• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL DYNAMIC PRICING DENGAN MEMPERTIMBANGKAN CUSTOMER OVERFLOW BEHAVIOR DALAM KOMPETISI ANTAR DUA MASKAPAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL DYNAMIC PRICING DENGAN MEMPERTIMBANGKAN CUSTOMER OVERFLOW BEHAVIOR DALAM KOMPETISI ANTAR DUA MASKAPAI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGEMBANGAN MODEL DYNAMIC PRICING DENGAN MEMPERTIMBANGKAN

CUSTOMER OVERFLOW BEHAVIOR DALAM KOMPETISI ANTAR DUA MASKAPAI

Kartika Sari Nur Aulia, Ahmad Rusdiansyah

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: kartika_sari_na@yahoo.com ; arusdianz@gmail.com

Abstrak

Industri transportasi udara terutama pesawat terbang merupakan industri yang pertumbuhannya paling cepat diantara industri transportasi darat dan laut. Industri penerbangan nasional berpotensi untuk dikembangkan menjadi lebih maju di masa mendatang karena potensi dan kondisi iklim yang mendukung. Hal ini menyebabkan persaiangan antar maskpai belakangan ini menjadi semakin ketat dan berkembang. Tidak hanya maskapai pada kelas

full service carrier (FSC) saja yang berkembang, namun juga pangsa pasar dari low cost carrier (LCC) pada saat ini

telah mencapai 80%. Hal ini tentu dikarenakan harga tiket LCC yang masih cukup terjangkau, namun maskapai jenis LCC tetap memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan penumpang. Banyak nya pilihan dari jenis maskapai lowcost carrier dengan pilihan harga yang beragam, tentu saja semakin membuat persaingan maskapai

low cost carrier semakin meningkat. Peningkatan ini yang seringkali membuat adanya pergerakan harga yang sangat

dinamis dari beberapa maskapai terkait. Fenomena ini yang tentu saja membuat adanya perubahan perilaku konsumen dalam pemilihan suatu maskapai. Perilaku perpindahan pemilihan konsumen ini lah yang akan membuat pengaruh signifikan pada pengalokasian kursi dari pembukaan kelas harga yang terjadi, karena akan sangat berdampak pada pengaruh terhadap ekspektasi pendapatan suatu maskapai. Pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan model dynamic pricing berbasis persediaan kursi dengan mempertimbangkan perubahan perilaku perpindahan dari pemilihan suatu konsumen terhadap suatu maskapai dalam kompetisi antar dua maskapai. Model yang akan dikembangkan merupakan model dynamic programming yang akan mengoptimalkan pembukaan kelas harga tiket dari suatu maskapai penerbangan.

Kata kunci : revenue management, dynamic pricing with overflow behavior, dynamic programming Abstract

The air transportation particularly the aircraft industry has been the most developing industry between the land and marine transportation industry. The national aircraft industry has a big potential to get bigger because of the supportive climate condition. This background initiates the competition between the national airlines, especially the low cost carrier (LCC), beside the full service carrier (FSC). It is shown by the market share of this airlines type, LCC, has grown up to 80% of the customer because of its low ticket price still provides its comfort and safety. Many kinds of the LCC types and different range of price contribute to the enhancement of this industry’s competition. This enhancement makes a dynamic movement of ticket price in some airlines that gives an impact to the customer behavior in preferring their airlines. The customer behavior itself affects the airlines’s seat allocation and the offering price range because they are corresponding to the expected revenue of the airlines. In this research, the author will develop a dynamic pricing model based on the seat allocation by considering the customer behavior in preferring what airlines will they use. The model built classified as a dynamic programming which optimizes the offering price range of an airlines.

Kata kunci : revenue management, dynamic pricing with overflow behavior, dynamic programming 1. Pendahuluan

Industri transportasi udara terutama pesawat terbang merupakan industri yang pertumbuhannya paling cepat diantara industri transportasi darat dan laut. Industri penerbangan nasional berpotensi untuk dikembangkan menjadi lebih maju di masa mendatang karena potensi dan kondisi iklim yang mendukung. Hal ini didukung dengan data dari Bada

Pusat Statistik (2013) yang menyebutkan bahwa kenaikan perkembangan industri penerbangan di Indonesia sudah mencapai angka 20% dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Pada saat ini, terdapat perbedaan mendasar dalam mengklasifikasikan maskapai penerbangan berdasarkan pelayanannya yakni menjadi dua kelompok besar yaitu Low Cost

(2)

2

penerbangan dengan biaya rendah) dan Full Service

Carrier (maskapai yang mengedepankan

penerbangan dengan pelayanan penuh). Tentunya tidak hanya maskapai full cost carrier (FSC) yang memikirkan rencana strategi dalam menghadapi persaingan, namun juga maskapai low cost carrier (LCC) yang sedang banyak diminati di kalangan pengguna transportasi udara seperti Citilink, Lion Air, Tiger Airways, Sriwijaya Air, dan Merpati Airlines yang akan berlomba-lomba dalam mempertahankan posisi maskapai masing-masing. Hal ini ditunjukkan berdasarkan data menurut

Indonesia National Air Carriers Association

(INACA) atau Asosiasi Perusahaan Penerbangan Sipil Indonesia pangsa pasar dari LCC telah mencapai 80%. Hal ini tentu dikarenakan harga tiket yang ditawarkan oleh maskapai LCC yang masih cukup terjangkau, namun maskapi tetap memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan penumpang.

Banyak nya pilihan dari jenis maskapai

lowcost carrier dengan pilihan harga yang beragam,

tentu saja semakin membuat persaingan maskapai

low cost carrier semakin meningkat. Pada Gambar 2

terlihat dari pola perpindahan pemilihan tiket pesawat pada berbagai jenis maskapai. Dari pola tersebut, terlihat pola perpindahan yang sangat signifikan pada setiap perubahan harga dan jam terbang yang mengikuti time sensitive.

Pola perpindahan pilihan pemesanan tiket oleh penumpang diatas, serta persaingan antar maskapai yang tinggi mendorong maskapai penerbangan untuk membuat suatu strategi yang berguna untuk memaksimalkan pendapatannya atau yang biasa disebut dengan revenue management (Talluri & Van Ryzin, 2004). Penerapan konsep

revenue management pada maskapai penerbangan

disebut sebagai Airlines Revenue Management (ARM).

ARM atau Airline Revenue Management adalah metode untuk mengetahui bagaimana memperoleh pendapatan yang maksimum dari pengelolaan kursi yang ada untuk setiap kapasitas maskapai. Pentingnya suatu maskapai menerapkan pengelolaan perolehan pendapatan dengan menggunakan ARM dikarenakan oleh beberapa kondisi seperti permintaan kursi oleh konsumen yang bersifat tidak pasti (unpredictable), sisa kursi penerbangan yang tidak laku dijual tidak dapat disimpan dan menjadi suatu opportunity cost, fleksibilitas penumpang dalam memilih harga atau jadwal penerbangan, serta kapasitas kursi yang disediakan oleh masing-masing maskapai mempunyai jumlah yang sama. Salah satu faktor yang menentukan ekspektasi pendapatan dari sebuah

maskapai adalah kebijakan penetapan harga tiket yang ditawarkan kepada konsumen. Di dalam konsep ARM, penetapan kelas harga dan penetapan pembukaan periode untuk setiap kelas nya (selling

horizon) dilakukan dengan menggunakan dynamic pricing. Penggunaan dynamic pricing di dalam

pengaturan kebijakan penetapan harga pada maskapai ini sangat cocok dengan karakteristik kelas –kelas harga yang dibuka oleh maskapai bersifat dinamis dan tidak dapat diprediksi. Metode dynamic pricing bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan dengan menjual sisa kursi yang ada dengan harga yang berbeda untuk setiap pembukaan kelas harga (booking limit) nya. Penetapan pembukaan kelas harga yang optimal nantinya juga harus dengan memperhatikan kebijakan penetapan pembukaan kelas harga oleh kompetitor. Hal ini bertujuan agar penetapan ARM tidak hanya mengoptimalkan ekspektasi pendapatan yang akan didapatkan oleh suatu maskapai, namun bertujuan untuk menghadapi persaingan dengan kompetitor lain yang semakin ketat.

Maka dari itu, penelitian ini akan membahas mengenai penerapan metode dynamic pricing dalam penetapan pembukaan kelas harga berdasarkan seat

inventory dengan mempertimbangkan pola perilaku

perpindahan pemilihan konsumen terhadap suatu maskapai dalam kompetisi antar dua maskapai, yakni maskapai A dan B.

2. Deskripsi Model Penelitian

Pada penelitian ini akan dikembangkan sebuah model dynamic programming yang dapat mengoptimalkan penentuan harga tiket pada dua maskapai yang saling berkompetisi, yakni maskapai penerbangan A dan maskapai penerbangan B. Dimana kedua maskapai ini sama-sama melayani rute penerbangan yang sama dan juga sama-sama melayani pada kelas low cost carrier (LCC). Pengembangan model ini juga akan mempertimbangkan customer overflow behavior. Model dynamic programming untuk dynamic pricing ini berbasis waktu dan persediaan kursi penerbangan. Model ini nantinya akan dapat digunakan sebagai acuan maskapai dalam penentuan harga tiket yang optimal untuk dibuka pada wakti dan kombinasi sisa kursi tertentu pada maskapai A (maskapai dari sudut pandang peneliti). Tujuan dari pengembangan ini adalah untuk memaksimalkan pendapatan yang dapat diperoleh dari kedua penerbangan.

Penerbangan yang saling berkompetisi di dalam penelitian ini, akan dilakukan pada maskapai A dan B, dimana kedua maskapai penerbangan ini sama sama-sama melayanin rute penerbangan yang sama dengan waktu yang hampir bersamaan pula.

(3)

3

Perilaku perpindahan pemilihan maskapai penerbangan ini akan ikut dipertimbangkan dalam model. Calon penumpang memiliki preferensi tersendiri dalam memilih kedua penerbangan ini. Ada yang memilih berdasarkan faktor jadwal penerbangan (time sensitive) dan ada pula yang memilih berdasarkan faktor harga tiket (price sensitive).

Penumpang tipe I adalah tipe penumpang dengan hanya akan memilih maskapai penerbangan A dalam perjalanannya. Sedangkam penumpang tipe II adalah tipe penumpang dengan hanya akan memilih maskapai penerbangan B dalam perjalanannya. Sedangkan tipe III adalah tipe penumpang dengan dua alternatif maskapai (maskapai penerbangan A dan maskapai penerbangan B). Penumpang dengan tipe ini, akan memilih berdasarkan faktor harga tiket, dimana penumpang tipe III akan memilih penerbangan setelah membandingkan harga penerbangan tiket dari kedua penerbangan. Kemudian penumpang tipe III akan menentukan pilihannya pada penerbangan dengan harga tiket yang paling murah. Namun, jika harga tiket kedua penerbangan sama, maka penumpang tipe III akan memilih penerbangan A dengan peluang β. Dan sebaliknya, konsumen tipe III akan memilih penerbangan B dengan peluang (1-β). Sedangkan penumpang tipe IV adalah tipe penumpang yang fanatik dengan maskapai A, namun bersedia untuk berpindah pada masakapai B dengan minimum selisih harga sebesar X, dan penumpang tipe V adalah penumpang yang fanatik dengan maskapai B, namun bersedia untuk berpindah pada maskapai A dengan minimum selisih harga sebesar Y.

3. Model Penelitian

Penyelesaian model dynamic programming dimulai dari event terakhir (T) terlebih dahulu, kemudian secara berturut-turut mundur satu event hingga event ke-0. Total expected revenue pada maskapai penerbangan A dengan menggunakan fungsi R0(CA).

Model Pada Event t < T+1 adalah event t < T+1 adalah event dimana memungkinkan terjadinya pembelian terhadap maskapai A dari konsumen tipe 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dan juga terjadinya pembelian terhadap maskapai B dari konsumen tipe 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Pada event t < T+1 ini terdapat 4 kondisi sisa kursi yaitu kondisi ketika sisa kursi kedua penerbangan sudah habis (nA = 0, nB = 0), sisa kursi

pada penerbangan A masih, sedangkan pada penerbangan B habis (nA > 0, nB = 0), sisa kursi pada

penerbangan A habis, sedangkan pada penerbangan B masih (nA = 0, nB > 0), dan kondisi terakhir adalah

pada saat sisa kursi penerbangan A dan B masih sama-sama ada (nA > 0, nB > 0). Namun pada

penelitian ini, pengembangan model difokuskan pada

perhitungan ekspektasi pendapatan maskapai A, sehingga kondisi pertama tidak digunakan. Sehingga hanya digunakan perhitungan pada saat kondisi sisa kursi penerbangan A habis dan penerbangan B masih (nA = 0, nB > 0), penerbangan A masih dan

penerbangan B habis (nA > 0, nB = 0), serta

penerbangan A dan penerbangan B masih (nA > 0, nB

> 0).

Pada masing-masing kondisi sisa kursi, akan dipengaruhi oleh adanya peluang penerimaan harga oleh masing-masing tipe konsumen atau . Dimana masing-masing tipe konsumen mempunyai formulasi yang berbeda untuk setiap . Berikut adalah formulasi untuk masing-masing tipe konsumen:

1. Konsumen tipe I 2. Konsumen tipe III

3. Konsumen tipe IV

4. Konsumen tipe V

Setelah menggunakan formulasi untuk menentukan peluang penerimaan harga terhadap maskapai penerbangan A untuk masing-masing konsumen, maka formulasi model dilanjutkan pada masing-masing kondisi sisa kursi pada kedua penerbangan.

1. Model pada kondisi sisa kursi penerbangan A habis dan sisa kursi penerbangan B masih (nA = 0, nB > 0) Pada kondisi ini jumlah tiket yang terpesan pada penerbangan A sudah mencapai batas reservasi maksimal sedangkan sisa kursi pada penerbangan B masih ada. Sehingga kejadian yang mungkin terjadi adalah tidak adanya pembelian tiket pada penerbangan A.

2. Model pada kondisi sisa kursi penerbangan A masih dan sisa kursi penerbangan B habis atau masih (nA > 0, nB = 0 atau >0)

Pada kondisi ini, jumlah tiket yang terpesan pada penerbangan B sudah mencapai batas reservasi maksimal atau belum, sedangkan pada penerbangan A belum. Sehingga pada kondisi ini terdapat beberapa kejadian yang mungkin terjadi adalah:

(4)

4

Persamaan diatas merupakan kombinasi dari 5 kejadian, pembelian tket oleh konsumen tipe I atau null event, pembelian tiket oleh konsumen tipe II atau null event, pembelian oleh konsumen tipe IV atau null vent, pembelian oleh konsumen tipe V atau null event untuk semua kejadian.

4. Hasil dan Diskusi

Untuk menguji model yang telah dikembangkan, terdapat beberapa parameter awal yang masing – masing diujikan untuk kondisi yang berbeda – beda. Parameter yang digunakan secara umum diantaranya adalah jumlah kursi pesawat sebanyak 80 kursi. Tiket dapat dijual dengan 8 alternatif harga Selling horizon dibagi menjadi 150

events. Tingkat kedatangan kustomer mengikuti

distribusi poisson.

Tabel 4.1 Kelas Harga yang Ditawarkan

Kelas pada

Maskapai A Harga Maskapai B Kelas pada Harga Ya Rp 1.025.000,- Yb Rp 1.142.000,- Ma Rp 925.000,- Mb Rp 980.000,- La Rp 820.000,- Lb Rp 775.000,- Ka Rp 750.000,- Kb Rp 645.000,- Na Rp 643.000,- Nb Rp 580.000,- Qa Rp 550.000,- Qb Rp 550.000,- Ba Rp 470.000,- Bb Rp 525.000,- va Rp 423.000,- vb Rp 445.000,-

Tabel 4.2 Booking Limit Maskapai B

Kelas pada Maskapai B Booking Limit

Yb 80 Mb 64 Lb 49 Kb 36 Nb 24 Qb 15 Bb 8 vb 3

Tabel 4.3 Proporsi Tipe Penumpang untuk Setiap Kondisi Kompetisi Kondisi Persaing an Maskapa i Tipe Konsu men yang Diperti mbang kan Konsu men Tipe α1 Konsu men Tipe α2 Konsu men Tipe α3 Konsume

n Tipe α4 Konsumen Tipe α5 (A - Fanatic ) (B - Fanatic ) (A - B) (A - B dengan selisih X) (B - A dengan selisih Y) Netral (eksistin g) I , II, III 0,3 0,2 0,5 0,0 0,0 I, II, III, IV, V 0,3 0,2 0,3 0,1 0,1 Netral (perubah an I) I , II, III 0,2 0,3 0,5 0,0 0,0 I, II, III, IV, V 0,2 0,3 0,3 0,1 0,1 Netral (perubah an II) I , II, III 0,25 0,25 0,5 0,0 0,0 I, II, III, IV, V 0,25 0,25 0,3 0,1 0,1 Full - Competit ion I , II, III 0,1 0,1 0,8 0,0 0,0 I, II, III, IV, V 0,0 0,0 0,8 0,1 0,1 A - Fanatic I , II, III 0,6 0,1 0,3 0,0 0,0 I, II, III, IV, V 0,6 0,0 0,2 0,1 0,1 B - Fanatic I , II, III 0,3 0,6 0,1 0,0 0,0 I, II, III, IV, V 0,0 0,5 0,3 0,1 0,1

4.1 Skenario I : Maskapai A sebagai Follower Kebijakan Maskapai B

Berikut adalah hasil dari skenario I dimana maskapai A sebagai perepon strategi yang dibuat oleh maskapai B.

Tabel 4.4 Ekspektasi Pendapatan

Ekspektasi Pendapatan

Netral (eksisting) I , II, III Rp 58.281.000,- I, II, III, IV, V Rp 67.465.000,- Netral (perubahan I) I , II, III Rp 42.033.000,- I, II, III, IV, V Rp 51.576.000,-

(5)

5

Netral (perubahan II) I , II, III Rp 50.331.000,- I, II, III, IV, V Rp 59.693.000,-

Full - Competition

I , II, III Rp 29.454.000,- I, II, III, IV, V Rp 29.615.000,- A - Fanatic I , II, III Rp 98.905.000,- I, II, III, IV, V Rp 107.300.000,- B - Fanatic I , II, III Rp 58.807.000,- I, II, III, IV, V Rp 21.116.000,-

Berikut adalah ilustrasi pembukaan kelas harga oleh makspai A.

1 1 2 3 4 5 2 2 3 4 5 6 3 3 4 5 6 7 4 4 5 6 7 8 5 6 5 7 8 6 6 5 7 8 7 6 5 7 8 8 6 7 8 8 8 8

Gambar 4.1 Ilustrasi Pembukaan Kelas Harga oleh Maskapai A

4.2 Skenario II : Penetapan Pembukaan Kelas Harga Akibat Perubahan Selisih Harga Minimum Konsumen Tipe IV dan V Bersedia untuk Pindah Pilihan

Pada percobaan numerik ini dilakukan kombinasi perubahan selisi harga minimum untuk seorang calon konsumen berpindah pilihan maskapai. Dimana perubahan dilakukan dengan merubah X – Y menjadi X tetap dan Y berubah dari 50.000, 100.000, 150.000 , 200.000, dan 250.000 dan X berubah dari rentang 50.000, 100.000, 150.000 , 200.000, dan

250.000 dan Y tetap. Berikut adalah hasil ekpektasi pendapatan yang didapatkan oleh maskapai A. Tabel 4.5 Ekspektasi Pendapatan

Kondisi Pada Saat X Tetap Kondis i Persain gan Maska pai Tipe Kons umen yang Diper timba ngkan

Eksisting Perubahan I Perubahan II Perubahan III Perubahan IV 150.000 - 100.000 150.000 - 50.000 150.000 -150.000 150.000 - 200.000 150.000 - 250.000 Netral (eksisti ng) I , II, III Rp 58,281,000 .00 Rp 58,281,00 0.00 Rp 58,281,0 00.00 Rp 58,281,0 00.00 Rp 58,281,0 00.00 I, II, III, IV, V Rp 67,465,000 .00 Rp 68,623,00 0.00 Rp 62,972,0 00.00 Rp 61,947,0 00.00 Rp 59,490,0 00.00 Netral (perub ahan I) I , II, III Rp 42,033,000 .00 Rp 42,033,00 0.00 Rp 42,033,0 00.00 Rp 42,033,0 00.00 Rp 42,033,0 00.00 I, II, III, IV, V Rp 51,576,000 .00 Rp 52,807,00 0.00 Rp 49,024,0 00.00 Rp 47,935,0 00.00 Rp 44,771,0 00.00 Netral (perub ahan II) I , II, III Rp 50,331,000 .00 Rp 50,331,00 0.00 Rp 50,331,0 00.00 Rp 50,331,0 00.00 Rp 50,331,0 00.00 I, II, III, IV, V Rp 59,693,000 .00 Rp 60,887,00 0.00 Rp 56,150,0 00.00 Rp 55,093,0 00.00 Rp 51,442,0 00.00 Kondisi Pada Saat Y Tetap

Kondis i Persain gan Maska pai Tipe Kons umen yang Diper timba ngkan Eksisti

ng Perubahan I Perubahan II Perubahan III Perubahan IV 150.00 0 - 100.00 0 50.000 - 100.000 100.000 -100.000 200.000 - 100.000 250.000 - 100.000 Netral (eksisti ng) I , II, III Rp 58,281 ,000.0 0 Rp 58,281,0 00.00 Rp 58,281,0 00.00 Rp 58,281,000.0 0 Rp 58,281,0 00.00 I, II, III, IV, V Rp 67,465 ,000.0 0 Rp 59,459,0 00.00 Rp 63,978,0 00.00 Rp 65,980,000.0 0 Rp 69,657,0 00.00 Netral (perub ahan I) I , II, III Rp 42,033 ,000.0 0 Rp 42,033,0 00.00 Rp 42,033,0 00.00 Rp 42,033,000.0 0 Rp 42,033,0 00.00 I, II, III, IV, V Rp 51,576 ,000.0 0 Rp 47,566,0 00.00 Rp 50,095,0 00.00 Rp 53,349,000.0 0 Rp 55,771,0 00.00 Netral (perub ahan II) I , II, III Rp 50,331 ,000.0 0 Rp 50,331,0 00.00 Rp 50,331,0 00.00 Rp 50,331,000.0 0 Rp 50,331,0 00.00 I, II, III, IV, V Rp 59,693 ,000.0 0 Rp 53,644,0 00.00 Rp 57,188,0 00.00 Rp 60,783,000.0 0 Rp 64,313,0 00.00

Berikut adalah grafik perbandingan perubahan ekspektasi pendapatan oleh maskapai A

(6)

6

Gambar 4.2 Pengaruh Perubahan X dan Y dalam Ekspektasi Pendapatan Maskapai A

Gambar 4.3 Pengaruh Perubahan X dan Y dalam Ekspektasi Pendapatan Maskapai A

4.3 Percobaan Numerik Skenario III : Perubahan Booking Limit Maskapai B

Untuk melihat konsistensi pendapatan serta melihat pengaruh dari perubahan kebijakan

pembukaan kelas harga oleh maskapai B, maka perlu adanya simulasi perubahan booking limit dari maskapai B sebagai acuan untuk maskapai A. Berikut adalah input yang digunakan dalam skenario III ini: Tabel 4.6 Perubahan Booking Limit Maskapai B

Perubahan Booking Limit Maskapai B

Kelas Eksisting Perubahan I Perubahan II

Yb 80 80 80 Mb 64 65 60 Lb 49 52 44 Kb 36 40 32 Nb 24 29 22 Qb 15 19 15 Bb 8 11 9 vb 3 5 4

Berikut adalah hasil ekspektasi pendapatan oleh maskapai A.

Tabel 4.7 Ekspektasi Pendapatan

Kondisi Persaingan Maskapai Tipe Konsumen yang Dipertimban gkan

Eksisting Perubahan I Perubahan II

Netral (eksisting)

I , II, III Rp 58.281.000,- Rp 52.671.000,- Rp 56.176.000,- I, II, III, IV,

V Rp 67.465.000,- Rp 66.447.000,- Rp 64.747.000,- Netral

(perubahan I)

I , II, III Rp

42.033.000,- Rp 39.314.000,- Rp 41.413.000,- I, II, III, IV,

V Rp 51.576.000,- Rp 46.156.000,- Rp 50.035.000,- Netral

(perubahan II) I , II, III Rp 50.331.000,- Rp 47.292.000,- Rp 49.120.000,-

I, II, III, IV,

V Rp 59.693.000,- Rp 54.716.000,- Rp 57.802.000,-

4.4 Analisa Percobaan Numerik Skenario I : Maskapai A sebagai Follower Kebijakan Maskapai B

Dari Gambar 4.1 dapat diketahui mengenai kebijakan pembukaan kelas harga yang seharusnya dilakukan oleh maskapai A ketika kondisi persaingan tertentu dan dengan kebijakan tertentu yang diterapkan oleh maskapai B. Dari Gambar 4.1 terlihat beberapa kelas harga yang dibuka oleh maskapai penerbangan A pada suatu waktu tidak pada kelas harga yang sama dengan yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan B. Terlihat pada kondisi ketika sisa kursi maskapai A tersisa 80 (belum terjual sama sekali), dan B sudah menetapkan kebijakan kenaikan pembukaan kelas harga menjadi kelas harga 7 (Bb), , maskapai A penerbangan A masih tetap berada pada kelas 8 (va). Hal ini dikarenakan proporsi dari konsumen tipe III atau konsumen dengan pilihan A-B ( memilih penerbangan berdasarkan hasil perbandingan harga terendah pada saat itu) pada percobaan pertama ini, mempunyai proporsi yang cukup tinggi, yakni sebesar 0,5 dari skala 1. Sehingga dengan strategi pembukaan kelas harga yang lebih murah, diharapkan akan mendapatkan pendapatan kumulatif yang lebih besar, walaupun profit yang didapatkan dari satu kursi kelas 8 (va) lebih rendah jika dibandingkan dengan profit yang didapatkan dari satu kursi kelas 7 (Ba). Begitupun juga dengan pembukaan kelas harga yang lain jika dihubungkan dengan proporsi dari masing-masing tipe konsumen. Sehingga proporsi tipe konsumen dan juga kondisi dari kompetisi dua maskapai sangat menentukan kebijakan pembukaan kelas harga yang tentunya akan berpengaruh pada pendapatan yang didapatkan oleh suatu maskpai penerbangan.

Dari Gambar 4.1 juga terlihat bahwa trend atau pola pembukaan kelas harga yang dilakukan oleh maskapai penerbangan A lebih fleksibel jika dipasangkan dengan pembukaan kelas harga oleh maskapai penerbangan B. Hal ini terjadi karena pada kondisi nyata, pada kondisi kompetisi netral, proporsi dari calon penumpang yang akan membeli tiket maskapai penerbangan A selalu lebih besar jika dibandingkan dengan proporsi dari calon penumpang yang akan membeli tiket maskapai penerbangan B.

Ekspektasi pendapatan yang diperoleh maskpai B tentu juga akan sangat dipengaruhi oleh kondisi kompetisi yang terjadi. Terlihat sebagai contoh pada kondisi kompetisi full competition dimana proporsi konsumen yang mempertimbangkan harga termurah atau konsumen tipe III bernilai tinggi, sehingga kedua maskapai akan terus berlomba-lomba

(7)

7

untuk mendapatkan konsumen dengan membuka kelas harga yang semurah-murahnya. Hal ini tentu akan menurunkan ekspektasi pendapatan yang diperoleh oleh maskapai A.

4.5 Analisa Percobaan Numerik Skenario II : Penetapan Pembukaan Kelas Harga Akibat Perubahan Selisih Harga Minimum

Konsumen Tipe IV dan V Bersedia untuk Pindah Pilihan

Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa tidak ada perubahan pendapatan pada percobaan yang dalam perhitungannya hanya dengan mempertimbangkan proporsi dari konsumen tipe I, tipe II dan tipe III saja walaupun selisih harga minimum seorang konsumen akan pindah pilihan dari maskapai A ke maskapai B (X) atau selisih harga minimum seorang konsumen akan pindah pilihan dari maskpai B ke maskapai A (Y) nya mengalami perubahan, hal ini terjadi karena percobaan yang hanya mempertimbangkan konsumen tipe I, tipe II, dan tipe III ini tidak mempertimbangkan perubahan selisih harga minimum untuk seorang calon penumpang suatu maskapai penerbangan dapat berpindah pilihan, dimana konsumen dengan tipe ini dapat diakomodasi oleh penumpang tipe IV dan V. Sehingga pada kondisi kompetisi apapun, jika dilakukan perubahan selisih minimum harga perpindahan pemilihan maskapai, tidak akan berpengaruh pada pendapatan akhir dari maskapai terkait. Hal ini dikarenakan proporsi dari konsumen tipe IV dan V akan bernilai 0.

Ekspektasi pendapatan untuk setiap kondisi perubahan proporsi konsumen tipe I dan konsumen tipe II yakni pada kondisi netral eksisting, netral perubahan I, dan netral perubahan II menunjukkan pola perubahan ekspektasi pendapatan yang sama, dimana ketika selisih harga minimum untuk konsumen berpindah dari maskapai A menjadi maskapai B (X) diperbesar, maka hal ini akan menambah jumlah ekpektasi pendapatan yang diperoleh oleh maskapai A. Hal ini dikarenakan akan semkain sedikitnya konsumen yang berpindah ke maskapai B. Begitupun juga sebaliknya. Ketika selisih harga minimum untuk konsumen berpindah dari maskapai A menjadi maskapai B (X) diperkecil, maka hal ini akan mengurangi jumlah ekpektasi pendapatan yang diperoleh oleh maskapai A. Hal ini dikarenakan akan semkain banyaknya konsumen yang berpindah ke maskapai B. Hal ini juga berlaku untuk perubahan selisih harga minimum seorang konsumen akan pindah pilihan dari maskapai B menuju maskapai A (Y). Ketika selisih harga minimum untuk konsumen berpindah dari maskapai B menjadi maskapai A (X) diperbesar, maka hal ini akan mengurangi jumlah ekpektasi pendapatan yang

diperoleh oleh maskapai A. Hal ini dikarenakan akan semkain banyaknya konsumen yang berpindah ke maskapai B. Begitupun juga sebaliknya. Ketika selisih harga minimum untuk konsumen berpindah dari maskapai B menjadi maskapai A (Y) diperkecil, maka hal ini akan menambah jumlah ekpektasi pendapatan yang diperoleh oleh maskapai A. Hal ini dikarenakan akan semkain sedikitnya konsumen yang berpindah ke maskapai B.

Perbandingan perubahan ekpektasi pendapatan untuk masing-masing kondisi proporsi juga mengalami perubahan. Hal ini terjadi ketika terjadi penurunan ekspektasi pendapatan dari proporsi netral eksisting menjadi netral perubahan I, dimana proporsi penumpang untuk maskapai A berubah dari 0,3 menjadi 0,2. Hal ini tentu saja akan mengurangi ekskpektasi pendapatan oleh maskapai A. Namun pendapatan ini akan mengalami peningkatan lagi pada peningkatan proporsi konsumen tipe I atau fanatik pada maskapai A menjadi 0,25, walaupun ekspektasi pendapatannya tidak setinggi kondisi netral eksisiting. Hal ini dipengaruhi oleh proporsi konsumen tipe I.

4.6 Analisa Percobaan Numerik Skenario III : Penetapan Pembukaan Kelas Harga Akibat Perubahan Kebijakan Pembukaan Kelas Harga oleh Maskapai B

Dari Tabel 4.7 telah menunjukkan pengaruh dari perubahan kebijakan pembukaan oleh maskapai B terhdap pendapatan oleh maskapai A. Memang tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, namun hal ini dapat dijadikan strategi oleh maskapai A dalam menghadapai persaingan dengan maskapai B.

Semua percobaan baik dengan mempertimbangkan customer overflow behavior (konsumen yang dipertimbangkan yakni konsumen tipe I, II, III, IV dan V) maupun yang tidak mempertimbangkan customer overflow behavior (konsumen yang dipertimbangkan yakni konsumen tipe I, II, III) sama sama mengalami pergerkan dalam ekspektasi pendapatan yang diperoleh. Dalam semua kondisi mempertimbangkan customer overflow

behavior atau tidak, pada kondisi netral eksisting,

netral perubahan I maupun netral perubahan II menunjukkan pola perubahan ekspektasi pendapatan yang sama, dimana proporsi untuk masing-masing konsumen dapat mempengaruhi signifikansi dari perubahan ekpektasi pendapatan yang diperoleh oleh maskapai A.

Pola perubahan ekspektasi pendapatan menunjukkan bahwa adanya penurunan ekpektasi pada saat perubahan booking limit maskapai B I (proporsi kursi seimbang untuk setiap kelas

(8)

8

harganya) dan akan mengalami kenaikan pada perubahan booking limit maskapai B II (proporsi kursi harga rendah lebih tinggi). Percobaan ini berdasar pada maskapai A sebagai follower kebijakan maskapai B. sehingga harga yang dibuka oleh maskapai A tentu juga akan bergantung pada kelas harga yang dibuka oleh maskpai B. ketika pembukaan kelas harga nya konstan, akan mengalami penurunan ekpektasi pendapatan untuk semua kondisi proporsi konsumen. Hal ini dikarenakan maskapai A tidak dapat menukar keuntungan yang didapatkan dengan membuka kelas harga tinggi lebih banyak akibat kehilangan keuntungan dari pembukaan kelas harga rendah yang juga banyak. Sehingga konsep penutupan atau subsitusi keuntungan tidak dapat terjadi secara maksimal. Perubahan ekspektasi pendapatan yang mengalami sedikit kenaikan pada perubahan II (pembukaan kelas harga rendah dengan jumlah yang lebih banyak) dapat didapatkan dari kontribusi pendapatan dari proporsi penumpang yang akan memilih penerbangan berdasarkan harga termurah, sehingga pendapatan akan meningkat jika dibandingkan denga pendapatan pada perubahan I. 5. Kesimpulan

Berikut adalah kesimpulan yang didapat dari penelitian ini:

Kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian tugas akhir ini telah mendapatkan pola peluang untuk masing-masing tipe konsumen dengan berbagai macam kondisi kompetisi antar dua maskapai penerbangan.

2. Penelitian tugas akhir ini telah mengembangkan model dynamic pricing berbasis persediaan kursi untuk dua maskapai yang saling berkompetisi dengan mempertimbangkan adanya costumer

overflow behavior.

3. Telah didapatkan kebijakan pembukaan kelas harga optimal dengan menggunakan visualisasi peta strategi, dimana maskapai A sebagai follower kebijakan yang ditentukan oleh masakapai B. 4. Semakin tinggi nya tingkat persaingan dari kedua

maskapai, menunjukan pola penurunan terhadap ekspektasi pendapatan oleh maskapai A. Namun penurunan ekspektasi pendapatan ini tidak mengalami pola yang signifikan, hal ini dikarenakan masih tingginya tingkat loyalitas konsumen terhadap maskapai A.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan membantu kelancaran

terselesaikannya penelitian. Serta kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelghany, A. F., & Abdelghany, K. (2009).

Modeling applications in the airline industry: Ashgate Publishing.

Bazargan, M. (2010). Airline operations and

scheduling: Ashgate Publishing.

Chen, S., Gallego, G., Li, M. Z., & Lin, B. (2010). Optimal seat allocation for two-flight problems with a flexible demand segment.

European Journal of Operational Research, 201(3), 897-908.

Dumas, J., & Soumis, F. (2008). Passenger flow model for airline networks. Transportation

Science, 42(2), 197-207.

Li, J., & Tang, O. (2012). Capacity and pricing policies with consumer overflow behavior.

International Journal of Production Economics, 140(2), 825-832.

Putri, R. D. A. (2012). Pengembangan Model Joint

Dynamic Pricing Berbasis Waktu dan Persediaan Kursi untuk Dua Penerbangan Paralel dengan Mempertimbangkan Kondisi Overbooking, Cancellation, dan No-Show Passangers.

Rusdiansyah, A., Mariana, D., Pradana, H., & Wessiani, N. A. (2010). Model of Dynamic Pricing for Two Parallels Flights with Multiple Fare Classes Based on Passenger Choice Behavior. Jurnal Teknik Industri,

12(1), pp. 9-16.

Statistik, B. P. (2013). Jumlah Keberangkatan Penumpang di Lima Bandara Indonesia Tahun 2006-2012. Retrieved November 9th, 2013, from www.bps.go.id

Talluri, K., & Van Ryzin, G. (2004). Revenue management under a general discrete choice model of consumer behavior. Management

Gambar

Tabel 4.1 Kelas Harga yang Ditawarkan
Gambar  4.1  Ilustrasi  Pembukaan  Kelas  Harga  oleh  Maskapai A
Gambar  4.2  Pengaruh  Perubahan  X  dan  Y  dalam  Ekspektasi Pendapatan Maskapai A

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara alternatif manajemen merek berpengaruh pada brand kognisi (termasuk asosiasi merek melalui kredibilitas

Jika rata-rata mata dadu yang keluar adalah 1

Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja triptase sel mast pada PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi

Penambahan zat aktif betametason valerat sebanyak 0,1% juga tidak berpengaruh pada stabilitas mikroemulsi yang dibuat karena zat tersebut dapat larut dengan baik

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh data aktivitas enzim tripsin dengan kondisi optimum, yaitu pada pH 8, suhu 37°C, waktu inkubasi 20 menit, dan

Uji inhibisi tirosinase dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya daya inhibisi senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak metanol dari ketiga kulit batang

Uji inhibisi tirosinase dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya daya inhibisi senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak metanol dari ketiga kulit batang spesies

Dari hasil kromatografi lapis tipis yang menunjukkan bahwa senyawa hasil reaksi kurang polar dibandingkan dengan eugenol, hasil spektrofotometri infra merah yang menunjukkan adanya