• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pengungkapan (Disclosure) keuangan itu sendiri, catatan atas laporan keuangan, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pengungkapan (Disclosure) keuangan itu sendiri, catatan atas laporan keuangan, dan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengungkapan (Disclosure)

2.1.1.1 Pengertian Pengungkapan (Disclosure)

Evans (2003:82) berpendapat bahwa pengungkapan berarti “Menyampaikan informasi dalam laporan keuangan, termasuk laporan keuangan itu sendiri, catatan atas laporan keuangan, dan pengungkapan tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan”.

Pengungkapan menurut Evans (2003:82) hanya terbatas pada hal - hal yang menyangkut pelaporan keuangan, tidak termasuk dengan penyataan umum atau private yang dibuat untuk manajemen atau informasi yang disampaikan di luar lingkup pelaporan keuangan. 2.1.1.2 Pengguna Pengungkapan

Hendriksen (1992:829) menyatakan bahwa pihak yang biasanya menerima informasi dan pengungkapan laporan keuangan adalah : 1. Pemegang saham, investor dan kreditor

Seperti yang dinyatakan oleh FASB adalah:

“Pelaporan keuangan harus memberikan informasi yang berguna bagi investor potensial dan kreditor serta pengguna lainnya dalam rangka pengambilan keputusan investasi rasional, kredit dan keputusan sejenis lainnya”

(2)

Pengungkapan juga dibuat untuk pihak lain seperti karyawan, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat umum, tetapi mereka hanya dilihat sebagai penerima sekunder dari laporan tahunan dan bentuk- bentuk pengungkapan lainnya

2.1.1.3 Tujuan Pengungkapan

Menurut Belkaoui (dalam Indah Fitri 2004:13) tujuan pengungkapan dalam pelaporan keuangan yaitu:

1. mendeskripsikan item-item yang diakui dalam laporan keuangan dan menyediakan pengukuran-pengukuran yang relevan atau item-item tersebut selain pengukuran dalam laporan keuangan

2. mendeskripsikan unrecognized items dan menyediakan pengukuran yang berguna atas item-item tersebut

3. menyediakan informasi untuk membantu para investor dan kreditor dalam menilai resiko-resiko dan item-item yang potensial untuk di recognized dan unrecognized

4. menyediakan informasi penting yang memungkinkan para pengguna laporan keuangan untuk melakukan perbandingan antar perusahaan maupun antar tahun

5. menyediakan informasi mengenai arus masuk atau keluar dimana yang akan datang

6. membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya 2.1.1.4 Jenis dan Tingkat Pengungkapan

(3)

Menurut Darrough (1993:161) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan standar yaitu: 1. Mandated Disclosure (Pengungkapan Wajib) merupakan

pengungkapan yang diwajibkan peraturan pemerintah artinya pengungkapan yang sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan secara sukarela maka pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya

2. Voluntary Disclosure (Pengungkapan Sukarela) merupakan

pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan, dimana perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan diungkapkan yang sekiranya dapat mendukung dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan ini berupa butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan sesuai peraturan yang berlaku (Standar Akuntansi Keuangan)

Pengungkapan dalam pengertian terluas berarti penyampaian (release) informasi. Hendriksen (1992:834) membagi tingkat pengungkapan menjadi tiga konsep pengungkapan yang bergantung pada peraturan yang dianggap paling diinginkan. Tiga konsep pengungkapan tersebut adalah:

1. Adequate disclosure (Pengungkapan cukup) adalah pengungkapan minimum yang dinyatakan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar

(4)

oleh investor. Konsep yang sering digunakan adalah Adequate

Disclosure

2. Fair Disclosure (Pengungkapan wajar) adalah pengungkapan yang secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial 3. Full Disclosure (Pengungkapan penuh) adalah pengungkapan yang

mengimplikasikan penyajian dari seluruh informasi yang relevan. Pengungkapan ini sering dianggap berlebihan Hendriksen berpendapat terlalu banyak informasi akan mebahayakan, karena penyajian atas informasi tidak penting yang rinci akan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan sulit untuk diinterpretasikan.

2.1.2 Corporate Social Responbility

The World Bussiness Council for Sustainabel Development (WBCSD) dalam mendefinisikan CSR sebagai komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku dan bertindak etis dan memberi kontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kualitas hidup para karyawan beserta keluarganya, dan juga meningkatkan kualitas hidup setempat dan masyarakat luas.

Sedangkan Bowen (1953:165) dengan bukunya yang berjudul “ Social Responsibility of the Businessman” mendefinisikan CSR sebagai: “Kewajiban dari seorang pebisnis untuk mengikuti tema tindakan yang

(5)

diinginkan dari tujuan dan nilai masyarakat”. Bapepam LK (Lembaga Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) No. KEP 134/BL/2006 menyatakan :

“Laporan tahunan wajib memuat uraian singkat mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode laporan keuangan tahunan terakhir”.

Uraian dimaksud sekurang-kurangnya memuat hal : (dalam poin ke 18) uraian mengenai aktivitas sosial dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan.

Di Indonesia adapun Undang-Undang yang mengatur mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengertian tanggung jawab sosial dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 adalah, “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitemen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.

Dalam Undang-Undang juga disebutkan bahwa salah satu laporan yang harus dimuat dalam laporan adalah pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pasal 74 Undang-Undang No. 40 tahun 2007, menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan kegiatan CSR. Selain

(6)

dalam Undang -Undang No.40 tahun 2007, peraturan tanggung jawab sosial juga disebutkan dalam Pasal 15 (b) Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, yang menyatakan bahwa setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

Putra (2009:85) dalam penelitiannya analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) serta hubungan pengungkapan tanggung jawab sosial dengan reaksi investor membuat kesimpulan berdasarkan peneliti-peneliti sebelumnya bahwa secara garis besar manfaat CSR adalah :

1. mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan

2. mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial 3. mereduksi resiko bisnis perusahaan

4. melebarkan akses sumber daya bagi operasional perusahaan 5. membuka peluang pasar yang lebih besar

6. mereduksi biaya, misalnya terkait dengan pembuangan limbah 7. memperbaiki hubungan dengan Stakeholders

8. memperbaiki hubungan dengan Regulator

9. meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan 10. peluang mendapatkan penghargaan

Hal tersebut menunjukkan bahwa manfaat CSR yang dibangun berdasarkan visi tanggung jawab sosial perusahaan bisa didapatkan oleh kedua belah pihak dan juga sejalan dengan prinsip kemasyarakatan bersama

(7)

yang dikembangkan melalui berbagai program kegiatan Corporate Social

Responsibility (CSR).

2.1.3 ISR (Islamic Social Reporting)

2.1.3.1 Pengertian Islamic Social Reporting (ISR)

Adanya konsep tangung jawab sosial dalam Islam maka akan meningkat pula keinginan untuk membuat pelaporan ataupun pengungkapan sosial yang bersifat syariah. Hanya saja sampai saat ini belum ada standar pelaporan tanggung jawab social secara syariah yang bisa dijadikan patokan standar secara internasional. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) sebagai organisasi yang mengembangkan akuntansi dan auditing bagi lembaga keuangan syariah di tingkat dunia yang sudah mengeluarkan standar mengenai kerangka dasar dan laporan keuangan syariah, akan tetapi standar tersebut tidak dapat dijadikan sebagai suatu standar atas pengungkapan tanggung jawab sosial secara syariah karena tidak menyebutkan keseluruhan item – item terkait pelaporan tanggung jawab sosial yang harus diungkapkan oleh perusahaan. Salah satu cara untuk menilai pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan secara syariah yaitu dengan menggunakan indeks Islamic Social Reporting (ISR). Haniffa (2002:132) berpendapat bahwa ISR adalah “perpanjangan pelaporan sosial yang tidak hanya berupa keinginan besar dari seluruh masyarakat terhadap peranan perusahaan dalam ekonomi melainkan berkaitan dengan perspektif spiritual”.

(8)

ISR juga bertujuan meningkatkan transparansi dari aktifitas bisnis dengan menyediakan informasi yang relevan dalam memenuhi kebutuhan spiritual dari pengguna laporan perusahaan yang muslim. Selain itu indeks ISR juga menekankan pada keadilan sosial terkait pelaporan mengenai lingkungan, kepentingan minoritas dan karyawan. ISR adalah kumpulan indeks pelaporan tanggung jawab sosial yang sudah ditetapkan oleh AAOFII yang sesuai dengan syariah dan kemudian dikembangkan oleh masing-masing peneliti selanjutnya. 2.1.3.2 Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR)

Pengungkapan dalam Islamic Social Reporting menggunakan indeks ISR. Indeks ISR adalah item-item pengungkapan yang digunakan sebagai indikator dalam pelaporan kinerja sosial institusi bisnis syariah. Indeks ISR untuk entitas Islam mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti transaksi yang terbebas dari unsur riba, spekulasi gharar, pengungkapan zakat, status kepatuhan syariah dan aspek-aspek sosial seperti shadaqah, wakaf qardhul hasan, serta pengungkapan peribadahan di lingkungan perusahaan.

Haniffa (2002:133) membuat lima tema pengungkapan Indeks ISR, yaitu Tema Pendanaan dan Investasi, Tema Produk dan Jasa, Tema Karyawan, Tema Masyarakat, dan Tema Lingkungan Hidup. Kemudian dikembangkan oleh Othman et al. (2009:9) dengan menambahkan satu tema pengungkapan yaitu tema Tata Kelola Perusahaan. Setiap tema

(9)

pengungkapan memiliki sub-tema sebagai indikator pengungkapan tema tersebut. Berikut enam tema pengungkapan dalam indeks ISR. 1. Pendanaan dan Investasi, meliputi:

a. Riba (interest-free)

Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan

(Al-Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa’), dan

membesar (Al-‘uluw). dalam Nurhayati dan Wasilah (2011:84) memaparkan mengenai masalah riba sebagai setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti (‘iwad) yang dibenarkan syariah. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli, sewa menyewa, atau bagi hasil proyek dimana dalam transaksi tersebut ada faktor penyeimbang berupa ikhtiar/usaha, risiko dan biaya.

b. Gharar (ketidakpastian)

Terjadi ketika terdapat incomplete information antara kedua belah pihak yang bertransaksi dalam hal kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad. Salah satu contoh dari transaksi gharar adalah transaksi lease and purchase (sewa-beli) karena adanya ketidakpastian dalam akad diikrarkan antara kedua pihak.

(10)

Zakat merupakan kewajiban bagi seluruh umat Muslim atas harta benda yang dimiliki ketika telah mencapai nisab. Zakat tidaklah sama dengan donasi, sumbangan, dan shadaqah. Zakat memiliki aturan yang jelas mengenai harta yang harus dizakatkan, batasan harta yang terkena zakat, cara perhitungannya, dan siapa saja yang boleh menerima zakat sesuai apa yang telah diatur oleh Allah SWT.

d. Kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih

Penangguhan atau penghapusan utang ditawarkan kepada orang dermawan dimana penangguhan harus dilakukan dengan adanya penyelidikan terlebih dahulu kepada pihak debitur terkait ketidakmampuannya dalam pembayaran piutang. Jika pihak yang bersangkutan kaya raya maka pembayaran piutang dapat dicicil. Penangguhan atau penghapusan utang merupakan suatu bentuk sikap tolong menolong yang dianjurkan di dalam Islam sesuai dengan firman Allah SWT dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 280 sebagai berikut:

“Dan jika (orang berutang) dalam kesulitan, maka berilah tangguh hingga dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

(11)

Metode CBVS digunakan untuk mengatasi kelemahan dari metode historical cost yang kurang cocok dengan perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan kekayaan dengan nilai sekarang. Nilai kini dalam neraca akan dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan berapa jumlah zakat yang dikeluarkan. Nilai kini dapat diperoleh dari estimasi nilai rata-rata transaksi yang terjadi atau transaksi yang akan terjadi apabila aset tersebut diperjualbelikan oleh perusahaan. Dalam ekonomi Islam, current value balance sheet sudah seharusnya dimasukkan sebagai bagian dari persyaratan pelaporan operasi perusahaan. PSAK Indonesia masih diberlakukan nilai historis atas nilai-nilai akun pada neraca. Salah satu aspek yang mengandung nilai historis adalah pengukuran setelah pengakuan aset tidak berwujud. Dalam PSAK No 19 (revisi 2000) disebutkan bahwa entitas hanya dapat menggunakan model harga perolehan dalam mengukur aset tidak berwujud. Oleh karena itu, klasifikasi current value balance sheet tidak relevan untuk dijadikan kriteria dalam pengungkapan penelitian ini. f. Value Added Statement

Value Added Statement menurut Harahap (2008:35) berfungsi

untuk memberikan informasi tentang nilai tambah yang diperoleh perusahaan dalam periode tertentu dan kepada pihak mana nilai tambah itu disalurkan. Value Added Statement

(12)

merupakan pernyataan yang melaporkan perhitungan nilai tambah beserta pemanfaatannya oleh para pemangku kepentingan perusahaan. Istilah Value Added Statement diartikan sebagai laporan pertambahan nilai.

2. Produk dan Jasa

a. Produk yang ramah lingkungan (green product)

Produk ramah lingkungan adalah produk yang berasal dari bahan yang tidak mencemari lingkungan dan kemasannya juga dapat dimanfaatkan sehingga tidak menjadi sampah. Selain itu proses produksinya juga tidak banyak mengeluarkan limbah. Setiap perusahaan di seluruh dunia diharapkan menghasilkan produk ataupun jasa yang ramah lingkungan sebagai suatu bentuk partisipasi dalam menjaga dan memelihara lingkungan yang kian mengalami kerusakan.

b. Status kehalalan produk

Pentingnya status kehalalan status produk merupakan suatu kewajiban yang harus diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunannya kepada seluruh konsumen dan dianjurkan dalam Islam sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat 168 sebagai berikut:

“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti

(13)

langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Status kehalalan suatu produk diketahui setelah mendapat sertifikat kehalalan produk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). c. Kualitas dan Keamanan suatu produk

Setelah produk dinyatakan halal, hal lain yang juga penting untuk perusahaan dalam mengungkapkan produknya adalah mengenai kualitas dan keamanan produk. Produk yang berkualitas dan aman akan meningkatkan kepercayaan dan

loyalitas konsumen terhadap suatu perusahaan.

d. Keluhan konsumen / indikator yang tidak terpenuhi dalam suatu peraturan

Pengungkapan selanjutnya adalah mengenai keluhan konsumen atau pelayanan pelanggan. Suatu perusahaan diharapkan tidak hanya berfokus pada produk yang dihasilkan (product-oriented) melainkan memberikan pelayanan terhadap konsumen yang memuaskan (consumer-oriented) dengan menyediakan pusat layanan keluhan konsumen setelah proses jual beli.

3. Karyawan

Othman et al. (2010:138) memaparkan bahwa masyarakat Islam ingin mengetahui apakah karyawan-karyawan perusahaan telah diperlakukan secara adil dan wajar melalui informasi-informasi yang diungkapkan, seperti upah, karakteristik pekerjaan, jam kerja

(14)

per hari, libur tahunan, jaminan kesehatan dan kesejahteraan, kebijakan terkait waktu dan tempat ibadah, pendidikan dan pelatihan karyawan, tunjangan untuk karyawan, kesetaraan hak, dan lingkungan kerja. Beberapa aspek lainnya adalah kebijakan remunerasi untuk karyawan, kesamaan peluang karir bagi seluruh karyawan baik maupun wanita, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, keterlibatan karyawan dalam beberapa kebijakan perusahaan, karyawan dari kelompok khusus seperti cacat fisik atau korban narkoba, tempat ibadah yang memadai, serta waktu atau kegiatan keagamaan untuk karyawan. Selain itu, juga ditambahkan beberapa aspek pengungkapan berupa kesejahteraan karyawan dan jumlah karyawan yang dipekerjakan.

4. Masyarakat

Pengungkapan tema masyarakat yang digunakan dalam penelitian ini adalah shadaqah/donasi, wakaf, qardul hasaan, sukarelawan dari pihak karyawan, pemberian beasiswa, pemberdayaan kerja bagi siswa yang lulus sekolah/kuliah berupa magang atau praktik kerja lapangan, pengembangan dalam kepemudaan, peningkatan kualitas hidup masyarakat kelas bawah, kepedulian terhadap anak-anak, kegiatan amal/bantuan/kegiatan sosial lain, dan mensponsori berbagai macam kegiatan seperti kesehatan, hiburan, olahraga, budaya, pendidikan dan agama. Perusahaan memberikan bantuan dan kontribusi kepada masyarakat dengan tujuan semata-mata untuk

(15)

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat seperti membantu memberantas buta aksara, memberikan beasiswa, dan lain-lain.

5. Lingkungan

Konsep yang mendasari tema lingkungan dalam penelitian ini adalah mizan, i’tidal, khilafah, dan akhirah. Konsep tersebut menekankan pada prinsip keseimbangan, kesederhaan, dan tanggung jawab dalam menjaga lingkungan. Oleh karena itu, informasi-informasi yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya dan program-program yang digunakan untuk melindungi lingkungan harus diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan Othman et al. (2010:138). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 41 sebagai berikut:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia, supaya Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa item pengungkapan yang berhubungan dengan tema lingkungan yaitu konservasi lingkungan, perlindungan terhadap margasatwa, kegiatan mengurangi efek pemanasan global dengan meminimalisasi polusi, pengelolaan limbah, pengelolaan air bersih, pendidikan mengenai lingkungan, pemanfaatan limbah sekitar perusahaan yang diolah

(16)

kembali menjadi suatu produk baru, pernyataan verifikasi independen atau audit lingkungan, dan sistem manajemen lingkungan.

6. Tata Kelola Perusahaan

Konsep yang mendasari tema ini adalah konsep khilafa. Tema tata kelola perusahaan dalam ISR tidak bisa dipisahkan dari perusahaan guna memastikan pengawasan pada aspek syariah perusahaan. Secara formal, tata kelola perusahaan dapat didefinisikan sebagai sistem hak, proses, dan kontrol secara keseluruhan yang ditetapkan secara internal dan eksternal atas manajemen sebuah entitas bisnis dengan tujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan

stakeholder. Informasi yang diungkapkan dalam tema tata kelola

perusahaan adalah status kepatuhan terhadap syariah, rincian nama dan profil direksi, DPS dan komisaris, laporan kinerja komisaris, DPS dan direksi, kebijakan remunerasi komisaris, DPS dan direksi, laporan pendapatan dan penggunaan dana non halal, laporan perkara hukum, struktur kepemilikan saham, kebijakan anti korupsi, dan anti terorisme.

2.1.4 Shari’ah Governance Structure

Tata kelola perusahaan, terutama dalam paradigma Islam merupakan hal yang sangat penting karena memiliki kecenderungan sebagai pendorong kejujuran, integritas, keterbukaan, akuntabilitas dan tanggung jawab diantara seluruh stakeholders dalam sebuah organisasi. Disamping itu,

(17)

shari’ah governance merupakan hal yang sangat esensial pada institusi

keuangan Islam dalam membangun dan memelihara kepercayaan pemegang saham serta stakeholder lainnya bahwa seluruh transaksi, praktek dan kegiatan yang dijalankan perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Sejumlah bank Islam membentuk lembaga khusus pengawasan untuk membatasi perbedaan kepentingan antara investor Islam dengan pengelolaan bank syariah. Shari’ah Supervisory Board (SSB) berfungsi untuk meyakinkan investor bahwa bank-bank Islam patuh pada hukum dan prinsip-prinsip syariah. Permintaan akan adanya SSB muncul akibat kebutuhan yang dirasakan untuk memastikan inovasi-inovasi yang terdapat dalam praktik perbankan termasuk dalam akuntansi terhadap prinsip-prinsip ortodoksi Islam Karim (1995:287). Namun hal ini tidak menjadikan sebuah bank Islam wajib memliki SSB-nya sendiri. Meskipun, AAOIFI mensyaratkan baik SSB maupun auditor keuangan dari bank Islam melaporkan kepatuhan terhadap doktrin syariah AAOIFI. Standar AAOIFI secara eksplisit menyatakan bahwa pengawasan syariah adalah dimaksudkan untuk menyelidiki sampai sejauh mana institusi keuangan telah menganut aturan dan prinsip-prinsip syariah dalam semua kegiatannya. Literature yang ada menunjukkan terdapat dua sudut pandang yang bertolak belakang: dampak internal dari mekanisme tata kelola pada pengungkapan perusahaan mungkin menjadi pelengkap (complementary) atau pengganti (subtitutive) Ho dan Wong (2001:143). Jika mekanisme tata kelola perusahaan dianggap sebagai pelengkap (complementary) maka

(18)

diharapkan dapat memperkuat pengendalian internal perusahaan dan menyediakan paket pengawasan intensif bagi suatu perusahaan untuk mengurangi perilaku oportunistik dan asimetri informasi Ho dan Wong (2001:143).

Sudut pandang lainnya yaitu mekanisme tata kelola perusahaan mungkin berdampak sebagai pengganti (substitutive) dan mungkin menghasilkan pengungkapan yang lebih sedikit. Dimana terdapat tambahan mekanisme tata kelola yang dimasukkan yang mengarah pada pengawasan yang lebih baik, kebutuhan akan pengungkapan sebagai bentuk dari pengawasan yang kemudian menurun. Bakar (2002:76) menyatakan bahwa “kepatuhan syariah merupakan inti dari sebuah bank Islam dan bisnis perbankannya”. Tingkat kepatuhan syariah oleh bank Islam akan bergantung pada tingkat pengawasan di tempat dalam membatasi perbedaan kepentingan antara para pelaku yang secara khusus tertarik pada kepatuhan syariah yang dilakukan bank dan agen yang merupakan manajemen bank Farook et al. (2011:121).

Karim (1990:38) mengklasifikasikan tiga jenis utama dari pemegang saham bank-bank Islam: manajemen, investor Islam dan investor ekonomi. Dari ketiga kategori tersebut, segmen yang paling tertarik terhadap pelaksanaan kepatuhan bank akan hukum-hukum dan prinsip-prinsip Islam adalah investor Islam. Semakin besar tingkat pengawas oleh investor Islam, semakin besar kepatuhan bank Islam dalam melaksanakan hukum dan prinsip Islam. Oleh karena itu, sejauh mana pengungkapan ISR dapat

(19)

dikatakan bergantung pada tingkat pengawasan oleh kelompok investor Islam. Dua faktor tingkat pengawasan yang diidentifikasikan: Dewan Pengawas Syariah dan Ukuran Perusahaan.

2.1.4.1 Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah atau Shari’a Supervisory Board (selanjutnya disebut SSB) berperan dalam hal memberikan keyakinan kepada investor maupun stakeholder bahwa bank Islam dalam menjalankan kegiatannya telah patuh pada hukum-hukum dan prinsip-prinsip syariah seperti yang tercantum dalam Al-quran dan Hadits. Meskipun keberadaan SSB dapat meningkatkan pengawasan yang lebih tinggi sehingga pengungkapan ISR akan menjadi luas, sejauh mana SSB akan mempengaruhi pengungkapan ISR juga bergantung pada karakteristik mekanisme tata kelola masing-masing perusahaan. Oleh karena itu, banyak faktor yang berhubungan dengan karakteristik SSB mungkin menentukan seberapa efektif SSB dalam melakukan fungsinya dan kemudian berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan ISR oleh bank-bank syariah.

2.1.4.2 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan. Menurut Hilmi dan Ali dalam Ira Robiah (2008:30) ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya.

(20)

Semakin besar nilai item-item tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Ukuran perusahaan merupakan salah satu variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan mengenai variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas pengungkapan. Ada dugaan bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah kualitasnya dibandingkan perusahaan besar. Hal ini karena ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam laporan tahunan. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki 31 public demand akan informasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil Waryanti (2009:15).

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelum ini telah mencoba untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan CSR ataupun pengungkapan ISR, adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Variabel Hasil Penelitian 1. Khoiruddin (2013) Independen: - Ukuran Dewan Pengawas Syariah

Ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh positif terhadap Islamic Social

(21)

Komisaris Dependen:

- Pengungkapan ISR (Islamic Social

Reporting)

dewan pengawas syariah tidak berpengaruh terhadap pengungkapan terhadap

Islamic Social Reporting.

2. Swastiningrum (2013) Independen: - Ukuran Perusahaan - Profitabilitas - Leverage - Tipe Kepemilikan Dependen: - Pengungkapan ISR (Islamic Social Reporting)

Ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ISR, sedangkan profitabilitas dan leverage memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan, dan tipe kepemilikan berpengaruh berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Islamic Social Reporting. 3. Raditya (2012) Independen: - Ukuran Perusahaan - Profitabilitas - Sukuk - Jenis Industri - Umur Perusahaan Dependen: - Pengungkapan ISR (Islamic Social Reporting)

Ukuran perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap

perusahaan untuk pengungkapan ISR. 4. Dewi (2012) Independen: - Profitabilitas - Leverage - Likudititas - Ukuran Perusahaan - Porsi kepemilikan publik Dependen: - Pengungkapan ISR (Islamic Social Reporting)

Ukuran perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap

perusahaan untuk pengungkapan ISR, sedangkan Leverage, likuiditas dan kepemilikan

publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ISR.

Khoiruddin (2013) mengidentifikasi ” Pengaruh Elemen Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting pada Perbankan

(22)

Syariah Indonesia”. Hasil analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan ukuran dewan pengawas syariah (X1) secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan terhadap Islamic Social Reporting. Ukuran dewan komisaris (X2) secara parsial ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh positif terhadap Islamic

Social Reporting, dan secara simultan ukuran dewan pengawas syariah dan ukuran

dewan komisaris berpengaruh positif terhadap Islamic Social Reporting.

Swastiningrum (2013) yang meneliti “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage dan Tipe Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Islamic

Social Reporting pada perbankan syariah 2010-2012 . Hasilnya menunjukkan

Ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ISR, sedangkan profitabilitas dan leverage memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan, dan tipe kepemilikan berpengaruh berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Islamic Social Reporting pada perbankan syariah tahun 2010-2012.

Raditya (2012) menunjukkan “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada Perusahaan yang Masuk Daftar Efek Syariah”. Hasil analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan ukuran perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap perusahaan untuk pengungkapan ISR sedangkan penerbitan sukuk, jenis industri, umur perusahaan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR).

Dewi (2012) “Analisis Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, dan Porsi Kepemilikan Publik atas Saham Terhadap

(23)

Pengungkapan Islamic Social Reporting pada Perusahaan Jakarta Islamic Index”. Hasil analisis data menunjukkan profitabilitas dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap pengungkapan ISR. Sedangkan leverage, likuiditas dan porsi kepemilikan publik atas saham perusahaan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengungkapan ISR.

2.4 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnnya proyek penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antara variabel masalah yang telah diidentifikasikan melalui wawancara, observasi, dan survey. Kuncoro (2009:52). Kerangka konseptual merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang mencerminkan adanya hubungan antara variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, variabel independen (X) yang digunakan adalah Dewan pengawas syariah dan ukuran perusahaan sedangkan variabel dependen (Y) pengungkapan Islamic Social Reporting.

Dewan pengawas syariah adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah. (prasetyoningrum 2010:27) menyatakan bahwa keanggotaan DPS seharusnya terdiri dari ahli syariah, yang sedikitnya banyak menguasai hukum dagang positif dan cukup terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. Tugas DPS adalah mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Jumlah anggota DPS menurut ketentuan GCG yang ditetapkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas yaitu sekurang-kurangnya sebanyak dua orang. Semakin banyak anggota DPS maka diharapkan pengawasan terhadap bank

(24)

menjadi lebih baik sehingga sesuai dengan prinsip syariah dan dapat meningkatkan level pengungkapan.

Ukuran perusahaan bisa diukur dengan berbagai cara diantara lain menggunakan total aktiva, jumlah karyawan, jumlah pemegang saham, aset tetap, penjualan perusahaan ataupun modal dari perusahaan tersebut. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan total aktiva. Susmantoro (2008:27) menyatakan bahwa total aset yang dimiliki perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat disclosure. Semakin besar aset yang dimiliki perusahaan maka semakin tinggi tingkat disclosure perusahaan. Berdasarkan peneliti-peneliti sebelumnya disimpulkan bahwa perusahaan yang berukuran besar cenderung memiliki pengungkapan informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran lebih kecil karena dengan ukuran perusahaan yang besar maka tanggung jawab perusahaan akan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitarnya akan semakin diperhatikan. Selain itu perusahaan yang berukuran besar dianggap lebih mempunyai kemampuan untuk memberikan pengungkapan yang lebih luas. Hubungan lainnya antara ukuran perusahaan dengan tingkat pengungkapan adalah semakin besar perusahaan maka semakin banyak pihak analis di bursa saham yang tertarik untuk menganalisa kinerja perusahaan tersebut, sehingga dibutuhkan pengungkapan yang lebih banyak.

Berdasarkan teori tersebut maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:

(25)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan hipotesisnya sebagai berikut :

H1: Dewan Pengawas Syariah dan Ukuran Perusahaan pada perbankan syariah di Indonesia berpengaruh terhadap pengungkapan ISR baik secara simultan maupun parsial. Dewan Pengawas Syariah (X1) Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) (Y) Ukuran Perusahaan (X2)

Referensi

Dokumen terkait

In the software for the cyberspace invaders game, there must be a method or meth- ods that test to see whether a laser has hit an alien and whether a bomb has hit the defender.

Kondisi pemanfaatan lahan sempadan sungai dikelurahan pangkabinanga yang berada dikawasan garis sempadan sungai besar tidak bertangul diluar kawasan perkotaan pada jarak 100 meter

Pemilik dan karyawan sebagai responden menyatakan setuju yang artinya bahwa permintaan yang tinggi pada saat-saat tertentu merupakan peluang Alexa Snack, seperti Hari Raya Idul

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:1) pengaruh motivasi, pembelajaran, dan sikap konsumen secara parsial terhadap keputusan pembelian ulang, 2) pengaruh motivasi,

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan: (1) latar belakang sosial pengarang novel Pajang ; (2) latar belakang sosiologis novel

Lokasi pengambilan sampel ini memiliki lebar dan kedalaman sungai rata-rata sebesar 28,12 m dan 3,08 m Pada lokasi pengambilan sampling ini kondisi eksisting

9 Apabila ada Pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak menuruti peraturan seperti yang terlihat mencolok adalah Pegawai negeri sipil sering kita temukan pulang sebelum waktu

Harapan Subur yang telah memberikan kepada pada penulis untuk melakukan penelitian guna menyelesaikan skripsi ini... Teman-teman dan rekan-rekan penulis serta semua pihak yang