwanto, 1994 ).

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Laraia (2001) adalah kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan diri; identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi; kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan, hubungan interpersonal, dengan kapasitas memberi dan menerima cinta; mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realistik.

Sedangkan menurut Purwanto (1994), adalah membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada, bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan,

(3)

membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya dan mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

4. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik

Menurut Kariyoso (1994), unsur-unsur komunikasi meliputi : 1. Komunikator (pembawa berita)

Adalah individu, keluarga maupun kelompok yang mempunyai inisiatif dalam menyelenggarakan komunikasi dengan individu atau kelompok lain yang menjadi sasaran. Komunikator bisa juga berarti tempat berasalnya sumber pengertian yang dikomunikasikan.

2. Message (pesan / berita)

Adalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui lambang-lambang pembicaraan, gerakan-gerakan dan sebagainya. Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan dan sebagainya. Sedangkan di rumah sakit message bisa berupa nasehat dokter, hasil konsultasi pada status klien, laporan dan sebagainya. 3. Channel (saluran)

Adalah sarana tempat berlakunya lambang-lambang, meliputi pendengaran, penglihatan penciuman dan perabaan.

(4)

Adalah objek-objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima berita atau lambang, bisa berupa klien, keluarga maupun masyarakat.

5. Feed back

Adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi. Hal ini bisa juga dijadikan patokan sejauh mana pencapaian dari pesan yang telah disampaikan.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter dan Perry (1993) dikutip oleh Nurjannah (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi meliputi :

a. Perkembangan

Perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia, baik dari sisi bahasa, maupun proses berfikir dari orang tersebut agar komunikasi efektif. Karena cara berkomunikasi dengan anak usia remaja dan anak usia balita sangatlah berbeda.

b. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.

c. Nilai

Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Dalam

(5)

hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.

d. Latar Belakang Sosial Budaya

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.

e. Emosi

Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang, akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain.

f. Jenis Kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda, menurut Tarned (1990), wanita menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman, sedangkan laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian.

g. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan, seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.

(6)

h. Peran dan Hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya.

i. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan keracunan, ketegangan, dan ketidaknyamanan.

j. Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol.

6. Prisip-prinsip Komunikasi Terapeutik

Prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers dikutip oleh Purwanto (1994) adalah :

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.

c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien. d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik

maupun mental.

e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk merubah dirinya baik sikap, tingkah

(7)

lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.

h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik

i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.

j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual dan gaya hidup.

k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.

l. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.

m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. Sedangkan menurut Boyd dan Nihart (1998) dikutip oleh Nurjannah (2001), prinsip komunikasi terapeutik meliputi :

(8)

a. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi. b. Tingkah laku profesional mengatur hubungan terapeutik.

c. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.

d. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari. e. Kerahasiaan klien harus dijaga.

f. Kompetisi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman. g. Implementasi, intervensi berdasarkan teori.

h. Memelihara interaksi yang tidak menilai dan menghindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat i. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali

pengalamannya secara rasional.

j. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen , klarifikasi dan hindari perubahan subyek atau topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien

7. Sikap Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik

Menurut Egan (1975) dikutip oleh Keliat (1992), ada lima sikap atau cara seseorang perawat dalam berkomunikasi dengan klien yaitu : a. Berhadapan, arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda “. b. Mempertahankan kontak mata pada level yang sama berarti

menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

(9)

c. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukan keinginan untuk menyatakan atau mendengar sesuatu.

d. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan, menunjukan keterbukaan untuk berkomuikasi.

e. Tetap relaks, tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.

8. Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Menurut Arwani (2002), ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu :

a. Keiklasan (genuineness)

Kesadaran diri perawat untuk dapat menerima sikap klien tanpa menolak segala bentuk perasaan negatif yang dimiliki klien dan berusaha untuk berinteraksi dengan klien.

b. Empati (empathy)

Empati merupakan perasaan “ pemahaman “ dan “ penerimaan “ perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “ dunia pribadi klien “.

c. Kehangatan (warmth)

Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “ unek-unek “ (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.

(10)

9. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dengan Komunikasi Sosial

Tabel. 2.1. Perbedaan antara Komunikasi Sosial dengan Komunikasi Terapeutik

KOMPONEN

HUBUNGAN KOMUNIKASI SOSIAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Saling membuka diri

Fokus dari percakapan Ketepatan dari topik

Hubungan pengalaman dan topik

Orientasi waktu Penggunaan perasaan

Penghargaan terhadap kebaikan individu Perpisahan atau terminasi

Bervariasi

Tidak diketahui oleh peserta Sosial, bisnis, umum, impersonal

Ketidakterlibatan dan penggunaan dari pengetahuan yang tidak langsung

Masa lalu dan masa depan Saling membagi perasaan yang tidak enak

Tidak diakui Terbuka – tertutup

Klien : membuka diri Perawat : membuka diri untuk mendorong tujuan penanganan

Diketahui oleh perawat dan klien

Pribadi dan relevan untuk perawat dan klien

Keterlibatan dan penggunaan dari pengetahuan langsung Saat ini

Klien membagi perasaan dan diberi semangat oleh perawat

Diakui penuh Spesifik *) Sumber : Stuart & Sundeen, (1995) dikutip oleh Nurjannah, (2001)

10. Tehnik Komunikasi Terapeutik

Perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik harus memperhatikan teknik-teknik komunikasi terapeutik diantaranya :

(11)

a. Mendengarkan dengan aktif (active listening)

Perawat secara aktif mengikuti apa yang dibicarakan klien dan memberikan perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien (Purwanto, 1994). b. Mendengar pasif

Kegiatan mendengarkan dengan kegiatan nonverbal untuk klien, misalnya dengan kontak mata dan menganggukan kepala (Nurjannah, 2001).

c. Penerimaan

Kesediaan mendengar informasi tanpa menunjukan keraguan atau ketidaksetujuan dengan tingkah laku yang menunjukan ketertarikan dan tidak menilai (Nurjannah, 2001)

d. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan Memberikan kesempatan pada klien untuk memilih topik pembicaraan dengan cara menciptakan suasana dimana klien merasa terlibat penuh dalam suatu pembicaraan (Purwanto, 1994). e. Klarifikasi

Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengukapkan informasi. Teknik ini berguna untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat dan klien (Keliat, 1996).

(12)

f. Memfokuskan

Kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membantu klien bicara pada topik yang dipilih dan yang penting dan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan, yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realita (Keliat, 1996).

g. Refleksi

Memberi kesempatan kepada klien untuk memahami sikapnya sendiri, mengerti perasaan dan kebingungan, keragu-raguan serta persepsinya yang benar. Hal ini digunakan untuk membantu klien dalam memngukapkan masalahnya agar menjadi jelas. Menyadari bahwa perawat mengharapkan dirinya untuk mampu berfikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dengan orang lain (Purwanto, 1994).

h. Observasi

Kegiatan mengamati klien atau orang lain. Dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien (Stuart dan Sundeen 1995 dikutip oleh Nurjannah 2001).

(13)

Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Tehnik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan perhatian terhadap apa yang baru saja dikatakan dan menjadi non terapeutik bila perawat kurang melakukan validasi terhadap interpretasi dari klien, menilai dan menyakinkan serta bertahan. Digunakan pada saat mencoba apa yang klien ucapkan (Nurjannah, 200).

j. Eksplorasi (exploring)

Menggali lebih dalam ide-ide, pengalaman, masalah klien yang perlu diketahui (Purwanto, 1994).

k. Membagi persepsi

Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi (Keliat, 1996).

l. Diam (silence)

Memberi waktu kepada klien dalam menimbang alternatif tindakan yang perlu dilakukan dan memberikan kesempatan untuk merasakan bahwa dirinya diterima seutuhnya, meskipun klien tetap berdiam diri atau merasa malu, tetapi klien tetap merasa bahwa dirinya tetap berharga dan diterima. Diam dapat mendorong atau menghambat komunikasi sehingga perawat harus hati-hati dalam mengemukakan tehnik ini. Bagi klien depresi diam biasa diartikan sebagai dorongan pengertian dan penerimaan (Purwanto, 1994).

(14)

m. Memberi informasi

Memberikan informasi pada klien mengenai hal-hal yang tidak atau belum diketahuinya atau bila klien bertanya. Untuk membina hubungan saling percaya dengan klien sehingga menambah pengetahuan klien yang akan berguna untuk mengambil keputusan secara realistik (Purwanto, 1994).

n. Memberi Saran

Memberi alternatif ide untuk memecahkan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan (Keliat, 1996).

o. Pertanyaan terbuka (open-ended question)

Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “ Ya “ dan “ Mungkin “, tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya, perasaanya dengan kata-kata sendiri atau dapat memberikan informasi yang diperlukan (Purwanto, 1994).

p. Assertive

Assertive adalah kemampuan dengan secara menyakinkan dan

nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain (Nurjannah, 2001).

q. Menyimpulkan

Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi

(15)

komunikasi agar sama dengan ide dalam pikiran (Vacarolis, 1990 dikutip oleh Nurjannah, 2001).

r. Memberikan pengakuan / penghargaan (giving recognition)

Memberi penghargaan merupakan tehnik untuk memberikan pengakuan dan menandakan kesadaran (Schultz dan Videbeck, 1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).

s. Menawarkan diri (Offering self)

Menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan (Schultz dan Videbeck, 1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).

t. Menghadirkan realitas / kenyataan (presenting reality)

Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai. Misalnya, “ Saya adalah yang merawat kamu “ (Schultz dan Videbeck, 1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).

u. Penurunan jarak (reducing distant)

Menurunkan jarak fisik antara perawat dan klien. Hal ini menunjukan komunikasi nonverbal dimana perawat ingin terlibat dengan klien (Leddy & Pepper, 1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).

v. Humor

Dugon (1989), menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi

(16)

ketegangan dan rasa sakit akibat stress, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan. Sementara Sulivan – Deane (1998), mengatakan bahwa humor merangsang produksi katekolamin, sehingga seseorang merasa sehat, dan hal ini akan meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan serta memfalitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme ( Nurjannah, 2001).

11. Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik

Perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik melalui empat tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai serangkaian tugas yang harus diselesaikan. Keempat tahap itu adalah sebagai berikut :

a. Fase Prainteraksi

Fase prainteraksi merupakan fase dimana perawat belum bertemu dengan klien. Pada tahap ini perawat memiliki tugas yang harus diselesaikan yaitu : mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri, menganalisa kekuatan profesional diri dan keterbatasan, mengumpulkan data dengan klien jika mungkin dan merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.

b. Fase Perkenalan atau Orientasi

Fase ini dimulai sejak pertemuan pertama dengan klien. Ciri hubungan pada fase ini masih bersifat dangkal dan sering ditandai dengan ketidakpastian dan upaya pengalihan perasaan, persepsi, pikiran dan tindakan klien. Perawat dan klien saling bertukar

(17)

pikiran dan membuat penilaian tentang perilaku masing-masing sehingga akan terbentuk hubungan saling percaya atau “trust”. Fase orientasi ini secara umum dicirikan dengan lima kegiatan pokok yaitu : testing, building trust, identification of problem and

goals, clarification of roles and contract formation (Arwani,

2002).

Tugas perawat pada fase orientasi meliputi : menentukan mengapa klien mencari pertolongan, membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka, membuat kontrak bersama, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan tindakan, dan mendefinisikan tujuan dengan klien. (Keliat, 1996 & Nurjannah, 2001)

c. Fase Kerja

Fase kerja merupakan tahap dimana klien memulai kegiatan. Fokus utama fase ini adalah perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif. Pada fase kerja ini terbagi dalam dua kegiatan pokok yaitu :

1) Intregating communication with nursing action (menyatukan proses komunikasi dengan tindakan keperawatan)

2) Establishing a climate for change (membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan) (Keliat, 1996 & Arwani, 2002).

(18)

Tugas perawat pada fase kerja adalah mengeksplorasi stressor yang sesuai atau relevan, mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif, dan menangani tingkah laku yang dipertahankan klien atau resistance (Keliat, 1996 & Nurjannah, 2002).

d. Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase dimana perawat akan menghentikan interaksinya dengan klien, baik terminasi sementara maupun terminasi akhir. Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan sangat penting dari hubungan terapeutik. Pada fase ini memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga klien merasa sunyi, menolak, dan depresi. Perawat perlu mendiskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi (Purwnto, 1994, Keliat, 1996 & Nurjannah, 2002).

Kegiatan yang dilaksanakan pada fase terminasi meliputi :

Evaluating goals achievement ( penilaian pencapaian tujuan ) dan separation (perpisahan). Sedangkan tugas perawat pada fase

terminasi adalah menyediakan realitas berubah, melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan, dan saling mengeksplorasi perasaan dari penolakan, kehilangan , sedih dan marah, tingkah laku yang berkaitan (Keliat, 1996, Nurjannah, 2001 & Arwani, 2002).

(19)

Faktor-faktor penghambat dalam komunikasi terapeutik menurut Purwanto (1994), meliputi : kemampuan pemahaman yang berbeda, pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, komunikasi satu arah, kepentingan yang berbeda, memberikan jaminan yang tidak mungkin, membantu apa yang harus dilakukan kepada penderita, membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi, menutut bukti, tantangan, serta penjelasan dari klien mengenai tindakannya, memberikan kritik mengenai perasaan penderita, menghentikan atau mengalihkan topik pembicaraan, terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengar dan memperlihatkan sifat jemu dan psimis.

Sedangkan menurut Dewit (2001), ada beberapa faktor yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang efektif, diantaranya adalah : a. Changing The Subject (merubah subyek atau topik)

Merubah obyek pembicaraan akan menunjukan empati yang kurang terhadap klien. Hal ini akan menjadikan klien merasa tidak nyaman, tidak tertarik dan cemas. Sehingga idenya menjadi kacau dan akhirnya informasi yang ingin didapatkan dari klien tidak mencukupi.

b. Offering False Reassurance (mengukapkan keyakinan palsu)

Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak percaya klien terhadap perawat.

(20)

Memberi nasehat menunjukan bahwa perawat tahu yang terbaik dan bahwa klien tidak dapat berfikir untuk diri mereka sendiri. Klien juga merasa bahwa dia harus melakukan apa yang dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan penolakan klien karena klien merasa lebih berhak untuk menentukan masalah mereka sendiri.

d. Defensive Comments (komentar yang bertahan )

Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien tidak mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa terancam yang disebabkan hubungannya dengan klien. Agar tidak defensif perawat perlu mendengarkan klien , walaupun mendengar belum tentu setuju.

e. Prying or Probing Questions (pertanyaan-pertanyaan penyelidikan)

Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif. Karena klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi.

f. Using Cliches (menggunakan kata klise)

Kata-kata klise menunjukan kurangnya penilaian pada hubungan perawat dan klien. Klien akan merasa bahwa perawat tidak peduli dengan situasinya.

(21)

g. In Attentive Listening (mendengar dengan tidak memperhatikan)

Perawat menunjukan sikap tidak tertarik ketika klien sedang mencoba mengeksplorasikan perasaanya, maka klien akan merasa bahwa dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya.

13. Faktor–faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat dalm melaksanakan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Laraia (2001) meliputi :

a. Kualitas personal

Yang terdiri dari kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan untuk menjadi model peran, altruisme, tanggung jawab dan etik.

b. Fasilitas komunikasi

Terdiri dari komunikasi verbal, perilaku nonverbal, analisa masalah dan teknik terapeutik.

c. Dimensi responsif, terdiri dari :

1) Kesejatian

Yaitu pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri kita yang sebenarnya, ditunjukan dengan adanya kesamaan antara verbal dan nonverbal.

(22)

Adalah kemampuan menenmpatkan diri kita pada posisi orang lain, serta memahami bagaimana perasaan orang lain dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain.

3) Respek / hormat

Adalah perilaku yang menunjukan kepedulian atau perhatian, rasa suka dan menghargai klien. Perawat menghargai klien sebagai seseorang yang bernilai dan menerima klien tanpa syarat.

4) Konkret

Perawat menggunakan istilah yang spesifik dan bukan abstrak pada saat berdiskusi dengan klien mengenai perasaan, pengalaman dan tingkah laku.

d. Dimensi tindakan, terdiri dari : 1) Konfrontasi

Proses interpersonal yang digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan dari gambaran diri klien, agar klien sadar adanya ketidaksesuaian pada dirinya dalam hal perasaan, tingkah laku dan kepercayaan.

2) Kesegeraan.

Adalah merespon apa yang terjadi antara perawat dan klien saat itu dan di tempat itu.

(23)

3) Membuka diri

Adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran, perasaan dan pengalaman pribadi kita.

4) Emosional katarsis

Kegiatan ini terjadi pada saat klien didorong untuk membicarakan hal – hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik.

5) Bermain peran

Tindakan untuk membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien ke dalam hubungan manusia dan memperdalam kemampuan untuk melihat situasi dari sudut pandang yang lain dan juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi baru dalam lingkungan yang aman.

e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari :

1) Resistence

Adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.

(24)

Adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan figur yang penting di masa yang lalu.

3) Countertransference

Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat yaitu reaksi perawat terhadap klien yang berdasarkan pada kebutuhan, konflik, masalah dan pandangan mengenal dunia yang tidak disadari perawat.

4) Boundary violations (pelanggaran batas)

Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi atau personal dengan klien.

f. Hasil terapeutik yaitu untuk klien, masyarakat dan perawat.

B. Persepsi

6. Pengertian

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Bimo Walgito, 1994). Menurut Maramis (1999) persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah panca indera

(25)

mendapat rangsang. Sedangkan menurut Sunaryo (2004) persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca indera dengan didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pengertian persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang melalui proses mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah panca indera mendapat rangsang sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.

7. Macam-macam Persepsi

Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu :

a. External perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya

rangsang yang datang dari luar individu

b. Self-perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya

rangsang yang datang dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi obyek adalah dirinya sendiri.

8. Syarat Terjadinya Persepsi

Agar individu dapat mengadakan persepsi diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu : ( Bimo Walgito, 1994 & Sunaryo, 2004)

(26)

a. Adanya obyek yang dipersepsi, obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.

b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi.

c. Adanya alat indera atau reseptor sebagai penerima stimulus d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak

kemudian dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.

9. Proses Terjadinya Persepsi

Menurut Bimo Walgito (1994) proses terjadinya persepsi melalui tiga proses yaitu :

a. Proses fisik (kealaman) : obyek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor.

b. Proses fisiologis : stimulus yang diterima oleh indera dilanjutkan oleh saraf sensoris ke otak.

c. Proses psikologis : proses di dalam otak sehingga imdividu dapat menyadari stimulus yang diterima.

10. Gangguan Persepsi (dispersepsi)

Persepsi individu dapat mengalami gangguan, hal ini dapat disebabkan karena adanya gangguan otak (kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik), gangguan jiwa (emosi yang dapat menyebabkan ilusi) dan pengaruh lingkungan sosio-budaya (Sunaryo, 2004).

(27)

Adapun macam-macam gangguan perspsi menurut Mramis (1999) dikutip oleh Sunaryo (2004) terdaoat tujuh macam gangguan persepsi yaitu : halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi, gangguan somatosensorik pada reaksi konversi, gangguan psikologik dan agnosia.

C. Kepuasan klien

11. Pengertian

Kepuasan klien seringkali dipandang sebagai suatu komponen yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan klien dari sakit atau luka. Hal itu lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan outcome pelayanan. Menurut Hafizurrahman (2004), kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.

Wesley (1992) dikutip oleh Nurrachmah (2001) menyatakan bahwa kepuasan klien merupakan sutu situasi dimana klien dan keluarga menganggap bahwa biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kualitas pelayanan yang diterima dan tingkat kemajuan kondisi kesehatan yang dialaminya. Menurut Kotler (1993) kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan, dibandingkan dengan harapannya. Menurut Gerson

(28)

(2002) kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapanya telah terpenuhi atau terlampui. Sedangkan menurut Nurrachmah (2001), kepuasan klien didefisinikan sebagai evaluasi paska konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.

Dari beberapa definisi kepuasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian kepuasan adalah situasi dimana klien dan kelurga merasa bahwa produk yang didapatkan baik itu pelayanan yang diterima maupun kondisi kesehatan yang dialaminya memenuhi atau bahkan melebihi harapan yang diinginkan.

12. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan

Hafizurrahman (2004), mengatakan bahwa kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lainnya dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain dengan pendekatan dan perilaku petugas serta mutu informasi yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersediri, mutu makanan , pengaturan kunjungan, outcome terapi dan perawatan yang diterima.

Sedangkan menurut Supranto (2001), beberapa faktor penentu kepuasan pelayanan kesehatan adalah : reliabilitas (kompetensi dan kehandalan), ketanggapan (kesediaan, kesiapan dan ketepatan waktu), kompetensi (kemudahan kontak dan pendekatan), komunikasi (mendengarkan serta memelihara hubungan saling

(29)

pengertian), kredibilitas (nilai kepercayaan dan kejujuran), jaminan rasa aman (dari resiko dan keraguan), pengertian (upaya untuk mengerti keluhan dan keinginan pasien) dan ujud pelayanan yang dirasakan.

Rangkuti (2002), menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa. Kepuasan pelanggan selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat.

Lima dimensi jasa yang dapat mempengaruhi kepuasan klien menurut Christopher Lovelock (1994) dikutip oleh Rangkuti (2002) adalah :

a. Reliability (keandalan)

Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.

b. Responsiveness (cepat tanggap)

Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan. c. Assurance (jaminan)

Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk pelayanan dengan rasa percaya diri.

(30)

Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan megerti kebutuhan konsumen.

e. Tangible (kasat mata )

Penampilan fasilitas fisik, peralatan personel dan alat-alat komunikasi.

3. Dimensi Kepuasan

Azwar (1994), seperti halnya mutu pelayanan, dimensi kepuasan klien sangat bervariasi secara umum. Dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi. Disini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas hanya pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi saja, Dalam hal ini mencakup penilaian terhadap kepuasan klien mengenai : hubungan dokter dengan klien (doctor-patien relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetisi teknis (scientific knowledge and technical skill), efektifitas pelayanan (effectives) dan keamanan tindakan (safety) b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan kesehatan. Disini ukuran kepuasan memakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua

(31)

persyaratan pelayanan kesehatan. Ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan klien mengenai : ketersediaan pelayanan kesehatan (available), kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate), kesinambungan pelayanan kesehatan (continue), penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible), keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (efficient) dan mutu pelayanan kesehatan (quality).

Kepuasan pelanggan akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan apa yang dipersepsikan pelanggan. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi pelanggan dan pemberi jasa. Ada lima kesenjangan dalam kulitas jasa, yaitu : kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen , kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa, kesenjangan antara spesifikasi jasa dan jasa yang disajikan, kesenjangan antara penyampaian jasa actual dan komunikasi eksternal kepada konsumen (Hafizurrahman, 2004).

4. Manfaat kepuasan

Menurut Tjiptono (2003) dikutip oleh Hafizurrahman (2004), Kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya : hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya

(32)

menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembeli ulang, dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan, membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan, reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan, laba yang diperoleh dapat meningkat.

Kepuasan pelanggan berupa sebuah kontinum yang bergerak dari sangat tidak puas ke arah sangat puas, jika sustu perusahaan bermaksud mempertinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka harus memperhatikan dua unsur yaitu nilai produk bagi pelanggan (selanjutnya disebut nilai bagi pelanggan) dan harapan pelanggan terhadap produk.

D. Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan klien

Fungsi dari komunikasi terapeutik adalah mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien, yang bertujuan untuk membantu klien mengurangi beban perasaan dan pikiran, mengurangi keraguan, serta membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif untuk kesembuhan klien.

Teknik komunikasi terapeutik melibatkan klien sepenuhnya dalam pemberian asuhan keperawatan. Sehingga klien akan merasa dirinya dihargai dan diakui. Dalam hal ini klien akan membuka diri dengan perawat begitu juga perawat akan membuka diri dengan klien. Hal ini akan mendukung klien untuk mengeksplorasi perasaannya sehingga

(33)

perawat mampu menggali permasalahan klien. Jika semua permasalahan klien dapat dipenuhi sesuai harapannya maka kepuasan klien dapat tercapai.

E. Kerangka Teori

Faktor penghambat komunikasi terapeutik :

1. Pemahaman, penafsiran dan kepentingan yang berbeda

2. Komunikasi satu arah 3. Membicarakan hal-hal

yang bersifat pribadi 4. Memperlihatkan sifat

jemu dan psimis

Faktor – faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat : 1. Kualitas personal 2. Fasilitasikomunikasi 3. Dimensi responsif 4. Dimensi tindakan 5. Kebuntuan terapeutik 6. Hasil terapeutik

Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik :

1. Perkembangan dan nilai 2. Jenis kelamin dan emosi 3. Latar belakang sosial

budaya

4. Peran dan hubungan 5. Jarak dan lingkungan 6. Pengetahuan dan persepsi

Kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik :

1. Fase Pra interaksi 2. Fase Orientasi 3. Fase Kerja 4. Fase Terminasi

Kepuasan klien Faktor yang mempengaruhi kepuasan :

1. Pendekatan dan perilaku petugas 2. Perawatan yang diterima

3. Out come terapeutik 4. Fasilitas pelayanan 5. Prosedur perjanjian 6. Waktu tunggu

(34)

Gambar 1. Kerangka Teori

Menurut Nurjannah (2001), Purwanto (1994) dan Hafizurrahman (2004)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian

13. Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel independent adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat) atau variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik.

14. Variabel Dependen (variabel terikat) Variabel

Independen

Persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan Komunikasi Terapeutik Variabel Dependen Kepuasan Klien

(35)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan klien.

H. Definisi Operasional, Variabel dan skala Penelitian

15. Variabel persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik

Persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, yaitu penilaian klien terhadap kemampuan verbal dan nonverbal perawat dalam melaksanakan komunikasi pada klien selama memberikan asuhan keperawatan. Skala Interval.

16. Variabel kepuasan klien

Kepuasan klien yaitu suatu ungkapkan perasaan klien atas komunikasi yang dilakukan perawat selama memberikan asuhan keperawatan. Skala Interval.

I. Hipotesis

Ada hubungan antara persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dengan kepuasan klien di ruang Umar Rumah Sakit Roemani Semarang.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

3) Setiap Pondok pesantren dapat mengirimkan maksimal 4 peserta (2 Putra 2 Putri). 4) Peserta hadir 15 menit sebelum perlombaan dimulai 5) Peserta diberikan waktu tampil maksimal

Penyusunan laporan tugas akhir yang berjudul “Prediksi Perubahan Garis Pantai Dengan Pemodelan Numerik (Studi Kasus: Pantai Nusa Dua” ini merupakan proses akhir

52 Jakarta Selatan, dengan ini Unit Layanan Pengadaan BNP2TKI menetapkan Hasil Prakualifikasi untuk paket pekerjaan Pembuatan Peta Sistem Monitoring Dan

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Logo dapat membedakan perusahaan yang satu dengan yang lain, produk yang satu dengan yang lain...

Untuk dapat mencapai target kienerja diatas maka dibutuhkan alokasi anggaran pada tahun 2013 untuk Belanja Langsung Program sebesar Rp... 2 03 16 01 Program pengawasan dan

Pembiasaan memberikan manfaat bagi anak. Karena pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, anak akan lebih terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai