10 2. 1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007).
Pengetahuan merupakan suatu hasil dari tindakan mengingat suatu hal, diantaranya mengingat hal yang telah pernah dialami secara sengaja ataupun tidak dan hal ini akan terjadi bila seseorang melakukan pengamatan atau kontak terhadap suatu objek tertentu (Mubarak, Wahit Iqbal, dkk, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud dengan pengetahuan dalam penelitian ini adalah hasil dari tahu dan tindakan dari mengingat suatu hal serta akan terjadi bila seseorang melakukan pengamatan atau kontak terhadap suatu objek tertentu.
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Pengetahuan dalam domain kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthetic) dan evaluasi (evaluation) (Efendi, 2009).
1. Tahu (know)
Tahu merupakan pengingat pada suatu materi yang telah didapatkan sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini diantaranya mengingat kembali (recall) hal spesifik dari seluruh materi yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
2. Memahami (comprehension)
Suatu kemampuan memaparkan kembali mengenai hal yang telah diketahui dan dapat menginterprestasikan hal tersebut secara tepat.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi merupakan kemampuan menerapkan materi yang telah dipahami dalam kondisi atau situasi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Kemampuan untuk membagi suatu materi ke dalam komponen-komponen, tetapi tetap memiliki keterkaitan satu sama lain dan dalam satu organisasi.
5. Sintesis (synthetic)
Sintesis merupakan kemampuan untuk menghubungkan atau menyatukan bagian-bagian dalam suatu struktur keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian ini ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sendiri atau yang telah ada sebelumnya.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007), dipengaruhi oleh dua faktor antara lain faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari pendidikan, pekerjaan, usia, minat dan pengalaman. a. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting sebagai sarana untuk mendapatkan informasi misalnya di bidang kesehatan sehingga memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup seseorang. Pendidikan mempengaruhi seseorang untuk berperan serta dalam pembangunan dan umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah dalam menerima informasi.
b. Pekerjaan
Individu umumnya akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung ataupun tidak di lingkungan pekerjaan.
c. Usia
Usia merupakan hal yang memberikan pengaruh pada daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga seseorang akan semakin mudah dalam menerima informasi.
d. Minat
Minat akan menuntun seseorang untuk mencoba dan memulai hal baru sehingga pada akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang lebih dari sebelumnya.
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sebagai cara untuk mendapatkan kebenaran dengan mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh di masa lalu untuk memecahkan masalah.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri dari lingkungan dan informasi. 1. Lingkungan
Lingkungan merupakan segala sesuatu atau objek yang ada di sekitar individu tersebut baik biologis, fisik dan spiritual. Lingkungan ini akan memberikan pengaruh pada proses masuknya pengetahuan bagi individu yang berada di lingkungan tersebut.
2. Informasi
Salah satu faktor yang dapat memudahkan individu dalam memperoleh pengetahuan yaitu melalui informasi yang di berbagai media.
2.1.4 Interpretasi Tingkat Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu baik, cukup dan kurang. Hasil persentase diperoleh perhitungan jumlah soal yang benar, dibagi jumlah soal kemudian dikalikan 100%.
1. Baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 76%-100%.
2. Cukup apabila responden menjawab pertanyaan dengan sebanyak 56%-75%. 3. Kurang apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak <56%.
2. 2 Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Menurut WHO (2014), remaja merupakan periode pertumbuhan manusia setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa dan ditandai dengan kecepatan pertumbuhan yang luar biasa serta telah memasuki usia 10-19 tahun. Remaja adalah kelompok masyarakat yang memiliki vitalitas, potensi, kekuatan, energi dan semangat yang luar biasa sehingga bisa dikembangkan untuk hal-hal yang positif (Surbakti, 2009).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa remaja (usia 10-19 tahun) merupakan periode pertumbuhan manusia setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa serta memiliki vitalitas, potensi, kekuatan, energi dan semangat yang luar biasa.
2.2.2 Karakteristik Perkembangan Remaja
Karakteristik perkembangan remaja dibagi menjadi 3 yaitu perkembangan biologis, perkembangan psikologis dan perkembangan sosial.
1. Perkembangan biologis
Masa pubertas merupakan suatu tanda daripada perkembangan biologis yang dialami oleh remaja. Pubertas ini merupakan suatu periode ketika karakteristik seksual primer dan sekunder remaja berkembang dan matang. Remaja perempuan akan mengalami pubertas saat usia 8-14 tahun dan biasanya berakhir dalam tiga tahun, sedangkan remaja pria akan mengalami pubertas pada usia antara 9 dan 16 tahun dan berakhir pada usia 18 atau 19 tahun (Muscari, 2005).
Remaja laki-laki akan mengalami pertambahan tinggi badan kira-kira 10 cm per tahun, sedangkan perempuan akan mengalami pertambahan tinggi kurang lebih 9 cm per tahun. Puncak pertumbuhan tinggi badan (peak height velocity) pada remaja perempuan terjadi pada usia 12 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 14 tahun (Anderson, 2009).
Masa pubertas pada remaja menurut Steinberg (2009) dan Henderson (2005), ditandai dengan perubahan organ seks sekunder diantaranya pada remaja perempuan akan mengalami perubahan ukuran dan bentuk payudara, menstruasi, pinggul membesar, tubuh mulai berbentuk, timbulnya bau badan dan jerawat serta tumbuhnya rambut halus di ketiak dan kemaluan. Remaja laki-laki akan mengalami pertambahan ukuran pada organ genitalia, suara akan berubah menjadi lebih berat, kumis mulai tumbuh dan jakun mulai tampak, tumbuh rambut halus di ketiak dan kemaluan serta dada akan menjadi lebih lebar dan bidang.
2. Perkembangan psikologis.
Perkembangan ini dibagi berdasarkan masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun) dan akhir (usia 18 sampai 20 tahun) (Anderson, 2009):
a. Remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun)
Karakteristik psikologis yang muncul yaitu krisis identitas, jiwa yang labil, pentingnya teman dekat atau sahabat, berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, kadang-kadang berlaku kasar, menunjukkan kesalahan orang tua, dan mencari orang lain yang disayangi selain orangtua.
b. Remaja pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun)
Saat ini akan terjadi perubahan psikologis yaitu mengeluh orang tua terlalu ikut campur dalam kehidupannya, sangat memperhatikan penampilan, berusaha mendapatkan teman baru, dan sangat memperhatikan kelompok bermain secara selektif dan kompetitif.
c. Remaja akhir (usia 18 sampai 20 tahun)
Remaja akan mengalami perubahan psikologis yaitu lebih menghargai orang lain, mampu memikirkan ide, bangga dengan hasil yang dicapai dan emosi lebih stabil. 3. Perkembangan sosial
Masa remaja merupakan masa berkembangnya social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Selain itu, terjadi perkembangan sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Sikap dan perilaku yang ditampilkan oleh kelompok teman sebaya akan mempengaruhi pribadi remaja tersebut (Syamsu, 2011).
2.2.3 Kehamilan Remaja
1. Pengertian kehamilan remaja
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak dapat diabaikan (Sarwono, 2008). Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang terjadi saat usia 16 sampai 20 tahun (Sutarsa, 2009).
Menurut beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kehamilan remaja adalah keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita yang diawali dengan proses pembuahan dan diakhiri dengan proses persalinan yang dialami oleh remaja dengan rentang usia 16 sampai 20 tahun.
2. Proses terjadinya kehamilan
Kehamilan akan terjadi karena adanya fertilisasi. Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel telur (ovum) dengan sel sperma. Sel sperma akan masuk ke dalam vagina untuk bertemu dengan sel telur melalui proses kopulasi. Lelaki normal memproduksi sperma sebanyak 300-400 juta dalam satu kali ejakulasi. Sel sperma tersebut masuk ke dalam vagina dan akan berenang menuju tuba Fallopi (Chopra, 2005). Jika sel sperma tersebut bertemu dengan sel telur makan akan terjadi fertilisasi. Fertilisasi ini akan menghasilkan zigot. Zigot tersebut akan melekat
pada endometrium, proses ini disebut implantasi. Setelah proses ini terjadi, dimulailah proses kehamilan yang akan berlangsung selama 9 bulan 10 hari. Janin setelah mencapai usia tersebut akan siap untuk dilahirkan (Manuaba, 2007). 3. Etiologi kehamilan remaja
Kehamilan pada remaja terjadi disebabkan oleh dua faktor yang mendasari perilaku seks pada remaja yaitu, harapan untuk menikah pada usia yang relative muda (20 tahun) dan makin berkembangnya arus informasi yang menimbulkan rangsangan seksual terutama remaja di perkotaan, sehingga mendorong remaja melakukan seks pranikah yang berdampak kehamilan di luar pernikahan pada remaja (Manuaba, 2007).
Menurut Rachmawati (2010), kehamilan remaja disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor sosiodemografik, karakteristik keluarga, dan status perkembangan.
a. Faktor sosiodemografik
Faktor sosiodemografik ini terdiri dari kemiskinan, kebiasaan, seksualitas aktif, penggunaan kontrasepsi dan perkembangan media informasi.
b. Karakteristik keluarga
Keluarga yang memiliki budaya melakukan perjodohan terhadap anaknya akan menjadi pemicu terjadinya kehamilan remaja. Perjodohan tersebut akan memaksa remaja untuk melakukan pernikahan di usia dini sehingga kemungkinan kehamilan di usia remaja akan semakin tinggi.
c. Status perkembangan
Kurangnya pengetahuan dan pemikiran tentang masa depan, adanya rasa ingin mencoba dan kebutuhan terhadap perhatian merupakan pemicu terjadinya kehamilan remaja.
4. Resiko kehamilan remaja
Arus informasi menuju globalisasi mengakibatkan perubahan perilaku remaja yang makin menerima hubungan seksual sebagai cerminan fungsi rekreasi, sehingga angka kehamilan remaja atau penyakit hubungan seksual semakin meningkat (Syafrudin dan Hamidah, 2009).
Resiko kehamilan pada usia dini adalah rahim dan panggul belum mencapai ukuran dewasa, ditinjau dari segi gizi kehamilan pada remaja merupakan hal yang beresiko. Gizi yang diperlukan oleh para remaja yang hamil ini berkompetisi antara kebutuhan mereka terhadap pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan janin. Anemia, bayi prematur, bayi berat lahir rendah, kematian bayi dan penyakit menular seksual meningkat pada remaja yang hamil sebelum usia 16 tahun (Depkes RI, 2008)
Menurut Manuaba (2007), risiko kehamilan remaja secara fisik antara lain keguguran, persalinan prematur, mudah terjadi infeksi, anemia kehamilan, keracunan kehamilan dan kematian ibu tinggi.
a. Keguguran
Keguguran sebagian besar dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga non profesional dapat menimbulkan efek samping yang serius seperti
tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dpat menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran premature, berat badan lahir rendah, dan cacat bawaan. c. Mudah terjadi infeksi
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan
Nilai kesejahteraan sosial ekonomi yang rendah merupakan penyebab nasional dari anemia kehamilan selain faktor biologis atau fisik.
e. Keracunan kehamilan (gestosis)
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil, dalam bentuk pre-eklamsia atau eklamsia. Pre-eklamsia dan eklamsia memerlukan perhatian yang serius karena dapat menyebabkan kematian.
f. Kematian ibu tinggi
Remaja yang stress akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas untuk melakukan gugur kandung oleh tenaga dukun. Angka kematian karena pengguguran kandungan yang dilakukan dukun cukup tinggi, akan tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian ibu terutama karena perdarahan dan infeksi. Selain risiko yang telah disebutkan di atas, terdapat risiko kehamilan remaja secara psikologis yang dikemukakan oleh Syafrudin dan Hamidah (2009), yaitu
perasaan tertekan karena mendapat cercaan dari keluarga, teman, atau lingkungan masyarakat; tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu membawa diri; dan beban psikis jika kehamilan tersebut tidak diakehendaki oleh ayah sebenarnya atau tidak diketahui siapa ayah sebenarnya. Menurut Kusmiran (2011), risiko kehamilan remaja secara psikologis yaitu remaja akan menghadapi berbagai macam masalah yaitu rasa takut, kecewa, menyesal, dan rendah diri terhadap kehamilannya.
2. 3 Pengetahuan Dasar Siswa tentang Kehamilan Remaja
Kehamilan remaja terjadi karena adanya rangsangan seksual yang mendorong remaja melakukan hubungan seksual sebelum waktunya. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki oleh remaja terkait kesehatan reproduksi (Manuaba, 2007). Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang berhubungan. Informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggungjawab mengenai proses reproduksi (Surbakti, 2009).
Pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh remaja adalah (Sitepu, 2014):
1. Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja), usia perkawinan serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginannya dan pasangannya
2. Penyebab penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi
3. Bahaya penggunaan obat-obatan/ narkoba pada kesehatan reproduksi
4. Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual, kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
5.Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
Pengetahuan dasar tesebut diharapkan dapat menekan kejadian kehamilan di kalangan remaja saat ini. Selain itu, remaja sebaiknya mengetahui pengetahuan kehamilan remaja meliputi konsep dasar, penyebab, risiko yang ditimbulkan serta tanda dan bahaya (Muscari, 2005).
2. 4 Metode Pendidikan Kesehatan
Metode adalah cara yang akan dipakai untuk melaksanakan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2006). Pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Achjar, 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan kesehatan adalah cara yang dipakai dalam upaya pembelajaran kepada masyarakat untuk meningkatkan kesehatannya.
Tujuan penggunaan metode adalah adanya perubahan perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa (kognitif), sikap (afektif), maupun tindakan (motorik) atau kombinasi dari komponen tersebut (Departemen Kesehatan RI,
2006). Menurut Notoatmojo (2010) beberapa metode promosi atau pendidikan kesehatan antara lain metode individu, kelompok dan massa.
1. Metode individu
Metode individu merupakan metode pendidikan kesehatan yang digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Bentuk pendekatan ini antara lain melalui bimbingan dan wawancara.
2. Metode kelompok
Metode ini harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Metode kelompok di bedakan menjadi 2 yaitu kelompok besar dan kelompok kecil.
a. Kelompok kecil
Metode yang digunakan pada kurang dari 15 peserta yaitu metode pendidikan sebaya (peer education), metode bermain peran (role play) dan metode demonstrasi.
b. Kelompok besar
Metode yang digunakan yaitu metode ceramah dan seminar dengan peserta lebih dari 15 orang.
3. Metode massa
Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik.
2. 5 Metode Peer Education 2.5.1. Pengertian Peer Education
Peer education atau sering juga disebut dengan pendidikan sebaya adalah metode pendidikan yang dilaksanakan antar kelompok sebaya, dipandu oleh seorang fasilitator yang juga berasal dari kelompok tersebut atau yang mengerti kelompok itu (KPA, 2012). Peer education merupakan metode yang semakin populer memberikan informasi dan nasihat kepada remaja di sekolah dan pengaturan berbasis masyarakat (Education Scotland, 2011). Pendidikan sebaya didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik cenderung berhubungan dengan orang lain dan lebih percaya dengan teman sebaya dibandingkan dengan seseorang yang lebih berpengalaman atau profesional seperti orangtua ataupun guru mereka (Community Health and Development at the University of Kansas, 2014).
2.5.2. Manfaat Peer Education
Peer education memiliki manfaat yaitu bagi peserta, masyarakat dan peer educator.
1. Manfaat peer education bagi peserta
Peer education memberikan pengetahuan budaya dengan mempengaruhi norma-norma sosial yang mengarah pada perubahan perilaku kesehatan yang positif dan menghubungkan peserta menuju pelayanan kesehatan serta dengan menyediakan sumber dukungan social (Preyde, 2007; Kobetz et al., 2005).
2. Manfaat peer education bagi masyarakat
Manfaat dari model peer educator kepada masyarakat yaitu untuk pengembangan kapasitas masyarakat. Program peer educator dikembangkan dengan masukan dari masyarakat, yang dilaksanakan di lingkungan masyarakat dan dipimpin oleh anggota masyarakat. Hal ini akan meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat akan program dapat timbul, menyebabkan anggota masyarakat merasa bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan mereka, dan diberdayakan mengambil tindakan untuk melakukannya (Plescia et al., 2008). 3. Manfaat peer education bagi peer educator
Peer educator juga dapat terinspirasi untuk mengejar karir dalam perawatan kesehatan. Hal ini menguntungkan individu, tetapi juga menciptakan peluang untuk membangun tenaga kerja kesehatan yang lebih representatif dari populasi yang dilayaninya (Auger and Verbiest, 2007).
2.5.3. Kelebihan dan Kekurangan Peer Education
Kelebihan dan kekurangan peer education yaitu sebagai berikut (Community Health and Development at the University of Kansas, 2014) :
1. Kelebihan peer education
Program pendidikan sebaya bekerja dengan baik dalam situasi tertentu, tetapi mungkin tidak menjadi pilihan yang tepat pada orang lain. Beberapa kelebihan program pendidikan sebaya adalah:
Metode ini sering menggunakan relawan dan telah hampir tidak ada biaya overhead, program pendidikan sebaya tersebut dapat dijalankan dengan biaya yang minimal
b. Potensi maksimal dalam komunikasi
Relawan yang juga adalah bagian dari masyarakat dapat menyebarkan informasi tentang program-program dengan mudah dan cepat, serta perkataan mereka akan lebih dipercaya.
c. Pengetahuan pendidik dan peserta didik
Kesetaraan yang terjadi antara peserta didik dan pendidik baik secara usia maupun kesetaraan lainnya, akan menimbulkan kesamaan pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari penerapan metode ini.
2. Kekurangan peer education
Kekurangan peer education antara lain :
a. Remaja akan menjadi kurang konsentrasi karena pemberi materi merupakan teman sendiri sehingga hasil yang didapat kurang signifikan
b. Beberapa remaja memiliki sifat malu untuk mengungkapkan masalahnya atau bertanya kepada teman sendiri karena takut kelemahannya diketahui oleh orang lain
c. Tidak semua peer educator mampu menjawab semua pertanyaan dari temannya
2.5.4. Karakteristik Peer Educator
Peer education memiliki karakteristik khusus yaitu jumlah anggota yang relatif kecil, ada kepentingan yang bersifat umum dan dibagi secara langsung, terjadi kerja sama dalam suatu kepentingan yang diharapkan dan adanya pengertian pribadi dan saling hubungan yang tinggi antara anggota dalam kelompok (Imron, 2012). Proses pendidikan dalam hal ini bersifat tidak menggurui, belajar dari realitas atau pengalaman dan dialogis. Semua individu berada dalam posisi atau kedudukan yang sama sebagai sumber informasi (Rahardjo, 2008).
2.5.5. Kriteria Peer Educator
Peer educator adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok sebayanya. Syarat-syarat menjadi peer educator antara lain (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, 2008) :
1. Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya 2. Berminat pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan 3. Lancar membaca dan menulis
4. Memiliki ciri-ciri kepribadian antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong. Seorang peer educator atau dalam aplikasinya disebut dengan fasilitator merupakan orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi teman
sebayanya, memiliki perilaku yang cenderung tidak menghakimi, mempunyai sifat kepemimpinan dan mempunyai rasa percaya diri (Imron, 2012).
Fasilitator dalam melakukan tugasnya memposisikan dirinya sebagai narasumber yang kedudukannya setara dengan peserta, berkontribusi untuk memberikan informasi, menarik kesimpulan, memberikan feedback dan respon sesuai dengan peer education. Kegiatan ini menjadi pendekatan yang sesuai untuk mengkomunikasikan isu-isu terkini yang sulit dilakukan di dalam ruang kelas (Rahardjo, 2008).
2.5.6. Prosedur Peer Education
Peer education merupakan metode pendidikan yang dilakukan pada kelompok kecil. Kelompok ini dibentuk dari maksimal 10 orang anggota (FHI, 2010). Pelaksanaan aktivitas peer education ini melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Tenaga kesehatan yang telah menerima pelatihan sebelumnya menentukan materi pelajaran, menentukan peserta teman sebaya dan membaginya dalam beberapa kelompok teman sebaya.
2. Tenaga kesehatan tersebut bersama-sama dengan kelompok teman sebaya yang telah ditentukan memilih individu untuk menjadi fasilitator pada masing-masing kelompok (fasilitator dipilih dari kelompok teman sebaya yang lebih mampu atau dari individu di luar kelompok sebaya yang telah ditentukan).
3. Individu yang telah ditentukan sebagai fasilitator akan dilatih oleh tenaga kesehatan sehingga mereka siap untuk menyebarkan informasi kepada teman
sebaya. Jumlah dan lama pelatihan tidak ditentukan tetapi sesuai dengan materi yang akan diberikan.
4. Setelah fasilitator siap, mereka kembali ke kelompok atau lingkungannya untuk menyebarkan informasi yang telah diperoleh dari tenaga kesehatan. Fasilitator tersebut memberikan bimbingan berupa pejelasan, praktik, atau pemberian petunjuk-petunjuk teknik terkait informasi yang telah diperoleh sehingga teman sebaya mampu memahami dan melakukan tugas pembelajaran yang diberikan. 5. Jumlah pertemuan dalam penyebaran informasi juga tidak dibatasi tetapi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai fasilitator.
6. Tenaga kesehatan akan melakukan monitor terhadap pelaksanaan metode peer education dan akan memberi penekanan pada materi atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
7. Fasilitator akan melaporkan hasil pembelajaran termasuk perkembangan dan masalah yang mungkin dihadapi fasilitator (laporan hasil pembelajaran dapat dilakukan setelah pembelajaran berlangsung atau di luar ruangan agar dapat menyampaikan secara leluasa) kepada tenaga kesehatan (Yaumi, 2013).
2.5.7. Fokus Perhatian Proses Peer Education
Hal yang menjadi perhatian khusus pada saat proses peer education yaitu (KPA, 2012) :
a. Informasi yang disampaikan jelas dan tidak berbelit-belit
b. Mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti peserta, tanpa menggunakan istilah-istilah yang rumit
c. Saran yang diberikan bersifat konkrit atau mudah untuk dijalankan dan dapat diukur keberhasilannya
d. Ciptakan komunikasi yang bersifat dua arah dan berikan selalu kesempatan peserta untuk bertanya
e. Ciptakan suasana tenang, tidak tegang, tetapi tetap serius f. Hindari tempat yang menimbulkan kebisingan
g. Selalu memperhatikan situasi, tempat, waktu, dan lingkungan sekitarnya.
2. 6 Metode Ceramah
2.6.1 Pengertian Metode Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah peserta, yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Roymond, 2008). Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara di depan sekelompok pengunjung atau pendengar (Maulana, 2007). Jadi dapat disimpulkan pengertian metode ceramah dalam penelitian ini yaitu metode pengajaran secara lisan kepada sejumlah peserta yang disampaikan oleh seorang pembicara.
2.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah
1. Kelebihan metode ceramah
Metode ceramah memiliki beberapa kelebihan yaitu diantaranya (Maulana, 2007): a. Dapat dipergunakan pada kelompok yang besar
b. Tidak terlalu melibatkan banyak alat bantu
c. Pembicara umumnya mudah dalam menguasai peserta d. Mudah dilaksanakan
2. Kekurangan metode ceramah
Kekurangan dari metode ceramah ini yaitu (Suyanto, 2013): a. Membuat peserta pasif
b. Peserta tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya dalam menyampaikan gagasan
c. Membendung daya kritis peserta
d. Sukar mengontrol sejauh mana penerimaan belajar peserta e. Bila terlalu lama, peserta akan mudah bosan
2.6.3 Prosedur Pelaksanaan Metode Ceramah
Prosedur pelaksanaan ceramah yaitu sebagai berikut (Eliza, 2007):
1. Pembicara wajib memperkenalkan diri kepada peserta ceramah, mengemukakan hal yang ingin dicapai dan tujuan serta harapan dari penyampain informasi nantinya
2. Melakukan penjelasan secara sistematis mengenai isi ceramah yang akan diberikan
3. Seorang pembicara harus memiliki suara yang cukup keras dan jelas, memiliki irama yang berbeda sehingga tidak membosankan bagi peserta yang mendengarkan serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
5. Materi yang diberikan dapat menggunakan alat peraga apabila peserta mengalami kesulitan dalam memahami maksud pembicara. Pemberian materi dapat dilakukan selama 30-60 menit.
6. Pembicara hendaknya menciptakan suasana yang menyenangkan
7. Setelah materi diberikan berikan, berikan waktu kepada peserta untuk bertanya misalnya selama tiga menit
8. Pembicara wajib menjawab pertanyaan dengan meyakinkan tidak ada kesan yang menimbulkan keraguan bagi peserta
9. Pembicara melakukan tinjauan kembali mengenai materi yang telah disampaikan kepada peserta dengan cara memberikan pertanyaan bagi peserta terkait dengan materi yang diberikan
10. Seorang pembicara hendaknya mengakhiri ceramah dengan baik misalnya dengan beramahtamah terhadap peserta dan mengucapkan terimakasih atas partisipasi sebagai peserta
2.6.4 Pengaruh Metode Peer Education dan Metode Ceramah terhadap Pengetahuan Siswa
Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dapat membantu individu dalam meningkatkan derajat kesehatannya, sehingga diperlukan suatu alat bantu yang disebut dengan metode pendidikan kesehatan. Penggunaan metode dalam proses pendidikan ini bertujuan untuk membantu agar pesan yang disampaikan lebih jelas dan sasaran dapat menerima pesan secara jelas pula, dengan memanfaatkan
seluruh panca indera sehingga mempermudah sasaran menerima pesan yang disampaikan (Achjar, 2010 ).
Peer Education merupakan salah satu metode kelompok yang jumlah anggota relatif kecil, adanya kepentingan yang bersifat umum dan dibagi secara langsung, terjadi kerjasama dalam suatu kepentingan yang diharapkan, adannya pengertian pribadi, serta saling hubungan yang tinggi antar anggota dalam kelompok yang bisa digunakan dalam pendidikan kesehatan. Informasi yang terkandung dalam peer group tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan sasaran pendidikan kesehatan (Imron, 2012). Metode ceramah merupakan metode kelompok yang digunakan untuk menyampaikan informasi secara lisan yang dilakukan oleh seorang pembicara dengan atau tanpa alat peraga. Metode ceramah ini memiliki tujuan belajar yang ingin dicapai berkenan dengan ranah kognitif (Eliza, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komang Suryaningsih tahun 2013 bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas peer education dan metode ceramah terhadap pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna dari peer education dan ceramah terhadap pengetahuan mengenai HIV/AIDS.