Warta ILO Dua Bahasa - April 2005, Vol. 3 No. 1
Layanan Ketenagakerjaan
Bantu Masyarakat Aceh Dapatkan Pekerjaan
abrani, 35 tahun, wargaBanda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sebelumnya bekerja sebagai tukang ledeng sebelum bencana tsunami meluluh-lantakkan desanya. “Saya butuh pekerjaan. Saya tidak butuh rumah. Saya hanya butuh pekerjaan. Saat saya sudah berpenghasilan kembali, saya dapat membeli rumah sendiri. Tanyakan pada yang lainnya, mereka semua akan mengatakan hal yang sama. Saya bukanlah apa-apa tanpa pekerjaan,” Tabrani bercerita kepada Tauvik Muhamad, Programme Officer ILO, di Banda Aceh.
Tabrani merupakan satu dari ribuan pencari kerja yang mendaftarkan diri ke Layanan Ketenagakerjaan Masyarakat untuk Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (LKMNAD). Berlokasi di Balai Latihan Kerja (BLK) Banda Aceh, LKMNAD didirikan oleh ILO bersama Pemerintah Indonesia dan mulai beroperasi pada Senin, 7 Februari
2005.
Hingga akhir Maret, lebih dari 10.000 pencari kerja, termasuk sekitar 2.000 perempuan, terdaftar di Layanan Ketenagakerjaan Masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam (LKMNAD). Layanan Kerja ini bertujuan memfasilitasi akses bagi mereka yang kehilangan sumber mata pencaharian sebagai akibat bencana gempa bumi dan tsunami untuk mendapatkan pekerjaan. Saat ini,
penyaluran dan penempatan kerja merupakan fokus utama dari program ini.
“Jumlah warga yang akan terjangkau pelayanan ini akan terus bertambah di minggu-minggu mendatang mengingat layanan serupa akan dibuka bagi bagi warga di luar Banda Aceh,” ujar Freddie Rousseau, Kepala Penasihat Teknis LKMNAD, seraya menambahkan LKMNAD telah
mengidentifikasi lebih dari 1.178 orang untuk pekerjaan padat karya.
Indonesia paling terkena dampak gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004, yang merupakan bencana alam terburuk yang pernah terjadi di negara ini. Bencana ini meluluh-lantakkan daerah pantai di utara dan selatan Sumatra
dan pulau-pulau sekitarnya. Kerusakan dan tingkat kematian terparah terjadi di 14 kabupaten di daerah pantai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Provinsi Sumatra Utara serta Kepulauan Nias. Lebih dari 250.000 orang
diperkirakan meninggal atau hilang. LKMNAD mengembangkan dan mengelola pangkalan data dari warga yang memerlukan pekerjaan. Untuk itu, iklan-iklan pendaftaran telah dipasang di surat-surat kabar setempat, begitu pula dengan pemberitahuan yang disebarluaskan di kamp-kamp serta tempat warga berkumpul.
Selama proses pendaftaran, tingkat kemahiran serta kompetensi pelamar akan diuji menggunakan fasilitas yang tersedia di BLK untuk memastikan para pencari kerja yang direkomendasikan memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Warga masyarakat dengan keterampilan konstruksi diundang untuk mendaftarkan diri, termasuk tukang kayu, bangunan, ledeng, listrik, ubin, cat, dan sebagainya. Hal ini diikuti
T
Provinsi Aceh, Indonesia, luluh lantak terkena bencana Tsunami
• • •
“Program rekonstruksi harus
melibatkan sebanyak mungkin
masyarakat setempat. Aceh
harus dibangun oleh orang
Aceh sendiri,”
Fahmi Idris,
DARI KAMI
TIMOR LESTE
STAGE: Promosikan Peningkatan Ekonomi dan Pendapatan di Timor-Leste
LIPUTAN KHUSUS
Layanan Ketenagakerjaan Bantu Masyarakat Aceh Dapatkan Pekerjaan
LAPORAN UTAMA
Melangkah Maju Melalui Dialog Sosial dan Hubungan Industrial yang Harmonis
Rekomendasi Tripartit Indonesia
HAK DALAM BEKERJA
Kepolisian Indonesia Adopsi Pedoman Tindakan Kepolisian dalam Perselisihan Industrial
“Polisi Tak Dapat Campuri Perselisihan Hubungan Industrial”
Tingkatkan Sistem Hukum, ILO Adakan Konsiliasi Pra-Pengadilan bagi Hakim Perburuhan
Pekerja Rumah Tangga Indonesia: Peran Maksimum, Perlakuan Minimum
Mari Dengarkan Smart Workers
dari Kami
B
Bersama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasiserta Dinas Tenaga Kerja, layanan ketenagakerjaan masyarakat
didirikan untuk menyediakan pendaftaran dan penempatan kerja serta membantu mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan. Dukungan khusus diberikan kepada anak-anak dan kaum muda melalui program Pekerja Anak dan Ketenagakerjaan Muda ILO, serta bantuan diberikan kepada organisasi pengusaha dan pekerja setempat.
Sejumlah program pelatihan telah dilaksanakan bagi: para penyelia dalam program pembersihan reruntuhan; anak-anak berusia 15-17 tahun di bidang keterampilan komputer, menjahit dan membordir; mereka yang ingin memulai atau membangun kembali usaha kecil dalam pengembangan usaha; dan mereka yang mencari kerja di bidang rekonstruksi, pembuatan bata dan
pendirian bangunan. Program-program ini dan program lainnya bertujuan memastikan peluang kerja dan mata pencaharian bagi masyarakat Aceh secara maksimal dalam tahap pemulihan dan rekonstruksi.
ILO berperan aktif dalam hal ini, baik dari kantor pusat, region dan terutama dari Kantor ILO Jakarta dan proyek. Kami semua berbangga dapat menjadi bagian dari usaha ini.
Meskipun perhatian utama dicurahkan pada Aceh, banyak perkembangan penting dalam program ILO di bagian lain Indonesia dan Timor-Leste.
Proyek baru mengenai pengembangan perusahaan dan keterampilan (STAGE di Timor Leste) dan HIV/AIDS (Indonesia) telah dimulai. Konferensi Tingkat Tinggi Tripartit Nasionaldiadakan di Jakarta oleh pemerintah dengan dukungan dari Proyek Deklarasi ILO dan program pelatihan bagi para hakim hubungan industrial yang baru. Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mengadopsi
Pedoman tentang Penanganan Perselisihan Industrial, yang disusun dengan bantuan dari Proyek Pelatihan untuk Polisi. Proyek Pekerja Anak mengalami kemajuan yang menggembirakan dengan dukungan dari Departemen Tenaga Kerja dan mitra-mitra lainnya.
Karenanya, sekali lagi, banyak hal yang disampaikan dalam Warta ini.
Alan Boulton, Direktur ILO Jakarta, dan Shinichi Hasegawa, Direktur Regional ILO untuk Asia dan Pasifik yang baru, bertemu dengan sejumlah perempuan Aceh saat mengunjungi Aceh.
membantu para korban membangun kembali kehidupan dan masyarakat mereka. Hal ini termasuk kegiatan lapangan di Aceh dan turut membantu penyusunan strategi rekonstruksi
pemerintah. 2 1 8 10 11 12 14 15 16 18 20 18 4 19 5 6
Daftar Isi
Daftar Isi
Daftar Isi
encana tsunami dan gempa bumi yang meluluh-lantakkan bagian utara Sumatra pada 26 Desember 2004 menelan lebih dari 200.000 korban meninggal di Indonesia dan menghancurkan pekerjaan dan mata pencaharian lebih dari 600.000 orang, terutama di Provinsi Aceh. Dan, baru saja gempa bumi besar melanda Kepulauan Nias pada 28 Maret yang menimbulkan kerusakan lebih parah.
ILO, sebagai badan khusus PBB yang menangani masalah perburuhan dan ketenagakerjaan, menyikapi bencana ini melalui strategi dan pelaksanaan pembangunan untuk
PEKERJA ANAK
Proyek ILO-IPEC Laporkan Kemajuan Berarti, Namun Banyak Harus Dilakukan
PERLINDUNGAN SOSIAL
Aksi Penanggulangan Terbaru: Program Pendidikan HIV/ AIDS di Tempat Kerja
DIALOG SOSIAL
Konfederasi Serikat Pekerja Nasional Susun Program Aksi tentang Ketenagakerjaan Muda
Serikat Pekerja DirikanPusat Penelitian Ketenagakerjaan Indonesia
DARI DAERAH
Sekilas: Aktivitas ILO di Jawa Timur
JENDER
Hari Perempuan Internasional: Pekerja Perempuan Transportasi dan HIV/AIDS
Perempuan Pengusaha Indonesia Masih Sulit Dapatkan Kredit
PUBLIKASI
AGENDA
20 172
53
dengan pendaftaran ahli mekanik, sekretaris, pegawai senior, penerjemah, dan sebagainya.
Jenis pelatihan pertama terarah pada pelatihan
kejuruan, termasuk keterampilan berbahasa Inggris. Program Internasional untuk Penghapusan Pekerja Anak ILO (ILO-IPEC) menggelar serangkaian pelatihan bagi anak-anak berusia 15-17 tahun mengenai keterampilan bertukang, menjahit/membordir, dan komputer dasar. Secara
keseluruhan, sekitar 192 anak akan menerima pelatihan ini, masing-masing selama 12 hari.
Jenis pelatihan kedua terfokus pada bagaimana memulai dan meningkatkan usaha sendiri. Melalui Program Ketenagakerjaan Muda ILO, serangkaian Pelatihan untuk Pelatih mengenai Memulai dan Meningkatkan Usaha Sendiri diselenggarakan, menargetkan perempuan dan laki-laki muda berusia hingga 28 tahun, pengusaha perempuan, anggota serikat pekerja, guru kejuruan.
Menurut Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia, pendirian Layanan Ketenagakerjaan seperti ini sangatlah penting bagi masyarakat Aceh. “
Sedikitnya 600.000
orang kehilangan pekerjaan,
” kata dia.Mayoritas
pekerjaan yang hilang adalah sektor pelayanan,
diikuti pertanian, perkebunan, perikanan dan
industri kecil.
Aceh, dengan populasi 4,2 juta, diperkirakan memiliki sekitar 250.000 penganggur sebelum bencana.
Menyusul keberhasilan LKMNAD di Banda Aceh, ILO
... Layanan Ketenagarkerjaan
bantu Rakyat Aceh...
telah memperluas layanan ketenagakerjaannya ke Melauboh. “Layanan Ketenagakerjaan Melauboh mulai beroperasi pada 16 Maret di BLK setempat, serta akan menyediakan layanan dan pelatihan yang serupa dengan LKMNAD di Banda Aceh,” Freddie menjelaskan.
Secara keseluruhan, ILO telah mengidentifikasikan tujuh bidang utama di mana ILO memberikan dukungan segera dan praktis dalam upaya-upaya pemulihan dan rehabilitasi di Aceh. “Proyek-proyek awal” ini saling berkaitan dengan sasaran memulihkan mata pencaharian keluarga melalui penciptaan lapangan kerja serta kegiatan mencari nafkah dan mengurangi kerentanan perempuan, anak-anak, orang muda, serta penyandang cacat di antara masyarakat pengungsi yang memang sudah rentan.
liputan Khusus
KOMPONEN
1. Layanan Ketenagakerjaan Publik Darurat dan Jejaring Layanan Mata Pencaharian
2. Rehabilitasi Darurat Berbasis Ketenagakerjaan terhadap Infrastruktur Komunal dan Publik
3. Dukungan Segera terhadap Pengembangan Kegiatan Mata Pencaharian di Masyarakat Pedesaan yang Rentan 4. Perlindungan terhadap
Kelompok Anak yang Paling Rentan
5. Program Kaum Muda Khusus: Program Dukungan dari ‘Pemuda untuk Pemuda’ 6. Pemberdayaan Perempuan dan
Anti Perdagangan
7. Serikat Pekerja untuk Pemulihan Serikat Pekerja di Aceh
(UNIONS)
ISU
Membangun jembatan penting antara pencari kerja dengan kesempatan kerja, memberikan panduan tentang isu-isu yang terkait ketenagakerjaan (Kesehatan Keselamatan Kerja, dan sebagainya); menjalankan program pelatihan jangka pendek serta skema pengembangan perusahaan/keuangan mikro.
Membersihkan dan merehabilitasi infrastruktur yang hancur sementara pada saat yang sama memberikan kesempatan kerja bagi pekerja setempat.
Mendukung pelatihan berbasis masyarakat, pengembangan kegiatan memperoleh mata pencaharian serta kewirausahaan.
Menghindari besarnya jumlah anak yang putus sekolah, yang mengakibatkan mereka rentan terhadap eksploitasi dan juga perdagangan.
Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia mendirikan program dukungan khusus bagi Kaum Muda Aceh. ILO memberikan bantuan teknis, serta dukungan peralatan dan anggaran.
Ketidakberdayaan perempuan dan remaja putri dalam segi sosial dan ekonomi serta meningkatnya kerentanan terhadap kekerasan berbasis jender, perdagangan dan kerja paksa.
Sejalan dengan program-program lainnya, ILO memberikan dukungan kepada serikat pekerja di Aceh untuk pemulihan operasional, layanan dan kegiatan serikat pekerja bagi para anggotanya dan pencari kerja. Ini akan dilakukan dalam bentuk penyediaan dan/atau akses atas pelatihan ILO mengenai pengembangan keterampilan alternatif, kewirausahaan, usaha kecil, pendidikan pekerja dan peningkatan kesadaran tentang masalah hak-hak pekerja.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Fahmi Idris, secara resmi membuka LKMNAD pada Senin, 21 Maret, di Banda Aceh. Menteri Tenaga Kerja mengatakan bahwa pemerintah mengutamakan pekerja setempat dalam proses pemulihan dan pembangunan kembali NAD.
Menteri Tenaga Kerja lebih lanjut menyatakan penghargaannya kepada ILO Jakarta. Ia mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia menghargai dan mendukung prakarsa ILO dalam mengatasi masalah pengangguran di provinsi ini dengan mendirikan LKMNAD.
Untuk informasi lebih lanjut, baca Edisi Khusus ILO Jakarta tentang Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia, April 2005.
Menteri Tenaga Kerja Resmikan
LKMNAD
• • •
Publikasi
Data dan Informasi tentang
Hubungan Industrial: Tahun 2004
Publikasi ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pembinaan hubungan industrial, yang dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi hubngan industrial. Data dan informasi yang ditampilkan dalam buku ini merupakan kombinasi dari tabel, grafik dan deskripsi singkat. Publikasi ini pun diharapkan dapat membantu para pembaca menyusun kebijakan, program dan kegiatan dalam bidang hubungan industrial dan bidang lainnya yang terkait dengan hubungan industrial.
Extension of Social Security Coverage for
the Informal Economy in Indonesia*
Terdapat kebutuhan yang besar akan jaminan sosial yang tidak terpenuhi dalam ekonomi informal di Indonesia. Perluasan cakupan ke ekonomi informal di perkotaan dan pedesaan akan memerlukan upaya sebagai berikut: (i) mengidentifikasi kebutuhan jaminan sosial untuk berbagai kelompok pekerja yang berbeda, (ii) menentukan risiko sosial mereka, (iii) mengembangkan program berdasarkan risiko, penghasilan dan kebutuhan, (iv) mengidentifikasi pengumpulan kelompok dan mekanisme dukungan, dan (v) mengumpulkan dan melakukan asuransi kembali untuk mempromosikan kesinambungan serta peran yang sesuai untuk sektor swasta dan pemerintah di berbagai tingkatan. Perluasan jaminan sosial ke sektor informal dapat dilakukan apabila ada yang dapat mengembangkan skema yang layak, yaitu bersifat fleksibel, terjangkau, berkesinambungan, dipasarkan dengan baik dan mudah dimengerti.
* Hanya tersedia dalam Bahasa Inggris
Implementing Codes of Conduct: How
Businesses Manage Social
Performance in Global Supply
Chains*
Buku ini menyampaikan temuan-temuan dari penelitian lapangan di sektor sepatu olahraga, garmen dan eceran. Dilakukan selama dua tahun antara tahun 2000 dan 2002, penelitian ini melihat pendekatan manajemen
dalam menerapkan tanggung jawab sosial dan kode etik perusahaan. Penelitian ini pun dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama merupakan pembahasan mengenai sektor sepatu olahraga dilakukan dalam bentuk percontohan untuk memberikan kesempatan memperbaiki pendekatan yang ada. Bagian kedua melibatkan analisis mendalam dari pelaksanaan kode etik perusahaan secara sukarela di sektor garmen dan eceran.
The Global Evolution of Industrial Relations:
Events, Ideas and the IIRA*
Buku ini menampilkan peranan ILO, mulai dari awal berdirinya pada 1919 hingga saat ini, dalam menggalang keahlian para akademisi, praktisi dan pembuat kebijakan dalam mempromosikan nilai-nilai kerja di seluruh dunia. Buku ini pun menegaskan pengaruh besar ILO dalam mempromosikan hubungan industrial secara meluas di seluruh
dunia, khususnya di negara berkembang, serta menyediakan analisis menyeluruh mengenai peranannya dalam
mempromosikan praktik-praktik perburuhan yang adil dan keadilan sosial di dunia kerja di antara negara-negara demokrasi yang baru bermunculan di Afrika, Asia, Eropa Timur dan Amerika Latin. Buku ini pun memberikan katalis dalam
mentransplantasikan hubungan industrial ke bagian dunia yang lain.
4
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi dan datangi Pusat Informasi ILO Jakarta pada (021) 391 3112 ext. 111
Laporan Utama
engusaha, serikat pekerja dan Pemerintah Indonesia sepakat untuk menghapuskan biaya tinggi sebagai upaya memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Mereka pun sepakat untuk menerapkan hubungan industrial yang berlandaskan kepentingan bersama dan kemitraan antara pengusaha dan pekerja, serta menolak keterlibatan pihak ketiga.
Kesepakatan di atas merupakan dua dari delapan rekomendasi tripartit yang dicanangkan Pemerintah Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan tiga konfederasi serikat pekerja (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia/ KSPSI; Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia/KSBSI; dan Konfederasi Kongres Serikat Pekerja Indonesia/KSPI).
Kesepakatan ini dicanangkan pada
Konferensi Tingkat Tinggi Tripartit Nasional, yang diselenggarakan hari Rabu, 19 Januari, di Jakarta.
Konferensi ini dibuka oleh Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla. Dalam sambutannya dihadapan lebih dari 250 peserta, termasuk perwakilan dari kamar dagang dan lembaga internasional, Wakil Presiden menekankan pentingnya dialog sosial sebagai upaya menciptakan
manajemen dan hubungan yang baik, yang berujung pada hubungan industrial yang harmonis.
Sementara itu, Fahmi Idris, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menyatakan bahwa menanggapi reformasi ketenagakerjaan, terdapat kebutuhan mendesak atas paradigma baru tentang hubungan industrial. Juga terdapat kebutuhan mendesak terhadap perubahan dari pengusaha, serikat pekerja dan pemerintah.
“Yang terpenting adalah bagaimana pihak manajemen dan pekerja dapat mengembangkan kemitraan dan kerjasama yang sejajar. Setiap masalah di tingkat perusahaan harus diselesaikan secara internal sehingga forum konsultasi dan dialog bipartit dapat dimaksimalkan,” ujar Menteri.
Menurut Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, Konferensi ini bertujuan
mengidentifikasi isu-isu prioritas dalam hubungan industrial dan membantu pemerintah baru menyusun program yang jelas bagi hubungan industrial yang harmonis. “Konferensi dapat
dikatakan sebagai keberhasilan besar dalam dialog sosial. Ini juga merupakan langkah awal dalam membangun hubungan industrial yang harmonis dan produktif berdasarkan keadilan sosial, dialog sosial dan prinsip-prinsip dan hak-hak di tempat kerja, sebagai prasyarat untuk kemajuan ekonomi dan sosial.” Menanggapi rekomendasi-rekomendasi tersebut, seluruh konfederasi pekerja menegaskan mereka semua berada di belakang pemerintah dalam memerangi biaya-biaya tersembunyi yang harus dibayar oleh pengusaha dengan membebani pekerja. Menurut Sekretaris Jenderal KSPSI, Syukur
Sarto, KSPSI telah beberapa kali mendesak pemerintah untuk merevisi sistem pajak dan menghadiahkan pajak liburan terhadap perusahaan sehingga dapat membayar para pekerja dengan upah yang layak dan menjalankan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas mereka.
Sofjan Wanandi, Ketua Apindo, mengatakan, mayoritas pengusaha merasa optimis dengan pemulihan ekonomi yang cepat melihat kuatnya komitmen pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan menghapuskan ekonomi biaya tinggi. "Yang terpenting adalah bagaimana pemerintah memiliki komitmen yang kuat dan mengambil sejumlah langkah untuk memperlihatkan komitmennya itu,” kata dia.
Untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini selanjutnya, tiga gugus tugas telah didirikan, terdiri dari masing-masing perwakilang dari pekerja, pemerintah dan pengusaha. Gugus tugas I akan bertanggungjawab mendiskusikan hal-hal 1-3 dari rekomendasi, II hal-hal 4-6, dan III hal-hal 7 dan 8. Hingga akhir Maret, gugus-gugus tugas ini akan menyerahkan rencana aksi kerja kepada Menteri Tenaga Kerja untuk disempurnakan dan disahkan.
Konferensi Tingkat Tinggi Tripartit Indonesia
Melangkah Maju Melalui Dialog Sosial dan
Hubungan Industrial yang Harmonis
5
Dari kiri ke kanan: Sofjan Wanandi (Ketua Apindo), Fahmi Idris (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Payaman Simanjuntak (Staf Ahli Departemen Tenaga Kerja), Syukur Sarto (Sekretaris Jenderal KSPSI), Rekson Silaban (Ketua KSBSI), dan Rustam Aksam (Ketua KSPSI).
P
"Yang terpenting adalah
bagaimana pemerintah
memiliki komitmen yang kuat
dan mengambil sejumlah
langkah untuk memperlihatkan
komitmennya itu,”
Transfer
T.I.M. Nurunnabi Khan, ILO Liaison Officer untuk Timor-Leste, mengakhiri masa tugasnya di Dili pada akhir Maret 2005. Khan menjabat sebagai Liaison Officer selama kurun waktu dua tahun tiga bulan. Selama menjalankan tugasnya di ILO Dili, Khan mampu meningkatkan profil ILO di tingkat negara, termasuk bergabungnya Timor-Leste sebagai anggota ILO dan meluncurkan sejumlah program mengenai pelatihan keterampilan dan penciptaan peluang kerja.
Secara keseluruhan, Khan berperan aktif dalam berbagai kegiatan berikut: (i) Keanggotaan ILO; (ii) Memulai Proyek Dana Pelatihan Kerja dan Kejuruan; (iii) Memulai Proyek STAGE (Proyek ini akan berjalan selama lima tahun); dan (iv) Mendukung ratifikasi konvensi-konvensi ILO. Ia pun turut meningkatkan hubungan ILO dengan pemerintah, para mitra serta organisasi internasional dan bilateral.
6
Cuplikan
1
2
perlu diwujudkan syarat-syarat kerja yang non-diskriminatif, pengupahan yang adil berdasarkan produktivitas kerja, sistem jaminan sosial yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, pengembangan kualitas dan karier pekerja/buruh serta kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya;
P
rogram aksi pelaksanaan hubungan industrial dalam bentuk konvensi akan membahas masalah-masalah berikut ini:a. Mekanisme negosiasi upah dan penetapan upah minimum;
b. Daya saing usaha, biaya produksi dan sistem upah;
c. Pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan kesejahteraan pekerja/buruh;
d. Masalah tanggung jawab social perusahaan dalam hubungan industrial global;
e. Mengeliminasi segala bentuk yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.
M
enyelenggarakan pertemuan Nasional Tripartit setiap tahun dengan memilih topik agenda tertentu; sertaM
engkaji kembali berbagai peraturan perundang-undangan khususnya peraturan di bidang ketenagakerjaan yang dirasakan dapat menghalangi penciptaan situasi yang kondusif bagi pemulihan ekonomi Indonesia.D
alam rangka mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan perlu disusun program aksi yang mampu menghadapi kemajuan teknologi dan era globalisasi, mendorong pertumbuhan dunia usaha yang sehat dan kompetitif, dan selanjutnya mampu membuka kesempatan kerja yang seluas-luasnya, memberikan perlindungan, serta peningkatan kesejahteraan para pekerja/buruh dan keluarganya;P
elaksanaan hubungan industrial harus dilandasi oleh persamaan kepentingan dan kemitraan yang setara, antara pengusaha dan pekerja/buruh, rasa saling menghormati, jujur, saling mempercayai, melakukan dialog dan perundingan dengan itikas baik dan menolak keterlibatan pihak-pihak yang tidak terkait;U
ntuk dapat secara efektif menerapkan sistem hubungan industrial, pelaksana ketiga unsur tripartit yaitu pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah, harus meningkatkan peran, fungsi, dan kompetensi masing-masing;P
elaksanaan hubungan industrial perlu didukung oleh satu Lembaga Kerjasama Tripartit/Bipartit yang terstruktur secara berjenjang mulai dari tingkat perusahaan hingga tingkat nasional/global berdasarkan system keterwakilan mitra sosial secara proporsional;M
elalui perundingan kolektif antara wakil pengusaha dan wakil pekerja/buruh didukung oleh Lembaga Kerjasama Bipartit di setiap perusahaan,3
4
5
6
7
Recommendasi Tripartit Indonesia
Pemimpin Redaksi: Alan Boulton
Wakil Pemimpin Redaksi: Peter Rademaker Redaktur Eksekutif: Gita Lingga
Koordinator Berita: Gita Lingga Alih Bahasa: Gita Lingga Sirkulasi: Budi Setiawati
Kontributor: Alan Boulton, Asenaca Colawai, Carmelo Noriel/
Lusiani Julia, Christianus Panjaitan, Dewayani Savitri, Galuh Sotya Wulan, Gita Lingga, Jose Assalino, Patrick Quinn, Tri Andhi S. dan T.I.M. Nurunnabi Khan
Desain & Produksi: Ikreasi
Warta ILO Jakarta Menara Thamrin Building
Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, Indonesia Tel. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766 Email: Jakarta@ilo.org, Website: www.ilo.org/jakarta
Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun serta dapat diakses secara online. Opini-opini yang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO
RRRRRedaksi
edaksi
edaksi
edaksi
edaksi
Recommendasi Tripartit Indonesia
8
Timor-Leste
S T A G E :
Promosikan Peningkatan Ekonomi dan
Pendapatan di Timor-Leste
D
i Timor-Leste, terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memperoleh penghasilan. Sekitar 90 persen kaum miskin berada di daerah pertanian dan kemiskinan umumnya terdapat di daerah pertanian. Selanjutnya, pengangguran terbuka di seluruh duniamencapai sekitar 20 persen di daerah pertanian, meliputi sekitar 43 persen dari kaum muda di daerah tersebut. Karenanya, penciptaan lapangan kerja menjadi prioritas utama.
Pelatihan keterampilan merupakan bagian penting dari proses ini, mengingat kemajuan suatu negara terkait erat dengan pengembangan masyarakat.
Namun, kualitas pelatihan di Timor-Leste masih belum memadai dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Untuk mengatasi masalah ini, ILO, bekerja sama dengan Komisi Eropa dan UNDP, mendirikan Program Pelatihan untuk Ketenagakerjaan (Skills Training for Gainful Employment Programme/STAGE). Program ini akan berjalan selama lima tahun
sejak 2004. Program ini ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, membangun kapasitas nasional, menjalankan pelatihan pendirian usaha dan
keterampilan serta berpartisipasi dalam pendirian dan pengembangan kegiatan memperoleh penghasilan di dalam masyarakat.
“Program STAGE akan menyediakan Sekretariat Negara untuk Perburuhan dan Solidaritas kompetensi, peralatan dan metodologi untuk mengkoordinasikan dan mengawasi pelatihan kejuruan dan usaha serta melaksanakan layanan ketenagakerjaan yang efektif,” ujar Jose Assalino, Kepala Penasihat Teknis dari
Program STAGE. Ia menambahkan bahwa Program akan memperkuat kapasitas dari penyedia pelatihan yang ada di desa dan kota serta
memberdayakan masyarakat melalui penyediaan keterampilan dan dukungan untuk memulai usaha kecil.
Selanjutnya, menurut Assalino, STAGE memusatkan perhatian pada penggangur dan setengah penganggur muda. “Khususnya yang berada di daerah pertanian dengan perhatian khusus diberikan kepada kesetaraan jender serta kelompok rentan dan kurang beruntung seperti janda dan penyandang cacat,” kata dia.
Hingga saat ini, STAGE telah menyusun organigram baru untuk Divisi Ketenagakerjaan dan Pengembangan Keterampilan serta Sekretariat Negara, termasuk pengorganisasian dan peningkatan struktur mendasar. Materi untuk pelatihan Sensitivitas Jender saat ini sedang dalam proses penyusunan meliputi metodologi-metodologi baru tentang pendaftaran dan penawaran kerja, keterampilan mediasi kerja, layanan dukungan atas pelatihan keterampilan, pelatihan bisnis dan pendirian usaha serta lain sebagainya.
Untuk menciptakan data bursa kerja yang akurat, STAGE mengembangkan sebuah konsep yang benar-benar baru mengenai studi mempercepat bisnis masyarakat secara cepat. Konsep ini akan diimplementasi sejalan dengan bidang-bidang
lainnya, terkait dengan peluncuran pelatihan usaha dan keterampilan di tingkat masyarakat. Lebih lanjut, STAGE saat ini sedang
menyempurnakan seluruh materi pelatihan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat.
“Dengan dukungan dari STAGE, Unit Promosi Usaha Kecil baru didirikan di bawah Divisi
Ketenagakerjaan dan Pengembangan Keterampilan berkenaan dengan pelatihan usaha, kredit kecil dan berbasis masyarakat,” Albano Salem, Direktur Divisi dan Nasional Manajer Program STAGE, menjelaskan. Berkaitan dengan Unit ini, Albano mengatakan bahwa Program Pelatihan untuk Pelatih kini sedang dipersiapkan untuk meningkatkan kapasitas dari mitra-mitra pelaksana yang akan menerapkan metodologi pelatihan STAGE.
put your text here
“Program STAGE akan menyediakan
Sekretariat Negara untuk Perburuhan dan
Solidaritas kompetensi, peralatan dan
metodologi untuk mengkoordinasikan dan
mengawasi pelatihan kejuruan dan usaha
serta melaksanakan layanan
ketenagakerjaan yang efektif,”
Jose Assalino,
Kepala Penasihat Teknis dari Program STAGE Jose Assalino, Kepala Penasihat Teknis dari Program STAGE, dihadapan para peserta
Lokakarya Peluncuran STAGE yang diadakan pada Februari 2005.
Kepolisian Indonesia
Adopsi Pedoman
Tindakan Kepolisian
dalam Perselisihan Industrial
Hak dalam Bekerja
etelah melalui enam konsultasi, tiga di antaranya melibatkan perwakilan dari konstituen tripartit, selama enam bulan terakhir, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), melalui jalinan kerjasama dengan Proyek Deklarasi ILO tentang Pelatihan untuk Polisi, menyusun Pedoman Tindakan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Penegakan Hukum dan Ketertiban dalam Perselisihan Hubungan Industrial. Pedoman ini ditandatangani Kapolri, Jenderal Polisi Da’i Bachtiar, pada 24 Maret. Menurut Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Adang Daradjatun, Pedoman ini akan diluncurkan dan disebarluaskan kepada anggota kepolisian di seluruh Indonesia. “Kami menyambut baik Pedoman ini karena memberikan panduan resmi
royek saat ini sedang menyelesaikan Panduan Pelatihan Polisi mengenai Prinsip-prinsip Mendasar serta Peranan Polisi dalam Hubungan Industrial, yang akan tersedia pada April 2005. Panduan ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk tiga jenis pelatihan, yaitu: Pelatihan untuk Pelatih, Pelatihan Sosialisasi, dan Seminar atau
Kepolisian Indonesia ketika menangani unjuk rasa.
8
S
Pengarahan Singkat yang dapat dilakukan para pelatih atau tenaga pendidik Polri maupun pimpinan Polri dari tingkat Polsek hingga Mabes.
Topik-topik yang tercakup di dalam Panduan ini, antara lain, adalah mempersiapkan dan melaksanakan pelatihan; struktur dan peran ILO; kedelapan Konvensi mendasar ILO; prinsip-prinsip internasional dan nasional tentang hak untuk mogok dan menutup perusahaan; hubungan industrial dan mekanisme pencegahan dan penyelesaian perselisihan industrial; dan aspek penanganan ketertiban umum dan penegakan hukum dalam perselisihan industrial.
“Dengan publikasi Pedoman ini, diharapkan program pelatihan mengenai topik-topik di atas dapat
berkelanjutan sesudah proyek ini berakhir pada akhir tahun,” kata Christianus.
Panduan Pelatihan Polisi
Panduan Pelatihan Polisi
Panduan Pelatihan Polisi
“Kami menyambut baik Pedoman ini
karena memberikan panduan resmi
kepada seluruh anggota Polri dalam
menjaga ketertiban dan umum, serta
menegakkan hukum selama atau
setelah pemogokan, penutupan
perusahaan dan perselisihan industrial
secara umum,
Komisaris Jenderal Adang Daradjatun, Wakil Kepala POLRI
“MARI BERUBAH.
TINGGALKAN KEKERASAN!”
ebih lanjut, melalui pelatihan sosiliasi, Proyek telah melatih lebih dari 400 petugas kepolisian dan sekitar 40 perwakilan konstituen tripartit. Pelatihan akan dilanjutkan untuk melatih sekitar 700 petugas kepolisian di sembilan provinsi yang berada di bawah cakupan Proyek, yakni: Sumatra Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur.
“Sejalan dengan permintaan dari Polri, pada 13-15 Mart 2005, Proyek memberikan pelatihan tentang Persiapan dan Pelaksanaan Pelatihan bagi 167 perwira menengah Polri dari 30 Polres di seluruh negara,” Christianus menjelaskan. Ia menambahkan bahwa setelah pelatihan, mereka diharapkan dapat
mengembangkan dan menyelenggarakan pelatihan di dalam tubuh kepolisian serta wilayah mereka bertugas mengenai Fungsi Kepolisian. Pelatihan dilakukan oleh 15 pelatih utama yang dilatih Proyek.
Menurut Pedoman tersebut, ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan polisi dalam situasi perselisihan industrial meliputi:
Mempertahankan hubungan baik dengan lembaga pemerintah terkait yang bertanggungjawab menangani masalah ketenagakerjaan, organisasi pengusaha, serikat pekerja untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai mengenai perselisihan industrial serta rencana melakukan mogok, unjuk rasa atau penutupan perusahaan;
Penempatan kesatuan Polri dalam perselisihan industrial dengan tujuan menyediakan perlindungan dan pelayanan dalam mempertahankan keamanan dan ketertiban umum, dan menegakkan hukum serta memastikan pelaksanaan hak pekerja dan pengusaha untuk mogok, berunjukrasa dan menutup perusahaan secara damai;
Tidak memihak kepada pihak-pihak yang berselisih;
Berprinsip bahwa semua pihak berkedudukan sama di hadapan hukum;
Memposisikan para pihak tersebut bukan sebagai lawan satu sama lain melainkan sebagai mitra dalam mencari ketentraman industrial dan keadilan sosial;
Tidak melibatkan diri dalam perundingan penyelesaian perselisihan hubungan industrial apapun; dan
Melakukan tindakan kepolisian yang bersifat tegas dan terukut hanya apabila terdapat ancaman nyata terhadap keamanan dan ketertiban umum atau tindakan kriminal. Selanjutnya, menurut Pedoman tersebut, petugaskepolisian yang melampaui wewenangnya dalam menggunakan upaya paksa, peralatan dan senjata api dapat dikenakan sanksi disiplin maupun pidana sesuai dengan tingkat pelanggarannya. kepada seluruh anggota Polri dalam menjaga
ketertiban dan umum, serta menegakkan hukum selama atau setelah pemogokan, penutupan perusahaan dan perselisihan industrial secara umum,” ujar Wakapolri, selama pertemuan dengan ILO, Departemen Tenaga Kerja dan Kedutaan Amerika Serikat tanggal 8 Maret.
Koordinator Nasional dari Proyek Pelatihan untuk Polisi, Christianus Panjaitan,
mengatakan, dengan pelaksanaan Pedoman ini, diharapkan Polri tidak lagi ragu
menjalankan mandat mereka dalam situasi perselisihan industrial sesuai dengan standar internasional dan hukum nasional.
“Dengan panduan yang tepat, Polri dapat berperan dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan produktif, yang memang sangat diperlukan oleh negara ini untuk
mendorong pembangunan ekonomi,” Christianus melanjutkan.
L
Program Pelatihan
Program Pelatihan
Pernyataan para narasumber ini dibanjiri pertanyaan dan komentar dari pendengar dan peserta. Diskusi yang hangat
terjadi membahas proses sosialisasi Pedoman tersebut kepada seluruh petugas kepolisian di Indonesia, transparansi polisi dalam menangani perselisihan industrial, fungsi ILO, sanksi internasional dan nasional, defisini dan bentuk-bentuk kekerasan (fisik dan non-fisik), komitmen polisi dan sebagainya.
Diskusi dilanjutkan dengan penjelasan mengenai peran dan fungsi ILO berkaitan dengan peranan polisi dalam hubungan industrial. Christianus Panjaitan, Koordinator Nasional Proyek ILO mengenai Pelatihan untuk Polisi, menjelaskan bahwa ILO telah mengembangkan sebuah proyek yang bertujuan
mempromosikan dan mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja kepada Polri. Proyek ini akan berjalan selama dua tahun.
“Sejauh ini, Proyek telah menggelar serangkaian pelatihan sosialisasi kepada ratusan petugas dan Pelatihan Pelatih Utama untuk 30 petugas,” kata Christianus, seraya menambahkan Proyek pun telah menyusun panduan pelatihan dan materi informasi.
langkah penyelesaian
perselisihan yang paling efektif
adalah melalui perundingan
bipartit antara pengusaha dan
pekerja. “Kendati demikian,
pencegahan perselisihan lebih
penting ketimbang penyelesaian
perselisihan,”
Zulkifli,
Sekretaris Jenderal Apindo
Bincang-bincang Interaktif :
“Polisi Tak Dapat Campuri
Perselisihan Hubungan Industrial”
P
Dari kiri ke kanan: Christianus Panjaitan, Koordinator Program Nasional Proyek Pelatihan ILO untuk Polisi, Andi Mallanti, Ketua Koordinator KSBSI di Sulawesi Selatan, Kombes Pol. Luther Pinda, Kabag Pelatihan Biro Pengembangan Personel Polri, Zulkifli, Sekretaris Jenderal Apindo di Sulawesi Selatan dan Anna, SmartFM Makassar.
eranan polisi dalam hubungan industrial dibatasi pada menjaga ketertiban umum dan penegakan hukum, demikian Komisioner Besar Polisi Luther Pinda, Kepala Bagian Pelatihan Biro Pengembangan Personel, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). “Dalam
menjalankan peranannya, polisi diharapkan memastikan pelaksanaan unjuk rasa pekerja dan penutupan perusahaan oleh
pengusaha secara damai,” ujar dia selama diskusi radio interaktif di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 10 Maret.
Bertajuk “Polisi dan Kekerasan dalam Menangani Perselisihan Industrial”, diskusi selama 90 menit ini disiarkan langsung oleh SmartFM Makassar. Diskusi di Makassar ini menandai acara bincang-bincang interaktif pertama dari tiga acara yang
diselenggarakan oleh ILO bersama dengan Smart FM. Dua acara serupa akan digelar di Jakarta dan Balikpapan.
Panelis dari serikat pekerja mempertanyakan keterlibatan polisi dalam menangani perselisihan industrial. “Sayangnya, dalam kenyataan, polisi kerapkali memihak kepada
pengusaha,” ujar Andi Mallanti, Ketua Koordinator KSBSI di Sulawesi Selatan, kepada sekitar 35 hadirin, yang berasal dari serikat pekerja, pengusaha, pengamat, akademisi, LSM dan media.
Menanggapi pernyataan Andi, Luther lebih lanjut menjelaskan bahwa Polri, bersama dengan ILO, telah menyusun Pedoman Tindakan Polri. “Pedoman ini secara jelas menyebutkan bahwa polisi tidak dapat mencampuri perselisihan hubungan industrial yang tidak berakibat pada gangguan keamanan dan ketertiban umum,” kata dia.
Ia menambahkan bahwa Pedoman ini akan menyediakan panduan yang jelas kepada petugas
kepolisian di lapangan, yang pada gilirannya akan menciptakan petugas kepolisian yang lebih profesional sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. “Mari Berubah. Ini saatnya meninggalkan kekerasan,” ia
menegaskan.
Sementara itu, Zulkifli, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia di Sulawesi Selatan, menyebutkan bahwa langkah penyelesaian perselisihan yang paling efektif adalah melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan pekerja. “Kendati demikian, pencegahan perselisihan lebih penting ketimbang penyelesaian perselisihan,” ujar dia.
P
ara pejabat kunci yang bertanggungjawab atas masalah hakim perburuhan dari Mahkamah Agung, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia(Apindo) dan konfederasi serikat pekerja menghadiri “Konsiliasi Pra-Pengadilan bagi Hakim Perburuhan” di Jakarta pada 17 Maret, guna menyusun langkah-langkah untuk mempromosikan penyelesaian dan resolusi dari perselisihan industrial. Hal ini berkenaan dengan Undang-Undang (UU) No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang akan disahkan pada 2006.
Diselenggarakan ILO, melalui Proyek Deklarasi ILO/AS tentang Hubungan Industrial, pelatihan ini ditujukan untuk meningkatkan sistem hukum dan mengubah konsiliasi pra-pengadilan dari sekadar formalitas ke proses yang lebih profesional. Pelatihan konsiliasi ini merupakan langkah penting dalam mendorong penyelesaian perselisihan industrial sebagai dasar menciptakan hubungan industrial yang harmonis di Indonesia.
UU No. 2 Tahun 2004 memperkenalkan lima prosedur penyelesaian perselisihan, yaitu Penyelesaian Bipartit, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrasi dan Pengadilan Industrial. Elemen baru di bawah UU ini adalah pendirian sistem
hukum ketenagakerjaan baru yang terdiri dari para hakim perburuhan dan hakim ad hoc sejalan dengan sistem arbitrasi tripartit yang ada. Sistem baru ini diharapkan dapat memberikan proses penyelesaian perselisihan yang cepat, murah dan adil.
Menurut UU tersebut, pengadilan ketenagakerjaan di tingkat Mahkamah Agung (MA) terdiri dari hakim MA dan ad hoc. Di tingkat kabupaten terdiri dari seorang hakim dan 10 hakim ad hoc (masing-masing lima
hakim dari organisasi pengusaha dan pekerja). Dengan sekitar 300 kecamatan di 32 provinsi, jumlah keseluruhan hakim yang ditunjuk dalam jangka panjang mencapai lebih dari 300 orang.
“Penting untuk segera menyikapi
permasalahan ini mengingat
perubahan terbaru dari iklim
hubungan industrial di Indonesia.
Kunci dari penyelesaian perselisihan
adalah kecepatan, biaya dan
keadilan. Keadilan yang tertunda
adalah ketidakadilan,”
Alan Boulton Direktur ILO untuk Indonesia
Tingkatkan Sistem Hukum
Tingkatkan Sistem Hukum
Tingkatkan Sistem Hukum
ILO Adakan Konsiliasi Pra-Pengadilan bagi Hakim
Perburuhan
Hak dalam Bek
erja
“Penting untuk segera menyikapi permasalahan ini mengingat perubahan terbaru dari iklim hubungan industrial di Indonesia. Kunci
dari penyelesaian perselisihan adalah kecepatan, biaya dan keadilan. Keadilan yang tertunda adalah ketidakadilan,” ujar Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia. “ILO siap memberikan bantuan teknis untuk mendukung upaya-upaya nasional menciptakan hubungan industrial yang harmonis sejalan dengan reformasi ekonomi dan sosial.”
Pelatihan Konsiliasi Pra-Pengadilan ini menerapkan pendekatan pelatihan yang inovatif dan mendalam. Pelatihan pun menerapkan pendekatan pembelajaran aktif yang secara aktif melibatkan peserta dalam proses belajar. Pelatihan ini meliputi isu-isu, antara lain, kesulitan untuk mempercepat proses Persidangan Perburuhan, teori konsiliasi moderen, proses
konsiliasi, keterampilan konsiliasi dan pertimbangan etis untuk konsiliasi pra-pengadilan.
Pelatihan ini dilakukan oleh spesialis internasional berpengalaman dari Pusat Pelatihan Internasional ILO di Turin, Italia: Fernando Fonseca and John Brand. Kegiatan serupa pun diselenggarakan di Yogyakarta pada 21-23 Maret.
Proyek Deklarasi ILO tentang Peningkatan Hubungan Industri di Indonesia telah mengembangkan program-program nasional dan regional untuk
mempromosikan terbentuknya hubungan industri yang harmonis, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, disamping menjamin hak-hak pekerja. Berdiri sejak Mei 2001, proyek ini telah mengadakan beberapa pelatihan dan lokakarya untuk pemerintah tentang pengawasan ketenagakerjaan dan mediasi ketenegakerjaan; sedangkan untuk serikat pekerja meliputi perundingan bersama dan kemampuan bernegosiasi; dan untuk pengusaha meliputi hubungan industri dasar dan manajemen sumber daya manusia.
11
Dari kiri ke kanan: Harifin A. Tumpa, Ketua Muda Bidang Perdata, Mahkamah Agung dan Muzni Tambusai, Dirjen Hubungan Industrial, Depnakertrans.
Dari kiri ke kanan: Carmello Noriel, Kepala Penasihat Teknis Proyek Deklarasi ILO tentang Hubungan Industrial di Indonesia, dan Myra Hanartani, Kepala Biro Hukum, Depnakertrans.
... pekerja rumah tangga adalah pekerja
yang memiliki hak untuk dihargai atas nilai
kerja mereka. Mereka pun pekerja yang
memunyai hak atas perlakuan yang
setara sesuai dengan hak asasi manusia
dan perlindungan kerja dari kekerasan
dan eksploitasi...
Á Kebutuhan untuk membangun kapasitas para mitra kunci.
Á Kurangnya pelayanan yang memadai bagi para pekerja rumah tangga yang menjadi korban penganiayaan serta dukungan dalam reintegrasi.
Menurut Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis Proyek Pekerja Rumah Tangga, Proyek diluncurkan di Indonesia pada Mei 2004 dan akan berjalan selama dua tahun hingga
akhir 2006. Proyek mencakup pekerja rumah tangga Indonesia, baik yang bekerja di dalam maupun luar negeri.
“Kita harus selalu ingat, pekerja rumah tangga adalah pekerja yang memiliki hak untuk dihargai atas nilai kerja mereka. Mereka pun pekerja yang memunyai hak atas perlakuan yang setara sesuai dengan hak asasi manusia dan
perlindungan kerja, serta hak untuk dilindungi dari kekerasan dan eksploitasi dari majikan atau penyalur,” ujar Lotte.
Hingga saat ini, Proyek telah melaksanakan beragam kegiatan:
Riset, Dokumentasi dan Analisis
Analisis Situasi dari Pekerja Rumah Tangga Indonesia (Mei 2004)
Kajian tentang Kebutuhan dan Kerentanan Kelompok Populasi yang Berisiko terhadap Perdagangan Pasca-Tsunami Aceh (Januari-Februari 2005)
Studi tentang Kerja Paksa dan Perdagangan di Indonesia (April 2005)
Kompilasi Kasus tentang Pekerja Rumah Tangga Indonesia (Mei 2005)
Riset Bibliografi dan Ringkatan Kesimpulan Pekerja Rumah Tangga (Mei 2005)
Studi tentang Pekerja Rumah Tangga Migran di Asia Tenggara (Desember 2005)
Advokasi untuk Perumusan Peraturan dan
Kebijakan
Dari Agustus – Oktober 2004, Proyek telah mendukung penelahaan peraturan dan rangkaian pertemuan advokasi oleh mitra-mitra sosial terkait, termasuk serikat pekerja dan LSM, sebagai bagian dari proses akuntabilitas publik berkenaan dengan UU Pekerja Migran yang disahkan pada September 2004.
Proyek turut mendanai pelatihan lima hari tentang hak-hak pekerja migran kepada 35 perwakilan LSM dan serikat pekerja dari 29 November – 3 Desember 2004 di Jakarta. Pelatihan dilakukan bekerja sama dengan Fakultas Hukum di Universitas New South Wales, serta organisasi lokal dan regional.
ebutuhan akan pekerja rumah tangga terbilang tinggi di Indonesia dan luar negeri. Kendati demikian, pekerja rumah tangga acap kali berisiko tinggi akibat sifat
pekerjaannya—di rumah pribadi, jauh dari pantauan publik dan kasat mata. Hal ini menyulitkan bagi mereka yang berada di luar rumah untuk melindungi dan melakukan penyuluhan tentang hak-hak mereka sebagai pekerja. Selain itu, pekerjaan rumah tangga dipandang sebagai sektor pekerjaan informal sehingga seringkali tidak diatur secara resmi
oleh pemerintah dan berada di luar cakupan peraturan ketenagakerjaan nasional.
Menurut studi ILO-IPEC, pada 2002, terdapat sekitar 2.593.399 pekerja rumah tangga di Indonesia. Meski mereka datang dari seluruh Indonesia, sebagian besar berasal dari keluarga miskin di pedesaan,
perempuan dan berasal dari Jawa, serta merupakan mayoritas dari migrasi internal pedesaan-perkotaan.
Untuk menyikapi kebutuhan mendesak melindungi pekerja rumah tangga, baik pekerja rumah tangga migran maupun dalam negeri, dari eksploitasi dan kekerasan, ILO telah mengembangkan Proyek Pekerja Rumah Tangga berskala Sub-Regional, “Menggalang Aksi untuk Melindungi Pekerja Rumah Tangga dari Kerja Paksa dan Perdagangan di Asia Tenggara”. Proyek ini mencakup negara pengirim seperti Indonesia dan Filipina, serta negara penerima seperti Malaysia, Singapura dan Hongkong. Didanai Pemerintah Inggris, Proyek menyikapi sejumlah permasalahan berikut:
Á Kurangnya data mengenai masalah serta langkah terbaik untuk mengatasinya.
Á Kurangnya kerangka kerja hukum dan kebijakan yang memadai untuk menanggulangi masalah ini.
Á Kurangnya pemahaman dari pekerja rumah tangga.
Á Kebutuhan untuk memperkuat organisasi pekerja rumah tangga.
K
Pekerja Rumah Tangga Indonesia:
PERAN MAKSIMUM,
PERLAKUAN MINIMUM
Proyek berperan serta dalam konferensi yang dilakukan Sabahat Pekerja Migran, sebuah organisasi Muslim, pada 21-24 Desember 2004 tentang kondisi dan hak pekerja migran, dengan peserta para pejabat senior
Departemen Tenaga Kerja, Luar Negeri dan Pemberdayaan Perempuan, termasuk pekerja rumah tangga di negara tujuan di Asia Tenggara dan Timur Tengah.
Dukungan berbasis Komunitas
untuk Keterwakilan Pekerja Rumah
Tangga dan Bantuan Langsung
kepada Pekerja Rumah Tangga
yang Teraniaya
Dari November 2004 – Februari 2006, Proyek telah menjangkau sekitar 200.000 orang di komunitas Kemuning, Pasar Minggu, Parung Bogor, Depok 1 dan 2 di Jawa Barat, menginformasikan pekerja rumah tangga dan majikan mereka mengenai upaya perlindungan mendasar bagi pekerja rumah tangga. Di negara tujuan, Proyek mendukung
upaya pengorganisasian dan penyuluhan pekerja rumah tangga, yang termasuk besar di Indonesia.
Pembangunan Kapasitas dari
Para Mitra Kunci
Dari 3 – 6 Desember 2004, Proyek mendukung konsultasi nasional, perencanaan strategis dan penyuluhan untuk jaringan LSM dan
organisasi massa yang bekerja di bidang perlindungan pekerja rumah tangga di tingkat nasional dan lokal.
Dari Januari – Desember 2005, Proyek mendukung pengembangan pelatihan bagi staf konsulat Departemen Luar Negeri menyangkut hak-hak dan perlindungan pekerja migran, serta tanggung jawab dan fungsi dari staf konsulat dalam hal ini. Dari Maret – Juni 2005, Proyek mendukung
serangkaian perencanaan strategis dan pelatihan sosialisasi provinsi serta kader lokal dari organisasi perempuan Muslim,
Fatayat NU, tentang kerja paksa dan perdagangan atas pekerja rumah tangga. Pada gilirannya, para kader Fatayat NU akan melakukan program peningkatan kesadaran di tingkat masyarakat mengenai perlindungan terhadap pekerja rumah tangga. Dari April – Desember 2005, Proyek mendukung
sosialisasi dan pembangunan kapasitas bagi para staf Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Departeman Dalam Negeri mengenai hak-hak pekerja migran, UU Pekerja Migran, dan tanggung jawab serta fungsi mereka dalam hal ini.
Dari April 2005 – Februari 2006, Proyek mendukung penyusunan materi pelatihan tentang standar
perlindungan mendasar bagi pekerja rumah tangga bagi agen penyalur swasta serta lembaga pendidikan pemerintah.
Program Peningkatan Kesadaran
Sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, termasuk pekerja rumah tangga, dan
mempromosikan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga, Proyek menerbitkan panduan tentang pekerja migran perempuan, brosur serta lembar informasi untuk disebarkan seluas-luasnya.
13
Hak dalam Bek
LO dan SmartFM bekerja sama memproduksi bincang-bincang radio “Smart Workers”, yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Dimulai sejak Januari 2004, Smart Workers dijadwalkan hingga akhir tahun 2005. Bincang-bincang interaktif ini terfokus pada Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja, yang diadopsi oleh seluruh negara anggota ILO pada 1998. Pemerintahan negara-negara tersebut menegaskan kembali komitmen mereka untuk menerapkan:
• Kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak berunding bersama;
• Penghapusan semua bentuk kerja paksa atau kerja wajib; • Penghapusan secara efektif pekerja anak; dan
• Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. “Tujuan utama dari bincang-bincang radio interaktif ini adalah menampilkan secara gamblang informasi dan contoh praktis mengenai Deklarasi yang terkait erat dengan Indonesia,” ujar Gita Lingga, Media Relations/Public Information dari ILO Jakarta. Ia menambahkan, radio merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menjangkau segmen yang lebih besar di populasi sebuah negara. “Radio pun mengatasi masalah buta huruf, dapat mencapai masyarakat di daerah terpencil dan bersifat interaktif,” kata Gita.
Smart Workers disiarkan setiap hari Kamis pada 16.00-17.00 WIB, serta dipancarkan secara langsung ke seluruh jaringan SmartFM di Jakarta (95.9 FM), Semarang (93.4 FM), Manado (101.2 FM), Banjarmasin (101.1 FM), Makassar (101.1 FM), Palembang (101.8 FM) and Balikpapan (97.8 FM). Dikemas dalam bentuk perbincangan, acara ini berupaya mendorong perdebatan nasional mengenai pentingnya isu-isu Deklarasi bagi pembangunan ekonomi dan sosial selanjutnya. Acara ini pun telah menampilkan beragam pembicara dari Menteri Tenaga Kerja, anggota parlemen hingga akademis, selebriti dan jurnalis.
Hak dalam Bek
erja
Selain bincang-bincang interaktif, komponen terbaru dalam Smart Workers adalah pelaksanaan tiga diskusi dengan fokus pada isu-isu Deklarasi di tiga provinsi: Makassar, Balikpapan dan Jakarta. Acara ini merupakan diskusi interaktif dengan pendengar sekaligus peserta undangan mengajukan pertanyaan kepada para narasumber. Acara ini disiarkan langsung melalui jaringan SmartFM.
Sementara itu, Bivie Arifin, Direktur Smart FM, menegaskan partisipasi SmartFM dalam kerja sama ini berangkat dari komitmen untuk memberdayakan masyarakat. “Komitmen kami diimplementasikan dalam bentuk berita, informasi dan
pengetahuan, keikutsertaan kami dalam program Smart Workers ini merupakan salah satu implementasi dari peran kami.”
Sepuluh tema pertama dari Smart Workers (Januari – Maret 2005) sebagai berikut:
Mari Dengarkan
Smar
Smar
Smar
Smart
Smar
t
t
t
t
W
W
Wor
W
W
ork
or
or
or
k
k
k
ker
er
er
ers
er
s
s
s
s
“Akses Anda atas Sumber Informasi Ketenagakerjaan”
I
6 Januari 13 Januari 20 Januari 27 Januari 3 Februari 17 Februari 24 Februari 3 Maret 10 Maret 17 MaretSetelah Tsunami: Bagaimana Melindungan Anak-anak dari Perdagangan dan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak?
Bagaimana Menanggulangi Pengangguran Setelah Tsunami di Aceh Dapatkah Rekomendasi Konferensi Meningkatkan Hubungan Industrial di Indonesia?
Hak-hak Normatif Pekerja: Sudahkah Terpenuhi? Berakhirnya Amnesti: Bagaimana Antisipasi Pemerintah Layanan dan Peluang Kerja bagi Masyarakat Aceh
Melegalkan Pekerja Migran Indonesia: Tanggung Jawab Siapa? Diskriminasi HIV/AIDS di Tempat Kerja: Mengapa Masih Terjadi? Perempuan Bekerja: Mungkinkah Menembus Langit-langit Kaca? Membangun kembali kehidupan anak-anak Aceh
Salah satu acara Bincang-bincang Interaktif Smart Workers menampilkan Teddy Zuhary (kiri), Pembawa Acara Smart Workers, Richard Howard (tengah), Spesialis Sektor Swasta dari Aksi Stop AIDS, dan Tauvik Muhamad (kanan), Programme Officer ILO, saat membahas diskriminasi terhadap pekerja dengan HIV/AIDS.
Bagi Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut mengenai permasalahan ketenagakerjaan dan perburuhan serta masalah yang berkaitan dengan Deklarasi ILO, simak terus 95,9 FM setiap hari Kamis dari pukul 16.00-17.00 WIB.
Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
Proyek ILO-IPEC
Laporkan Kemajuan Berarti,
Namun Banyak Harus Dilakukan
Pekerja Anak
etelah berjalan lebih dari satu tahun, Proyek ILO-IPEC untuk Mendukung Rencana Aksi National (RAN) Indonesia mengenai Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak melaporkan kemajuan yang stabil baik di tingkat kebijakan maupun program kegiatan di lapangan.
Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah yang baru untuk periode 2005-2009 menyerukan pelaksanaan RAN tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak—kali pertama pekerja anak secara jelas tertuang di dalam Rencana Pembangunan Nasional. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional pun menyerukan langkah-langkah untuk mengurangi pekerja anak dan meningkatkan akses terhadap pendidikan. Kepala Penasihat Teknis ILO-IPEC, Patrick Quinn, berkata,”Kami berharap pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten akan segera menuangkan kebutuhan untuk menanggulangi pekerja anak di rencana pembangunan mereka dan memulai atau melanjutkan program yang meningkatkan akses terhadap pendidikan dan penanggulangan pekerja anak. Kami melihat banyaknya laporan mengenai berbagai inisiatif lokal. Hal ini sangat membanggakan, namun, masih banyak yang perlu dikerjakan.”
Di bulan Mei 2005, Komite Aksi Nasional tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak akan menerbitkan laporan tahunan mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan RAN. Laporan ini akan memperlihatkan terjadinya peningkatan yang stabil selama
tahun sebelumnya dalam jumlah struktur pemerintahan yang menaruh perhatian pada masalah pekerja anak, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Di dalam kerangka kerja Proyek ILO-IPEC, lebih dari 30 program aksi saat ini sedang dilaksanakan oleh mitra-mitra IPEC di Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Nanggroe Aceh Darussalam. Beberapa contoh dari program-program tersebut adalah:
1 Melalui Pusat Anak-anak di Tanjung Tiram, Sumatra Utara, dilaksanakan program
yang menyediakan keterampilan membaca dasar bagi pekerja anak dan anak-anak putus sekolah. Aktivitas ini disambut dengan sangat baik sehingga pemerintah setempat meminta dukungan dari pemerintah nasional untuk menjalankan program serupa di daerah-daerah lainnya.
1 Di Ciomas, Bogor, Kantor Kesehatan setempat
menyelenggarakan program yang ditujukan bagi 575 pekerja anak dan 1.000 pekerja dewasa di bengkel-bengkel sepatu, yang akan menerima pemeriksaan medis dan akses terhadap layanan kesehatan berkala.
1 Di Banda Aceh, Kantor Dinas Tenaga Kerja, menyediakan keterampilan dasar bagi anak-anak rentan berusia 15-17
tahun. Pelatihan ini bertujuan memberikan mereka keterampilan dasar yang dapat membantu mereka
mendapatkan pekerjaan yang tidak berbahaya dan eksploitatif.
1 Di Jawa Timur, program untuk memerangi perdagangan anak untuk dilacurkan menerima dukungan dari Kantor Dinas Sosial yang mewujudkan komitmennya dengan menyediakan paket peralatan bagi 40 anak-anak perempuan yang saat ini dilatih
memasak dan menjahit oleh LSM setempat.
1 Di Jakarta Timur, program yang terfokus pada anak-anak yang terlibat dalam pengedaran narkoba sedang dilaksanakan. Hikmah yang dapat dipetik dari program ini akan digunakan sebagai model bagi pemerintah dan organisasi lainnya yang menaruh perhatian pada anak-anak yang terlibat dalam pengedaran narkoba.
1 Program di tingkat nasional, bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, berupaya memperkokoh kapasitas dari Pengawas Ketenagakerjaan dalam menangani masalah pekerja anak.
Program-program aksi yang dilaksanakan di provinsi-provinsi sasaran berupaya untuk menarik anak-anak dari bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak dan mencegah keterlibatan anak-anak lainnya. Ini dimaksudkan untuk mengembangkan mode intervensi yang dapat direplikasikan di provinsi dan kecamatan lainnya.
“Tahun pertama berjalannya Proyek ini sangat positif dan telah menanamkan pondasi yang bagus untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya. Bekerja sama dengan mitra-mitra kami di
pemerintahan, pengusaha dan serikat pekerja, kami percaya dapat memberikan kontribusi yang sangat efektif untuk mendukung penerapan tahap pertama RAN,” Patrick menyimpulkan.
S
“Tahun pertama berjalannya Proyek
ini sangat positif dan telah
menanamkan pondasi yang bagus
untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya.
Bekerja sama dengan mitra-mitra
kami di pemerintahan, pengusaha
dan serikat pekerja, kami percaya
dapat memberikan kontribusi yang
sangat efektif untuk mendukung
penerapan tahap pertama RAN,”
Patrick Quinn, Kepala Penasihat Teknis ILO-IPEC
Anak-anak dengan bersemangat mengangkat tangan mereka saat mengikuti kursus Inggris mingguan di Tasikmalaya, Jawa Barat, yang digelar ILO-IPEC.
Perlindungan Sosial
Aksi Penanggulangan ILO Terbaru:
Program Pendidikan
HIV/
HIV/
HIV/
HIV/
HIV/
AIDS
AIDS
AIDS
AIDS
AIDS
di Tempat Kerja
abah HIV/ AIDS saat ini merupakan sebuah krisis global dan menjadi tantangan terbesar bagi dunia kerja. Secara global, sembilan dari setiap 10 orang yang hidup dengan HIV/AIDS adalah orang dewasa di usia produktif, yang menjadi penopang keluarga dan
masyarakat. Wabah ini pun menggerogoti jumlah angkatan kerja dan mengancam kehidupan para pekerja dan keluarga mereka. Hilangnya tenaga terdidik dan terlatih turut mempengaruhi produktifitas dan operasional perusahaan. Tempat kerja
merupakan salah satu sarana terpenting dan terefektif untuk menanggulangi epidemi HIV/AIDS. Program ILO Jakarta untuk memerangi HIV/AIDS di tempat kerja difokuskan pada mempromosikan dan menerapkan Kaidah ILO tentang HIV/ AIDS dan Dunia Kerja serta program penanggulangan dan pencegahan penyebaran infeksi HIV/AIDS di tempat kerja, serta membangun kapasitas para mitra tripartit dalam upaya mencegah dan menanggulangi penyebaran epidemi ini di tempat kerja.
Untuk meningkatkan inisiatif ini, ILO Jakarta
mengembangkan Program Pendidikan HIV/AIDS di Tempat
W
“Hal ini untuk memastikan semua pekerja
di semua jenis tempat kerja akan
terjangkau oleh kebijakan pencegahan
HIV/AIDS. Kebijakan-kebijakan ini
dirumuskan di tingkat nasional, provinsi
maupun tempat kerja,”
Galuh Sotya Wulan,
Koordinator Nasional Program HIV/AIDS
Kerja. Didirikan pada Januari 2005, Proyek meliputi empat provinsi (DKI Jakarta, Jawa Timur, Kepulauan Riau dan Papua) serta akan berjalan selama tiga tahun hingga akhir tahun 2007.
Didanai Pemerintah Amerika Serikat, Proyek akan meningkatkan kapasitas mitra tripartit ILO serta para mitra lainnya di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten untuk merancang dan mengimplementasi kebijakan-kebijakan HIV/ AIDS, serta program pencegahan dan pendidikan. Tujuan utama Proyek adalah penyusunan program nasional yang berkelanjutan untuk memerangi HIV/AIDS di dunia kerja yang secara keseluruhan terintegrasi ke dalam respons national dan sejalan dengan Strategi Nasional tentang HIV/AIDS.
Aktivitas-aktivitas Proyek dilakukan di bawah jalinan kerjasama erat dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat pekerja. “Hal ini untuk memastikan semua pekerja di semua jenis tempat kerja akan terjangkau oleh kebijakan pencegahan HIV/AIDS. Kebijakan-kebijakan ini dirumuskan di tingkat nasional, provinsi maupun tempat kerja,” ujar Galuh Sotya Wulan, Koordinator Nasional Program, seraya menambahkan Proyek akan diluncurkan pada Juli 2005. Kegiatan-kegiatan program selama enam bulan pertama mencakup:
 Persiapan peraturan pelaksanaan dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja mengenai Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
 Pemetaan mengenai dampak HIV/AIDS saat ini di dunia kerja dan tentang kebijakan dan peraturan yang berimplikasi pada intervensi.
 Penyusunan modul-modul pelatihan mengenai bagaimana menanggulangi AIDS di tempat kerja.
 Pelatihan untuk pelatih bagi perwakilan pemerintah, pengusaha, dan pekerja di empat provinsi yang dicakup Proyek.
Di Indonesia, terdapat sekitar
90.000 sampai
130.000 orang yang hidup dengan HIV/AIDS
pada akhir 2004
, di mana75% adalah laki-laki
dan25% perempuan
. Departemen Kesehatan menyatakankekhawatirannya bahwa epidemi baru akan muncul dan angka kasus AIDS akan semakin besar. Lebih lanjut, diperkirakan angka kematian akibat AIDS di antara masyarakat berusia produktif kian bertambah.
Sekitar 20 juta orang
Indonesia berisiko tinggi
akibat tingginya mobilitas kerja, migrasi, urbanisasi, turisme, kemiskinan, penolakan terhadap penggunaan kondom, penggunaan narkoba, dan rendahnya pengetahuan mengenai HIV/AIDS di kalangan masyarakat luas.Dialog Sosial
Konfederasi Serikat Pekerja Nasional
Menyusun Program Aksi tentang
Ketenagakerjaan Muda
i bawah koordinasi Proyek Ketenagakerjaan Muda ILO, tiga konfederasi serikat pekerja nasional merancang Aksi Program terpadu untuk menanggulangi kebutuhan kerja para pekerja muda, termasuk menurunnya keanggotaan serikat pekerja di Indonesia.
Pembahasan Program Aksi dimulai pada Februari, disempurnakan di bulan Maret, dan akan diterapkan pada April. Berbagai usulan kegiatan mencakup serangkaian Diskusi Kelompok Terfokus dengan para pekerja muda di tingkat ke-dua
dan empat perencanaan serikat pekerja untuk masing-masing konfederasi. Permasalahan yang diangkat saat diskusi
selanjutnya menjadi dasar informasi yang akan disusun dalam bentuk materi informasi, komunikasi dan pendidikan yang diperlukan bagi peningkatan kesadaran dan advokasi tentang serikat pekerja bagi para pekerja muda, yang khususnya ditujukan kepada pekerja anggota yang belum menjadi anggota. “Serikat pekerja harus memikirkan bagaimana membuat serikat pekerja menarik bagi kaum muda dan pekerja muda. Jumlah kaum muda yang bekerja meningkat namun mereka tidak mendapatkan perlakuan yang adil karena mereka tidak
menyadari hak-hak mereka sebagai pekerja. Mereka pun skeptis
terhadap serikat pekerja sebab tidak memahami apa sebenarnya peran serikat pekerja,” kata Rustam Aksam, Presiden Federasi Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Turut direncanakan adalah serangkaian pertemuan Lingkaran Studi bagi pekerja muda, di mana mereka diarahkan melalui topik pendidikan bagi pekerja yang bervariasi dari “apa yang dimaksud dengan serikat pekerja” hingga “masalah hak-hak pekerja”, seperti kebebasan berserikat dan perundingan bersama. Seperti yang dikatakan Andy Williams Siregar, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Transportasi di bawah afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), “Jumlah pekerja muda meningkat namun mereka tidak memahami hak-hak mereka sebagai pekerja.”
Lingkaran Studi akan menyediakan pekerja muda kesempatan untuk mempelajari hak-hak mereka dan mendorong mereka untuk menuntut hak-hak tersebut saat ditawari pekerjaan di mana pun. Helmy Salim, Wakil Sekretaris Jenderal dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) berkata,“Kami mendukung ide dari Lingkaran Studi ini karena banyak pemimpin serikat pekerja Indonesia yang aktif dan progresif saat ini, termasuk saya sendiri, merupakan ‘lulusan' dari program serupa di zaman Soeharto.”
Diskusi Kelompok Terfokus dan Lingkaran Studi akan difasilitasi oleh para pelatih dan fasilitator konfederasi serikat pekerja. ILO, melalui Proyek Ketenagakerjaan Muda, akan menyediakan bantuan teknis, material yang dibutuhkan serta sumber daya teknis dan anggaran.
D
17
“Kami mendukung ide dari Lingkaran
Studi ini karena banyak pemimpin
serikat pekerja Indonesia yang aktif
dan progresif saat ini, termasuk saya
sendiri, merupakan ‘lulusan' dari
program serupa di zaman Soeharto.”
Asenaca Colawai (Associate Expert (Workers Activities)) dan Rolly A. Damayanti (Koordinator Proyek Nasional IYEN) berdiskusi mengenai Program Aksi untuk Ketenagakerjaan Muda.
Lingkungan Kerja yang Layak
Pendapatan yang
Layak Jam Kerja yang
Panjang
Beban Kerja yang Berat Jaminan Sosial Perundingan Bersama K 3 Diskriminasi Kurangnya Pelatihan
Sekilas:
Aktivitas ILO di Jawa Timur
K
antor ILO Jakarta meluaskan kegiatannya menjangkau Surabaya, Jawa Timur, dengan mendirikan Kantor Koordinasi ILO pada Juni 2004. “Kantor Koordinasi ini bertanggungjawab menangani program-program di provinsi tersebut serta menjalin kersama erat dengan para mitra,” ujar Koordinator Program, Tri Andhi Suprihartono. Kantor Surabaya menangani beragam kegiatan dan program tentang lapangan kerja bagi kaum muda, pekerja anak, pelatihan kerja dan pengembangan keterampilan, HIV/AIDS, dan lain sebagainya.Program
Ketenagakerjaan Muda
Di bawah koordinasi Proyek Ketenagakerjaan Muda ILO, Kantor Koordinasi ILO menyelenggarakan lokakarya regional mengenai Strategi Ketenagakerjaan Muda di Jawa Timur pada 29 Maret 2005. Lokakarya ini digelar oleh ILO dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Tujuannya adalah menanggulangi pengangguran muda dan memberikan peluang kerja yang lebih luas kepada kaum muda, serta mewujudkan potensi mereka. Sebagai tindak lanjut, serangkaian lokakarya sub-regional akan digelar di Kabupaten Pamekasan, Kota Malang, Kabupaten Bojonegoro dan Kota Madiun. Serangkaian lokakarya ini akan dilakukan pada April 2005 dan akan meliputi 30 kabupaten dan delapan kota di Jawa Timur.
Dari Daerah
Tim Fasilitasi dari Jejaring Lapangan Kerja Muda di Indonesia di Jawa Timur saat menyiapkan dan merancang rangkaian lokakarya sub-regional tentang Strategi Ketenagakerjaan Muda.
enyusul keterlibatan serikat pekerja dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional (SPKN), konfederasi pekerja nasional mengusulkan pendirian Pusat Penelitian Ketenagakerjaan Indonesia. Proses penyusunan SPKN menyadarkan serikat pekerja Indonesia kekurangan mereka akan hasil penelitian yang akurat untuk mendukung rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang mereka ajukan. Menurut Rekson Silaban, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), terdapat kebutuhan mendesak bagi serikat pekerja untuk mendirikan pusat penelitian.
“Kami
memunyai banyak usulan dan pertimbangan
kepada pemerintah namun mereka tidak pernah
menganggapnya serius karena kami tidak
memiliki data yang akurat untuk mendukung
usulan dan pertimbangan tersebut.
Serikat-serikat pekerja melakukan penelitian mereka sendiri dan menyusun rekomendasi mereka masing-masing," ujar Rekson.Alhasil, Rekson menambahkan, tidak ada 'satu suara' dari serikat pekerja. "Ini membuat kami 'lemah',” ia menegaskan, seraya menambahkan pusat penelitian tersebut dapat membantu serikat pekerja memiliki ‘satu suara. “Hal ini pun dapat menjadi awal dari peningkatan gerakan buruh Indonesia.”
Sejumlah diskusi dilakukan sejak Februari, dan sejumlah usulan kegiatan disempurnakan pada Maret. Penelitian pertama akan dilakukan pada April 2005. Temuan-temuan dari penelitian tersebut akan disebarluaskan di antara serikat pekerja, termasuk dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dengan tujuan berbagi informasi. Yang lebih penting lagi, hasil penelitian tersebut akan digunakan sebagai alat untuk penyusunan kebijakan rekomendasi terpadu yang mewakili seluruh serikat pekerja yang ditujukan untuk advokasi dan melakukan lobi.