BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lean Manufacturing
2.1.1 Sejarah Lean Manufacturing
Persaingan dan permintaan konsumen mendorong adanya evolusi industri. Perusahaan berusaha mencapai sistem produksi yang lebih baik, cepat, murah dan fleksibel. Perubahan ini dapat dipecah menjadi beberapa periode evolusi produksi yang lebih spesifik, yaitu: sistem produksi pengrajin (craft
production), sistem produksi massal (mass production) dan sistem produksi lean
(lean production) (Nicholas, 1998).
Sistem produksi pengrajin menggunakan pekerja yang memiliki tingkat keterampilan tinggi dan menggunakan alat yang sederhana tapi fleksibel untuk membuat produk yang sesuai dengan permintaan pelanggan. Kelemahannya adalah untuk memproduksi produk yang khusus tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar. Setelah revolusi industri dengan ditemukannya mesin uap tahun 1769 maka mulai dikembangkan sistem produksi massal. Sistem produksi massal menggunakan pekerja dengan tingkat keahlian yang rendah untuk merancang produk dengan menggunakan single purpose machines yang mahal.
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Ford, sebuah produsen mobil di Amerika Serikat yang membuat sejumlah model yang terbatas dalam kuantitas yang sangat besar. Inilah sebabnya mengapa semua mobil Ford model T pada mulanya berwarna hitam. Pada sistem produksi massal dilakukan standardisasi sehingga volume produksi yang tinggi dapat diproduksi dengan biaya yang rendah, tapi hal ini menyebabkan variasi produk yang rendah. Bagi pekerja hal ini berarti proses produksi merupakan kegiatan yang monoton dan tidak inspiratif.
Pada tahun 1930-an, pemimpin dari Toyota Motor Company, mengunjungi pabrik Ford dan melakukan studi tentang sistem produksi massal di pabrik Ford tersebut dalam rangka meningkatkan sistem produksinya. Sistem produksi massal yang dilakukan oleh Ford hanya dapat dilakukan untuk volume produksi yang besar dan memiliki variasi produk yang terbatas. Jadi sistem produksi ini bukan hanya tidak fleksibel tapi juga sulit untuk beradaptasi dengan situasi yang ada. Pada saat itu, Jepang hanya memiliki pasar yang kecil untuk mobil dibandingkan dengan pasar Amerika Serikat. Pasar yang kecil berarti volume produksi yang diperlukan untuk memenuhi pesanan pelanggan juga kecil.
Pada tahun 1950, para pemimpin Toyota melakukan kunjungan studi ke beberapa perusahaan manufaktur di Amerika dan mereka berharap akan kagum dengan kemajuan manufaktur Amerika. Akan tetapi para pemimpin itu merasa terkejut bahwa perkembangan sistem produksi massal di Amerika tidak banyak berubah sejak tahun 1930-an. Bahkan mereka menemukan banyak sekali kekurangan di sistem produksi tersebut. Para pemimpin melihat sistem akuntansi tradisional yang menghargai manajer yang memproduksi produk berlebih, proses produksi yang tidak mengalir secara merata, sehingga barang cacat yang
tersembunyi dalam batch besar ini mungkin tidak akan ditemukan selama berminggu-minggu. Tempat kerja tidak tertata dan berada di luar kendali. Pabrik lebih tampak seperti gudang, sehingga Toyota melihat adanya kesempatan untuk mengejar perusahaan Amerika.
Taiichii Ohno yang mendapat tugas dari Toyota untuk mengembangkan sistem untuk meningkatkan produktivitas di perusahaan, akhirnya menemukan bahwa yang perlu dikuasai oleh Toyota adalah proses produksi yang mengalir secara kontinu. Contoh terbaik yang ada pada saat itu adalah jalur perakitan bergerak milik Ford. Dengan menggunakan prinsip manajemen ilmiah yang dipelopori oleh Frederick Taylor, Ford juga bergantung pada studi tentang time
studies, tugas pekerja yang sangat terspesialisasi, dan pemisahan antara
perencanaan yang dilakukan oleh para insiniyur dan pelaksanaan oleh para pekerja. Dalam bukunya, Ford menekankan pentingnya menciptakan aliran material yang tidak terputus sepanjang proses, menstandarisasikan proses, dan menghilangkan pemborosan. Namun sementara ia mengkotbahkan hal itu, perusahaannya tidak selalu mempraktekkannya. Hal inilah yang membantu Toyota menghasilkan suatu penemuan penting, yakni sistem yang berorientasi terhadap proses, saat ini dikenal sebagai Toyota Production System (TPS) atau
Lean Manufacturing (Liker, 2004). Ide dasar dari sistem ini adalah bagaimana
meminimasi penggunaan sumber daya yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk. Agar dapat bersaing dalam persaingan pasar yang ketat saat ini, maka perusahaan manufaktur di Amerika akhirnya menyadari bahwa konsep tradisional dari mass production harus diadaptasi kedalam ide-ide baru Lean Manufacturing. Studi yang dilakukan di Massachusetts Institute of Technology mengenai
pergerakan dari mass production menuju sistem Lean Manufacturing, seperti yang dijelaskan dalam buku “The Machine That Changed the World” (Womack et al., 1991) memperkenalkan lean production sebagai suatu istilah yang telah digunakan Toyota yang berfokus pada pengurangan lead time dengan pengurangan waste pada setiap tahapan proses untuk mendapatkan kualitas terbaik dengan biaya rendah.
2.1.2 Definisi Lean Manufacturing
Lean manufacturing adalah suatu metode untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan dengan cara membuat semua proses menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang diperlukan pula (Ristono, 2010).
Sedangkan menurut The National Institute of Standards and Technology (NIST) lean manufacruting adalah :
“A systematic approach to identifying and eliminating waste through
continuous improvement, flowing the product at the pull of the customer in pursuit of perfection.”
Walaupun definisi tersebut singkat, namun setidaknya ada tiga hal yang terkadung dalam definisi tersebut.
1. Pendekatan menuju lean harus sistematis 2. Strategi lean fokus pada eliminasi waste.
Prinsip utama dari Lean manufacturing adalah untuk mengurangi waste pada operasi seperti lead time yang lama, cacat serta pemborosan bahan.
2.1.3 Ciri – ciri Lean
Ada tiga ciri utama perusahaan yang menerapkan Lean manufacturing (Liker, 2004) :
1. Kecepatan produksi diatur sedemikian rupa sesuai dengan permintaan konsumen.
Perusahaan yang menerapkan lean manufacturing mampu berproduksi mengikuti permintaan pasar. Ini berarti bahwa efisiensi lintasan produksi sangat tinggi.
2. Pull system
Perusahaan yang menerapkan lean manufacturing melakukan produksi hanya jika ada permintaan dari konsumen.
3. Lot kecil
Melakukan produksi per unit dari awal hingga akhir atau dalam istilah lain disebut one piece flow. Tujuannya adalah untuk menghindari menumpuknya produk setengah jadi diantara proses.
2.1.4 Langkah – langkah Implementasi Lean
Langkah – langkah dasar dalam mengimplementasikan Lean
manufacturing :
1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan perspektif pelanggan. 2. Mengidentifikasi value stream mapping untuk setiap produk.
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar, efektif dan efisien sepanjang proses value
stream menggunakan sistem tarik (pull system).
5. Melakukan peningkatan yang kontinu hingga mencapai kesempurnaan.
2.1.5 Konsep Dasar Lean Manufacture
Ide dasar dibalik sistem Lean Manufacturing, yang telah dipraktekkan selama bertahun-tahun di Jepang, mencakup eliminasi pemborosan, pengurangan biaya serta peningkatan kemampuan pekerja (Ohno dikutip Abdullah, 2003). Filosofi Jepang dalam menjalankan bisnis sangatlah berbeda dengan filosofi yang telah lama diterapkan di Amerika. Kepercayaan tradisional Barat beranggapan bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh keuntungan adalah dengan menambahkan keuntungan itu kedalam ongkos manufaktur agar dapat menaikkan harga jual seperti yang diinginkan. Sebaliknya pendekatan cara Jepang percaya bahwa konsumen merupakan generator harga jual. Semakin banyak kualitas yang dibangun kedalam suatu produk dan semakin banyak jasa yang ditawarkan, maka semakin besar juga harga yang rela dibayar oleh konsumen. Perbedaan antara biaya produk dan harga inilah yang disebut sebagai profit. Ilmu Lean
Manufacturing bekerja dalam setiap tahapan di value stream dengan
mengeliminasi pemborosan agar dapat mengurangi biaya, meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar dapat terus bersaing dalam pertumbuhan pasar global.
Konsep dasar dalam lean manufacturing dapat diringkas sebagai berikut (Mekong, 2004):
1) Pendefinisian waste (Pemborosan)
Seluruh aktivitas dalam menghasilkan produk dari tahap awal hingga tahap akhir dapat dikategorikan atas value added (yang memberikan nilai tambah) dan non-value added (tidak memberikan nilai tambah). Setiap proses yang non-value added dari sudut pandang konsumen harus dieliminasi.
2) Standarisasi proses
Lean menuntut adanya implementasi dari panduan produksi yang
rinci, disebut sebagai standarisasi kerja. Mengeliminasi variasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
3) Continuous flow
Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontiniu,
bebas dari bottlenecks, interruption, or waiting. Bila hal ini berhasil diimplementasikan maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga 90%.
4) Pull production
Disebut juga Just-in-Time (JIT) yang bertujuan memproduksi produk yang dibutuhkan dan pada waktu dibutuhkan.
5) Quality at the source
Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan
6) Continuous Improvement
Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap
untuk mengeliminasi pemborosan secara terus menerus.
2.2 Pemborosan (Waste)
Pemborosan (waste) dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi
output sepanjang value stream. Terdapat tujuh pemborosan (waste) yang dikenal
dalam dunia industri dan ikut mempengaruhi biaya produksi. Ketujuh jenis pemborosan tersebut yang dirumuskan oleh Ohno adalah (Hines dan Taylor, 2000).
1. Produksi yang berlebih (Over Production)
Over Production (produksi berlebih) adalah memproduksi melebihi
dari yang dibutuhkan, Over Production merupakan waste yang memberi dampak paling serius. Produksi yang berlebih mengakibatkan meningkatnya resiko menumpuknya barang lama, inventori yang berlebihan serta terganggunya aliran informasi dan material. Memproduksi sesuatu lebih awal serta dalam jumlah yang lebih besar dari pada yang dibutuhkan merupakan Over
Production.
2. Menunggu (Waiting)
Waiting (menunggu) adalah semua hal yang membuat aktivitas
terhenti, baik pada mesin maupun pekerja sehingga menimbulkan pemborosan. Dapat berupa proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan sedangkan pekerja hanya
mengamati mesin yang sedang berjalan, atau material yang keluar dari satu proses dan tidak langsung dikerjakan di proses selanjutnya.
3. Transportasi yang berlebih (Transportation)
Transportasi adalah perpindahan produk antar proses merupakan kegiatan yang tidak menambah nilai, dapat berupa pemborosan waktu karena jarak gudang atau bahan baku dari mesin satu ke mesin lainya yang terlampau jauh. Transportasi yang efisien adalah perpindahan yang dilakukan langsung menuju tempat dimana produk tersebut dapat langsung digunakan.
4. Proses yang berlebih (Over Processing)
Over Processing (proses yang tidak tepat) adalah melakukan proses
atau aktivitas yang tidak perlu dan tidak memberi nilai tambah pada produk hanya menambah biaya dan waktu produksi. Pemborosan ini sering kali ditimbulkan karena desain yang tidak tepat, alat yang tidak lengkap dan tidak tepat, serta tidak melakukan prosedur yang ada dengan baik. Pemborosan ini menyebabkan timbulnya
unnecessary motion dan memproduksi produk cacat,
ketidaksesuaian proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya.
5. Persedian yang tidak perlu (Unncessary Inventory)
Inventory adalah simpanan cadangan yang berlebih. Inventory
berlebih, adanya inventory berlebih membutuhkan perlakuan ekstra yang seharusnya bisa diminimalkan, seperti lokasi penyimpanan, administrasi, dan biaya. Dampak lain dari inventory adalah meningkatnya lead time.
6. Gerakan yang tidak perlu (Unnecessary Motion)
Unnecessary Motion adalah dapat berupa gerakan-gerakan yang
berlebih atau tidak diperlukan. Operator dapat terlihat sibuk padahal ia hanya mondar-mandir mengembalikan peralatan dan tidak memberi nilai tambah pada produk atau operator dalam keadaan membungkuk.
7. Produk cacat (Defect)
Defect (produk cacat) adalah hasil produksi yang tidak sesuai
dengan harapan, adanya proses pengerjaan ulang (rework) dan klaim dari pelanggan. Merupakan pemborosan karena perusahaan harus mengeluarkan biaya, material, tenaga dan waktu ekstra untuk memperbaiki atau membuat produk pengganti.
2.3 Metode yang Digunakan dalam Lean Manufacturing
Perusahaan dapat memilih metode sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai serta kemungkinan penerapannya diperusahaan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menerapkan lean manufacturing adalah sebagai berikut (Liker dan Meier, 2006) :
2.3.1 Value Stream Mapping (VSM)
Value Stream adalah sekumpulan dari seluruh kegiatan yang didalamnya
terdapat kegiatan yang memberikan nilai tambah (value added) juga yang tidak memberikan nilai tambah (non value added) yang dibutuhkan untuk membawa produk maupun satu grup produk dari sumber yang sama untuk melewati aliran-aliran utama, mulai dari raw material hingga sampai ke tangan konsumen (Gasperz, 2009). Kegiatan-kegiatan ini merupakan bagian dari keseluruhan proses
supply chain yang mencakup aliran informasi dan aliran operasi, sebagai inti dari
setiap proses lean yang berhasil. Value Stream Mapping merupakan suatu alat yang ideal sebagai langkah awal dalam melakukan proses perbaikan dalam perusahaan yang digunakan untuk membantu memvisualisasikan proses produksi secara menyeluruh, yang merepresentasikan baik aliran material juga aliran informasi untuk mendapatkan kondisi lean manufacturing (Goriwondo et al, 2011).
Tujuan pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan di sepanjang value stream dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi pemborosan tersebut. Mengambil langkah ditinjau dari segi
value stream berarti bekerja dalam satu lingkup gambar yang besar (bukan
proses-proses individual), dan memperbaiki keseluruhan aliran dan bukan hanya mengoptimalkan aliran secara sepotong-sepotong (Rother dan Shook, 2003). Hal ini memunculkan suatu bahasa yang umum digunakan dalam proses produksi, dengan demikian akan mampu memfasilitasi keputusan yang lebih matang dalam memperbaiki value stream. Value stream mapping dapat menyajikan suatu titik balik yang optimal bagi setiap perusahaan yang ingin menjadi lean. Rother dan
Shock (1999) seperti yang dikutip (Rother dan Shock dikutip Abdullah 2003), menyimpulkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan penerapan konsep
value stream mapping adalah sebagai berikut:
1) Untuk membantu perusahaan memvisualisasikan lebih dari sekedar level proses tunggal (misalnya: proses perakitan dan juga pengelasan) dalam produksi. Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran.
2) Pemetaan membantu perusahaan tidak hanya melihat pemborosan yang ada tetapi juga sumber penyebab pemborosan yang terdapat dalam value stream.
3) Value stream menggabungkan antara konsep lean dan teknik yang dapat membantu perusahaan untuk menghindari pemilihan teknik dan konsep yang asal-asalan.
4) Sebagai dasar dari rencana implementasi. Dengan membantu perusahaan merancang bagaimana keseluruhan aliran yang
door-to-door, diharapkan konsep lean ini dapat mengoperasikan bagian
yang hilang dalam banyak upaya me-lean-kan suatu value stream
map menjadi blueprint dalam mengimplementasikan proses yang lean.
Dua langkah utama dalam pemetaan Value Stream Mapping, yaitu:
1. Pembuatan Current State Map untuk memetakan kondisi di lantai pabrik saat ini, sehingga dapat mengidentifikasi pemborosan apa saja yang terjadi.
2. Pembuatan Future State Map sebagai usulan rancangan perbaikan dari Current State Map yang ada.
2.3.1.1 Bagian – bagian Pada Value Stream Mapping
Value stream mapping terbagi atas tiga bagian, yaitu :
1. Proses atau aliran produksi pada value stream.
Proses atau aliran produksi adalah bagian dari peta yang sering diasosiasikan dengan tradisional flowchart. Aliran proses harus digambarkan dari kiri ke kanan.
2. Aliran informasi
Aliran komunikasi dan informasi adalah bagian dari peta dimana
value stream mapping berkembang tidak hanya sebagai informasi
aliran produk. Dengan menambahkan komunikasi yang terjadi kedalam peta memungkinkan kita mengetahui komunikasi yang terjadi dalam proses baik secara formal maupun informal. Banyaknya kekacauan dan kebingungan yang sering terjadi dalam proses dapat digolongkan kedalam komunikasi yang non value
added. Kegiatan non value added adalah kegiatan yang tidak
menambah value atau kegiatan yang pelanggan tidak ingin bayar. Walaupun informasi bergerak dari konsumen atau dari kanan ke kiri, namun tidak ada suatu standar yang baku dalam penentuan aliran komunikasi dan informasi.
3. Time line and travel distance
Pada bagian ini terdapat waktu pengerjaan produk, waktu transportasi, waktu mengunggu produk selama berada dalam value
stream. Disamping waktu kita juga perlu menambahkan jarak yang
ditempuh antar proses dalam proses produksi.
Value stream mapping dapat dibagi dikategorikan kedalam dua jenis
yaitu :
1. Current State Map
Current State Map adalah titik awal kita melihat aliran proses
sekarang sebelum dilakukan perbaikan.
2. Future State Map
Future State Map adalah penggambaran proses dan informasi
setelah dilakukan perbaikan.
2.3.1.2 Current State Map
Petunjuk pembuatan current state map adalah sebagai berikut (Rother dan Shook, 2003) :
1. Penentuan Family Product yang akan dijadikan sebagai Model
Line.
Tahap ini merupakan tahap awal dalam menggambar Current State
Map. Setelah mengetahui konsep yang benar tentang Lean, maka
pada tahap ini perlu ditentukan produk yang akan dijadikan model
line sebagai target perbaikannya. Tujuan pemilihan model-line
adalah agar penggambaran sistem fokus pada satu produk saja yang bisa dianggap sebagai acuan dan representasi dari sistem produksi yang ada. Mengidentifikasi suatu family product dapat dilakukan baik dengan menggunakan produk dan matriks proses untuk mengklasifikasikan langkah proses yang sama untuk produk
yang berbeda. Untuk menentukan famili produk mana yang akan dipetakan tergantung keputusan perusahaan yang dapat ditentukan dari pandangan bisnis seperti tingkat penjualan, atau menurut fokus perusahaan (Lovelle, 2001).
2. Penentuan Value Stream Manager
Untuk melihat value-stream suatu produk secara keseluruhan tentunya perusahaan perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga batasan-batasan organisasi dalam perusahaan perlu diterobos. Karena pada dasarnya perusahaan cenderung terorganisir untuk setiap departemen (proses) dan bukan berdasarkan rataan karena penting untuk menggunakan gambar aktual daripada rata-rata historis yang disediakan oleh perusahaan. Untuk setiap pembuatan data box, maka ukuran-ukuran yang diperlukan antara lain:
1) Cycle Time (C/T)
Cycle time (C/T) merupakan salah satu ukuran penting yang
dibutuhkan dalam kegiatan Lean selain Value-creating time (VCT) dan Lead time (L/T). Cycle time menyatakan waktu yang dibutuhkan oleh satu operator untuk menyelesaikan seluruh elemen/kegiatan kerja dalam membuat satu part sebelum mengulangi kegiatan untuk membuat part berikutnya. Value-creating time (VCT) menyatakan waktu keseluruhan elemen kerja yang biasa mentransformasikan suatu produk dalam cara yang rela dibayar oleh konsumen.
Lead time (L/T) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk
seluruh proses atau dalam satu value stream, mulai dari awal hingga akhir proses. Biasanya : VCT < C/T < L/T
2) Change-over Time (C/O)
Menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merubah posisi (switch) dari memproduksi satu jenis produk menjadi produk yang lainnya. Dalam hal ini biasanya changeover time menyatakan waktu untuk memindahkan dari posisi kiri menjadi posisi kanan dalam pembuatan satu produk simetris. 3) Uptime
Menyatakan kapasitas mesin yang digunakan dalam mengerjakan satu proses. Kapasitas mesin bersifat
on-demand machine uptime. Artinya informasi mesin ini tetap.
4) Jumlah Operator
Menyatakan jumlah orang yang dibutuhkan saat untuk satu proses.
5) Waktu Kerja
Waktu kerja yang dibutuhkan untuk tiap shift pada suatu proses sesudah dikurangi dengan waktu istirahat (break), waktu rapat (meeting), dan waktu membersihkan area kerja (cleanup times). Lambang-lambang yang biasa digunakan dalam penggambaran aliran proses VSM pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses
No Nama Lambang Fungsi
1 Customer /
supplier
Merepresentasikan Supplier bila diletakkan di kiri atas, yakni sebagai titik awal yang umum digunakan dalam penggambaran aliran material. Sementara gambar akan merepresentasikan
Customer bila ditempatkan di kanan atas,
biasanya sebagai titik akhir aliran material.
2 Dedicated
Process
Menyatakan proses, operasi, mesin atau departemen yang melalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari pemetaan setiap langkah proses yang tidak diinginkan, maka lambang ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan aliran internal yang kontinu.
3 Shared Process Menyatakan operasi proses, departemen atau
stasiun kerja dengan family-family yang saling berbagi dalam value stream. Perkiraan jumlah operator yang dibutuhkan dalam Value Stream dipetakan, bukan sejumlah operator yang dibutuhkan untuk memproduksi seluruh produk.
4 Data Box Lambang ini memiliki lambang-lambang
didalamnya yang menyatakan informasi / data yang dibutuhkan unuk menganalisis dan mengamati system.
Tabel 2.1 Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses (Lanjutan)
No. Nama Lambang Fungsi
5 Operator Lambang ini merepresentasikan operator.
Lambang ini menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan dalam proses.
6 Work Cell Mengindikasi banyak proses yang terintegrasi
dalam sel-sel kerja manufaktur, seperti sel-sel yang biasa memproses family terbatas dari produk yang sama atau produk tunggal. Produk berpindah dari satu langkah proses ke langkah proses lain dalam berbagai batch yang kecil atau bagian- bagian tunggal.
7 Inventory Menunjukkan keberadaan suatu inventory
diantara dua proses. Jika terdapat lebih dari satu akumulasi inventory, gunakan satu lambang untuk masing-masing inventory.
(Sumber: Rother, M & Shook, J, Learning to See, ,2003, The Lean Enterprise Institute, appendix A)
3. Pembuatan Peta Aliran Material dan Informasi Keseluruhan Pabrik Kesatuan peta alur value-stream juga mencakup aliran material yang harus ada dalam peta. Selain aliran material, maka yang tak kalah pentingnya dalam peta value-stream adalah aliran informasi yang juga mencakup aliran yang ditunjukkan dengan ikon push
arrow. Penggambaran shipments dan lead-time bar dari bahan
mentah hingga produk jadi (finished good) yang telah berada di
shipping-end untuk dikirim ke konsumen. Dengan demikian peta Current State Map telah lengkap. Pada tahapan ini, maka gambar
yang telah dibuat pada tahap sebelumnya, disempurnakan dengan lambang-lambang yang dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan
No. Nama Lambang Fungsi
1 Shipments Merepresentasikan pergerakan raw material dari supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir
di pabrik. Atau pergerakan daribproduk akhir di gudang penyimpanan pabrik hingga sampai ke konsumen.
2 Push Arrows
Merepresentasikan pergerakan material dari memiliki arti bahwa proses dapat memproduksi sesuatu tanpa memandang kebutuhan cepat dari proses yang bersifat downstream.
3 External Shipments
Lambang ini berarti pengiriman yang dilakukan dari supplier ke konsumen atau pabrik ke konsumen dengan menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik).
4 Production Control
Merepresentasikan penjadwalan produksi utama atau departemen pengontrolan, orang atau operasi.
5 Manual Info
Gambar anak panah yang lurus dan tipis menunjukkan aliran informasi umum yang bisa diperoleh melalui catatan, laporan ataupun percakapan. Jumlah dan jenis catatan lain bisa jadi relevan
6 Electronic Info
Merepresentasikan aliran elektronik seperti melalui: Electronic Data Interchange (EDI), internet, intranet, LANs (Local Area Network), WANS (Wide Area Network). Melalui anak panah ini, maka dapat diindikasikan
Tabel 2.2 Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan (Lanjutan)
No. Nama Lambang Fungsi
7 Other Menyatakan informasi atau hal lain yang
penting.
8 Timeline Menunjukkan waktu yang memberikan nilai
tambah (cycle times) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu menunggu). Gunakan lambang ini untuk menghitung Lead
Time dan Total Cycle Time.
(Sumber: Rother, M & Shook, J, Learning to See, ,2003, The Lean Enterprise Institute, appendix A)
2.3.1.3 Future State Map
Future State Map ini diperoleh berdasarkan analisis dari Current State Map yang telah dibuat sebelumnya dan dengan menerapkan tool yang sesuai
untuk digunakan. Petunjuk untuk pembuatan Future State Map (Rother dan Shook, 2003) adalah :
1. Penentuan Takt Time
Takt time menyatakan seberapa sering seharusnya perusahaan
memproduksi satu part atau produk dalam sehari berdasarkan rata-rata harian penjualan produk agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Takt time dirumuskan sebagai berikut:
[
Takt time digunakan untuk menyelaraskan langkah produksi
dengan langkah penjualan sebagai suatu proses utama. Takt time merupakan nilai petunjuk berapa jumlah produk dalam satu proses harus diproduksi.
2. Mengembangkan Aliran yang Kontinu (Continuous Flow) di tempat yang memungkinkan.
Continuous flow menunjukkan proses untuk memproduksi suatu
produk dalam satu waktu, dimana setiap item dengan segera melewati satu proses ke proses berikutnya tanpa adanya stagnasi (juga tidak terdapat berbagai pemborosan) diantara proses tersebut. Contoh stasiun kerja sebelum dan sesudah menerapkan continuous
flow. Ikon pemetaan yang digunakan secara sederhana untuk
menunjukkan continuous flow adalah process box. Dalam menggambarkan future state, setiap process box sebaiknya mendeskripsikan suatu area aliran. Jadi jika dalam suatu future
state terdapat lebih banyak continuous-flow, maka dua atau lebih process box yang terdapat dalam current-state akan
3. Menggunakan Supermarket Untuk Mengontrol Produksi Saat Aliran Kontinu (Continuous Flow) Tidak Sampai Tahap Upstream. Ada kalanya beberapa area dalam value-stream dimana
continuous-flow tidak mungkin diimplementasikan sementara pengelompokan
diperlukan. Ada beberapa alasan yang bisa menyebabkan hal ini, diantaranya:
a. Beberapa proses yang memang dirancang untuk beroperasi dalam waktu siklus yang sangat cepat atau bahkan sangat lambat dan butuh change-over untuk melayani famili produk sekaligus
b. Beberapa proses, seperti proses yang terdapat pada supplier, memiliki letak yang jauh sehingga pengiriman satu produk dalam satu waktu menjadi tidak realistis.
c. Beberapa proses memiliki terlalu banyak lead-time atau sangatlah tidak masuk akal untuk menggabungkan secara langsung antara proses yang satu dengan proses yang lain dalam satu continuous-flow.
Pengendalian produksi sering melalui supermarket berbasiskan
pull-systems. Pull-systems biasanya perlu diletakkan di area yang continuous flow-nya terganggu serta proses yang sifatnya upstream
masih harus diterapkan dalam satu ukuran batch.
Tujuan meletakkan pull-system diantara dua proses adalah sebagai sarana untuk memberikan instruksi produksi yang akurat terhadap proses yang sifatnya upstream, tanpa perlu mencoba memprediksi
permintaan downstream dan menjadwalkan proses yang upstream.
Pull merupakan metode pengendalian produksi antar aliran. Ikon
supermarket terbuka di sisi kiri, menghadap proses pengiriman yang dilakukan supplier. Ini dikarenakan supermarket merupakan bagian dari proses supply dan digunakan dalam proses penjadwalan.
4. Dengan menggunakan supermarket pull system
Dengan menggunakan supermarket pull system, maka hanya akan dibutuhkan satu point penjadwalan dalam value-stream yang dibuat secara door-to-door. Point ini yang disebut dengan proses utama (pacemaker process), karena bagaimana pengontrolan produksi dilakukan pada proses ini, akan menentukan keseluruhan proses
upstream. Sebagai contoh, fluktuasi dalam volume produksi di
proses utama akan berpengaruh terhadap kebutuhan kapasitas dalam proses-proses upstream. Pilihan terhadap point penjadwalan ini juga pemilihan Pacemaker Process akan menentukan elemen-elemen apa dalam value-stream yang akan menjadi bagian
lead-time dari order konsumen menuju produk jadi (finished goods).
Ingat bahwa transfer material dari proses utama secara downstream menuju finished goods ditampilkan sebagai suatu aliran (karena tidak ada supermarket atau pull yang downstream terhadap proses utama). Dengan demikian, proses utama biasanya merupakan proses continuous-flow yang paling hilir dalam value-stream yang dibuat secara door-to-door.
5. Membangun level produksi yang konsisten
Volume kerja yang berubah besar menyebabkan munculnya
overtime (waktu lembur) yang tidak menentu yang menyebabkan
tambahan beban di mesin, orang dan supermarket. Dengan demikian perlu dibuat satu level produksi perintis yang dapat menangani aliran produksi yang bisa diprediksi, yang dapat membantu mengatasi masalah dan memampukan pengambilan tindakan perbaikan yang cepat.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang membahas tentang Lean Manufacturing dan Value
Stream Mapping telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Diantaranya adalah
sebagai berikut :
Chao Wang, Henry Quesada-Pineda, D. Earl Kline, Urs Buehlmann (2011), melakukan penelitian melalui pendekatan sistematis yang menyederhanakan proses rekayasa pelapis furnitur berdasarkan kasus di salah satu produsen furnitur berorientasi ekspor terbesar di Cina. Pendekatan ini meliputi analisis dari keadaan saat ini dan usulan peta value stream masa depan (VSM). Keadaan saat ini yang dianalisis meliputi definisi keluarga produk, analisis permintaan pelanggan saat ini, dan definisi proses metrik dari proses rekayasa. Data dikumpulkan selama kunjungan setengah bulan ke pabrik furnitur di China. Hasil current state map VSM menunjukkan bahwa rasio nilai tambah dari proses rekayasa saat ini adalah 26,0 persen. Banyak pemborosan yang ditemukan, seperti proses menciptakan gambar, menyusun dokumen produksi massal, pemeriksaan
dan penandatanganan pada dokumen teknik, membuat program CNC, dan menghasilkan file kemasan. Setelah melihat VSM kondisi saat ini, ditemukan bahwa terduga waktu siklus proses dan mempercepat perubahan rekayasa pesanan adalah dua masalah utama dalam proses produksi saat ini. Berdasarkan VSM kondisi saat ini, penelitian berfokus pada tindakan untuk mengatasi akar penyebab masalah utama dan mengusulkan praktek-praktek terbaik untuk future state map VSM.
Penelitian mengikuti struktur proses mendefinisikan batas, mengidentifikasi proses utama, menganalisis kebutuhan pelanggan, memilih dan mengukur metrik proses, menghitung metrik sistem, dan kemudian menghasilkan kondisi saat ini dan masa depan VSM. Analisis VSM saat menunjukkan bahwa proses saat ini tidak efisien. Proses gambar, cek, dan menyusun proses panjang dibuat waktu siklusnya, dan insinyur mengambil banyak lembur untuk mempercepat perintah. Menunggu, gangguan, sistem yang tidak efisien, dan beban kerja yang tidak merata adalah masalah khas, sehingga lead time proses menjadi sangat lama. Berdasarkan gejala di atas, analisis akar penyebab adalah dilakukan, dan ditemukan bahwa kurangnya standarisasi adalah penyebab utama di balik penundaan itu. Juga, kapasitas yang tidak cukup adalah kontributor utama yang mengakibatkan hambatan cek karena supervisor engineering selalu harus berurusan dengan tugas-tugas penting lainnya, dan itu sulit untuk menjamin waktu kerja harian yang diperlukan untuk memeriksa dan menandatangani dokumen. Hambatan lain proses, kompilasi, juga mengambil proses yang panjang dalam waktu siklus. Ini karena teknik sekuensial melibatkan banyak waktu untuk memperbaiki kelemahan desain dan kesalahan sebelum melepaskan final
dokumen. Selain itu, delay dan persediaan yang banyak juga ditunjukkan dalam proses sekunder seperti CNC dan kemasan. Kurangnya orang dalam proses sekunder juga menyebabkan kekurangan kapasitas, terutama ketika overproduksi terjadi dalam proses hulu, sehingga lebih sulit untuk mempercepat kecepatan permintaan pelanggan. Persediaan yang berlebihan menumpuk antara proses-proses tersebut. Secara keseluruhan, dari studi kasus ini, ditemukan bahwa saat ini proses rekayasa ini menunjukkan berbagai jenis pemborosan (Interupsi) yang mengganggu. Dari VSM kondisi saat ini, proses dengan waktu siklus terpanjang adalah pengolahan dan persediaan. Dalam VSM peta kondisi masa depan, beberapa yang mendasar penanggulangan yang diusulkan untuk menyeimbangkan dan meratakan proses rekayasa. Titik kaizen efektif untuk membakukan dan menstabilkan proses individu. Standarisasi juga membantu untuk mengurangi siklus pengembangan. Sebagai contoh, standarisasi struktur produk menyelamatkan banyak upaya rekayasa dalam pengembangan produk baru. Juga, dari VSM keadaan masa depan, jalur FIFO digunakan untuk membuat proses keseluruhan diprediksi, yang mengarah ke pengurangan lead time. Lead time berkurang dari 133,9 hari ke 14,7 hari. VSM disajikan efektivitasnya untuk membantu memvisualisasikan, kontrol, dan meningkatkan proses rekayasa studi kasus perusahaan.
Ritesh R. Bhat dan Prof. S. Shivakumar (2011), melakukan penelitian mengenai perbaikan produktivitas dengan menggunakan pendekatan value stream
mapping dan kanban. "Perubahan adalah konstan", adalah kalimat yang saat ini
digunakan oleh sebagian besar industri yang percaya dan bertindak. Industri saat ini mencoba untuk menjadi cukup fleksibel terhadap tuntutan berfluktuasi. Dari
beberapa negara yang berpartisipasi dalam lomba bisnis ini, India adalah pesaing yang muncul. Industri telah mengamati bahwa hanya dengan meningkatkan produktivitas dengan menggunakan beberapa atau cara lain yang tidak bertujuan bisnis, tetapi fakta yang paling penting adalah dengan cara apa mereka mencapai hal yang sama. Banyak teknik telah diadaptasi untuk tujuan ini, yang telah secara luas diklasifikasikan terutama di bawah pendekatan teknis dan teknik perilaku untuk meningkatkan produktivitas. Pemetaan value stream (VSM) dan Kanban adalah teknik yang jatuh di bawah metode pendekatan teknis dan bila digunakan bersama sebagai kombinasi memberikan hasil yang luar biasa.
Dari analisis dan hasil dapat dilihat bahwa Kanban terintegrasi VSM dapat menjadi sangat membantu untuk memahami sistem saat ini, untuk menganalisis loop hole dengan tidak hanya menampilkan kehadirannya tetapi juga membiarkan orang tahu di mana sebenarnya masalahnya dan membantu untuk meningkatkan produktivitas. Dari hasil hal-hal berikut datang dalam gambaran yang jelas:
Untuk 206 Gears:
o Tidak ada perubahan dalam jumlah pekerja yang dibutuhkan.
o Produksi lead time dapat dikurangi dari 67 hari ke 8,59 atau sekitar 8,6 hari yaitu dengan pengurangan 87.16%.
o Waktu proses dapat dikurangi dari 935 hari ke 1.225 hari yaitu pengurangan 23.67%.
Untuk 206 Covers:
o Jumlah pekerja yang dibutuhkan dapat dikurangi 5-3 per shift.
o Produksi lead time dapat dikurangi dari 35 hari menjadi 7,75 atau sekitar 7,8 hari yaitu pengurangan 77,86%.
o Waktu proses dapat dikurangi dari 1.591 hari ke 1.016 hari yaitu pengurangan 36,14%.
Muhammad Shodiq Abdul Khannan dan Haryono melakukan penelitian mengenai analisis penerapan lean manufacturing untuk menghilangkan pemborosan di lini produksi, Pencapaian produktivitas perusahaan PT Adi Satria Abadi (Divisi Sarung Tangan Golf) dirasa kurang optimal yang disebabkan masih banyaknya pemborosan (waste). Metode Value Stream Mapping digunakan sebagai salah satu alat dalam Lean Manufacturing yang digunakan untuk memetakan proses produksi yang ada dan mengidentifikasi proses yang mengandung pemborosan sehingga pemborosan yang ada bisa dihilangkan. Keunggulan VSM yaitu dapat memvisualisasikan aliran proses Value Added (VA), Necessary but Non Value Added (NBNVA) dan Non Value Added (NVA). Pada penelitian ini Metode Waste Assessment Model (WAM) juga digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan. Proses indentifikasi waste dilakukan dengan menggunakan metode Waste Assessment Model yang bertujuan untuk menyederhanakan pencarian permasalahan dan objektivitas penelitian. Keterlibatan lima responden yang kompeten dari setiap fungsi dan bertanggung jawab langsung terhadap operasional sistem dan proses produksi pada produk
Callaway Fusion Pro 14 dapat dijadikan jaminan terhadap akurasi dan
Berdasarkan hasil analisis didapatkan tiga urutan terbesar pemborosan yaitu Defect/Reject 24,73%, Unneccessary Inventory 18,80%, dan Unneccessary
Motion 15,44%. Output dari penelitian ini adalah terjadinya penurunan lead time
sebesar 62,22 menit serta peningkatan pada throughput produksi sebesar 77 pcs.
Lead time material di lantai produksi menjadi lebih cepat, pada VSM
sebelum 602,205 menit sedangkan lead time VSM usulan adalah 540,03 menit, terdapat pengurangan waktu sekitar 10%. Dari hasil penelitian terdapat peningkatan throughput produksi pada VSM usulan sebesar 77 unit atau sebesar 5.8%. Dalam waktu siklus 602,25 menit sebelum perbaikan bisa digunakan untuk memproduksi 1.322 pcs sarung tangan, setelah perbaikan bisa memproduksi 1.399 pcs.
Ambar Rukmi Harsono, Sugih Arijanto dan Fuady Azlim melakukan penelitian mengenai pengurangan waste pada proses produksi di PT PLN dengan menggunakan metode lean manufacturing, Lemari Bagi Tegangan Rendah (TR) 4 Jurusan pada PT. PLN (Persero) J&P Unit Produksi Bandung merupakan produk yang memiliki permintaan dalam jumlah besar, akan tetapi sering menghadapi masalah keterlambatan dalam penyelesaian produk yang disebabkan oleh adanya pemborosan (waste) pada lantai produksi. Jenis – jenis pemborosan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemborosan process pada bagian pemotongan sudut-sudut komponen disebabkan metode kerja operator.
2. Pemborosan process pada proses menekuk disebabkan pengulangan pekerjaan karena mesin yang tidak sempurna.
3. Pemborosan motions pada proses merakit yang disebabkan oleh organisasi tempat kerja yang jelek dan metode kerja yang tidak konsisten 4. Pemborosan over production yang terjadi pada proses pemotongan bahan
baku pada cutting 1 dan pemotongan sudut-sudut komponen (penyoakan) pada cutting 2 yang menyebabkan penumpukan pada mesin bending.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan strategi perbaikan dengan menggunakan metode Lean Manufacturing untuk mengurangi lead time pada lantai produksi dengan mengurangi pemborosan serta aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah. Metode ini menggunakan Value Stream Mapping untuk melakukan pemetaan aliran informasi dan material yang terjadi dari awal sampai produk diterima oleh konsumen. Berdasarkan hasil pemetaan current state value
stream, diketahui bahwa lead time produksi adalah sebesar 5632.2 menit (±12
hari), Setelah dilakukan identifikasi waste yang terjadi dengan menggunakan metode 5W-1H (What, Who, Where, When, Why, and How) dapat diketahui adanya pemborosan pada proses proses cutting 2 di mesin pond dan mesin
bending, pemborosan gerakan kerja yang disebabkan oleh organisasi tempat kerja
yang kurang baik dan metode kerja yang tidak konsisten, serta pemborosan overproduksi yang terjadi pada proses pemotongan bahan baku pada mesin
hydracut dan pemotongan sudut-sudut komponen pada mesin pond. Setelah
dilakukan analisa sebagai dasar untuk membuat usulan perbaikan yang mungkin dilakukan, kemudian digambarkan peta aliran kondisi masa depan (Future State
Value Stream Map) yang ingin dicapai. Untuk mencapai kondisi yang diharapkan,
diusulkan empat tindakan perbaikan yaitu perbaikan pada proses cutting 2 di mesin pond, perbaikan metode kerja pada stasiun kerja perakitan, perbaikan
organisasi tempat kerja pada lantai produksi, dan pembagian batch produksi pada proses cutting 1 dan cutting 2. Dengan melakukan implementasi usulan tindakan perbaikan tersebut, diharapkan dapat mengeliminasi waste yang terjadi sehingga dapat mengurangi lead time produksi perusahaan menjadi 4331.2 menit (±10 hari).
Zaenal Fanani dan Moses Laksono Singgih melakukan penelitian di PT Ekamas Fortuna Malang untuk meningkatkan produktivitas dengan menggunakan
lean manufacturing system. PT. Ekamas Fortuna adalah perusahaan yang bergerak
pada produksi kertas, dimana perlu untuk terus menerus meningkatkan kinerja produktivitasnya untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan berusaha menurunkan biaya, meningkatkan kualitas dan tepat waktu dalam pengiriman ke pelanggan. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan harus harus mengetahui berbagai aktifitas apa saja yang meningkatkan nilai tambah (value
added) produk (jasa/barang), pemborosan (waste) apa saja yang sering terjadi dan
bisa memperpendek proses produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan
lean manufacturing. Dengan strategi lean, perusahaan diharapkan mempu
meningkatkan rasio nilai tambah (value added) terhadap pemborosan. Minimasi pemborosan akan sangat berguna bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin berat. Pemahaman kondisi perusahaan digambarkan dalam Big
Picture Mapping. Pemborosan diidentifikasikan dengan seven waste, kemudian
dilakukan pemetaan secara detail dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT) dan dianalisa akar penyebabnya. Berdasarkan pengolahan data didapatkan 4 skor rata-rata tertinggi yaitu waiting (29,17 %), Defect (21,87 %), Unnecessary Motion (20,83 %) dan Unnecessary Inventory (16,67 %). Skor rata-rata pemborosan
tersebut dikalikan dengan faktor pengali detail mapping, sehingga didapatkan detail mapping tools yang dominan adalah Process Activity Mapping (33,31 %) dan Supply Chain Response Matrix (25,64 %). Lead time dalam produksi kertas sebesar 162 menit, setelah usulan perbaikan dilaksanakan didapatkan reduksi lead
time sebesar 72 menit. Sehingga lead time yang diperoleh sebesar 90 menit,
dengan cara mengurangi waktu tunggu saat kedatangan raw material sampai proses lantai produksi. Usulan perbaikan juga pada inventory menggunakan ROP akan mengurangi stock out bahan baku sebesar 750 kg.