• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Hakekat Matematika

Matematika timbul karena olah pikir manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Dalam dunia keilmuan matematika berperan dalam bahasa simbolik atau sarana komunikasi yang cermat, jelas dan tepat. Dalam hal ini matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika dan matematika memungkinkan sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis dan juga menyajikan pernyataan dalam bentuk model matematika yang ringkas dan jelas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, “Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. (2005:723)

Jamas dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Sedangkan, Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol yang padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

(Ruseffendi, 1992 : 27-28) Kline yang dikutip oleh Abdurrahman mengemukakan, “Matematika merupakan bahasa simbolis dimana ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif” (1999:252). Hal lain tentang matematika dikemukakan oleh Johnson dan Myklebust yang dikutip oleh Abdurrahman, ”Matematika adalah bahasa simbolis yang bersifat praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk berfikir” (1999:252). Dengan demikian, banyak ahli yang beranggapan bahwa matematika mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan berfikir logis. commit to user

(2)

Soedjadi (2000) menyebutkan beberapa karakteristik matematika adalah : 1) Memiliki objek kajian abstrak

Objek kajian tersebut meliputi : a) Fakta

Fakta adalah konvensi-konvensi yang diungkapkan dengan simbol tertentu.

b) Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek.

c) Operasi atau relasi

Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lain.

d) Prinsip

Prinsip adalah objek matematika yang kompleks, terdiri atas beberapa fakta dan konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi.

2) Bertumpu pada kesepakatan 3) Berpola pikir deduktif

4) Memiliki simbol yang kosong dari arti 5) Memperhatikan semesta pembicaraan 6) Konsisten dalam sistemnya

(hlm.13) Matematika mempunyai daya abstraksi yang begitu tajam terhadap berbagai permasalahan sehingga wajar bahwa matematika mampu membantu perkembangan bidang-bidang ilmu sosial maupun ilmu pengetahuan alam. Tidak terdapat definisi tunggal dari matematika yang telah disepakati. Meski demikian, setelah sedikit mendalami masing-masing definisi yang saling berbeda itu, dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang mempelajari tentang bilangan-bilangan, kalkulasi, penalaran logis, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir.

2. Kemampuan Problem Solving Siswa a. Kemampuan

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan atau mengartikan istilah kemampuan, salah satunya adalah Robbins yang mengungkapkan bahwa kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas commit to user

(3)

dalam suatu pekerjaan. Disebutkan pula bahwa pengertian lain dari kemampuan adalah sebuah penelitian atas apa yang telah dilakukan seseorang (2008: 57).

Dalam penelitian ini, kemampuan diartikan sebagai kapasitas seorang individu dalam hal ini siswa, untuk melakukan suatu upaya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Permasalahan dalam hal ini tentunya permasalahan yang berupa soal matematika yang berbentuk soal problem solving. Upaya siswa yang dimaksud dapat berupa bagaimana siswa mengetahui dalam menganalisis masalah, merencanakan penyelesaian sampai dengan menyelesaikan masalah tersebut.

Kemampuan dalam penelitian ini tidak diartikan sebagai penilaian berupa angka terhadap hasil belajar siswa yang cenderung hanya memberikan skor terhadap tingkat kemampuan siswa dalam menjawab soal. Namun lebih kepada keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah berdasarkan langkah-langkah yang telah digunakan.

b. Pengertian Masalah Matematika

Masalah matematika berbeda dengan soal matematika. Suatu soal matematika belum tentu merupakan masalah. Menurut Hudojo (dalam Tarigan, 2012: 12), suatu soal matematika dapat dikatakan masalah jika soal itu tidak dapat diselesaikan secara langsung dengan rumus-rumus atau prosedur-prosedur biasa yang telah tersedia. Jadi, untuk menyelesaikan atau mengerjakan suatu masalah matematika diperlukan beberapa tahap-tahap yang melibatkan rumus-rumus tertentu untuk mencari penyelesaiannya. Lebih lanjut, banyak ahli pendidikan berpendapat bahwa suatu soal atau pertanyaan dapat merupakan masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku (Shadiq,2004: 12)

Dalam Sumardyono (2007) disebutkan bahwa ciri-ciri suatu soal disebut “problem” dalam hal ini paling tidak memuat 2 hal yaitu:

1) soal tersebut menantang pikiran (challenging),

2) soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine). (hlm.1)

(4)

Hal ini dipertegas oleh Becker & Shimada (dalam McIntosh, R & Jarret, D., 2000: 5) sebagai berikut:

Genuine problem solving requires a problem that is just beyond the student’s skill level so that she will not automatically know which solution method to use. The problem should be nonroutine in that student perceives the problem as challenging and unfamiliar, yet not insurmountable.

Pemecahan masalah sejatinya memerlukan suatu masalah yang melebihi tingkat kemampuan siswa sehingga mereka tidak secara otomatis tahu metode penyelesaian mana yang akan digunakan. Permasalahan yang diberikan haruslah permasalahan yang nonroutine dalam arti siswa merasa permasalahan tersebut adalah permasalahan yang menantang dan tidak biasa, yang belum pernah teratasi sebelumnya.

Selanjutnya dalam Departement of Mathematics and Computer Science (1993) seperti yang dikutip dalam Sumardyono (2007), mengemukakan lima tipe soal matematika:

1) Soal-soal yang menguji ingatan (memory). 2) Soal-soal ang menguji keterampilan (skills).

3) Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang biasa (familiar).

4) Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar) – mengembangkan strategi untuk masalah yang baru.

5) Soal-soal yang membutuhkan ekstensi (perluasan) keterampilan atau teori yang kita kenal sebelum diterapkan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar).

Soal tipe 1, 2, dan 3 termasuk pada kelompok soal rutin (routine

problems), dimana soal-soal tipe ini tidak dapat meningkatkan

keterampilan siswa dalam pemecahan masalah. Soal-soal dengan tipe 4 dan 5 merupakan soal-soal dalam kelompok non-rutin (non-routine

problems) yang banyak mengasah kemampuan pemecahan masalah.

(hlm.2) Sumardyono juga menyebutkan bahwa sebuah soal dikatakan bukan “masalah” bagi seseorang umumnya bila soal tersebut terlalu mudah baginya. Suatu soal bersifat mudah, biasanya karena soal tersebut telah sering (rutin) dipelajari dan bersifat teknis (2007: 4).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah matematika adalah suatu persoalan dalam matematika dimana seseorang tidak dapat langsung commit to user

(5)

menyelesaikan persoalan tersebut dengan prosedur-prosedur biasa yang telah tersedia, dan biasanya adalah persoalan yang menantang (challenge) dan tak biasa (unfamiliar).

c. Problem Solving (Pemecahan Masalah)

Problem solving atau pemecahan masalah secara sederhana adalah proses

penerimaan masalah sebagai tantangan untuk memecahkannya. Menurut Polya dalam Herman Hudojo (2003: 87) (dalam Al-Badri, 2012) bahwa pemecahan masalah dapat diartikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berpikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.

Menurut Branca dalam Krulik, S. & Reys, R. E. (1980), terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving dalam pembelajaran matematika, yaitu:

1) problem solving sebagai tujuan (as a goal),

“When problem solving is considered a goal, it is independent of specific problems, of procedures or methods, and mathematical content. The important consideration here is that learning how to solve problems in the primary reason for studying mathematics.” Ketika problem solving

dipandang sebagai tujuan pembelajaran, maka ia tidak tergantung pada masalah-masalah khusus, prosedur atau metode, dan hal-hal yang diajarkan dalam matematika. Anggapan yang penting dalam problem

solving sebagai tujuan pembelajaran adalah pembelajaran tentang

bagaimana menyelesaikan masalah merupakan alasan utama belajar matematika.

2) problem solving sebagai proses (as a process),

... defined problem solving as the process of applying previously acquired knowledge to new and unfamiliar situations. ...What is considered important in this interpretations is the methods, procedures, strategies, and heuristics that students use in solving problems. These parts of the problem solving process are its essence and as such become

(6)

mendefinisikan bahwa problem solving sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang diperoleh sebelumnya pada situasi yang baru dan tidak biasa. Anggapan yang penting dalam problem solving sebagai proses adalah metode, prosedur, strategi, dan heuristik yang digunakan siswa dalam memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah itu sendiri merupakan inti dan sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika. 3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a basic skill).

In interpreting problem solving as a basic skill, one is forced to considered specification of problem content, problem types, and solution methods. The focus is on the essentials of problem solving that all students must learn, and difficult choices need to be made regarding the problems and techniques to be used.

Interpretasi problem solving sebagai keterampilan dasar yaitu bahwa siswa haruslah mempertimbangkan isi dari masalah-masalah tertentu, tipe-tipe masalah, dan metode-metode penyelesaian masalah. Fokus dalam

problem solving sebagai keterampilan dasar ini adalah sifat-sifat dasar

dalam pemecahan masalah yang harus dipelajari oleh semua siswa, dan pilihan sulit yang harus dibuat berkenaan dengan masalah serta teknik-teknik yang akan digunakan dalam pemecahan masalah.

Pemecahan masalah merupakan tujuan yang penting dalam pembelajaran matematika. Polya mengungkapkan beberapa alasan mengapa problem solving menjadi hal yang penting dalam pembelajaran, yaitu: 1) siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua dan setiap orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Oleh karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar siswa dapat menyelesaikan problematika kehidupannya dalam arti yang luas maupun sempit, 2) matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian, maka dengan sifat-sifat matematika ini diharapkan siswa terasah kemampuan berpikir logis dan berpikir strategiknya, dimana kemampuan-kemampuan ini merupakan kemampuan dasar dalam pemecahan masalah (Sumadyono, 2007: 7). commit to user

(7)

Kemampuan problem solving merupakan kemampuan yang tidak mudah dicapai, namun dikarenakan kepentingan dan kegunaannya maka kemampuan

problem solving ini hendaknya diajarkan kepada siswa pada semua tingkatan. Hal

ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2006) yang mengemukakan bahwa kemampuan problem solving amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan hal ini, Ruseffendi (2006) mengemukakan beberapa alasan soal-soal tipe problem solving diberikan kepada siswa,yaitu :

1) Dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat kreatif;

2) Di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung dan lain-lain), disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pernyataan yang benar;

3) Dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru;

4) Dapat meningkatkan aplikasi baru dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya;

5) Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sistesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya;

6) Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran yang lain.

(hlm.341) Dengan demikian, pembelajaran matematika di sekolah perlu mengupayakan agar siswa mempunyai kemampuan memecahkan masalah dan menjadi pemecah masalah yang baik.

Dalam karyanya Malone (NCTM, 2000: 209) mengkategorikan secara operasional bagaimana kemampuan problem solving siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Kemampuan menyelesaikan soal terbagi atas beberapa kategori yaitu tidak ada respon (noncommentcement), mendekati permasalahan (approach), mengetahui isi pokok permasalahan (substance), berhasil (result), penyelesaian (completion).

(8)

1) Tidak ada respon (noncommentcement)

Siswa tidak bisa memahami masalah yang dikemukakan soal, terlihat jika siswa yang sama sekali tidak menjawab soal, menjawab soal dengan sesuatu yang sama sekali tidak berkaitan dengan yang ditanyakan, atau hanya menulis ulang soal.

2) Mendekati permasalahan (approach)

Siswa melakukan sesuatu yang menunjukkan bahwa dia sudah memahami masalah yang dikemukakan soal, namun karena kurangnya bekal materi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut siswa tidak mampu melanjutkan pada pemecahan masalah. Siswa telah mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal.

3) Mengetahui isi pokok permasalahan (substance)

Jawaban siswa sudah menunjukkan logika berpikir yang rasional, namun karena kurangnya penguasaan konsep siswa melakukan kesalahan yang fatal.

4) Berhasil (result)

Masalah yang dikemukakan soal sudah hampir diselesaikan oleh siswa seandainya siswa tidak melakukan kesalahan kecil yang mengakibatkan jawabannya menjadi salah. Kesalahan yang dilakukan biasanya karena siswa kurang cermat dalam pengoperasian soal.

5) Penyelesaian (completion)

Siswa sudah sepenuhnya mampu menyelesaikan soal yang diberikan. Metode pengerjaan yang digunakan jelas diaplikasikan untuk menghasilkan jawaban yang valid.

3. Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal merupakan hasil belajar yang didapat sebelum mendapat kemampuan yang lebih tinggi.Menurut Al-Jawi (2011),

Kemampuan awal juga bisa disebut dengan prior knowledge (PK). PK merupakan langkah penting di dalam proses belajar, dengan demikian setiap guru perlu mengetahui tingkat PK yang dimiliki para peserta didik. Dalam proses pemahaman, PK merupakan faktor utama yang akan commit to user

(9)

mempengaruhi pengalaman belajar bagi para peserta didik. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa lingkungan belajar memerlukan suasana stabil, nyaman dan familiar atau menyenangkan. Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus memberikan suasana yang mendukung keingintahuan peserta didik, semangat untuk meneliti atau mencari sesuatu yang baru, bermakna, dan menantang. Menciptakan kesempatan yang menantang para peserta didik untuk ”memanggil kembali” PK merupakan upaya yang esensial. Dengan cara-cara tersebut maka pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk mengubah pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang penuh makna dan memulai perjalanan untuk menghubungkan berbagai jenis kejadian/peristiwa dan bukan lagi mengingat-ingat pengalaman yang ada secara terpisah-pisah. Dalam seluruh proses tadi, PK merupakan elemen esensial untuk menciptakan proses belajar menjadi sesuatu yang bermakna (4).

Seperti dikatakan Hamalik, dengan melakukan penelaahan kemampuan awal siswa sebelum melakukan pembelajaran, guru dapat memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tetang kemampuan awal siswa, yang berfungsi sebagai prerequisite (prasyarat) bagi bahan baru yang akan disampaikan. Diharapkan bahan baru itu tidak terlalu mudah atau tidak terlampau sulit bagi siswa untuk mempelajarinya. Yang lebih baik adalah bahan baru itu merupakan kelanjutan prerequisite (prasyarat) yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya. Dengan demikian diharapkan dapat tercapai tingkat keberhasilan belajar secara optimal (2003: 38).

Sedangkan Winkel mengemukakan, “Setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolaknya sendiri atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu (tingkah laku awal) untuk dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan tujuan instruksional (tingkah laku final). Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal proses belajar mengajar tertentu (tingkah laku awal), mempunyai relevansi terhadap penentuan, perumusan dan pencapaian tujuan instruksional (tingkah laku final)” (1996: 134).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa berpengaruh pada kemampuan siswa berikutnya. Seorang siswa yang mempunyai kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal dalam proses pembelajaran.

(10)

4. Tinjauan Materi

Salah satu pokok bahasan matematika yang diajarkan di kelas VII SMP pada semester ganjil adalah bilangan pecahan. Seperti pada bab bilangan pada umumnya, pecahan juga memiliki operasi. Operasi pecahan yang dibahas di kelas VII adalah operasi pada pecahan dan operasi pada desimal.

a. Operasi pada Pecahan 1) Penjumlahan pecahan

Untuk sebarang pecahan b a dan b c dengan b 0, b a + b c = b c a 

, dengan a, b, dan c adalah sembarang bilangan bulat. Jika pecahan - pecahan yang akan dijumlahkan memiliki penyebut yang berbeda, terlebih dahulu disamakan penyebutnya dengan menggunakan KPK dari penyebut-penyebutnya.

2) Pengurangan pecahan Untuk sebarang pecahan

b a dan b c dengan b 0, b a - b c = b c a 

, dengan a, b, dan c adalah sembarang bilangan bulat. Jika pecahan - pecahan yang akan dikurangkan memiliki penyebut yang berbeda, terlebih dahulu disamakan penyebutnya dengan menggunakan KPK dari penyebut-penyebutnya.

3) Perkalian pecahan

Untuk sebarang pecahan b a

dan d c

dengan b 0 dan d 0, maka

berlaku: b a x d c = d b c a  

, . dengan a, b, c, dan d adalah sembarang bilangan bulat.

(11)

4) Pembagian pecahan

Untuk sebarang pecahan b a

dan d c

dengan b 0 dan d 0, maka

berlaku: b a : d c = d c b a = c d d c c d b a   = 1 c d b a  = c d b a  , dengan a, b, c, dan d

adalah sembarang bilangan bulat. b. Operasi pada Desimal

1) Penjumlahan dan Pengurangan pada Desimal

Untuk menjumlahkan atau mengurangkan bilangan-bilangan dalam bentuk desimaal, angka ratusan, puluhan, satuan, persepuluhan, dan

seterusnya masing-masing harus diletakkan pada satu lajur, sehingga

tanda koma akan terletak pada satu lajur. contoh :

Hitunglah hasil operasi hitung berikut. a) 28,62 + 2,27 b) 54,36 – 36,68 + 8,21 Penyelesaian : a) 2 8 , 6 2 b) 5 4 , 3 6 2 , 2 7 + 3 6 , 6 8 - 3 0 , 8 9 1 7 , 6 8 8 , 2 1 + 2 5 , 8 9 2) Perkalian dalam Bentuk Desimal

Banyak tempat desimal dari hasil kali bilangan-bilangan desimal diperoleh dengan menjumlahkan banyak tempat desimal dari pengali-pengalinya.

contoh :

Hitunglah hasil perkalian berikut. 1,52 x 7,6

(12)

Penyelesaian :

Cara I

1,52 x 7,6 = x = = . = 11,552

Cara II

1,52 ( 2 angka di belakang koma ) 7,6 x ( 1 angka di belakang koma ) 91 2

1064 +

11,552 ( 2 + 1 = 3 angka di belakang koma ) 3) Pembagian dalam Bentuk Desimal

Hasil pembagian desimal dengan 10, 100, 1.000, 10.000 dan seterusnya dapat ditentukan dengan cara menggeser tanda koma ke kiri menurut banyak angka nol.

contoh : Hitunglah hasilnya. a) 3456,78 : 100 b) 0,96 : 1,6 Penyelesaian : a) 3456,78 : 100 = 34,5678

( Tanda koma bergeser ke kiri sebanyak 2 angka ) b) 0,96 : 1,6 Cara I Cara II 0, 96 : 1,6 = : 0, 96 : 1,6 = , , = x = , , = = = 0,6 = = 0,6

(Adinawan dan Sugijono, 2004: 42 - 92)

(13)

B. Kerangka Berpikir

Keberhasilan proses belajar mengajar dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswanya. Sedangkan prestasi belajar tersebut merupakan hasil dari proses panjang kegiatan pembelajaran yang dapat diukur/dievaluasi melalui tes sehingga dapat dilihat pula seberapa jauh kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan/soal-soal yang diberikan.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan dimana matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak, serta memerlukan penalaran atau proses berpikir logis. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar orang menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya prestasi belajar matematika di sekolah-sekolah dasar dan menengah karena kurangnya tingkat pemahaman yang dimiliki siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta, materi yang masih dianggap sulit dan prestasinya belum memuaskan adalah pecahan. Menurut pengalaman guru saat membelajarkan materi pecahan, kebanyakan siswa kurang cermat dalam pengoperasian bilangan pecahan terutama untuk soal-soal yang dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti yang tercantum dalam tujuan KTSP bahwa problem solving merupakan salah satu tujuan utama yang harus dicapai dalam suatu pembelajaran, sehingga mau tidak mau mengharuskan guru maupun siswa untuk berperan aktif dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Terlebih kepada guru yang notabene sebagai perancang strategi pembelajaran. Guru harus bisa mengarahkan rasa keingintahuan siswanya dalam memahami soal-soal tipe problem solving untuk kemudian mengidentifikasi masalah-masalahnya, menganalisis ide-ide pemecahan masalah serta menemukan jawaban dari masalah yang telah diketahui sebelumnya. Dalam hal ini siswa dituntut agar senantisa cermat dan jeli terhadap masalah-masalah yang terdapat dalam soal-soal tipe problem solving. Sehingga diharapkan siswa terbiasa mengasah kemampuannya masing-masing, baik untuk menyelesaikan permasalahan matematika ataupun bidang yang lain.

(14)

Menurut Malone, untuk mengukur kemampuan problem solving seseorang kita dapat melakukannya dengan memberikan soal-soal nonroutine yang prosedur penyelesainnya tidak biasa/belum pernah diberikan oleh guru sebelumnya. Sehingga dapat dilihat sejauh mana kemampuan anak dalam memahami dan menganalisa soal serta mengaplikasikan konsep-konsep yang telah diterima sebelumnya untuk kemudian merangkainya menjadi sebuah jawaban yang valid.

Malone mengkategorikan kemampuan problem solving siswa dalam beberapa level yaitu tidak ada respon (noncommencement), mendekati permasalahan (approach), mengetahui isi pokok permasalahan (substance), berhasil (result), dan penyelesaian (completion). Jadi dari setiap jawaban yang ditampilkan siswa, guru dapat menggolongkan siswanya ke dalam kategorinya masing-masing. Sehingga nantinya guru akan lebih terarah dalam memberikan fokus pembelajaran.

Kemampuan seseorang untuk merespon suatu materi pelajaran sudah pasti berbeda-beda tingkatannya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor-faktor yang ada dalam diri masing-masing siswa, sedangkan faktor ekstern meliputi hal-hal yang berada di luar siswa termasuk lingkungan. Salah satu faktor intern yang sangat berpengaruh dalam kemampuan merespon seseorang adalah kemampuan awal, dimana kemampuan awal merupakan hasil belajar yang didapat sebelum mendapat kemampuan yang lebih tinggi.

Dalam proses pemahaman, kemampuan awal merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi pengalaman belajar bagi para peserta didik. Kemampuan awal inilah yang nanti akan dikembangkan melalui proses belajar mengajar menjadi kemampuan yang sesuai dengan tujuan instruksional pembelajaran. Guru diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk mampu mengubah pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang penuh makna serta membantu mengintegrasikan dan merelasikan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk kemudian dikombinasikan dalam pemecahan masalah, sehingga pengetahuan yang commit to user

(15)

diperolehnya tidak lagi terpisah-pisah. Dalam hal ini kemampuan awal siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa dalam menguasai konsep bilangan bulat. Untuk dapat menguasai dan mengoperasikan pecahan dan desimal, hal dasar yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan pengoperasian pada bilangan bulat. Sehingga dapat dipandang bahwa kemampuan siswa dalam menguasai konsep dan mengoperasikan bilangan bulat akan mempengaruhi kemampuan problem solving pada pecahan dan desimal. Siswa yang memiliki kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan awal yang kurang baik dalam proses pembelajaran, akibatnya siswa yang memiliki kemampuan awal yang baik dimungkinkan juga akan memiliki kemampuan problem solving yang baik pula bila dibandingkan dengan siswa yang kemampuan awalnya kurang.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penting bagi guru untuk mengetahui sejauh mana kemampuan problem solving siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika, khususnya pada materi pecahan ditinjau dari kemampuan awal siswa. Untuk itu, guru dapat melatihnya dengan memberikan soal-soal problem solving matematika yang berupa soal tipe

nonroutine. Permasalahan atau soal problem solving yang diberikan biasanya

berbentuk essay (uraian) sehingga siswa dapat dengan bebas menuangkan idenya untuk menjawab soal atau permasalahan tersebut. Dari jawaban-jawaban yang ada kemudian dianalisis dan disesuaikan dengan pengkategorian level individual menurut Malone dan tingkat kemampuan awal siswa. Dengan hasil analisis yang ditampilkan guru dapat mengetahui seberapa jauh kemampuan problem solving siswa dalam menyelesaikan permasalahan pecahan ditinjau dari kemampuan awal siswa. Dan diharapkan dengan mengetahui tingkat kemampuannya, guru dapat mengidentifikasikan hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi kemampuan

problem solving siswanya.

Referensi

Dokumen terkait

Jika produk ini mengandung komposisi bahan dengan batas paparan; pemantauan personal area kerja atau biologi mungkin diperlukan untuk menentukan efektifitas ventilasi atau

Capaian Pembelajaran : KU1: Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan

Meningkatnya kebutuhan trasnportasi bahan dan/atau brang berbahaya dengan menggunakan pesawat udara bila mana tidak diawasi dengan cermat, dapat mempunyai dampak negatif

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pengaruh Interaksi Virtual dan Ekuitas Merek Nex Carlos Terhadap Minat Beli Pengikutnya di Instagram maka diperoleh hasil bahwa

Aturan-aturan telah menjadi landasan bagi KJRI Davao City dalam mengeluarkan kebijakan dan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat keturunan Indonesia di

Pokok permasalahan penelitian ini adalah apakah komunikasi, penempatan dan kepemimpinan berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap konflik karyawan pada

Perilaku merokok pada remaja saat ini sudah tidak tabu lagi, dimanapun tempat tidak sulit menjumpai anak remaja dengan kebiasaaan merokok.Orang tua mempunyai pengaruh

Soft Copy Selama Berlaku 8 DPA Murni Bidang Persandian dan Statistik Tahun 2020 SEKRETARIS DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROV.. KALBAR Kabid Persandian dan