• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi remaja semakin kompleks. Masa remaja sangaterat kaitannya dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dihadapi remaja semakin kompleks. Masa remaja sangaterat kaitannya dengan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Kepedulian pemerintah terhadap masalah kesehatan reproduksi remajacenderung semakin tinggi. Hal ini disebabkan antara lain karena berbagaimasalah yang dihadapi remaja semakin kompleks. Masa remaja sangaterat kaitannya dengan perkembangan psikis pada periode yang dikenalsebagai pubertas serta diiringi dengan perkembangan seksual. Kondisiini menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap masalah-masalahperilaku berisiko.

Berdasarkan Proyeksi Penduduk Remaja tahun 2000-2025 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik, BAPPENAS, UNFPA Jumlah remaja pada tahun 2007 berusia 10-24 tahun di Indonesia terdapat sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah perkiraan penduduk Indonesia sebanyak 222 juta. Permasalahan remaja yang ada saat ini sangatkompleks dan menguatirkan. Hal ini ditunjukkan dengan masihrendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Remajaperempuan dan laki-laki usia 15-24 tahun yang tahu tentang masa suburbaru mencapai 29,0% dan 32,3%. Remaja perempuan dan remaja laki-laki yang mengetahui risiko kehamilan jika melakukan hubungan seksualsekali masing-masing baru mencapai 49,5% dan 45,5%. Remajaperempuan dan remaja laki-laki usia 14-19 tahun yang mengakumempunyai teman pernah melakukan hubungan seksual pra nikahmasing-masing mencapai 34,7% dan 30,9% sedangkan remaja perempuandan laki-laki usia 20-24 tahun yang mengaku

(2)

mempunyai teman pernahmelakukan hubungan seksual pra nikah masing-masing mencapai 48,6%dan 46,5% (BKKBN, 2008: 1).

Jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia yang dilaporkan hingga bulanMaret 2007 mencapai 14.628 orang. Sedangkan kasus AIDS sudahmencapai 8.914 orang, dimana separuh dari kasus AIDS ini adalahkelompok remaja (umur 15-19=2,7%, umur 20-29=54,7%).Dari sisi lain, jumlah penyalahguna Narkoba sebesar 1,5% dari pendudukIndonesia atau 3,2 juta penduduk Indonesia didapati sebagaipenyalahguna NAPZA. 78% diantaranya adalah remaja kelompok umur20-29 tahun (BNN tahun 2006).Kompleksitas permasalahan remajatersebut perlu mendapat perhatian secara terus menerus baik dari pihakpemerintah, LSM, masyarakat, maupun keluarga, guna menjamin kualitasgenerasi mendatang(BKKBN, 2008: 1)

Untuk merespon permasalahan remaja tersebut, Pemerintah melalui BKKBNtelah melaksanakan dan mengembangkan Program Kesehatan ReproduksiRemaja (KRR) yang merupakan salah satu program pokok pembangunannasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM 2004-2009). Pada saat ini BKKBN telah mempunyai visi organisasiyang baru yaitu: “Seluruh Keluarga Ikut KB”, dengan misi “MewujudkanKeluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Guna mencapai visi tersebut, BKKBNtelah menyusun strategi dasar serta menetapkan sasaran strategis yangharus dicapai pada tahun 2009. Salah satu diantara sasaran strategistersebut berkaitan erat dengan program Kesehatan Reproduksi Remaja,yaitu; Setiap Kecamatan Memiliki Pusat Informasi dan KonselingKesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang aktif. Dimana saat ini

(3)

PIK-KRR yang sudah ada di seluruh Indonesia adalah sebanyak 2.773 buah(BKKBN, 2008: 1-2).

Untuk mewujudkan remaja yang tegar dalam artian remaja yang berperilaku sehat, menghindari resiko Triad KRR, menunda usia perkawinan, menginternalisasi norma-norma keluarga kecil bahagia sejahtera dan menjadi contoh, idola teladan, bagi remaja-remaja sebaya dalam rangka tegar keluarga untuk mencapai keluarga kecil bahagia sejahtera. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, maka BKKBN telahmerumuskan lima upaya pokok program Kesehatan Reproduksi Remaja,yaitu; 1). Peningkatan komitmen penentu kebijakan pengelola danpelaksanan program; KRR 2). Peningkatan Akses Informasi KRR; 3).Peningkatan Akses Pelayanan KRR; 4) Peningkatan Kualitas PIK-KRRserta; 5). Peningkatan Kualitas Pengelolaan, Jaringan dan KeterpaduanProgram.Tiga dari lima upaya pokok program KRR yaitu Peningkatan AksesInformasi KRR, Peningkatan Akses Informasi dan Pelayanan PIK-KRR,peningkatan kualitas PIK-KRR. Dari ketiga upaya pokok tersebut dalampelaksanaannya dapat dilakukan oleh Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya melalui PIK Remaja

Pendidik Sebaya adalah orang yang menjadi narasumber bagikelompok remaja sebayanya yang telah mengikuti pelatihan pendidiksebaya PIK Remaja. Keberadaan dan perananPendidik Sebaya di lingkungan remaja sangat penting artinya dalammembantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konselingyang cukup dan benar tentang KRR.Pendidik Sebayamemiliki uraian

(4)

tugas yang jelas berdasarkan kurikulum PIK antara lain menyampaikan informasi substansi KRR, melaksanakan advokasi dan KIE tentang PIK-Remaja.

Konselor Sebaya PIK Remaja di Tidore Kepulauan menjalankan fungsinya dalam PIK sebagai suatu proses membantu remaja lain yang mengalami masalah sehubungan dengan kesehatan reproduksinya tanpa melihat jenis kelamin. Penyelesaian masalah melalui pemahaman tentang fakta-fakta dan perasaan-perasaan yang terlibat di dalamnya merupakan suatu bagian sulit yang selama ini menjadi masalah yang sering di alami oleh konselor remaja dan berimbas pada aktivitas PIK-Remaja/Mahasiswa selanjutnya

Tahun 2005, BKKBN Provinsi Maluku Utara membentuk Pusat informasi dan konseling remaja, diawali kegiatan pelatihan managemen pengelolaan PIK Remaja yang melibatkan siswa SMU, kelompok mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam LSM di bidang pemberdayaan remaja. Beberapa kelompok kemudian di dorong untuk membentuk PIK dengan melihat sumber daya dan kemampuan meresapi berbagai kriteria sesuai kurikulum nasional yang disusun.Kelompok PIK baru ini seterusnya dijadikan PIK percontohan. Kelompok inilah yang menjadi embrio terbentuknya PIKdi berbagai kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara. Sampai dengan akhir tahun 2010 jumlah PIK Remaja Tidore berjumlah 18 kelompok dengan Pendidik Sebaya berjumlah 40 orang dan Konselor Sebaya 18 orang.

Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya yang kemudian di singkat menjadi PS dan KS adalah “kekuatan” paling penting dalam jalannya aktivitas PIK-Remaja. PS dan KS yang dilatih sebagai penyampai informasi kesehatan reproduksi kepada

(5)

remaja lainnya sehingga tuntutan kepada seorang remaja tersebut memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang benar dan memiliki kemampuan dalam mempengaruhi serta memberi pesan secara utuh kepada remaja lainnya berkaitan dengan persoalan sehingga remaja yang mengakses informasi mampu mengambil keputusan dalam hal memperlakukan dirinya secara sehat dan bertanggungjawab.

Realitas persoalan remaja dan peranan Pusat Informasi dan Konseling dalam hal menyediakan dan menyebarluaskan informasi tentang Triad KRR tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh program. Tantangan terbesar sebagai Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya yang di hadapi selama proses advokasi tidak hanya dari teman-teman sebayanya saja, namun ketidakpahaman orang dewasa akan sangat berpengaruh bagi kegiatan PIK Remaja. Gencarnya Pendidik Sebaya dan Konselor SebayaPIK Remaja Tidore Kepulauan dalam mengkampanyekan pendidikan tentang masalah remaja termasuk seksualitas dan kesehatan reproduksi, mengadvokasi program KRR di tengah masyarakat mendorong terjadinya berbagai respon dari masyarakat sekitar dan teman sebaya sendiri.

Kasus protes beberapa orang tua yang menuduh PIK Remaja Tidore sebagai penyedia informasi negatif persoalan seksual yang lebih bersifat vulgar tentunya menjadi pukulan paling kuat di tahun bertama PIK Remaja di Tidore berkegiatan. Aksi ketidaksetujuan dalam bentuk pernyataan protes yang dilancarkan remaja siswa-siswi SMU bahkan kalangan mahasiswa kepada Pendidik Sebaya dan Konselor SebayaPIK Remaja Tidore Kepulauankarena faktor umur dan

(6)

pengalaman yang tidak terlalu berbeda jauh serta kemampuan terbatas persoalan KRR, sangat mempengaruhi rasa percaya diri para remaja yang terlibat sebagai Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya.

Reaksi yang muncul ketika terjadi kekeliruan tindakan yang diambil oleh para remaja (siswa-siswi) pengguna layanan PIK Remaja bisa saja sebagai akibat dari kesalahan interpretasi informasi yang diterima remaja tersebut dari PS dan KS. Namun kesalahan ini bisa terjadi karena kemampuan penyampaian informasi rendah dari PS dan KS PIK Remaja di Tidore Kepulauanyang menyebabkan boomerangbagi PS dan KS sendiri.

Kenyataannya, aktivitas PIKRemaja yang bisa dikelola langsung dari, oleh dan untuk remaja memberikan sebuah nuansa yang berbeda, ketika remaja diberi pengetahuan yang seimbang tentang seksualitas dengan keterpaduan informasi antara masalah seks dan dampak perilaku seksual telah menurunkan kecenderungan remaja berhubungan seks secara bebas dari hasil 35 penelitian yang dilakukan oleh WHO (Djaelani, 1997).Terbukti dari 1.583 remaja yang mengikuti kegiatan PIK-Remaja mendapat informasi tentang KRR dari pendidik sebaya dan konselor sebaya sebesar 70% dan 53% (BKKBN 2009).

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa identifikasi awal terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi PIK Remaja Tidore antara lain menemukan kurangnya PS dan KS, keterbatasan pengetahuan akan cara mengelola PIK Remaja, kurangnya pengalaman melakukan konseling serta latar belakang budaya dan pendidikan yang berbeda dimana menimbulkan berbagai respon yang muncul dari lingkungan sosial. Permasalahan dalam penelitian suatu tesis dengan judul

(7)

Peran Pendidik Sebaya Dan Konselor Sebaya Pada Pusat Informasi Konseling (PIK) Remaja di Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara.

B. Rumusan Masalah

Oleh karena itu menarik untuk diketahui ditengah permasalahan dan keterbatasan yang ada, bagaimana Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya menjalankan perannya untuk mencapai efektivitas. Secara lebih khusus dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa peran Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya pada Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja di Kota Tidore Kepulauan?

2. Apa faktor-faktor yang berpengaruh dan mendukung keberhasilan peran Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara khusus penelitian ini berupaya mengungkapkan:

1. Untuk mendapatkan gambaran peran Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya pada Pusat Informasi dan Konseling Remaja di Kota Tidore Provinsi Maluku Utara.

2. Untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi keberhasilan peran Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya di PIK Remaja di Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara.

Sementara manfaat penelitian adalah:

1. Dalam dunia akademik penelitian ini diharapkan melengkapi khazanah khususnya pengembangan dalam studi implementasi kebijakan, serta memberikan sumbangan pemikiran berkenaan dengan peran Pendidik

(8)

Sebaya dan konselor Sebaya PIK Remaja dalam mencapai tujuan PIK Remaja yaitu pemberian Informasi PKBR, PUK, Ketrampilan Hidup dan Pelayanan Konseling dan Rujukan.

2. Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi organisasi non pemerintah/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), khususnya LSM yang bergerak di bidang Kesehatan Reproduksi Remaja.

3. Untuk mengetahui kondisi pengelolaan PIK-Remaja baik internal maupun eksternal dan peran PIK-Remaja yang berhubungan dengan kondisi sosial masyarakat setempat sehubungan dengan fungsi inti dari PIK dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada remaja.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian berkaitan dengan Peran Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya pada PIK Remaja belum pernah diangkat dalam penulisan tesis, akan tetapi tema yang berkaitan PIK-KRR sudah dikaji dalam beberapa penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan PIK-KRRyang telah dilakukan sebelum penulis adalah sebagai berikut:

1. Peer Educator dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja, Tesis Program Pasca Sosiologi FISIP UGM, disusun oleh Ali Imron, tahun, 2011

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari Program Pengembangan Kesehatan Reproduksi Remaja Berbasis Komunitas yang diselenggarakan ICBC di sekolah/di desa.

(9)

Temuan dari hasil monitoring dan evaluasi akan disebarluaskan pada pihak-pihak terkait, baik tingkat lokal maupun nasional untuk menjadi dasar memahami dan mengembangkan strategi dan pendekatan yang dapat bekerja dengan baik.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dapat dilihat dari berbagai indikator antara lain: Input, Proses, Output. Merujuk pada konsep AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latent Pattern Maintenance) yaitu bagaimana pendidikan kesehatan dapat terlaksana dengan indikator ketersediaan anggaran, tujuan yang jelas, kerjasama antar aktor, serta dukungan motivasi dan sistem budaya yang kondusif.

Selanjutnya diungkapkan pula mengenai komunikasi. Komunikasi adalah kegiatan penyampaian informasi program dari peer educator kepada kelompok sasaran (teman sebaya) yang dapat menciptakan kesamaan pemahaman diantara pihak-pihak yang berperan dan perubahan perilaku dari kelompok sasaran dalam rangka mencapai tujuan program PIK KRR.

Indikator efektivitas kegiatan atau program yang digunakan antara lain:

a. Pencapaian seluruh tujuan kegiatan atau program b. Ketepatan sasaranatau program

c. Pencapaian tujuan-tujuan kegiatan atau program pada batas waktu yang ditetapkan.

(10)

Metode yang digunakan untuk menganalisis adalahkualitatif dan data yang digunakan diperoleh dari laporan kegiatan, wawancara, dan observasi, dengan mengambil lokasi penelitian di SMA Demarko, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa:

a. Tidak adanya penghargaan terhadap guru pendamping PIK baik secara material maupun non material dalam mendampingi dan membimbing peer educator, dan ketidakkompakan antara guru pendamping dengan Kepala Sekolah Demarko.

b. Kebijakan menggabungkan struktuk PIK ke dalam struktur OSIS sehingga mempersempit ruang gerak PIK-KRR dalam berkreasi disebabkan terbatasnya dana.

c. Komunikasi yang satu arah dan rendahnya intensitas komunikasi mengakibatkan motivasi dan solidaritas sosial peer educator menjadi melemah. Permasalahan rendahnya komunikasi juga disebabkan karena beberapa peer educator adalah anggota aktif pada bidang ekstrakurikuler lain di sekolah.

2. Akseptabilitas Dan Pemanfaatan Pusat Informasi Dan Konsultasi KRR (PIK-KRR) Pada Siswa SMU Di Bima Kota Bima NTB, Tesis Program Pasca FK UGM, oleh Arie Afrima, tahun 2011.

Penelitian ini menekankan pada apakah ada hubungan akseptabilitasterhadap PIK KRR di sekolah dengan pemanfaatan PIK KRR di sekolah padasiswa SMU di kota Bima. Hal ini berhubungan

(11)

persepsi remaja terhadap petugas yang tidak senang dan cenderung mencari kesalahan remaja. Menurut WHO kurangnya pemanfaatan pelayanan KRR disebabkan sikap dari penyedia pelayanan kesehatan yang kurang dapat diterima oleh remaja (unacceptable).

Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasional dengan rancangan cross sectional (mencari hubungan antara variable bebas dan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran sesaat. Dengan menggunakan 2 pendekatan kuantitatif dan kualitatif (indepth interview).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa:

a. Faktor yang mempengaruhi penerimaan akseptabilitas remaja untuk menggunakan pelayanan Kespro adalah petugas pemberi pelayanan dimana remaja cenderung untuk mengungkapkan permasalahan yang mereka hadapi jika merasa dekat dengan konselor. Siswa akan memanfaatkan PIK KRR jika pelayanan yang diberikan dapat diterima dari segi tempat, waktu, pelayanan yang privacy dan confidentially dan petugas pemberi layanan adalah konselorsebaya karena merasa nyaman.

b. Dari hasil wawancara mendalam diambil kesimpulan bahwa alasan siswa tidak memanfaatkan PIK KRR lebih karena hambatan psikologis, yaitu perasaan malu dan takut masalahnya diketahui orang lain. Di dukung oleh hasil Berhane et al. (2005) 72% mengaku takut diketahui ORTU atau orang-orang yang mereka kenal

(12)

sebagai penghalang untuk memanfaatkan pelayanan Kespro, 67,8 % karena perasaan malu untuk meminta pelayanan kespro kepada petugas kesehatan. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebutuhan remaja terhadap PIK KRR disekolah dengan pemanfaatan PIK KRR di sekolah. Karena sebagian besar siswa membutuhkan pelayanan kespro sebagai sumber informasi kespro dan pemecahan masalah yang dihadapi.

c. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dan terhadap kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK KRR disekolah. Pada umumnya remaja mempunyai kepeduliaan dan sikap positif terhadap kesehatan reproduksi.

3. Analisis Sistem Kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi Program Kesehatan Reproduksi Remaja Di Puskesmas Kabupaten Klaten, Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, UNDIP, disusun oleh Supiati, tahun 2007.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja belum memadai, dan kebanyakan baru ditangani oleh lembaga swadaya masyarakat di kota-kota besar. Fasilitas kesehatan ditingkat pelayanan dasar belum banyak menyediakan pelayanan tersebut, sehingga remaja belum mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk menjalani perilaku reproduksi sehat.Semakin awal pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi diyakini akan semakin

(13)

berdampak positif kepada kehidupan reproduksi mereka di kemudian hari.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sistem kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi khususnya program kesehatan reproduksi remaja yang ada diwilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Klaten. Dengan mengambil sebanyak delapan (8) orang petugas Puskesmas khususnya petugas KIE dari setiap Puskesmas di wilayah kerjaKabupaten Klaten sebagai informan atau sumber utama dalam menganalisis data yang berkaitan dengan system kegiatan KIE-KRR. Sedangkan metoda validitas dan reliabilitas digunakanmetode triangulasi dengan mengambil informan Kepala Puskesmas sebagai coordinator sebanyak tiga (3) orang, Pembina OSIS SMA sebanyak tiga (3) orang, dan siswa SMA sebanyaktiga (3) orang informan.

Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah deduktif-induktif yaitu mengambil pernyataan dari pernyataan-pernyataan dari setiap pertanyaan yang dijawab yang bersifatumum kemudian diulas yang lebih menfokus kepada masalah system kegiatan. Dengan metode deskriptif kualitatif didapatkan untuk setiap informan berdasarkan karakteristik yaitu tingkatpendidikan, masa kerja, dan lama bekerja dari setiap informan.

Berdasarkan hasil penelitian dari delapan (8) orang informan tujuh (7) diantaranya adalah bidan dan 1 orang dokter. Dari setiap informan tersebut didapatkan bahwa pendidikan untukbidan rata-rata

(14)

setingkat D3-D4 dan sudah pernah mendapatkan pelatihan. 1 orang dokter dengan latar pendidikan dokter/umum mendapatkan pelatihan untuk kesehatan reproduksi remajasebanyak minimal 1 kali selama bekerja di Puskesmas wilayah Kabupaten Klaten. Secara keseluruhan informan pernah mendapatkan pelatihan minimal satu (1) kali untuk kegiatankomunikasi, informasi, dan edukasi program kesehatan reproduksi remaja. Secara umum berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa system kegiatan komunikasi, informasi, danedukasi program kesehatan reproduksi remaja untuk Puskesmas di wilayah kerja kabupaten Klaten belum sepenuhnya dilaksanakan. Banyak kendala-kendala dan masih sedikit upayauntuk mengatasinya. Hal ini dikarenakan belum ada koordinasi sepenuhnya dari Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Kabupaten Klaten.

4. AnalisisImplementasi ProgramPelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Di Puskesmas Wilayah Kota Semarang, Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, UNDIP, disusun oleh Kusuma Dewi Palupi, tahun 2009.

Penelitian ini mengungkapkan bahwaPKPR merupakan suatu model pelayanan kesehatan bagi remaja di Puskesmas. Meskipun terdapat dukungan pimpinan, rencana kerja, standar pelayanan dan peningkatan jumlah Puskesmas yangmenyelenggarakan PKPR di kota Semarang, sasaran PKPR tahun 2007 hanya mencapai 36,22%. Tujuan

(15)

penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi program PKPR di PuskesmasWilayah Kota Semarang.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif eksploratif yang dilakukan dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam pada 8 kepala Puskesmas dan 8pelaksana program PKPR di Puskesmas sebagai informan utama, 5 orang remaja yang terlayani, 4 orang ibu remaja yang terlayani dan 1 orang Kabid Kesehatan Keluarga DKK Semarang sebagai informantriangulasi.

Kegiatan PKPR masih terbatas pada penyuluhan di sekolah dengan materi Kesehatan Reproduksi Remaja. Remaja yang datang ke Puskesmas belum mendapatkan pelayanan seperti alur modelpelayanan PKPR Depkes. Akses remaja ke Puskesmas terbentur dengan jam sekolah. Puskesmas belum mampu menyediakan konselor sebaya. Belum ada alokasi dana yang cukup untuk kegiatan PKPR.

Bahan-bahan penyuluhan masih kurang, belum ada form pelayanan, panduan konseling dan pedoman pelaksanaan, alat bantu pembelajaran edukatif dan transportasi serta ruangan pelayanan. Pemahamanpetugas tentang program masih kurang. Tidak semua petugas bersikap youth friendly dan memiliki sikap yang positif terhadap pencapaian tujuan. Beban kerja petugas tinggi. Pengawasan hanya berupapemeriksaan laporan. Kualitas laporan masih rendah. Forum kerjasama lintas sektoral belum digunakan untuk menggalang dukungan

(16)

bagi terselenggaranya PKPR. Standar Operasional Prosedur dan StandarPelayanan Minimal belum tersedia.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program PKPR di Puskesmas belum memenuhi kriteria pelayanan remaja seperti yang ditetapkan Depkes RI. Faktor penyumbangnya adalahbelum adekuatnya dukungan dana, sarana prasarana, ketenagaan dan lemahnya kegiatan koordinasi, komunikasi dan struktur birokrasi. Berdasarkan penelitian ini maka direkomendasikan untuk tetapmelanjutkan kebijakan PKPR namun perlu dimodifikasi agar dapat mencapai tujuan secara maksimal.

5. Evaluasi Pelaksanaan Manajemen Program PIK-KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja oleh PKB Di Kabupaten Jember Jawa Timur, Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, UNDIP, disusun oleh Kiswati, tahun 2011.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa masalah KRR di Kabupaten Jember (HIV/AIDS, NAPZA, seksualitas) dan pernikahan dini tinggi. Pelaksanaan program PIK-KRR oleh PKB belum menjangkau semua sasaran, yang diduga penyebabnya adalah komitmen yang kurang optimal dari Pembina dan lintas sektor terkait yang mempengaruhi penyediaan sumber-sumber penting dalam pelaksanaan kebijakan program seperti dana, sarana / fasilitas dan alat. Rendahnya jumlah tenaga akan mempengaruhi akses informasi dan sosialisasi yang mempengaruhi kualitas pelayanan PIK-KRR. Tujuan penelitian ini

(17)

adalah mengevaluasi pelaksanaan program PIK-KRR oleh PKB di Kabupaten Jember.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan secara cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnikwawancara mendalam (Indepth Interview) pada 6 PKB sebagai informan utama, 6 remaja pelaksana PIK-KRR, Kepala Bidang dan Kepala Sub Bidang KB dari BPPKB sebagai informan triangulasi. Analisa data menggunakan metode pengolahan deskripsi isi (content analysis).

Hasil dari pelaksanaan PIK-KRR adalah sudah ada dukungan dari Bupati Jember dalam bentuk SK, tetapi belum didukung oleh dana, sarana / fasilitas yang cukup sebagai motor penggerak pelaksanaan program, media promosi dan sosialisasi secara kualitas dan kuantitas kurang memadai, pemberdayaan SDM oleh PKB belum optimal yang mempengaruhi kegiatan promosi dan sosialisasi, jalinan kemitraan belum menyeluruh baik lintas program maupun lintas sektor yang didukung MoU. Sistem pengadministrasian sesuai dengan panduan, tetapi sistem pelaporan belum rutin setiap bulan. Kuantitas dan kualitas pembinaan kurang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Program PIK-KRR belum terlaksana dengan baik sesuai panduan. Berdasarkan penelitian ini maka direkomendasikan tetap melanjutkan kebijakan PIK-KRR dan BPPKB perlu melakukan advokasi pada penentu kebijakan,

(18)

lintas sektor/program tentang nilai strategis pelayanan remaja, penyediaan dana, alat, fasilitas dan penyediaan sumber daya yang memadai dari segi pengetahuan, ketrampilan dan sikap dengan pengadaan pelatihan setiap tahun.

Dari uraian di atas, dapat dibandingkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Ali Imron menekankan pada mengapa pendidikan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui peer educator dansejauhmana efektivitas pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang dilakukan peer educator, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Arie Afrima menekankan pada apakah ada hubungan akseptabilitas terhadap PIK KRR di sekolah dengan pemanfaatan PIK KRR di sekolah pada siswa SMU di kota Bima. Hal ini berhubungan persepsi remaja terhadap petugas yang tidak senang dan cenderung mencari kesalahan remaja. Menurut WHO kurangnya pemanfaatan pelayanan KRR disebabkan sikap dari penyedia pelayanan kesehatan yang kurang dapat diterima oleh remaja (unacceptable).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Supiati menekankan untuk mengetahui gambaran sistem kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi khususnya program kesehatan reproduksi remaja yang ada di wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Klaten.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kusuma Dewi Palupi menekankan pada pelaksanaan program PKPR di Puskesmas dimana pelaksanaan tersebut belum memenuhi kriteria pelayanan remaja seperti yang ditetapkan Depkes RI. Faktor penyumbangnya adalah belum adekuatnya dukungan dana, sarana

(19)

prasarana, ketenagaan dan lemahnya kegiatan koordinasi, komunikasi dan struktur birokrasi dan penelitian yang dilakukan oleh Kiswati menekankan pada masalah KRR di Kabupaten Jember (HIV/AIDS, NAPZA, seksualitas) dan pernikahan dini tinggi, dimana pelaksanaan program PIK-KRR oleh PKB belum menjangkau semua sasaran, yang diduga penyebabnya adalah komitmen yang kurang optimal dari Pembina dan lintas sektor terkait yang mempengaruhi penyediaan sumber-sumber penting dalam pelaksanaan kebijakan program seperti dana, sarana / fasilitas dan alat. Rendahnya jumlah tenaga akan mempengaruhi akses informasi dan sosialisasi yang mempengaruhi kualitas pelayanan PIK-KRR.

Adapun dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada bagaimana efektivitas peran dari Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya pada Pusat informasi dan Konseling Remaja Tidore di Provinsi Maluku Utara. Selanjutnya akan dilihat pula langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh pendidik sebaya dan konselor sebaya dalam mencapai efektifitas dan bagaimana strategi mereka menghadapi tantangan yang ada untuk mencapai efektivitas PIK-Remaja di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara.

E. Landasan Teori

E.1. Teori Peran

Kata “peran” atau “role” dalam kamus oxford dictionary diartikan: Actor’s part; one’s task or function. Yang berarti aktor; tugas seseorang atau fungsi (The New Oxford Illustrated Dictionary, 1982: 1466). Istilah peran dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pengertian peran dapat dijelaskan sebagai berikut:

(20)

“peran adalah sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat” (Peter Salim dan Yeny Salim, 1991: 1132).

Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Kozier, 1995: 21).

Peran menurut Parsons (dalam Ritzer dan Goodman, 2005) merupakan bagian dari system social. Penekanan Parsons terletak pada proses interaksi dakam sebuah system social dan peran merupakan tindakan-tindakan aktor berdasarkan system social dimana ia berada. Menurut Parsons (dalam Johnson, 1986) setiap tindakan memiliki beberapa komponen seperti tujuan tindakan dilakukan, situasi dimana tindakan dilakukan, aturan-aturan tindakan berdasarkan nilai-nilai normative yang berlaku. Jadi setiap actor yang berperan akan melakukan tindakan yang memiliki komponen-komponen tersebut.

Suatu peranan merupakan apa yang dapat dilakukan atau tidak dilakukan oleh individu atau kelompok yang berarti adanya ketertarikatan peranan terhadap suatu norma-norma didalam suatu organisasi atau masyarakat (Soekanto, 2002: 248). Menurut Horton dan Hunt (1993: 129-130), peran (role) adalah perilaku yang

(21)

diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini, dinamakan perangkat peran (role set). Abu Ahmadi mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya (Ahmadi, 1982: 50).Atau menurut Sofian Effendi (1986: 67), peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dimiliki orang atau lembaga yang berkedudukan didalam masyarakat atau lembaga yang dinaunginya. Dengan demikian,peran merupakan hak dan kewajiban dalam suatu organisasi diwujudkan dalam bentuk uraian jabatan atau uraian tugas. Oleh karena itu, maka dalam menjalankan peranannya seseorang/lembaga, uraian tugas/uraian jabatan merupakan pedomannya (Toha, 1983: 10).

Dengan demikian disimpulkan konsep peran adalah segala tingkah laku dan tindakan sesorang berdasarkan posisi sosial yang terbentuk melalui harapan-harapan dan proses interaksi dengan orang lain dalam sistem sosialnya. Dalam mengkaji peran ada beberapa elemen yang harus dikaji aktor yang berperan dengan orang lain, institusi sosial dimana seseorang memainkan perannya dan karakteristik peran yang membedakan ia dengan orang lain, strategi dan hambatan yang dialami aktor dalam berperan dalam sebuah sistem sosial.

Sebagai narasumber bagi kelompok sebayanya remaja yang terlibat dalam pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling dan mengambil peran sebagai seorang Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya, memiliki tugas yang paling penting dalam program. Peran itu tercantum dalam kurikulum yaitu selain sebagai pusat informasi dan konseling tentang Triad KRR, status mereka sangat menentukan

(22)

bagaimana kedudukan mereka didalam lembaga yang memberikan panutan bagi kelompok usia mereka sendiri dalam lingkungan sosial mereka.

F. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar : Kerangka Konsep Penelitian Peran & Efektivitas PIK Peran Konselor Sebaya

Konseling KRR 1. Menyampaikan Informasi

Substansi Program KRR 2. Advokasi dan KIE PIK

Remaja

3. Melakukan Kegiatan Menarik Minat Remaja 4. Melakukan Pencatatan dan

Pelaporan

PIK Remaja

Peran Pendidik Sebaya

EKSTERNAL: 1. Partisipasi Remaja 2. Kemitraan dengan

Organisasi Lain FAKTOR INTERNAL:

1. Bekali Diri Pengetahuan Memadai

2. Managemen PIK 3. Sarana dan Prasarana

(23)

G. METODOLOGI PENELITIAN

G.1. Jenis Penelitian

Beranjak dari tujuan dasar dari penelitian ini yakni mengetahui peran Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya pada Pik-Remaja maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Menggunakan tehnik pengamatan partisipasi dengan harapan terjadi interaksi sosial antara peneliti dengan informan didalam hal-hal tertentu, ide untuk memberi kesempatan peneliti untuk mempelajari langsung dari tangan pertama pengalaman dan perilaku sehari-hari dari subjek didalam situasi tertentu, dan jika dibutuhkan menceritakan tentang proses dan interpretasinya. Penulis kemudian berinisiatif untuk mencoba mendekati obyek melalui penelitian kasus (case study), yaitu penelitian tentang status subyek penelitian yang berkaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat yang khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang umum (Arikunto, Suharsimi, 1998: 234)

Aplikasi studi kasus dalam penelitian kebijakan mempunyai beberapa keunggulan, seperti :

1. Memberi bekal pagi peneliti atau perumusan kebijakan lebih lanjut, terutama berkenaan dengan masalah-masalah sosial yang spesifik. 2. Memungkinkan bagi penelitian kebijakan untuk dilakukan secara

(24)

3. Dapat merupakan sumber bangun hipotesis bagi penelitian kebijakanlebih lanjut.

4. Data yang diperoleh dalam penelitian amat berguna dalam memberikan ilustrasi mengenai penemuan-penemuan yang digeneralisasikan secara statistik. (Rist dalam Danim, 2005)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis perlu untuk mengamatinya secara langsung, dengan observasi dan wawancara sehingga pemahaman diperoleh secara mendalam, bertujuan untuk membuat suatu deskripsi atau gambaran yang sistematis, faktual dan akurat tentang peran Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya pada Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja Tidore, Propinsi Maluku Utara.

G.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dengan judul “Peran Pendidik Sebaya Dan Konselor SebayaPada Pusat Informasi Dan Konseling (PIK) Remaja”akan mengambil lokasi di Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara. Alasan dipilihnya PIK Remaja di Kota Tidore antara lain:

1. PIK Remaja adalah organisasi di SMU yang aktif berkegiatan melibatkan remaja dibanding organisasi lain yang sudah ada, dalam memberi penyadaran tentang kesehatan reproduksi (Seksualitas HIV/AIDS & Napza).

2. PIK Remaja Tidore pernah menjadi tiga terbaik dari aspek managemen dan program kegiatan PIK di tingkat nasional pada tahun 2010.

(25)

G.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dihimpun untuk penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Cara yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

1. Wawancara, mengadakan dialog langsung dengan narasumber yang dinilai dapat memberikan informasi yang akurat dan tepat mengenai hal yang menyangkut program. Dengan wawancara mendalam peneliti bisa menggali informasi yang lebih pada sebagian responden utama/kunci pada PIK Remaja. Koentjaraningrat, 1985 : wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh data-data yang lebih komprehensif sehingga fenomena penelitian dapat diungkap secara lebih detil dan mendalam, supaya penelitian bisa lebih fleksibel dalam hal wawancara. 2. Pengamatan, mengamati fenomena yang terjadi dilapangan pada saat

proses penelitian sedang berjalan. Informasi yang dikumpulkan dengan mengikuti beberapa aktivitas yang dilakukan oleh PIK-R baik kegiatan formal ataupun tidak, kegiatan sehari-hari, melalui obrolan pada pertemuan PIK-R dan sabagainya. Beberapa manfaat pengamatan menurut Nasution (1988) yakni memperoleh pengalaman langsung juga menemukan hal-hal yang tidak di ungkap saat wawancara.

3. Studi dokumentasi, teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, meneliti dokumen-dokumen, catatan-catatan kegiatan, arsip-arsip serta laporan kegiatan yang sudah ada sehingga dapat menunjang pelaksanaan penelitian ini dari sumber-sumber resmi yang dapat dipertanggung-jawabkan. Teknik ini digunakan untuk melengkapi data dari kedua teknik diatas.

(26)

G.4. Informan

Penelitian kualitatif tidak memakai sampel dan berapa jumlah sampel yang dipakai, karena penelitian ini lebih tepat tidaknya pemilihan informan kunci atau situasi sosial, serta kompleksitas dan keragaman fenomena yang diteliti. (Bugin 2007). Akan tetapi memperoleh informan atau tingkat keabsahannya mendekati sempurna, maka prosedur penentuan informan dari populasi dilakukan secara purposive dengan memperhatikan beberapa faktor antara lain tugas dan fungsi informan kunci.

Dalam peneltian ini penulis menggunakan informan kunci (key informan) dan informan biasa. Informan kunci adalah informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti, sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan saja.

Informan kunci yang di pilih adalah 18 Pendidik Sebaya dan 8 Konselor Sebaya dari 8 PIK-Remaja. Tercatat 18 PIK-Remaja yang aktif dari laporan Badan KBPP Kota Tidore Kepulauan. Pemilihan 8 PIK-Remaja ini dengan melihat aspek perwakilan dari empat kecamatan yang berada di Pulau Tidore, kategori PIK sekolah umum atau sekolah dengan basis agama, serta PIK-Remaja yang berdiri diluar dari lingkungan sekolah. Sedangkan informan biasa terdiri dari; 1 Kabid Keluarga Sejahtera Badan KBPP Kota Tidore Kepulauan, 1 Kabid KSPK Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, 3 Pembina PIK,15Teman Sebaya pengguna layanan PIK-Remaja dan 3 relawan yang pernah aktif di PIK Tidore Kepulauan.

(27)

Informan yang dipilih dalam penelitian ini meliputi:

NO NAMA PIK ALAMAT PS KS

1

Firau

Kel. Tomagoba, Kec

Tidore. 5 3

2 Remas Gurabati

Kel. Gurabati, Kec

Tidore Selatan. - 1 3 Pemuda

Tomagoba

Kel. Tomagoba, Kec

Tidore. 1 1

4 SMA 1 Tidore

Kel. Indonesiana, Kec

Tidore. 4 1

5 SMA 9 Tidore

Kel. Mafututu, Kec

Tidore Timur. 2 - 6 PIK

Fomakuwaje

Kel. Dokiri. Kec.

Tidore Selatan. 2 1 7 Universitas

Nuku

Kel. Tomagoba, Kec

Tidore. 2 -

8 SMA 10 Tidore

Kel. Mareku, Kec

Tidore Utara. 2 1

T O T A L 18 8

G.5.Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Rancangan analisis yang akan dipergunakan adalah menjelaskan peran pendidik sebaya dan konselor sebaya PIKRemajaTidore.Pertanyaan utama yang akan dijawab adalah apa yang telah dilakukan oleh pendidik sebaya dan konselor sebaya melalui peran yang dilakukan sebagai penentu keberhasilan program KRR dan bagaimana mereka mengantisipasi berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi dalam mencapai keberhasilan.Untuk melihat hal tersebut maka penulis memulai dengan mengkaji dokumen organisasi PIKRemaja berupa catatan dan dokumentasi lainnya dalam bentuk gambar dan video untuk mencoba mengetahui apa saja kegiatan yang sudah dilakukan dan di ikuti oleh PIK selama ini.

(28)

Dengan ukuran keberhasilan program dicapai melalui peran yang dilakukan oleh pendidik sebaya dan konselor sebaya dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki.Penelitian kualitatif akan menghasilkan data yang bersifat deskriptif, sehingga data yang nantinya diolah dengan analisis yang bersifat induktif.Selanjutnya tahapan pengambilan data yang diperoleh dilapangan sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data. Dilakukan dengan cara melakukan observasi, mengumpulkan dokumentasi, berupa panduan program, laporan kegiatan atau penelitian kepustakaan, FGD dan diperkuat dengan wawancara mendalam untuk menghimpun data yang dibutuhkan.

2. Penilaian Data. Dilakukan dengan memperhatikan prinsip validitas (kesahihan), obyektivitas dan realibilitas (keandalan) dengan menempuh cara mengategorikan data primer dan sekunder yang dilakukan dengan sistem pencatatan yang relevan, kemudian melakukan kritik atas data yang telah dikumpulkan.

3. Interpretasi Data. Dilakukan dengan cara analisis melalui pemahaman intelektual yang dibangun atas dasar pengalaman empiris terhadap data, fakta dan informasi yang telah dikumpulkan.

4. Penyimpulan Data. Dilakukan penyimpulan atas hasil interpretasi dan analisis data.

Gambar

Gambar : Kerangka Konsep Penelitian Peran & Efektivitas PIK

Referensi

Dokumen terkait

kecenderungan pola asuh orang tua diperoleh Mi = 115 dan Sdi = 23 dengan presentasi tertinggi adalah pada kategori tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Kesalahpahaman dapat timbul akibat adanya perbedaan penafsirran. Oleh sebab itu untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan pada penelitian

Grafik hubungan ukuran butir pasir halus dengan pH NAG Adanya hubungan korelasi antara kondisi visual batuan berupa ukuran butir pasir sedang dengan sifat batuan

Sedangkan menurut Donousodo (2008) tokoh masyarakat adalah seseorang yang berpengaruh dan ditokohkan oleh lingkungannya. Penokohan tersebut karena pengaruh posisi,

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Teknik analisis regresi data panel dan pengukuran dividend payout ratio dengan menggunakan variabel kinerja keuangan dengan

Paksaan diartikan sebagai tekanan batin yang membuat salah satu pihak tidak bebas menentukan kehendaknya sebagaimana pihak tersebut tidak bebas menentukan

Konselor : sebagai masukan dalam menyusun program kegiatan bimbingan konseling khususnya materi konsep diri dan pemilihan karier dalam upaya membantu siswa untuk menentukan

Pekerja sosial yang ada”di Balai Perlindungan Dan Rehabilitasi Sosial Remaja mempunyai peran yaitu melakukan pembinaan, rehabilitasi, advokasi sosial, reunifikasi dan