• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pasca Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2021 disusun oleh Yuni Andono Achmad S.E., M.E.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pasca Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2021 disusun oleh Yuni Andono Achmad S.E., M.E."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pasca Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2021

disusun oleh Yuni Andono Achmad S.E., M.E.

Abstraksi. Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes adalah –atau BUMDes- merupakan salah satu

alternatif untuk meningkatkan ekonomi di perdesaan. Tetapi sayangnya kedudukan BUMDES belum sepenuhnya diatur secara lengkap dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Permasalahan lain yang lebih kompleks adalah dalam hal memilih bentuk badan hukum yang tepat bagi pendirian BUMDes. BUMDes adalah suatu lembaga/badan perekonomian desa yang berbadan hukum dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Desa, dikelola secara ekonomis mandiri dan profesional dengan modal seluruhnya atau sebagian besar merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. Pada akhirnya BUMDes dibentuk dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk memperkuat Pendapatan Asli Desa (PADes), memajukan perekonomian desa, serta meningkatkan kesejahteraan masyaraka. Dalam PP terbaru –diterbitkan bulan Februari 2021- diatur secara rinci perangkat Organisasi BUM Desa/BUM Desa bersama yang terdiri atas Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa, dan penasihat. Bagaimana kemungkinan ke depan dengan pemberlakukan PP ini. Tulisan ini akan membahasnya.

Kata Kunci: BUMDes, perekonomian desa, pemberdayaan masyarakat

1. Pendahuluan

ndang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menegaskan kedudukan BUM Desa sebagai badan hukum yang didirikan oleh Desa dan/atau bersama Desa-Desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dengan status sebagai badan hukum, peran BUM Desa/BUM Desa bersama semakin penting sebagai konsolidator produk/jasa masyarakat, produsen berbagai kebutuhan masyarakat, inkubator usaha masyarakat, penyedia layanan publik, dan berbagai fungsi lainnya. BUM Desa/BUM Desa bersama dapat menjadi penyumbang pendapatan asli Desa. Oleh karena itu, di masa mendatang BUM Desa/BUM Desa bersama diyakini menjadi pengungkit kemandirian Desa.

Peraturan Pemerintah ini sebagai landasan hukum bagi pembentukan dan pengelolaan BUM Desa/BUM Desa bersama sebagai badan hukum yang pengaturannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip korporasi pada umumnya, namun tetap menempatkan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagai pilar utama dalam pengelolaan BUM Desa/BUM Desa bersama. Untuk itu dalam Peraturan Pemerintah ini diatur secara rinci perangkat Organisasi BUM Desa/BUM Desa bersama yang terdiri atas Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa, penasihat, pelaksana operasional, pengawas, wewenang dan tugas masing-masing perangkat secara profesional, efisien dan efektif, serta akuntabel.

Semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan diwujudkan secara nyata dengan menempatkan Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa sebagai organ tertinggi dalam pengambilan keputusan BUM Desa/BUM Desa bersama dan ditegaskan bahwa keputusan Musyawarah Desa/Musyavarah Antar Desa diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Kebijakan ini selaras dengan amanat Undang-Undang Desa yang menempatkan Musyawarah Desa sebagai forum musyawarah antara badan permusyawaratan desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat untuk memusvawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dengan demikian Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa menjadi wujud nyata demokrasi deliberatif dalam perekonomian Desa, dan karenanya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan tetap menjadi tujuan utama BUM Desa/BUM Desa bersama bukan hanya kesejahteraan masing-masing individu. Peraturan Pemerintah ini memuat pengaturan mengenai pendirian BUM Desa/BUM Desa bersama, Anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga, organisasi dan pegawai, rencana

(2)

program kerja, kepemilikan, modal, aset dan pinjaman, unit usaha, pengadaan barang/jasa; kemudahan perpajakan dan retribusi, kerja sama, pertanggungjawaban, pembagian hasil usaha, kerugian, penghentian kegialan usaha, serta pembinaan dan pengembangan BUM Desa/BUM Desa bersama.

2. Perumusan Masalah

Badan Usaha Milik Desa –atau BUMDes- merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan ekonomi di perdesaan. Tetapi sayangnya kedudukan BUMDES belum sepenuhnya diatur secara lengkap dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Permasalahan lain yang lebih kompleks adalah dalam hal memilih bentuk badan hukum yang tepat bagi pendirian BUMDes. BUMDes adalah suatu lembaga/badan perekonomian desa yang berbadan hukum dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Desa, dikelola secara ekonomis mandiri dan profesional dengan modal seluruhnya atau sebagian besar merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. Pada akhirnya BUMDes dibentuk dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk memperkuat Pendapatan Asli Desa (PADes), memajukan perekonomian desa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Keberadaan BUMDes sangat strategis yang pada akhirnya BUMDes berfungsi sebagai motor penggerak perekonomian desa dan kesejahteraan masyarakat desa. Harapan dengan adanya BUMDes, adalah pembentukan usaha baru yang berakar dari sumber daya yang ada serta optimalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat desa yang telah ada. Di sisi lain akan terjadi peningkatan kesempatan berusaha dalam rangka memperkuat otonomi desa dan mengurangi pengangguran.

BUMDes merupakan lembaga usaha yang bergerak dalam bidang pengelolaan aset-aset dan sumberdaya ekonomi desa dalam kerangka pemberdayaan masyarakat desa. Pengaturan BUMDes diatur di dalam pasal Pasal 213 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Selain itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang didalamnya mengatur tentang BUMDes, yaitu pada Pasal 78 – 81, Bagian Kelima tentang Badan Usaha Milik Desa, serta yang terakhir dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa.

Tujuan BUMDes yaitu mengoptimalkan pengelolaan aset-aset desa yang ada, memajukan perekonomian desa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Sifat usaha BUMDes adalah berorientasi pada keuntungan. Sifat pengelolaan usahanya adalah keterbukaan, kejujuran, partisipasif dan berkeadilan. Dan fungsi BUMDes adalah: sebagai motor penggerak perekonomian desa, sebagai lembaga usaha yang menghasilkan Pendapatan Asli Desa (PADes), serta sebagai sarana untuk mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

Dengan kehadiran BUMDes ini diharapkan desa menjadi lebih mandiri dan masyarakatnya pun menjadi lebih sejahtera. Tetapi mengingat BUMDes masih termasuk hal baru dalam keberadaannya, maka tak pelak di dalam praktek, beberapa kendala muncul justru terkait dalam proses pembentukannya. Pertama, belum ada dasar hukum yang memayungi tentang keberadaan BUMDes di desa. Walaupun sebenarnya secara tersirat semangat untuk melembagakan BUMDes telah diamanatkan dan dipayungi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Bab VII bagian Kelima yang menyatakan Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan

(3)

kebutuhan dan potensi desa dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pendirian BUMDes, maka berdasarkan pasal 78 PP 72 Tahun 2005 tentang Desa, dijelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota perlu menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Ketentuan mana meskipun agak terlambat juga diakomodir dalam peraturan teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010. Namun kenyataannya, niat baik dari amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah maupun pengaturan secara teknis melalui Permendagri tersebut belum disambut baik oleh Pemerintah kabupaten/Kota dengan indikasi belum adanya Perda yang mengatur tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan, kalaupun sudah ada Perda tersebut seringkali belum mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010, yang memang hadir terlambat. Sehingga seringkali proses peningkatan legalitas akan terganjal pada legitimasi Hukum BUMDes itu sendiri.

Kedua, legalitas bentuk badan hukum yang tepat ternyata menjadi masalah yang lebih besar bagi pendirian BUMDes. Meskipun di beberapa daerah Kabupaten/Kota telah memiliki Perda yang mengatur tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), tetapi seringkali di beberapa Perda tersebut terjadi ketidaktepatan dalam memilih konstruksi badan hukum yang tepat bagi BUMDes. Bahkan kasus yang sering terjadi, BUMDes tidak menggunakan bentuk badan hukum, melainkan “hanya” berbentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum. Padahal ketentuan pasal 78 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa menyatakan bahwa Bentuk Badan Usaha Milik Desa harus berbadan hukum. Jika permasalahan pertama seputar pembentukan BUMDes dapat diatasi dengan melakukan revisi terhadap Perda yang belum tepat, maka permasalahan kedua ini tidak akan berhenti dengan merevisi Perda payungnya, melainkan harus membenahi bentukan badan hukum BUMDes tersebut dalam bentuk badan hukum yang tepat.

2. 1. Konsep Badan Usaha

Mengenai pengertian badan usaha, mengacu pendapat Chidir Ali –yang mengutip opini yang disampaikan oleh A. Ridwan Halim, yang menjelaskan dengan menekankan pada letak perbedaan pengertian antara perusahaan dan badan usaha sebagai berikut, yaitu:

No Perusahaan Badan Usaha

1 Perusahaan ialah suatu daya ikhtiar atau pekerjaan yang teratur yang

dilaksanakan sebagai mata pencaharian sehari-hari

Badan usaha merupakan perwujudan atau pengejawantahan organisasi perusahaan, yang memberikan bentuk cara kerja, wadah kerja dan bentuk/besar kecilnya tanggung jawab pengurus/para anggotanya

2 Perusahaan menghasilkan barang & jasa yang selanjutnya dilemparkan ke pasaran (oleh badan usaha yang bersangkutan).

Badan usaha menghasilkan laba yang didapat dari hasil pemasaran barang & jasa yang dihasilkan oleh perusahaannya

3 Suatu perusahaan tidak selalu pasti berwujud suatu badan usaha, karena mungkin saja perusahaan itu tidak berwujud organisasi, melainkan

dijalankan hanya oleh seorang pelaksana (yang setidaknya dibantu oleh seorang atau beberapa orang pembantunya)

Suatu badan usaha pastilah merupakan perwujudan dari suatu perusahaan yang terorganisir

(4)

sebagai toko, bengkel, restoran, bioskop, hotel, dan/ atau gudang yang disewakan.

adalah organisasi dari perusahaan yang dapat diketahui umum untuk dibedakan hanyalah bentuknya yang tertulis di depannya, misalnya Firma, CV, dan PT.

Terkait Bumdes maka bentuknya harus berbadan hukum. Badan hukum yang tepat adalah perusahaan umum desa (perumdes), atau perseroan terbatas (perseroan desa).

3. Metodologi Penelitian

Metodologi yang dilakukan dalam hal ini adalah membahas pasal per pasal dari aturan batu (PP nomor 11 tahun 2021) dan dikaitkan dengan kemungkinan implikasi yang terjadi. Penulis juga melakukan komparasi terhadap beberapa usulan organisasi massa yang menanggapi PP tentang BUMDes tersebut misalnya dari Asosiasi Unit Pengelola Keuangan (UPK).

4. Hasil pembahasan

Beberapa bab/ pasal/ ayat yang memuat kemungkinan adanya masalah baru adalah sebagai berikut:

- Pasal 73 secara yuridis tidak punya dasar hukum / berdiri sendiri, karena tidak sesuai dengan konsideran / dasar hukumnya. Dalam PP No 11 Tahun 2021 pertimbangannya adalah Pasal 117 dan 185 huruf b UU Cipta Kerja. Beberapa pihak menyatakan terutama khususnya BAB XVI Ketentuan lain-lain Pasal 73 mengandung unsur kesewenang-wenangan. Hal ini memang bisa diperdebatkan lebih lanjut. Aspek kecepatan sepertinya lebih diutamakan oleh PP 11/ 2021 ini, sehingga aturan yang ada sebelumnya –menjadi dihapus.

- Pasal 117 UU Cipta Kerja tertulis “Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut

BUM Desa, adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa”. Artinya desa hanya berperan untuk

mengelola usaha dan aset yang sudah ada di BUMDes. Hanya saja, pemerintah desa bisa mendorong perkembangan BUMDes dengan memberikan hibah atau akses permodalan. Hal ini ada di Pasal 90 UU Desa yang tidak diubah di UU Ciptaker.

- Sementara itu Pasal 185 huruf b UU Cipta Kerja tertulis “Pada saat Undang-Undang ini

mulai berlaku semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang”. Artinya PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU

Desa , Permendes No 4 Tahun 2015 tentang Pendirian Pengurusan Pengelolaan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa , Permendagri No 96 Tahun 2017 tentang Kerjasama Desa masih berlaku.

- Pasal 73 Ayat (1) PP No 11 Tahun 2021 tertulis. “Pengelola kegiatan dana bergulir

masyarakat eks program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan wajib dibentuk menjadi BUM Desa bersama paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan”. Pasal dan Ayat ini mengakibatkan disharmoni

PerUU dan mengandung kesewenang-wenangan sebab aset/dana yang dikelola UPK beserta kelembagaanya adalah: Dana program percepatan penanggulangan kemiskinan dengan pola pemberdayaan masyarakat berbasis Kecamatan (Desa dan Kelurahan); Berupa Bantuan Langsung Masyarakat (Permenkeu Nomor 148/PMK.07/2009); Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan

(5)

dalam bentuk DUB dan DDUB yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini hanya untuk Program PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan yang disalurkan berupa Bantuan Langsung Masyarakat.

- Sedangkan pasal 2 Permenkeu nomor 168/ PMK.07/2009 menyebutkan bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui Bantuan Sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 15 Thn 2010. Tidak untuk

dikembalikan kepada pemberi bantuan sosial dan tidak untuk diambil hasilnya oleh pemberi bantuan sosial (Pasal 4 Ayat (6) Permenkeu Nomor 81/PMK.05/2012); Aset/dana PNPM baik Perkotaan maupun Perdesaan merupakan Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) yang dilegalkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bentuk Koperasi / Perseroan Terbatas / Perkumpulan Berbadan Hukum -buku II Bab I Perpres No 2 Tahun 2015.

- Pasal 73 Ayat (1) PP No 11 Tahun 2021 merusak Hukum adminstrasi Negara sebab menundukkan “Kelurahan” pada regulasi “Desa”, dan merusak Tata keuangan negara sebab Meminta/menarik kembali dan mengambil hasilnya dari masyarakat penerima BLM/Bansos yang sudah dihibahkan dan sudah clear dari pertanggung jawaban Kas Negara.

- Pasal 73 Ayat (2) tertulis “Modal BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) bersumber dari modal bersama Desa-Desa dan modal rnasyarakat Desa”.

Pasal 73 Ayat (3) PP No 11 Tahun 2021 tertulis “Modal masyarakat Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) berasal dari keseluruhan aset yang dikelola pengelola kegiatan dana bergulir masyarakat eks program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan yang status kepemilikannya merupakan kepernilikan bersama masyarakat Desa dalam 1 (satu) kecamatan eks program nasional pemberdayaan niasyarakat mandiri perdesaan”. dan Pasal 73 Ayat (4) disebutkan bahwa “ Ketentuan mengenai besaran kepemilikan modal BUM Desa/BUM Desa Bersama yang dimiliki Desa atau bersama Desa-Desa sebagaimana dimaksrrd dalam Pasal 39 ayat (1) tidak berlaku bagi BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”

- PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa; Permendes No 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa disebutkan bahwa modal BUMDes bersumber dari APBDes; Modal BUMDesa terdiri dari : a) Penyertaan Modal Desa, b) Penyertaan Modal Masyarakat Desa. Penyertaan Modal Masyarakat Desa dimaksud adalah Tabungan dan/atau Simpanan Masyarakat Desa.

- Sehingga Pasal 73 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4) itu mendzolimi masyarakat penerima BLM/Bansos sebagai subyek hukum pemilik atas aset yang dikelola UPK beserta kelembagaannya ;

- Musyawarah Antar Desa tidak punya kewenangan memindahkan hak kepemilikan tanpa adanya lavering/penyerahan dari yang berhak. ; dan apakah bagi Pengelola eks. PNPM MPd yang sudah musnah akan terkena sanksi / Pemdanya berkewajiban mengganti ? - Pasal 73 Ayat (5) PP No 11 Tahun 2021 disebutkan bahwa “BUM Desa Bersama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut lembaga keuangan Desa”

- Pasal 73 Ayat (5) ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sebab UPK beserta kelembagaannya merupakan lembaga pemberdayaan masyarakat yang berbasis Kecamatan

- Pasal 73 Ayat (6) PP No 11 Tahun 2021 disebutkan “BUM Desa bersama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk Unit Usaha BUM Desa bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Selanjutnya, UU

(6)

Ciptaker juga mengubah Pasal 87 UU Desa. Pada perubahannya, ditambahkan ayat 4 yang menyatakan bahwa “BUMDes dapat membentuk unit usaha berbadan hukum

sesuai dengan kebutuhan dan tujuan” . Kalau disebutkan “sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan” mestinya berpedoman pada regulasi yang sesuai , bukan menganeksasi sehingga timbul permasalahan di daerah. Aturan / hukum itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat , sesuai apa yang diaturnya. - Pasal 73 Ayat (7) PP No 11 Tahun 2021 tertulis, “ Keuntungan yang diperoleh dari

BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang nrerupakan porsi pengelolaan aset- eks program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan digunakan sebesar-besarnya untuk penanggulangan kemiskinan” . Pasal 73 Ayat (7) ini

sangat bias / karet sebab tidak jelas yang dimaksud dengan sebesar-besarnya untuk kepentingan penanggulangan kemiskinan sementara itu dalam Pasal 1 Angka (1) disebutkan bahwa “ Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha ...dst” ; dan dalam Pasal 20 Ayat (1) Permendagri No 96 Tahun 2017 tentang Kerjasama Desa disebutkan bahwa “Hasil pelaksanaan kerja sama Desa berupa uang merupakan pendapatan Desa dan wajib masuk ke rekening kas Desa”. dan Ayat (2), “Hasil pelaksanaan kerja sama Desa berupa barang menjadi aset desa”

5. Penutup

Meskipun ada beberapa kelemahan seperti tersebut di atas. Namun keunggulan dari keberadaan PP nomor 11/ 2021 adalah di beberapa perihal seperti (1) kemampuan BUMDes melakukan pinjaman, (2) dibukanya kerjasama, (3) kemudahan penghentian usaha.

Dengan adanya PP baru tersebut maka BUMDes dapat melakukan pinjama sesuai kelaziman praktik dunia usaha, dengan ketentuan: digunakan untuk pengembangan usaha atau pembentukan unit usaha. BUMDesa juga dipermuda bekerjasama dengan berbagai pihak seperti dunia usaha, koperasi, lembaga non pemerintah dan lain lain. Musayawarah Desa dapat menghentikan kegiatan usaha BUM Desa dengan lasan mengalami kerugian terus menerus dan tidak dapat diselematkan, mencemarkan lingkungan, dinyatakan pailit, atau sebab lain yang sah. Namun penghentian kegiatan usaha tidak mengakibatkan penghapusan badan hukum BUM Desa, selanjutnya BUM Desa dapat dioperasionalkan kembali melalui penyertaan modal baru, penataan organisasi, pembentukan usaha baru dan lain lain.

Daftar Pustaka

Dewi, Amelia Sri Kusuma, “Peranan BUMDes sebagai Upaya dalam Meningkatkan PADesa serta Menumbuhkan Perekonomian Desa”, Journal of Rural and Development, volume V nomor 1 bulan Februari 2014

Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung Alumni, 2005

Harmiati, dan Abdul Aziz Zulhakim, “Eksistensi BUMDes dalam Mengembangkan Usaha dan Ekonomi Masyarakat Desa yang Berdaya Saing di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”, Fisip Unihaz Bengkulu, 2018

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Pemberdayaan masyarakat desa di desa Kadubeurem ini dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 Badan Usaha

Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disingkat BUMDES adalah badan Usaha Yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah Desa melalui Penyertaan secara

(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf e diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD,

(1) Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, dan Kelembagaan Masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), wajib

Sedangkan perolehan hasil pada analisis visual antar kondisi diantaranya adalah perubahan kecenderungan arah fase baseline (A) ke fase intervensi (B) adalah

Sejarah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Lumajang tidak terlepas dari keberadaan Program Pemberdayaan Desa (PDD), yaitu suatu bentuk program penanggulangan

Dalam arti yang sempit, operasi jaringan irigasi adalah pengaturan pintu-pintu pada bangunan air (bendung, bangunan bagi dan lain-lain) untuk menyadap air dari sumber air,

1 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk