Halaman | 19 HUBUNGAN EMPATI IBU DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI
(IMD) PADA IBU POST SECTIO CAESAREA (SC)
Fienna Alissya1), Rini Hayu Lestari2), Sestu Retno3), Rosa Purwanti4), Fitri Firranda5) Program Studi Kebidanan, Stikes Pemkab Jombang
Email : [email protected]
ABSTRACK
Early Breastfeeding Initiation is one of factors that can help an exclusive breastfeeding success. The achievement of IMD in Indonesia is still very low, where as the demand of SC increases. This case is caused by low knowledge that influences women to do their role. One of women’s roles is doing IMD. This research aimed to understand the correlation of women’s empathy with the implementation of Early Breastfeeding Initiation (IMD) for the women of post Sectio Caesarea in the ward of Edelweiss RSUD in Jombang District. The design of research used quantitative research with cross sectional approach. Population was all women of post SC in the ward of Edelweiss RSUD in Jombang District as many as 41 respondents. Independent variable was the empathy of women, dependent variable was IMD. Samples consisted of 37 respondents, they were selected by non probability sampling technique with a kind of purposive sampling. Data collection used questionnaire. This research was conducted for one month from April 25 to May 25 2016. The result showed that the most of 20 respondents (54,1%) empathized and almost entirely 32 respondents (86,5 %) didn’t do IMD. From the result of data that was gotten then it was given score based on provision and it was processed with using Chi-Square test. From Chi-Square test result is was gained ρ
value = 0,100. ρ value > α (0,05) so that H1 was rejected, and H0 was accepted, so
that it could be concluded that there wasn’t the correlation between women’s empathy with IMD for women of Post SC in the ward of Edelweiss RSUD in Jombang District. Based on the results above so that it can be suggested to do further research about other factors that relate to IMD.
PENDAHULUAN
Badan Kesehatan Dunia menjelaskan target penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) antara tahun 1990 sampai tahun 2015 adalah 5,5% pertahun. Salah satu cara untuk mencegah AKI adalah dilakukannya tindakan
sectio caesarea. Sectio caesarea adalah
pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sarwono, 2010). World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata SC di sebuah Negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia. Rumah Sakit pemerintah kira-kira 11% sementara Rumah Sakit swasta bisa lebih dari 30% (Gibbons L. et all, 2010). Di Indonesia angka kejadian SC mengalami peningkatan, pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan SC sebesar 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun 2006 sebesar 53,68% (Grace, 2007). Sedangkan menurut data survey nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan (Rasjidi, 2009). Di Provinsi Jawa Timur angka kejadian
SC pada tahun 2009 berjumlah 3.401 operasi
dari 170.000 persalinan atau sekitar 20% dari seluruh persalinan (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2009).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang persalinan SC pada tahun 2013 berjumlah 3.404 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan dengan jumlah 3.870. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang pada 25 responden menunjukkan bahwa ibu yang berempati sebanyak 12 responden dan ibu yang melakukan IMD sebanyak 8 responden. Sedangkan ibu yang berempati sekaligus yang melakukan IMD sebanyak 3 responden.
Melahirkan melalui SC bila tanpa komplikasi pada ibu selama operasi dan setelah bayi lahir dalam keadaan sehat dan bugar seharusnya tidak menghalangi keinginan ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Setiap bayi baru lahir sudah seharusnya mendapatkan hak memperoleh Air Susu Ibu (ASI). IMD atau lebih dikenal dengan istilah early initiation/breast crawl merupakan kondisi
ketika bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir, dengan kriteria terjadi kontak kulit ibu
dan kulit bayi setidaknya dalam waktu 60 menit pertama setelah bayi lahir (Roesli, 2012). Menyusu dan bukan menyusui adalah gambaran bahwa bayi harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu (Maryunani, 2012). Satu jam pertama setelah bayi lahir merupakan kesempatan emas yang akan menentukan keberhasilan ibu untuk menyusui bayinya secara optimal karena bayi sudah terlatih secara naluriah menemukan sendiri puting susu ibu (Roesli, 2012).
Kebijakan IMD telah disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus 2007 (Roesli, 2012).
World Health Organization (WHO) telah
merekomendasikan kepada semua bayi untuk mendapatkan kolostrum yaitu ASI pada hari pertama dan kedua untuk melawan berbagai infeksi dan mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan (Kemenkes, 2012). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD adalah empati yang dimiliki ibu terhadap bayinya. Stein (2002) yang dikutip oleh Taufik (2012) mengatakan bahwa empati adalah menyelaraskan diri (peka) terhadap apa, bagaimana dan latar belakang perasaan serta pikiran sebagaimana seseorang tersebut merasakan dan memikirkannya. Para ibu yang bisa berempati dan mengatasi dengan tepat keluhan anak, akan menghasilkan anak dengan IQ yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak ditangani dengan tepat. Menurut Mercer (1990) yang dikutip oleh Nursalam (2014) pencapaian peran ibu (Maternal Role Attainment) merupakan suatu proses pengembangan dan interaksional dimana setiap saat ketika ibu menyentuh bayinya akan menciptakan kemampuan mengasuh dan merawat termasuk membentuk peran dan menunjukkan kepuasan dan kesenangan menikmati perannya tersebut. Dalam hal ini interaksi antara ibu dan bayi menjadi sentral interaksi yang tinggal dalam satu lingkungan. Sehingga sangat penting membangun rasa empati ibu terhadap bayinya yang menjadi dasar hubungan interpersonal. Informasi tentang IMD di media tidak segencar informasi tentang ASI eksklusif atau isu-isu lain tentang kesehatan ibu dan bayi, padahal pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki delapan kali lebih berhasil apabila diawali dengan menyusu dini (Anggraini, 2010). Oleh karena itu langkah yang dapat diambil yaitu dengan meningkatkan informasi mengenai IMD, salah satunya dengan memberikan pendidikan
Halaman | 21 kesehatan bagi masyarakat khususnya pada
ibu hamil.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui adanya Hubungan Empati dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan cross
sectional yaitu penelitian yang dilakukan
hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2014). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu post SC pada 25 April – 25 Mei di ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang sebanyak 41 responden. Sampel yang digunakan adalah sebagian ibu post SC pada 25 April – 25 Mei di ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang sebanyak 37 responden. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan metode Purposive Sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian) sehingga
sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Variabel penelitian, independen yaitu empati dan dependen yaitu Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada ibu post SC. Instrumen yang digunakan dalam mengukur empati adalah kuesioner sedangkan untuk mengukur IMD pada ibu post SC adalah dengan menggunakan kuesioner, dan telah diuji vailditas sebelum dibuat dalam melakukan penelitian. Jika data telah terkumpul, data tersebut di uji dengan uji statistik penelitian menggunakan uji Chi-Square dengan taraf signifikan 5% (0,05). Berdasarkan hasil analisa data penelitian, perhitungan empati dengan IMD pada ibu post SC di Ruang Edelweis RSUD Jombang menggunakan uji
Chi-Square didapatkan X2 = 0,2700 dimana
harga Chi-Kuadrat dengan df = 1 dengan taraf signifikan 5% (0,05) adalah 3,841. Hal ini berarti X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel (X2 hitung < X2 tabel) yaitu 0,2700 < 3,841 maka H1 ditolak dan H0 diterima. Continuity
Correction ρ value = 0,100 dimana ρ value > ɑ
(0,05) maka H1 ditolak dan H0 diterima. Hal ini
berarti tidak ada hubungan empati ibu dengan pelaksanaan IMD pada ibu post SC di Ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang
HASIL PENELITIAN
1. Hubungan Empati Ibu dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Post
Sectio Caesarea (SC) di Ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang.
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar berusia 20-35 tahun yaitu 27 responden (73%) dan hampir seluruhnya berpendidikan menengah (SMA) sebanyak 28 responden (75,7%). Untuk pekerjaan dari responden sebagian besar sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu 24 responden (64,9). Dan sebagian besar ibu adalah multipara yaitu 24 reponden (64,9%). Untuk informasi yang diperoleh responden menunjukkan bahwa sebagian besar pernah mendapatkan informasi mengenai SC yaitu 22 responden (59,5%). Tabel 2 dapat diketahui sebagian besar ibu post SC yang berempati yaitu 20 responden (54,1%). Tabel 3 menunjukkan hampir seluruhnya tidak melaksanakan IMD yaitu sebanyak 32 responden (86,5%). Tabel 4 menunjukkan sebagian besar yang berempati yaitu 20 responden (54,1%) dan hampir seluruhnya tidak melaksanakan IMD yaitu sebanyak 32 responden (86,5%). Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Umum Responden
No Data Umum Frekuensi Prosentase (%)
1 Umur ≤20 Tahun 20-35 Tahun ≥35 Tahun 2 27 8 5,4 73 21,6 2 Pendidikan Dasar Menengah Tinggi 6 28 3 16,2 75,7 8,1 3 Pekerjaan IRT Petani 24 2 64,9 5,4
PNS Swasta Wiraswasta 1 7 3 2,7 18,9 8,1 4 Paritas Multipara Primipara 24 13 64,9 35,1 5 Informasi Pernah Tidak Pernah 22 15 59,5 40,5 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Empati
No Empati Frekuensi Prosentase (%)
1. Positif 20 54,1
2. Negatif 17 45,9
Total 37 100
Tabel 3 Distribusi Frekuensi IMD
No IMD Frekuensi Prosentase (%)
1. IMD 5 13,5
2. Tidak IMD 32 86,5
Total 37 100
Tabel 4 Tabulasi Silang Empati Ibu dengan Pelaksanaan IMD pada Ibu Post SC Empati
IMD
Total
IMD Tidak IMD
f % f % f %
Positif 1 5,0 19 95,0 20 100,0
Negatif 4 23,5 13 76,5 17 100,0
PEMBAHASAN 1. Empati Ibu Post SC
Berdasarkan tabel 2 diperoleh bahwa sebagian besar yang berempati yaitu 20 responden (54,1%).
Menurut (Goleman & Daniel, 2007) beberapa faktor, baik psikologis maupun sosiologis yang mempengaruhi proses empati adalah sosialisasi, perkembangan kognitif, mood and feeling, situasi dan tempat, serta komunikasi. Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain. Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang bisa dikatakan kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain. Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh
terhadap proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibanding situasi yang lain. Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan pada proses empati. Dari hasil penelitian, sebagian besar ibu berempati. Empati adalah anugerah yang mendasar dan merupakan rasa kemanusiaan yang secara alami ada pada diri setiap manusia, sehingga setiap manusia akan memahami apa yang dirasakan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan orangtua khususnya ibu dengan anak sangatlah dekat, terlebih bagi ibu dengan bayinya. Maka dari itu ibu akan melakukan yang terbaik untuk anaknya, misalnya ibu mau melaksanakan IMD. 2. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya tidak melaksanakan IMD yaitu sebanyak 32 responden (86,5%).
Halaman | 23 Menurut Nastiti (2013) faktor-faktor
yang mempengaruhi IMD adalah tingkat pengetahuan ibu karena faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal bagi seseorang untuk berperilaku. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Ibu yang memiliki pengalaman yang tinggi tentang inisiasi menyusu dini akan menyusui anaknya segera setelah melahirkan dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan yang rendah. Hal ini disebabkan ibu yang memiliki pengetahuan yang tinggi tentang ASI, pada umumnya mengetahui berbagai manfaat dari pelaksanaan IMD.
Tingkat pendidikan ibu juga mempengaruhi seorang ibu dalam pemberian ASI. Karena pendidikan akan berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan manusia baik pikiran, perasaan, maupun sikapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kemampuan dasar yang dimiliki seseorang, khusunya pemberian ASI (Ely, 2003). Kesehatan ibu berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Terkadang ibu terpaksa tidak melakukan IMD dikarenakan oleh keadaan yang diluar kemampuannya untuk bisa mengatasinya. Keadaan yang biasanya terjadi yaitu bendungan ASI yang mengakibatkan ibu merasa sakit pada waktu menyusui yang disebabkan ASI tidak dapat terhisap oleh bayi pada waktu itu ia menyusu dan luka luka pada puting yang menyebabkan nyeri sehingga ibu menghentikan pemberian ASI. Kesulitan pelaksanaan IMD juga disebabkan karena kondisi bayi. Anak yang lahir sebelum waktunya atau lahir dengan berat badan yang sangat rendah dan kondisi tubuh masih lemah apabila harus menghisap ASI. Selain itu pada saat sakit akan sulit menyusu (Ayu, 2009).
Motivasi, agar menyusui berhasil, ibu harus percaya bahwa ia dapat memberi ASI. Ibu harus mengetahui bahwa ASI penting bagi bayi sehingga ibu harus mau mencobanya. Pengeluaran ASI bisa terhenti apabila ibu khawatir atau takut akan sesuatu, seperti ibu merasa takut pada saat menyusui dan merasa malu. Sehingga apabila ibu meragukan kemampuan menyusui, maka kekhawatirannya tersebut akan
menghentikan pengeluaran ASI. Peran orang terdekat, dukungan psikologi dari keluarga dekat terutama wanita seperti ibu, ibu mertua, kakak wanita, dan teman wanita yang telah berpengalaman dan berhasil menyusui serta suami yang mengerti bahwa air susu ibu baik bagi bayi merupakan dorongan yang kuat bagi ibu untuk menyusui dengan baik (Setiyowati, 2006).
Dari hasil penelitian, tingkat pendidikan ibu hampir seluruhnya berpendidikan menengah (SMA). Hal ini tidak sesuai dengan teori Nastiti (2013) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kemampuan ibu dalam memberikan ASI khususnya dalam pelaksanaan IMD. Adapun faktor lain seperti kondisi ibu yang tidak memungkinkan, fasilitas kesehatan, petugas penolong persalinan, serta keluarga, juga merupakan faktor yang sangat berperan dalam praktek IMD. Setiap perempuan memiliki hak memperoleh pengetahuan dan dukungan dalam memberikan ASI terutama ASI Eksklusif, yaitu pemberian ASI hingga usia 6 bulan, yang dimulai dari pelaksanaan IMD segera setelah melahirkan. Dukungan yang sangat penting adalah dari keluarga (suami, orangtua), serta dari petugas kesehatan/petugas penolong persalinan. Terbukti saat ditanya mengenai IMD, masih banyak ibu yang tidak mengetahuinya. Padahal jika di ruangan tersebut dikondisikan dan aktif memberikan motivasi ibu untuk melaksanakan IMD, pasti IMD akan terlaksana dengan baik.
3. Hubungan Empati Ibu dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Post Sectio
Caesarea (SC) di Ruang Edelweis RSUD
Kabupaten Jombang.
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar yang berempati yaitu 20 responden (54,1%) dan hampir seluruhnya tidak melaksanakan IMD yaitu sebanyak 32 responden (86,5%).
Menurut teori Ramona T Mercer (1990) yang dikutip oleh Nursalam (2014), memperlihatkan bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap pencapaian peran ibu. Pencapaian peran ibu (Maternal Role
Attainment) adalah suatu proses
pengembangan dan interaksional dimana setiap saat ketika ibu menyentuh bayinya akan menciptakan kemampuan mengasuh
dan merawat termasuk membentuk peran dan menunjukkan kepuasan dan kesenangan menikmati perannya tersebut.
Maternal identity menunjukkan internalisasi
diri dari ibu. Persepsi terhadap kelahiran bayi adalah persepsi setiap wanita dalam menunjukkan persepsi pengalamannya selama melahirkan bayinya. Self esteem digambarkan sebagai persepsi individu dalam menggambarkan dirinya sendiri.
Attachment adalah komponen dari peran
orang tua dan identitas yang digambarkan sebagai proses dalam mempertahankan komitmen sikap dan emosi yang telah terbentuk. Infant temperament dikaitkan dengan apakah bayi sulit mengirimkan untuk membaca isyarat, arahan pada perasaan ketidakmampuan dan keputusasaan dari ibu. Status kesehatan bayi (infant health status) adalah kesakitan yang disebabkan oleh permisahan ibu dan bayi, mempengaruhi proses kasih sayang (attachment). Karaktersitik bayi (infant
characterize) meliputi temperamen bayi,
penampilan dan status kesehatan. Isyarat-isyarat bayi (infant cues) adalah perilaku bayi yang menunjukkan respon terhadap ibunya.
Berdasarkan teori Mercer, empati hanya menjadi salah satu dari faktor yang mempengaruhi dalam menjalankan peran ibu. Dimana terdapat faktor lain yang lebih mendukung pelaksanaan IMD contohnya dukungan suami, harga diri, kedewasaan, kehamilan, pengalaman dan sikap ibu. Sedangkan hasil penelitian di Ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang, sebagian besar ibu berempati tetapi hampir seluruhnya tidak melaksanakan IMD. Hal ini disebabkan karena tidak ada korelasi antara empati dengan IMD. Empati adalah memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Walaupun ibu berempati tetapi jika melihat kondisi ibu yang sedang mengalami operasi, ibu pasti merasa tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya. Sehingga butuh orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhannya yaitu peran tenaga kesehatan. Dengan bantuan dari tenaga kesehatan, maka akan sangat membantu ibu khususnya dalam pelaksanaan IMD.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Empati Ibu Dengan Pelaksanaan
IMD pada Ibu Post SC di Ruang Edelweis RSUD Kabupaten Jombang. didapatkan bahwa sebagian besar responden berempati dan hampir seluruhnya responden tidak melaksanakan IMD. Hasil uji Chi-Square menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara empati ibu dengan IMD pada ibu post
SC di Ruang Edelweis RSUD Kabupaten
Jombang. SARAN
1. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa mengenai empati dengan IMD. Bagi peneliti selanjutnya disarankan lebih memahami kembali hasil penelitian ini dan tertarik untuk melanjutkan penelitian dengan faktor lain yang berhubungan dengan IMD misalnya dukungan keluarga atau faktor lainnya. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan dalam upaya mengkaji permasalahan empati dengan IMD pada ibu post SC baik di lahan praktik maupun di masyarakat.
2. Bagi pelayanan kesehatan diharapkan agar dapat menyediakan protap untuk pelaksanaan IMD khususnya pada ibu post
SC karena IMD sangat bermanfaat bagi ibu
dan juga bayi. Sehingga akan memiliki kepuasan yang tinggi terhadap pelayanan yang diberikan. Bagi tenaga kesehatan hendaknya peduli dan mau membantu dalam pelaksanaan IMD jika kondisi ibu dan bayi memungkinkan untuk dilakukan IMD. Bagi responden diharapkan agar ibu mengikuti kelas hamil sehingga dapat mengetahui pentingnya pelaksanaan IMD DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa
Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
cipta.
Azwar, S. 2009. Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 2015.
Data Ibu Post Sectio Caesarea. Tidak
Dipublikasikan
Gibbons, L. et all. 2010. The Global Numbers
and Costs of Additionally Needed and Caesarean Sections Performed per
Halaman | 25
Year. Overase as a Barter to Universal Coverage. World Health Report.
Grace, V. J. 2007. Journal Dexa Medika dalam Fenomena Sosial Operasi Sectio
Caesarea di Indonesia tahun 2000-2006
(Harry Kurniawan Gondo) http//www. dexamedixa.com Diakses tanggal 18 Januari 2016
Hidayat, A.A. 2011. Metodologi Penelitian
keperawatan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Kamus Bahasa Indonesia terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008
Maryunani, Anik. 2012. Inisiasi Menyusu Dini,
Asi Eksklusif dan Manajemen Laktasi.
Jakarta: CV. Trans Info Media
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam, 2014. Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pendekatan praktis. Edisi
3. Jakarta : Salemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Riksani, R. 2014. Tahukah anda? Fakta
menakjubkan 9 bulan 10 hari masa kehamilan. Jakarta Timur: Dunia Sehat
Roesli, Utami. 2012. Panduan Inisiasi Menyusu Dini untuk Awali ASI Eksklusif.
Jakarta: Pustaka Bunda
Rulina. 2007. Inisiasi Selamatkan Kematian
Bayi 22%. http://www.info-kia.com.
Diakses tanggal 23 Januari 2016
Sri Astuti, Raden Tina Dewi Judistiani, Lina Rahmiati, Ari indra Susanti. 2015.
Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
Bandung : Erlangga
Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Suparyanto. 2011. Inisiasi Menyusu Dini. http: //www.dr-suparyanto.blogspot.co.id /2011/07/inisiasi-menyusu-dini-imd. Diakses tanggal 20 Januari 2016.
Taufik. 2012. Empati Pendekatan Psikologi
Sosial. Jakarta: PT Rajagrafindo