• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. yang tergolong dalam tanaman serat batang (bast fibre crops). Seratnya diperoleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. yang tergolong dalam tanaman serat batang (bast fibre crops). Seratnya diperoleh"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan tanaman penghasil serat yang tergolong dalam tanaman serat batang (bast fibre crops). Seratnya diperoleh dari kulit batang setelah melalui proses perendaman dan penyesetan. Serat alam yang dihasilkan tanaman kenaf ini bernilai ekonomi tinggi dan memiliki diversifikasi produk yang sangat banyak seperti bahan pengemas, karpet, tekstil, geo-textile, fibre-drain, hardboard, interior mobil, dan komposit (Kuroda et al., 2007; Nebel et al., 2003; Everaert et al., 2003; Negulescu et al., 2003; Sudjindro, 2009).

Tanaman kenaf juga memiliki nilai lingkungan yang tinggi. Menurut perhitungan Aoi (2000), tanaman kenaf mampu menyerap CO2 dari udara sampai

13,5 ton/ha/per tahun dan batang kenaf sangat baik untuk phytoremediation. Serat yang dihasilkan kenaf dapat digunakan sebagai bahan penyerap minyak yang baik dengan daya serap sebesar 35 kali beratnya (Anthony, 1994). Dalam upaya penghematan kayu hutan, serat kenaf beserta batangnya telah dikembangkan untuk pembuatan pulp dengan kualitas yang cukup baik (Chen et al., 1992; Sellers et al., 1993; Zhang dan Dick, 1994; Aimin, 2007) dengan penggunaan energi dan bahan kimia yang lebih rendah (Rymszay, 1998). Serat kenaf memiliki sifat biodegradable, thermaldegradable, photodegradable, drapable, hydrophylic, non-toxic, non-plastic, acidic, anionic, visco-elastic, berstruktur berongga sehingga cukup ruang untuk udara, kelembaban dan sinar melalui filamen serat kenaf.

(2)

Dengan sifat demikian serat kenaf dan produk turunannya diyakini ramah lingkungan (Abdullah, 1997).

Di Indonesia, penanaman kenaf telah lama dilakukan. Sejak tahun 1979/1980 pengembangan kenaf dilaksanakan melalui program intensifikasi yang disebut Intensifikasi Serat Karung Rakyat (Iskara). Dalam perjalananannya, pengembangan kenaf melalui Iskara banyak mengalami pasang surut dan mencapai puncaknya pada tahun 1986/1987 dengan luas areal mencapai 26.476 ha dan produksi sebesar 22.329 ton serat kering (Anonim, 1992). Setelah itu cenderung mengalami penurunan dan pada tahun 1998 hanya seluas 2.916 ha (Sastrosupadi et al., 1998). Program Iskara berhenti pada tahun 2003 karena semua pabrik karung tutup kecuali PT Indonesia Nihon Seima. Namun demikian penanaman kenaf masih berlanjut sampai saat ini di daerah bonorowo yang dikelola oleh PT GAN (Global Agrotek Nusantara) yang juga mengusahakan kenaf di Kalimantan Timur. Luas areal pengembangan kenaf saat ini tinggal

3000 ha (Anonim, 2010).

Kurang berkembangnya kenaf di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain rendahnya produktivitas kenaf sehingga tidak mampu bersaing dengan komoditas lain (Soekartawi, 1991; Anonim, 1997). Oleh karena itu, untuk mempertahankan keberadaan kenaf di Indonesia maka perlu adanya peningkatan produktivitas tanaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas suatu tanaman adalah memperbaiki potensi genetik tanaman melalui program pemuliaan (Allard, 1960), yaitu merakit varietas unggul

(3)

yang memiliki daya hasil tinggi dan mampu beradaptasi pada tekanan lingkungan biotik maupun abiotik.

Dalam upaya untuk memperbaiki potensi genetik tanaman khususnya untuk sifat hasil serat melalui program pemuliaan tanaman, pemulia kenaf menghadapi beberapa kendala, salah satunya adalah sifat tanaman kenaf yang peka terhadap fotoperiodisitas (photoperiod sensitive plant). Kenaf tergolong tanaman hari pendek yang akan cepat berbunga bila ditanam pada hari pendek, yaitu bulan-bulan yang memiliki panjang hari kurang dari 12,5 jam atau pembungaannya akan tertunda bila ditanam pada hari panjang (Demsey, 1975; Thomas et al., 2006).

Serat kenaf diperoleh dari bagian vegetatif tanaman yaitu bagian kulit batangnya, sehingga musim tanam yang tepat agar diperoleh serat dengan jumlah dan mutu yang tinggi adalah musim yang menyebabkan fase vegetatif lebih lama yaitu hari panjang. Kesesuaian hari panjang untuk produksi serat juga didukung oleh ketersediaan air yang cukup karena bersamaan dengan musim hujan. Pada musim hujan tersedia air yang cukup untuk pertumbuhan dan juga untuk perendaman pada saat pengolahan serat. Selanjutnya dalam tulisan ini yang dimaksud dengan hari panjang adalah periode musim pertanaman kenaf untuk menghasilkan serat yang sebagian fase pertumbuhannya terpapar panjang hari lebih dari 12,5 jam dengan segala lingkungan agroklimat yang menyertainya, sedangkan yang dimaksud hari pendek adalah bulan-bulan di luar musim pertanaman untuk menghasilkan serat yang sepanjang pertumbuhannya tidak pernah terpapar panjang hari lebih dari 12,5 jam dengan segala lingkungan

(4)

agroklimat yang menyertainya. Berdasarkan sifat tersebut, untuk mendapatkan varietas unggul kenaf yang berdaya hasil serat tinggi seleksi seharusnya dilakukan pada hari panjang, sebagaimana disarankan oleh Ceccarelly et al. (1998), bahwa seleksi akan lebih efektif bila dilakukan pada kondisi lingkungan tempat tanaman akan dikembangkan. Pada situasi saat seleksi hanya dilakukan pada hari panjang saja maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan varietas unggul baru. Oleh karena itu untuk memperpendek proses seleksi, apakah seleksi dapat dilakukan juga pada hari pendek?

Seleksi pada hari pendek telah diterapkan oleh Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) dengan metode pedigree mulai generasi F2 – F7.

Seleksi hanya dilakukan pada hari pendek saja tanpa diseleksi pada hari panjang. Dengan cara seleksi demikian telah dihasilkan 5 varietas kenaf berumur dalam yang semuanya berasal dari kombinasi persilangan Hc 48 x G4 dengan umur 10 – 20 hari lebih dalam dibandingkan tetua berumur dalam (varietas G4). Hal ini menunjukkan bahwa seleksi pada hari pendek cukup efektif. Namun demikian, seleksi pada hari pendek yang sebagai ikutannya memperpanjang umur tidak dapat terus dilakukan karena akan menyulitkan pengadaan benihnya, di samping mengurangi produktivitas lahan per satuan waktu. Oleh karena itu perlu kajian yang lebih mendalam tentang efektivitas seleksi pada hari pendek untuk menghasilkan varietas unggul baru berproduktivitas tinggi, mengingat karakteristik lingkungan hari pendek sangat berbeda dengan lingkungan pada hari panjang. Mirzawan (1997) mengemukakan bahwa pengetahuan tentang karakteristik lingkungan seleksi (lingkungan pengujian) dan lingkungan target (lingkungan

(5)

produksi) sebagai areal/lingkungan pengembangan varietas yang telah diseleksi merupakan faktor penting yang menentukan keefektivan dan efisiensi seleksi.

Secara prinsip ada 2 hal untuk menilai kehandalan suatu lingkungan sebagai lingkungan seleksi, yaitu: (a) nilai heritabilitas (h2) lingkungan seleksi dibandingkan h2 lingkungan target; dan (b) nilai korelasi genetik (rg) antara

lingkungan seleksi dengan lingkungan target (Falconer dan Mackay, 1996). Semakin besar nilai h2 lingkungan seleksi dibandingkan dengan lingkungan target maka seleksi akan semakin efisien. Demikian juga semakin besar nilai rA maka

seleksi akan semakin efisien.

Beberapa peneliti telah mengkaji efisiensi seleksi di lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan pengembangannya berdasarkan nilai h2 dan rg,

yang umumnya kajiannya diarahkan pada lingkungan optimum dan tercekam, sedangkan kajian yang diarahkan pada seleksi di lingkungan hari pendek dan hari panjang masih sulit ditemukan. Kesimpulan yang diperoleh masih berbeda-beda. Keneni et al. (2001) pada Vicia faba L., Frey (1964) dan Allen et al. (1978) pada gandum dan Avena sativa atau Banzinger et al. (1997) pada jagung menemukan bahwa nilai h2 pada lingkungan optimum lebih tinggi dibanding pada lingkungan tercekam. Pada kondisi lingkungan yang optimum, penyandian genetik juga akan lebih optimum (van Sanford dan Matzinger, 1983), sehingga menyebabkan lebih tingginya nilai duga varians genetik ( 2)

g 2 g . Selanjutnya 2 g 2 g dan h 2 yang tinggi

menyebabkan tingginya nilai duga kemajuan genetik (KG) akibat seleksi. Hal senada juga dikemukakan oleh Ceccarelli (1994; 1996), bahwa h2 daya hasil umumnya lebih kecil jika seleksi dilakukan pada lingkungan tercekam. Namun

(6)

hal berbeda ditemukan oleh beberapa peneliti, seperti Atlin dan Frey (1989) serta Pederson dan Rathjen (1981) yang memperoleh h2 yang lebih tinggi jika seleksi dilakukan pada lingkungan tercekam dibandingkan dengan seleksi yang dilakukan pada kondisi lingkungan optimum.

Pada tanaman kenaf, informasi mengenai nilai heritabilitas (h2) pada lingkungan hari panjang dan hari pendek serta korelasi genetik (rg) nya dan

efisiensi seleksi pada lingkungan hari pendek untuk perbaikan daya hasil serat masih perlu diteliti.

1.2 Permasalahan Penelitian

Dari uraian tersebut di atas dapat disusun permasalahan penelitian:

1. Apakah nilai heritabilitas pada hari pendek sama dengan heritabilitas pada hari panjang?

2. Apakah terdapat korelasi aditif antara lingkungan hari pendek dan hari panjang?

3. Apakah seleksi pada lingkungan hari pendek efisien untuk meningkatkan hasil serat tanaman kenaf yang dibudidayakan di hari panjang?

1.3 Keaslian Penelitian

Hasil penelitian tentang efisiensi seleksi pada hari pendek untuk meningkatkan hasil serat tanaman kenaf masih sulit ditemukan. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pendugaan parameter genetik termasuk heritabilitas untuk sifat hasil serat, namun pada umumnya penelitian hanya

(7)

dilakukan di hari panjang dan tidak diarahkan untuk menilai efisiensi seleksi pada hari pendek.

Sudjindro (1991) telah mengkaji genetika sifat hasil serat, tinggi tanaman, dan diameter batang dengan menggunakan persilangan dialel pada hari panjang dengan melibatkan tiga tetua. Hasil kajian menunjukkan bahwa heritabilitas untuk sifat hasil serat rendah. Hal ini disebabkan sifat hasil lebih dipengaruhi oleh varians dominan, sedangkan tinggi tanaman dan diameter batang memiliki heritabilitas sedang. Ishartati (2003) dalam kajian pendugaan parameter genetik untuk hasil serat dan komponennya dengan menggunakan uji skala gabungan yang dilakukan pada hari panjang menemukan bahwa terdapat varians epistasis yang cukup besar untuk sifat hasil serat sehingga menurunkan nilai duga heritabilitasnya. Nilai heritabilitas sifat dapat menggambarkan efektivitas dan efisiensi seleksi suatu sifat, namun hasil pendugaan parameter genetik dari hasil-hasil penelitian ini belum cukup menggambarkan efisiensi seleksi di hari pendek.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efisiensi seleksi pada hari pendek dalam upaya meningkatkan hasil serat tanaman kenaf.

1.5 Manfaat penelitian

Apabila seleksi pada lingkungan hari pendek dapat ditunjukkan efektif dan efisien, pelaksanaan seleksi untuk meningkatkan hasil serat dapat dilakukan sepanjang tahun sehingga memperpendek waktu seleksi dari 10 – 12 tahun menjadi 5 – 6 tahun.

Referensi

Dokumen terkait

Anda adalah seorang dokter umum yang bekerja di Puskesmas Y Pernyataan 1: WAKTU 10 MENIT... Kartono, 56 tahun, datang dengan keluhan buang air kecil berwarna merah kecoklatan

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari

MT, selaku Dosen Pembimbing II yang meluangkan waktu, membimbing skripsi saya dengan baik, memberikan arahan dan ide-ide dalam penyelesaian skripsi serta memberikan

(3) Bagi pejabat pengelola dan pegawai BLUD yang berstatus PNS, gaji pokok dan tunjangan mengikuti peraturan perundangan-undangan tentang gaji dan tunjangan

Sediaan krim ekstrak ikan kutuk memberikan efek yang sama dengan efek yang diberikan oleh Bioplacenton, hal ini ditunjukkan dengan pada hari ke-7, rerata jumlah makrofag

Jika terdapat bukti objektif bahwa kerugian penurunan nilai telah terjadi atas pinjaman yang diberikan dan piutang atau investasi dimiliki hingga jatuh tempo yang

Dalam penelitian ini digunakan metode Fuzzy Sliding Mode, dimana error dan delta error sebagai masukan pada kontrol Sliding Mode dan sekaligus sebagai masukan

Theaflavin yang terkandung dalam teh hitam memiliki potensi dalam memproduksi NO dan vasorelaksasi yang lebih tinggi dari EGCG yang terkandung dalam katekin,