• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA POMPA SKRIPSI AULIA WINANDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA POMPA SKRIPSI AULIA WINANDI"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA POMPA SKRIPSI AULIA WINANDI 0806454651 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM SARJANA DEPOK JULI 2012

(2)

RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA POMPA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik AULIA WINANDI 0806454651 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM SARJANA DEPOK JULI 2012

(3)

Proposal skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber yang saya kutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : AULIA WINANDI

NPM : 0806454651

Tanda Tangan :

(4)

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Aulia Winandi

NPM : 0806454651

Program Studi : Teknik Mesin

Judul Skripsi : Reliability Centered Maintenance pada Pompa

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. Warjito M.Sc., Ph.D (………..)

Penguji : Ir. Imansyah Ibnu Hakim M.Eng (………..)

Penguji : Dr. Ir. Gatot Prayogo M.Eng (………..)

Penguji : Yudan Whulanza S.T. , M.Sc., Ph.D. (………..)

Ditetapkan di : Depok

(5)

Puji Syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmatnya sehingga penulis berkesempatan untuk menyelesaikan penelitian berjudul “Reliabilty Centered Maintenance pada Pompa”. Terima kasih juga saya ucapkan kepada :

1. Ir. Warjito M.Sc., Ph.D pembimbing skripsi yang memberikan banyak masukan, nasehat dan kesempatan untuk melihat dunia industri secara nyata.

2. Prof. Ir. Yulianto Sulistyo Nugroho, M.Sc., Ph.D selaku pembimbing akademis yang telah sangat berjasa dalam memberi masukan, nasehat, dan arahan terbaik dalam proses perkuliahan.

3. Bapak Yudan, Bapak Jos, dan Bapak Wahyu Nirbito di Departemen Teknik Mesin yang telah bekerja sama dalam memberi arahan pengolahan data skripsi.

4. Ayah, Ibu dan Mas Krisna yang tanpa lelah dan batas terus memberikan doa dan semangat kepada penulis untuk melanjutkan studi ini.

5. Teman-teman seperjuangan di kampus baik dalam hal formal dan non-formal, Aditya yang menjadi partner skripsi.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Aulia Winandi

NPM : 0806454651

Program Studi : Teknik Mesin

Departemen : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA POMPA

beserta perangkat yang ada (jika dieprlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia / formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 16 Juli 2012

Yang menyatakan

(7)

Program Studi : Teknik Mesin

Judul : Reliability Centered Maintenance pada Pompa

Pemeliharaan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menjaga keandalan, ketersediaan dan sifat mampu rawat peralatan atau mesin. Program pemeliharaan yang efektif dan efisien akan mendukung peningkatan produktifitas sistem produksi. Namun seringkali program pemeliharaan mengabaikan kebutuhan aktual dari peralatan atau mesin. Untuk mendapatkan program pemeliharaan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan mesin diperlukan studi kebutuhan pemeliharaan berdasarkan kehandalan, Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah suatu analisis sistematik berdasarkan resiko (risk) untuk menciptakan metode pemeliharaan yang akurat, fokus dan optimal dengan tujuan mencapai keandalan optimal dari aset. Studi RCM telah dilakukan pada mesin-mesin rotari, khususnya pompa, di industri pengolah minyak dan gas. Studi dilakukan dengan mengikuti tujuh langkah RCM, termasuk didalamnya adalah penentuan lingkup studi, Failure Mode and Effect Analysis, Logic Tree Analysis dan penetapan strategi pemeliharaan. Analisis resiko berdasarkan pada matrik resiko yang disusun melalui konsensus semua pemangku kepentingan. Matrik resiko meliputi bidang-bidang kejadian (occurrence), deteksi (detection), serta tingkat resiko (severity) pada aspek ekonomi (economy) kesehatan dan keselamatan (health & safety), lingkungan (environment.) Selanjutnya berdasarkan matrik resiko ini dihitung Risk Priority Number (RPN). Berdasarkan nilai RPN dan Logic Tree Analysis, disusunlah strategi pemeliharaan untuk setiap jenis failure mode. Seluruh proses studi RCM dibantu dengan menggunakan database Microsoft Access™ yang dibuat khusus untuk keperluan ini. Hasil studi menunjukkan bahwa nilai Risk Priority Number (RPN) untuk semua peralatan berkisar antara 72 s/d 900. Studi RCM juga telah berhasil menetapkan strategi pemeliharaan yang sesuai untuk setiap failure mode yang selanjutnya dijadikan dasar penyusunan program pemeliharaan yang baru.

(8)

Name : Aulia Winandi

Study Program : Mechanical Engineering

Title : Reliability Centered Maintenance study for Pumps

Maintenance is a process done to sustain reliability, availability and maintainability of assets. Improvement in productivity of a production system is supported by an effective and efficient maintenance program. Oftentimes, the current maintenance program overlooks the actual needs of the equipment or machinery. A study based on reliability needs of the equipment or machinery is needed to create an effective, efficient and fit maintenance program. Reliability Centered Maintenance is a risk based analysis to create a maintenance program that is accurate, focused, and optimized to achieve the optimal reliability of the asset. The RCM study has been conducted on rotating equipment, particularly pumps, used in the oil and gas refinery industry. The study conducted follows the 7 step RCM method, which included in the steps are the selection of the scope, the Failure Mode and Effect Analysis, the Logic Tree Analysis and maintenance strategy selection. The Risk analysis conducted is based on a Risk matrix which was created under a consensus of all stakeholders. The parameters in the Risk matrix are occurrence, detection, and severity for the economy, health & safety and environment. Using the Risk matrix the Risk Priority Number (RPN) is obtained. Using the RPN and Logic Tree Analysis the appropriate maintenance strategy is selected. A Microsoft Access™ database also was developed and used to aid the study. The results show that the RPN for the equipment range from 72 upto 900. The RCM study also has succeeded in determining the maintenance strategies appropriate for each failure mode; which will be used as a starting point to develop the new maintenance program.

Keywords : Maintenance, pump, RCM, FMEA, risk, maintenance strategy

(9)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………..…...ii

HALAMAN PENGESAHAN ………iii

KATA PENGANTAR ……….…iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

ABSTRAK ……….vi

ABSTRACT ………....vii

DAFTAR ISI ……….……...viii

DAFTAR GAMBAR ………xi

DAFTAR TABEL ………xiii

BAB I PENDAHULUAN ………..1 1.1 Latar Belakang ………..1 1.2 Perumusan Masalah ………..7 1.3 Tujuan Penelitian ………..7 1.4 Kegunaan Penelitian ………..8 1.5 Metodologi Penelitian ………..8 1.6 Sistematika Penulisan ………..9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………10

2.1Reliability Centered Maintenance ………10

2.2 RCM Seven Questions ………13

2.2.1 Penentuan Sistem ………13

2.2.2 Batasan Sistem ………14

2.2.3 Definisi Fungsi Sistem ………14

(10)

2.2.7 Pemilihan Tindak Pemeliharaan yang Sesuai ………19

2.3 Pompa dan Pemeliharaan Pompa ………24

2.4 Pembatasan Sistem Pompa Menurut OREDA-2002 ………26

BAB III METODE PENELITIAN ………30

3.1 Penentuan Sistem ………30

3.2 Batasan Sistem ………30

3.3 Definisi Fungsi Sistem ………31

3.4 Definisi Kegagalan Fungsi ………31

3.5 Failure Mode and Effect Analysis ………31

3.6 Penentuan Penyebab Kegagalan ………34

3.7 Pemilihan Tindak Pemeliharaan yang Sesuai ………35

3.8 Peralatan Pendukung Proses Tinjauan ………37

BAB IV PEMBAHASAN ………40

4.1 Rekoleksi Data ………40

4.2 Proses RCM ………41

4.2.1 Penentuan Sistem ………41

4.2.2 Penentuan Batasan Sistem ………42

4.2.3 Definisi Fungsi Sistem ………43

4.2.4 Definisi Kegagalan Fungsi ………43

4.2.5 Failure Mode and Effect Analysis ………47

4.2.6 Penentuan Penyebab Kegagalan ………55

4.2.6.1 Mechanical Seal ………55

4.2.6.2 Kegagalan Bearing ………59

(11)

4.3.1 Pembuatan Database ………66

4.3.2 Penggunaan Database ………69

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ………75

5.1 Kesimpulan ………75

5.2 Saran ………77

DAFTAR REFERENSI ………78

LAMPIRAN ………....…………81 Lampiran 1 Data SAP 2007-2009

Lampiran 2 Database Hierarchy Report Lampiran 3 Database FMEA Report Lampiran 4 RCM Analysis Sheet Form

(12)

Gambar 1.1 Dependability tree..………….…….……….…..4

Gambar 2.1 Enam kurva pola kegagalan .….………..…………20

Gambar 2.2 P-F interval ………20

Gambar 2.3 Flowchart Proses Task Selection ………21

Gambar 2.4 Flowchart Penentuan Default Actions ………23

Gambar 2.5 Flowchart Tujuh Langkah RCM ………24

Gambar 2.6 Batasan sistem pompa ……….………….……….…….26

Gambar 3.1 Flowchart Decision diagram RCM II ………36

Gambar 3.1 Hierarchy tree input……….…….……….……….39

Gambar 3.2 Form input FMEA ………..………..…….40

Gambar 4.1 Batasan sistem pompa CD3-P-001/00………43

Gambar 4.2 FORM 1 Seleksi Sistem. ………45

Gambar 4.3 FORM 2 Definisi Batasan Sistem ………46

Gambar 4.4 FORM 3 Detail Batasan Sistem ………...…….47

Gambar 4.5 FORM 4 Diagram Blok Fungsi ………...…….48

Gambar 4.6 FORM 5 Failure mode and Effect Analysis ………...…56

Gambar 4.7 Shaft seal dengan dua permukaan axial……….…... 57

Gambar 4.8 Shaft seal dengan rotating seal ring dan stationary seat (kanan)…. 57 Gambar 4.9 Komponen-komponen shaft seal ………....58

Gambar 4.10 Susunan double mechanical seal, tandem (kiri) dan back to back (kanan)………...……….…..59

Gambar 4.11 Single seal with aircooled top………...……….…..………... 59

Gambar 4.12 FORM 6 Logic Tree Analysis ………65

(13)

Gambar 4.14 Menu Hierarchy Input ………70

Gambar 4.15 Hierarchy Input Form ………70

Gambar 4.16 Navigasi Tag No ………71

Gambar 4.17 Hierarchy tree report ………71

Gambar 4.18 FMEA input ………72

Gambar 4.19 Failure Mode and Effect Analysis ………72

Gambar 4.20 Seleksi bentuk kegagalan ………73

Gambar 4.21Pengisian parameter RPN ………74

Gambar 4.22 Tampilan RPN maks dan task master ………74

(14)

Tabel 1.1 Hubungan antara reliability, maintainability, availability………..4

Tabel 2.1 Maintainable items pompa menurut OREDA ………..27

Tabel 2.2 Failure modes pompa………...….27

Tabel 2.3 list tingkat kekritisan kegagalan menurut OREDA………...…29

Tabel 3.1 Economic Parameter ……….…33

Tabel 3.2 health&safety Parameter ………..……… …...34

Tabel 3.3 Environment Parameter………..…...34

Tabel 3.4 task selection berdasarkan RPN………....35

Tabel 3.5 Penjelasan Task ………37

Tabel 4.1 Contoh data kegagalan dari SAP plant P………..……….49

Tabel 4.2 Penetapan failure mode……….50

Tabel 4.3 RPN pompa 001, 019 dan 039………..………51

(15)

1.1 Latar Belakang

Proses maintenance (pemeliharaan) merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam kehidupan. Kegiatan pemeliharaan merupakan usaha untuk menjaga agar suatu benda/hal dapat terus memberikan nilai fungsi yang optimal selama masa kerjanya. Proses mempertahan fungsi menjadi sangat penting dalam dunia industri. Suatu industri mengoperasikan berbagai macam peralatan untuk dapat menghasilkan produk dengan efisien. Dapat dikatakan, kebanyakan peralatan ini memiliki biaya awal (starting cost) tinggi. Namun biaya tersebut tertutupi dengan estimasi break-even. Estimasi ini mengkalkulasi jumlah waktu (atau jam kerja) yang harus dipenuhi oleh peralatan guna menutupi biaya awal. Setelah biaya awal terbayar, peralatan tersebut menghasilkan keuntungan (profit). Oleh karena itu, dalam dunia industri penting untuk menjaga fungsi peralatan tetap optimal baik selama masa break-even dan setelah masa break-even. Proses tersebut dilakukan dengan pemeliharaan.

Reliability, availability, maintainability sebagai tujuan utama dilakukan proses pemeliharaan. Menurut McGraw-Hill Concise Encyclopedia of Engineering [9] “Reliability adalah kemungkinan suatu sistem akan melaksanakan fungsi/kinerja dengan memuaskan; di dalam lingkungan kerja dan kondisi operasi tertentu.” Reliability berurusan dengan pengurangan dari frekuensi terjadinya kegagalan terhadap interval waktu tertentu. Reliability merupakan pengukuran probabilitas akan failure free operation pada suatu interval waktu. Diekspresikan:

R(t) = exp(-t/MTBF) = exp(-λt)…(1)

*λ adalah constant failure rate dan MTBF adalah mean time between failure. Keuntungan dari periode lama tanpa kegagalan akan meningkatkan kapasitas produksi. Di saat yang bersamaan, sedikitnya kegagalan juga menjadi penghematan biaya karena berkurangnya penggunaan sumber daya serta waktu kerja untuk pemeliharaan. Peningkatan reliability terjadi dengan penambahan biaya kapital, namun dengan harapan bahwa akan terjadi pengurangai downtime

(16)

serta biaya maintenance yang lebih rendah, sehingga biaya-biaya awal akan tertutupi dari peningkatan pemasukan karena peningkatan reliability.

Dalam perhitungan reliability seperti pada rumusan diatas, failure rate dapat dianggap konstan, namun dalam perhitungan lebih lanjut failure rate dapat tidak konstan sesuai dengan pertimbangan failure mode, antara lain infant mortality (pengurangan failure rate seiring dengan waktu), chance failure (failure rate constant) atau wear out (peningkatan failure rate seiring dengan waktu).

Menurut McGraw-Hill Concise Encyclopedia of Engineering[9] “Maintainability adalah kemungkinan bahwa proses pemeliharaan akan menjaga, atau mengembalikan, fungsi/kinerja dari sistem dalam kurun waktu tertentu.” Maintainability membandingkan durasi (waktu) untuk pengerjaan suatu proses pemeliharaan terhadap suatu datum. Datum yang dipergunakan adalah proses pemeliharaan tersebut oleh seorang teknisi dengan skill level tertentu, mengikuti prosedur dan menggunakan sumber daya tertentu, pada tiap tingkat perawatan. Keluaran dari maintainability adalah mean time to repair (MTTR) serta batas durasi maksimum untuk suatu pekerjaan pemeliharaan. Secara kuanititatif, diekspresikan sebagai:

M(t) = 1- exp(-t/MTTR) = 1 - exp(-μt)…(2)

dimana μ adalah constant maintenance rate dan MTTR adalah mean time to repair. Beberapa faktor yang mempengaruhi maintainability adalah 1) active repair time (fungsi dari desain, pelatihan, dan skill dari teknisi pemeliharaan), 2) logistic time (waktu yang hilang untuk proses supply), serta 3) administrative time (fungsi dari struktur operasi dari organisasi yang bersangkutan).

Menurut McGraw-Hill Concise Encyclopedia of Engineering[9] “Availability adalah kemungkinan bahwa kinerja sistem memuaskan, dan hal ini bergantung pada reliability dan maintainability.” Availability berhubungan dengan durasi up-time untuk suatu proses dan merupakan suatu pengukuran akan seberapa sering sistem “sehat”. Umumnya dirumuskan sebagai (up-time/up-time+downtime). Apabila up-time merupakan kondisi sehat, maka down-time sebagai kebalikan dari up-time; kondisi dimana sistem tidak sehat/berjalan dengan

(17)

sesuai. Mengutip dari referensi “Availability, Reliability, Maintainability, and Capability”[7], Availability berurusan dengan tiga perkara utama (Davidson 1988) untuk 1) Memperpanjang waktu menuju failure, 2) mengurangi downtime akibat perbaikan atau perawatan berkala, dan 3) melaksanakan poin 1 dan 2 dengan cara yang efektif. Akibat peningkatan availability, pemasukan meningkat karena peralatan dapat bekerja lebih lama.

Mengutip dari referensi “Availability, Reliability, Maintainability, and Capability”[7] juga, tiga istilah availability yang umum (Ireson 1996),

Inherent availability, dirasakan oleh pekerja pemeliharaan adalah Ai = MTBF/(MTBF + MTTR)

*MTBF=Mean Time Between Failure *MTTR=Mean Time to Repair

Achieved availability, dirasakan oleh departemen pemeliharaan, adalah Aa = MTBM/(MTBM + MAMT)

*MTBM=Mean Time Between Maintenance *MAMT=Mean Active Maintenance Time

Operational availability, dirasakan oleh user, adalah Ao = MTBM/(MTBM + MDT)

*MDT=Mean Down Time

Untuk mendapatkan hasil pengukuruan yang kuantitatif, harus ditentukan nilai terendah dari operational availability. Nilai terendah ini menjadi batas, yang mana apabila operational availability dari sistem/proses turun dibawah nilai tersebut, dikatakan terjadi kegagalan (failure) fungsi. Umumnya, satu metode untuk menentukan nilai tersebut adalah dengan menetapkan pada berapa persen dari availability, sistem mulai membawa kerugian finansial dalam pengoperasiannya. Hubungan antara availability, reliability dan maintainability ditampilkan pada tabel 1.1. Ketiga hal terserbut dalam suatu sistem menghasilkan dependability dari peralatan/proses. Dependabilty adalah kondisi dimana suatu sistem memiliki keandalan (dalam bahasa inggris, reliable). Dependability terdiri dari 3 hal utama, yaitu attributes (atribut), means (cara) dan threats (ancaman).

(18)

Tabel 1.1 Hubungan antara reliability, maintainability, availability, sumber: weibull.com

Gambar 1.1 Dependability tree [8]

Dapat dilihat bahwa dari aspek attributes, dependability berhubungan erat dengan reliability, maintainability, availability. Hal ini karena dari banyak aspek yang mempengaruhi, aspek yang bersifat kuanititatif dari pengukuran langsung antara lain reliability dan availability. Aspek lainnya umumnya bersifat lebih subjektif.

Threats adalah aspek-aspek yang dapat mempengaruhi sistem, dan menurunkan nilai dependability. Antara lain threats dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu errors, faults, dan failures. Errors adalah kondisi ketidaksesuaian antara perilaku (kerja) yang diharapkan terhadap perilaku (kerja) aktual dari sistem. Faults adalah cacat bawaan dari sistem, dan umumnya bersifat tak aktif hingga terjadi aktivasi. Faults dikatakan sebagai penyebab teoritis dari error, karena error terjadi saat sistem mengalami aktivasi fault. Failure adalah kejadian saat sistem menunjukkan perilaku yang berkebalikan dengan perilaku yang seharusnya. Failures tercatat pada tingkat sistem boundary. Failures pada dasarnya adalah error yang mengalami propagasi sampai tingkat sistem sehingga error tersebut dapat diamati. Faults, errors dan failures selalu terjadi menurut suatu mekanisme, yang dinamakan fault-error-failure chain. Fault-error-failure chain yang terlalu banyak pada suatu sistem menjadi penyebab turunnya ketergantungan dari sistem tersebut, oleh karena itu penting agar fault-error-failure chain dikurangi. Metode-metode untuk mendapatkan dependability

(19)

dinamakan means (cara) di dalam tree yang tercantum sebelumnya. Means secara garis besar antara lain 1) fault prevention, 2) fault removal, 3) fault forecasting, dan 4) fault tolerance. Fault prevention adalah proses pencegahan agar fault tidak tertanam dalam sistem. Hal ini dicapai dengan metodologi pengembangan dan implementasi teknik yang baik. Fault removal dibagi menjadi dua, yaitu penghilangan saat pengembangan dan penghilangan saat penggunaan. Fault dapat dihilangkan dengan memastikan bahwa fault tersebut terdeteksi dan dihilangkan sebelum sistem diproduksi, lalu saat pengoperasian fault yang timbul dicatat untuk kemudian dapat dihilangkan saat pemeliharaan. Fault forecasting memperkirakan fault yang mungkin timbul dan menghilangkan fault tersebut. Fault tolerance menambahkan suatu mekanisme agar sistem dapat tetap memberi kinerja meskipun adanya fault, walaupun kinerja pada tingkat yang lebih rendah. Dependability penting dalam industri manapun, terutama bagi industri proses seperti kilang gas alam karena proses pengolahan gas agar efisien waktu dan biaya harus dilakukan secara kontinyu selama 24 jam, terkadang sampai 356 hari dalam setahun. Kejadian apapun yang menyebabkan kegiatan pengolahan tidak optimal bahkan sampai terhenti akan membawa kerugian dalam skala yang cukup signifikan bagi industri tersebut, bahkan bagi industri yang mengoperasikan lebih dari satu lini produksi.

Paradigma yang berlaku dalam dunia pemeliharaan adalah lebih baik mencegah daripada mengobati. Preventive maintenance adalah inspeksi periodik untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan kerusakan, produksi terhenti, atau berkurangnya fungsi peralatan. Preventive maintenance adalah deteksi dan penanganan dini kondisi abnormal mesin sebelum kondisi mesin tersebut menyebabkan cacat atau kerugian yang lebih besar[1]. Preventive maintenance termudah dilakukan dengan tiga cara paling umum, yaitu essential care, fixed time maintenance, dan condition monitoring. Essential care merupakan proses pemeliharaan dan perawatan kepada bagian-bagian terpenting peralatan - bagian-bagian peralatan yang berhubungan langsung dengan fungsi peralatan tersebut. Fixed time maintenance merupakan proses pemeliharaan berkala peralatan. Termasuk dalam proses perawatan ini adalah penggantian suku cadang, penyetelan ulang, dan lain sebagainya. Proses ini memakan biaya karena

(20)

membutuhkan suku cadang, personil, dan waktu shut down peralatan. Oleh karena itu, pemeliharaan ini dilakukan dengan batasan waktu (time constrain) untuk mendapatkan rasio terbaik antara kegiatan pemeliharaan dan produktivitas mesin. Condition monitoring merupakan metode pemantauan kondisi peralatan untuk memutuskan apakah peralatan bekerja normal atau tidak. Proses ini dilakukan baik secara obyektif (mengumpulkan data dengan peralatan lainnya) maupun subyektif (menggunakan panca indera pelaku pemeliharaan).

Sayangnya, 72% sampai dengan 92% kegagalan mesin/peralatan tidak terjadi dalam suatu domain waktu[4]. Hal ini berarti bahwa proses fixed time maintenance tidak efektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan metode maintenance. Salah satu metode analisis yang dilakukan adalah Reliability Centered Maintenance, atau biasa disebut RCM. RCM adalah suatu pendekatan sistematik berdasarkan resiko (risk) untuk menciptakan metode pemeliharaan yang akurat, fokus dan optimal dengan tujuan mencapai keandalan (reliability) optimal fasilitas[1]. RCM merupakan suatu metode yang sifatnya continuous and ongoing process. Artinya, proses ini dapat (bahkan sebaiknya) diulang untuk mendapatkan tingkat keandalan yang lebih tinggi lagi dari fasilitas. RCM merupakan metode yang sistematik karena memerlukan dilakukan beberapa tahapan sebelum dilakukan analisis dari data yang diperoleh. Tahapan tersebut antara lain adalah 7 questions, 7 step (metode penentuan batasan, fungsi, peralatan, business goals, dsb), criticality assessment, Logic Tree Analysis, Root Cause Failure Analysis, Failure mode and Effects Analysis, dan task selection. Hasil dari RCM merupakan suatu metode pemeliharaan gabungan yang khusus (custom made) bagi fasilitas tersebut.

Salah satu peralatan yang sangat umum dijumpai dalam industri manapun merupakan rotating equipment. Rotating equipment merupakan peralatan yang memindahkan cairan, padatan atau gas melalui suatu sistem penggerak (turbin,motor,mesin), sistem yang digerakkan (kompresor, pompa), sistem transmisi(gir, kopling, sambungan) dan peralatan penunjang (lube and seal system, sistem pendinginan, buffer gas system)[5]. Contoh rotating equipment antara lain pompa. Rotating equipment sangat umum di industri mana pun, karena

(21)

hampir semua industri melakukan proses perpindahan fluida, padatan, maupun gas – baik itu termasuk proses produksi utama maupun itu sebagai penunjang proses produksi. Rotating equipment merupakan salah satu zona dimana kejadian kegagalan akan terjadi. Hal ini karena ada banyak komponen, baik stasioner maupun bergerak, dan proses perpindahan energi. Selain itu, pada sistem ini peralatan dan benda yang dikerjakan bersentuhan langsung. Rotating equipment dipergunakan dalam berbagai ukuran dan kapasitas, dan masing-masing memiliki aplikasinya tersendiri. Karena rotating equipment merupakan sistem yang sangat work and condition dependent, proses pemeliharaan yang bersifat sangat umum tidak akan dapat menghasilkan reliability yang baik-perlu dilakukan peningkatan.

Atas dasar-dasar tersebut maka dilakukan pengembangan metode pemeliharaan untuk rotating equipment dengan menggunakan proses Reliability Centered Maintenance. Diharapkan dari proses RCM didapatkan suatu metode pemeliharaan rotating equipment yang komprehensif, namun dikhususkan pada sistem tersebut. Komprehensif karena studi dilakukan kepada keseluruhan sistem tersebut. Khusus karena faktor lingkungan, kondisi kerja dan lain sebagainya turut menjadi bahan pertimbangan dalam task selection process. Diharapkan sebagai hasil dari implementasi studi adalah peningkatan signifikan dalam keandalan kinerja peralatan rotating equipment yang dilakukan analisa.

1.2 Pembatasan Masalah

Peralatan yang di analisis adalah pompa. Proses yang dilakukan adalah analisa RCM 1.3 Tujuan dan Penggunaan

Tujuan Penulisan

Melakukan tinjauan Reliability Centered Maintenance pada pompa dalam industri.

1.4 Kegunaan Penelitian

(22)

1. Menghasilkan maintenance task baru yang sesuai dengan kondisi kerja peralatan.

2. Menghasilkan database yang membantu dan memudahkan dilakukan proses RCM.

1.5 Metodologi Penelitian 1. Studi Literatur.

Studi literatur merupakan proses pembelajaran bahan-bahan yang berkaitan dengan materi bahasan yang berasal dari buku-buku, jurnal dan situs-situs internet.

2. Site Visit.

Site visit dilakukan untuk membantu memberikan gambaran utuh perihal keadaan lapangan, pengenalan proses kerja, overview kondisi mesin dan pengenalan medan secara umum.

3. Koleksi dan Review Data.

Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam tinjauan RCM seperti data sheet peralatan, log sheet kinerja, P&ID, Process Flow Diagram serta maintenance record.

4. Pengembangan database

Pengembangan database dilakukan antara lain input data untuk membuat hirarki aset, form input untuk proses FMEA, serta kerangka kerja dari database tersebut.

5. Analisa dan Pembahasan

Salah satu analisa akan dilakukan dengan maintenance data guna mencari failure modes. Lalu dari failure modes tersebut dicari penyebab kegagalannya, yang berikutnya dikembangkan menjadi maintenance task baru untuk peralatan tersebut.

(23)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dilakukan menurut urutan bab-bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisi latar belakang yang melandasi penulisan skripsi, tujuan penelitian, pembatasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan teori-teori yang mendasari penelitian ini, yaitu Reliability Centered Maintenance (RCM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menerangkan tentang bagaimana langkah-langkah untuk melakukan tinajuan RCM, komponen yang digunakan dalam pengujian, prosedur dan obyek pengujian.

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Bab ini memuat data-data contoh proses tinjauna RCM kepada data contoh yang dimiliki penulis, lalu berikut analisa penetapan keputusan-keputusan yang diambil.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini akan diambil beberapa kesimpulan dari seluruh analisa yang telah dilakukan dengan disertai saran terhadap pengembangan selanjutnya.

(24)

2.1 Reliability Centered Maintenance

Reliability Centered Maintenance (RCM) memberikan suatu metoda terstruktur untuk menganalisis fungsi dan kegagalan potensial dari suatu asset fisik (pesawat udara, manufacturing production line, ect) dengan fokus terhadap mempertahankan fungsi sistem, daripada mempertahankan peralatan itu sendiri[6]. RCM dipergunakan untuk mengembangkan suatu rencana perawatan (maintenance plan) dengan tingkat pengoperasian yang tertentu, dengan tingkat risiko tertenu, yang efisien dan efektif harga.

Criteria minimal melakukan suatu analisis RCM secara umum, menurut standar SAE JA1011[6], menjawab tujuh pertanyaan berikut:

1. Apa fungsi dan standar performa yang diharapkan dari asset dalam pengoperasiannya (fungsi) ?

2. Dalam wujud apa saja dapat asset tersebut tidak memenuhi fungsinya (kegagalan fungsi)?

3. Apa yang menyebabkan kegagalan (moda kegagalan)? 4. Apa yang terjadi saat terjadi kegagalan (efek kegagalan)?

5. Apa akibat dari masing-masing kegagalan (konsekuensi kegagalan)?

6. Apa yang sebaiknya dilakukan untuk meramalkan atau mencegah kegagalan (tindakan preventif dan intervalnya)?

7. Apa yang sebaiknya dilakukan apabila tidak ditemukan tindakan preventif yang cocok (tindakan standar)?

Proses analisis umum dari RCM akan melibatkan langkah-langkah berikut.

Persiapan untuk analisis

Pekerjaan awal untuk persiapan untuk analysis RCM. Di antara lain seperti definisi fungsi, definisi kegagalan, mengumpulkan dan mengkaji ulang dokumentasi awal, dan lain sebagainya.

(25)

Pilih peralatan yang akan dianalisis

Karena analisis RCM umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak, hendaknya analisis difokuskan ke beberapa peralatan, atas dasar faktor safety, legalitas, ekonomi dan pertimbangan lainnya. Metode yang dapat diimplementasikan antara lain “Selection Questions” dan “Criticality Factors”.

Selection Questions terdiri dari sekumpulan pertanyaan Yes/No yang dibuat untuk mengidentifikasi apakah analisis RCM terjadi untuk peralatan tersebut. Criticality Factors terdiri dari beberapa faktor yang sudah dirancang untuk

mengevaluasi kekritisan dari peralatan untuk faktor safety, maintenance, operations, environmental impact, quality control, dsb. Setiap faktor diberi penilaian berskala yang mana semakin tinggi nilainya semakin kritis. Nilai ini kemudian dapat dipergunakan sebagai ambang batas (threshold).

Metode lain seperti analisis Pareto untuk peralatan berdasarkan downtime, unreliability dan ukuran lain juga dapat diaplikasikan. Apapun metode (atau gabungan metode) yang dipergunakan, tujuannya adalah agar RCM difokuskan kepada peralatan yang hasil analisis RCM-nya akan membawa dampak positif terbesar kepada perusahaan dalam bidang safety, legal, operations, economic dan prioritas.

Identifikasi fungsi dan kegagalan fungsi potensial

Fungsi perlu ditentukan dan ditetapkan agar menjadi jelas fokus proses analisis RCM. Menjaga fungsi dari peralatan dan fasilitas adalah target dari proses RCM. Selain itu, dengan menetapkan fungsi, maka dapat ditentukan bagian-bagian peralatan dan fasilitas yang kritis terhadap menjaga fungsi. Dengan pengetahuan tersebut lalu dapat ditentukan bentuk-bentuk kegagalan potensial yang dapat terjadi berdasarkan 1)pengetahuan akan peralatan (mendapatkan bentuk-bentuk kegagalan umum untuk peralatan tersebut), 2)sejarah kerusakan peralatan tersebut (mendapatkan bentuk-bentuk kegagalan yang spesifik pada peralatan tersebut).

(26)

Identifikasi dan evaluasi efek dari kegagalan

Mengidentifikasi jenis kegagalan menjadi umum atau spesifik, lalu menentukan tingkat dampak masing-masing kegagalan terhadap fungsi/kinerja peralatan. Proses identifikasi jenis kegagalan membantu dalam menentukan langkah pemeliharaan yang sesuai. Apakah pemeliharaan dapat didasarkan metode generic untuk peralatan tersebut untuk kegagalan umum, atau harus diciptakan metode pemeliharaan yang baru dan sesuai dengan kondisi lapangan kerja peralatan untuk jenis kegagalan spesifik. Selain itu, mengevaluasi kegagalan dilihat dari dampak turut menentukan apakah kegagalan boleh dibiarkan terjadi atau harus dibuat suatu metode pemeliharaan guna mencegah agar kegagalan tidak timbul. Kegagalan yang tidak memiliki dampak berat terhadap fungsi dapat dibiarkan terjadi, dan kebalikannya. Walau suatu kegagalan tidak memiliki dampak besar, apabila kejadiannya terlampau sering maka tetap harus dihindari dan dicari penyebabnya. Jenis kegagalan ini dapat menunjukkan kegagalan potensial yang lebih besar dampaknya.

Indentifikasi akibat kegagalan

Mengidentifikasi kejadian-kejadian yang menyebabkan terjadinya kegagalan, khususnya kegagalan-kegagalan yang telah didefinisikan sebelumnya di atas. Proses pengkajian lebih lanjut akan menunjukkan penyebab-penyebab utama kegagalan. Sebagian dari hasil pengkajian tersebut akan menunjukkan efektifitas dari program pemeliharaan yang berjalan. Hasil tersebut akan menjadi patokan untuk kemudian memilih tugas pemeliharaan. Lebih mudah mengkoreksi kejadian yang diketahui penyebabnya.

Pilih maintenance task

Memilih maintenance task yang sesuai merupakan langkah solusi yang dilakukan setelah melakukan pengkajian pada akibat kegagalan serta penyebab kegagalan pada sistem. Antara lain, yang dilakukan adalah menentukan proactive task yang sesuai, dan apabila tidak tersedia, apa tindakan default yang harus dilakukan. Tugas pemeliharaan proaktif antara lain time-directed maintenance, condition based maintenance, failure finding task, preventive maintenance, serta

(27)

run-to-failure. Pertimbangan pemilihan jenis tugas proaktif yang sesuai berdasarkan 1) kondisi kerja peralatan, 2) criticality analysis, 3) akibat kegagalan (aspek HSE dan ekonomi).

2.2 RCM Seven Question

Dalam penerapan di lapangan (analisis spesifik) metode 7 Question dikembangkan lagi menjadi 7 step process untuk melakukan analisa RCM. 7 langkah melakukan RCM[2]:

Step 1 - Penentuan Sistem Step 2 - Batasan Sistem Step 3 - Definisi Fungsi Sistem Step 4 - Definisi Kegagalan Fungsi

Step 5 - Failure mode and Effect Analysis (FMEA) Step 6 - Penentuan Penyebab Kegagalan

Step 7 - Pemilihan Tindak Pemeliharaan yang sesuai

2.2.1 Penentuan Sistem

Dalam industri, terdapat banyak sistem peralatan yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi masing-masing, dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda dalam proses produksi suatu produk. Salah satu hasil dari metode 7 Questions adalah ditentukannya fungsi primer dari industry tersebut, serta sistem-sistem apa saja yang paling berpengaruh bagi industry tersebut untuk memenuhi fungsi primer-nya. Analisis RCM merupakan proses analisis yang membutuhkan banyak waktu dan investasi awal. Atas alasan tersebut, analisis RCM difokuskan kepada sistem yang kritis-sistem yang berpengaruh untuk industry memenuhi fungsi primer-nya. Kegagalan pada sistem yang kritis akan mempengaruhi produktivitas sistem dan biaya perawatannya. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan sistem :

1) mean-time between failures; 2) biaya total pemeliharaan; 3) mean time to repair;

(28)

4) ketersediaan.

Pengumpulan data yang dimaksud adalah pengumpulan informasi mengenai sistem secara detail. Informasi-informasi yang dibutuhkan [15] :

- Diagram Piping and Istrumentation P&ID

- Diagram skematik sistem dan/atau diagram blok sistem - Vendor manual dari masing-masing peralatan

- Catatan sejarah peralatan

- informasi tambahan mengenai aspek finansial dari kegagalan peralatan - manual sistem operasi

- spesifikasi desain dan deskripsi sistem

Semakin lengkap hasil rekoleksi data, hasil dari proses ini dapat dibuat semakin tepat sasaran.

Beberapa tambahan pertimbangan untuk melakukan pemilihan sistem (atau sistem-sistem) yang harus dilakukan proses RCM,

o Sistem yang memiliki pengaruh tinggi terhadap isu keselamatan dan lingkungan.

o Sistem yang memiliki tugas PM dan/atau cost yang tinggi.

o Sistem yang mengalami jumlah CM yang banyak selama dua tahun terakhir. o Sistem yang mengalami biaya CM yang tinggi selama dua tahun terakhir. o Sistem yang memberi kontribusi tinggi kepada full dan partial outage

selama dua tahun terakhir.

2.2.2 Batasan Sistem

Merupakan batasan-batasan baik fisik maupun fungsi yang harus didefinisikan agar tinjauan menjadi fokus serta tepat sasaran. Batasan fisik dapat dibuat berdasarkan layout peralatan pada PFD dan P&ID. Batasan fungsi didapat dari process description, lalu mecocokkan asset register untuk menentukan peralatan apa saja yang melayani fungsi (proses) tersebut. Perlu juga dipertimbangkan untuk memasukkan peralatan yang memiliki sejarah intensitas kerusakan tinggi, walaupun peralatan tersebut tidak kritis bagi produksi.

(29)

Harus ada pengetahuan jelas mengenai komponen apa saja yang termasuk dan tidak termasuk dalam sistem sehingga fungsi-fungsi penting potensial tidak secara tidak sengaja terlupakan, atau tumpang tindih dengan sistem yang berdekatan.

Batasan juga membantu menentukan input (IN Interface), output (OUT Interface) serta fungsi dari sistem. input dan output dapat berupa daya, sinyal, aliran, kalor, dsb.

2.2.3 Definisi Fungsi Sistem

Pendefinisian sistem, yaitu sistem terdiri dari bagian apa saja, dan bagaimana bagian satu sama lain behubungan dalam proses kerja. Diagram blok fungsi menunjukkan input dan output dari sistem dan masing-masing bagiannya. Pengetahuan akan sistem, cara kerja sistem, serta input dan output memiliki andil yang sangat besar dalam mensukseskan analisa RCM yang dilakukan, karena pengetahuan umum mengenai sistem yang dikaji hanya sebatas panduan kasar. Pengetahuan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi riil yang ada di lapangan.

Fungsi dikategorikan menjadi 4 jenis (John Moubray [14]) 1. fungsi primer

2. fungsi sekunder 3. protective devices 4. fungsi tak berguna

Definisi fungsi harus dibuat sedetail mungkin agar dapat medefinisikan kegagalan dengan baik. Contoh definisi fungsi pompa :

“Mengalirkan fluida kerja „a‟ dari lokasi „x‟ ke „y‟ dengan debit „M‟ dan head „H‟“

Tingkat detail fungsi akan menentukan kegagalan fungsi yang dapat didefinisikan bagi peralatan tersebut.

(30)

2.2.4 Definisi Kegagalan Fungsi

Kegagalan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi fungsi. Mengambil contoh definisi fungsi yang sebelumnya,

“Mengalirkan fluida kerja „a‟ dari lokasi „x‟ ke „y‟ dengan debit „M‟ dan head „H‟“

Maka kegagalan-kegagalan yang mungkin antara lain

1) pompa gagal mengalirkan fluida kerja dari „x‟ ke „y‟;

2) pompa dapat mengalirkan fluida kerja, namun tidak memenuhi spesifikasi kinerja;

3) pompa memenuhi spesifikasi kinerja, namun tidak memindahkan dari „x‟ dan „y‟.

Poin pertama adalah kegagalan untuk memenuhi fungsi primer. Poin kedua adalah kegagalan untuk memenuhi fungsi sekunder. Selain dari kedua kegagalan tersebut juga ada yang dinamakan kegagalan tersembunyi (hidden failure). Kegagalan tersembunyi adalah kegagalan yang dalam kondisi kerja normal tidak tampak. Contohnya kegagalan pompa cadangan. Kegagalan pompa cadangan tidak tampak karena pompa cadangan baru dioperasikan saat terjadi kegagalan pompa utama. Parameter performa peralatan juga penting untuk dicantumkan dalam definisi fungsi. Pompa beroperasi dengan nilai debit dan head. Apabila kedua nilai tersebut tidak terpenuhi, proses (produksi) juga tidak berjalan dengan semestinya. Parameter performa yang dapat diberikan adalah

 Standar performa kualitatif, mis. berjalan dengan baik  Beberapa standar performa

 Standar mutlak

 Standar performa yang dapat berubah-ubah  Standar batas atas-batas bawah

(31)

2.2.5 Failure mode and Effect Analysis (FMEA)

Dengan mengetahui bahwa kegagalan dapat berupa 1) kegagalan pemenuhan fungsi primer, 2) kegagalan memenuhi fungsi sekunder, dan 3) kegagalan memenuhi fungsi primer dan sekunder.

Untuk suatu unit pompa baru, pengkajian kegagalan dilakukan per komponen pompa. Seluruh komponen pompa dikaji kemungkinan kegagalannya (possible failure modes) dan kemungkinan akibat kegagalannya (possible failure effects). Apabila melakukan pengkajian suatu sistem yang sudah berjalan, dengan tujuan peningkatan kehandalan sistem, pengkajian cukup dengan sejarah kegagalan yang pernah terjadi. Oleh karena itu, akses kepada berkas-berkas pemeliharaan menjadi suatu kebutuhan dalam proses pengkajian ulang.

Hasil proses FMEA adalah melakukan suatu criticality ranking kepada seluruh peralatan yang dikaji. Criticality ranking ini penting karena 1) melakukan peningkatan semua peralatan tidak efektif waktu dan uang, 2) tidak semua peralatan akan memberikan peningkatan keuntungan yang berarti dari proses peningkatan yang dilakukan. Criticality ranking memampukan dilakukan perbandingan antara dua atau lebih peralatan yang tidak dapat (secara langsung) dibandingkan kinerjanya. Dengan demikian, proses peningkatan dapat difokuskan hanya kepada peralatan yang memiliki tingkat kekritisan tertinggi.

2.2.6 Penentuan Penyebab Kegagalan

Kegagalan dapat disebabkan oleh banyak hal, dan masing-masing penyebab memiliki metode penanganan tersendiri. Masing masing penyebab kegagalan juga umumnya memberikan gejala kerusakan yang berbeda, kecuali bagi unexpected failure yang memang sama sekali tidak memberikan gejala.

Penentuan penyebab kegagalan penting karena tindakan korektif yang harus dilakukan bergantung pada penyebab kegagalan itu sendiri. Tindakan korektif yang dimaksud antara lain perubahan proses pemeliharaan,

(32)

- kondisi kerja yang tidak sesuai spesifikasi (termasuk berubahnya spesifikasi kerja),

- proses pengerjaan (perakitan, pembongkaran) yang tidak sesuai standar operasi,

- penyebab luar (mis. bencana), - umur dan jam kerja peralatan.

Untuk dapat menentukan penyebab kegagalan pada sistem yang sudah beroperasi dan memiliki sejarah kegagalan (yang didapat dari maintenance record), harus juga memiliki data unjuk kerja dan parameter kerja yang dimonitor oleh operator, spek dari peralatan, rancangan awal operasi, dan terkadang diperlukan juga data dari divisi procurement.

Data unjuk kerja umumnya dimiliki oleh perusahaan. Pengoperasian suatu peralatan dengan efektif tidak dapat dilakukan tanpa adanyanya suatu metode untuk memantau kondisi kerja. Rancangan awal operasi dan spek peralatan dipergunakan untuk menentukan apakah pemilihan peralatan sudah memenuhi kebutuhan kerja menurut rancangan awal. Rancangan awal juga dapat dipergunakan untuk membandingkan kondisi actual dengan rancangan, guna melihat apakah ada perubahan desain yang mengubah kondisi kerja; kondisi kerja yang tidak sesuai menyebabkan kerusakan peralatan. Deviasi dari rancangan awal sangat dimungkinkan, antara lain karena perubahan penggunaan peralatan, modifikasi dari desain pada tahap konstruksi awal, modifikasi sistem seperti penambahan atau pengurangan peralatan, perubahan desain karena spesifikasi yang diinginkan berubah. Data procurement kadang membantu dalam menentukan kerusakan yang terjadi. Banyak kejadian dimana pelaksana proses pemeliharaan hanya mencatat kejadian kerusakan yang terjadi, namun tidak mencantumkan apa yang rusak. Contohnya adalah operator hanya menulis “peralatan terhenti”. Hal ini menyulitkan tatkala hendak harus melakukan pengkajian seperti proses RCM, karena penyebab peralatan terhenti bisa akibat banyak sekali hal. Dua alat yang dapat membantu pengkajian adalah data unjuk kerja (apabila ada) dan data procurement. Data procurement selalu diharuskan mencatat inventaris yang dipesan/dibeli/dikeluarkan dari gudang.

(33)

2.2.7 Pemilihan Tindak Pemeliharaan yang sesuai

Salah satu hasil dari proses RCM adalah tindak pemeliharaan yang baru dan sesuai dengan kondisi kekritisan peralatan yang dikaji. Tindakan pemeliharaan yang baru didasarkan atas tingkat kekritisan peralatan, serta kerusakan-kerusakan yang pernah terjadi.

Menurut buku RCM II karya John Moubray, pilihan tindak pemeliharaan yang baru ada dua yaitu melakukan preventive tasks dan default actions [14].

Preventive tasks (tindakan pencegahan) hanya patut dilakukan:

Apabila kegagalan bersifat tersembunyi (hidden failure), preventive task harus dapat mengamankan ketersediaan (availability) yang dibutuhkan agar risiko dari multiple failure tidak melampai ambang batas. Apabila tidak dapat ditentukan, default action-nya adalah scheduled failure finding task.

Apabila kegagalan memiliki akibat terhadap keamanan, keselamatan dan lingkungan, preventive tasknya harus dapat mengurangi, bahkan menghilangkan akibat tersebut. Apabila tidak dapat ditentukan, default action-nya adalah desain ulang proses atau aset.

Apabila kegagalan memiliki akibat terhadap operasional dan non-operasional, biaya melakukan preventive task dalam periode waktu tertentu harus lebih rendah daripada biaya tidak melakukan tindakan apapun (dalam artian peralatan dibiarkan rusak). Apabila tidak dapat terpenuhi, maka default action-nya adalah tidak menjadwalkan scheduled maintenance.

Pemilihan preventive task yang sesuai didasarkan atas 6 kurva pola kegagalan, dan apakah aset tersebut diketahui mengikuti salah satu dari pola-pola tersebut. Pola-pola yang dimaksud adalah

(34)

Gambar 2.1 Enam kurva pola kegagalan.

Dari gambar 2.1 dapatdilihat bahwa ada enam pola kegagalan. Pola A, B, dan C merupakan pola yang bergantung pada umur (age related). Pola age related umunya diasosiasikan dengan peralatan yang terekspos dengan produk. Pola ini juga dapat diasosiasikan dengan fatigue, oksidasi, dan korosi. Untuk ketiga pola ini,metode pemeliharaan yang sesuai adalah scheculed restoration task (kegiatan restorasi peralatan/komponen tanpa melihat kondisi peralatan) dan scheduled discard task(kegiatan penggantian peralatan/komponen tanpa melihat kondisi peralatan). Proses pemilihan ini apabila dimasukkan dalam flowchart akan berbentuk seperti pada Gambar 2.3 Flowchart Proses Task Selection. Pola kegagalan A,B,C memiliki suatu interval bernama P-F Interval. P-F interval adalah interval antara titik Potential Failure dan titik saat terjadinya kegagalan (failure). P-F interval dicontohkan pada Gambar 2.2 P-F interval.

(35)

P-F interval ini menjadi dasar kapan dilaksanakan scheduled task. Tindakan korektif dilakukan saat peralatan yang dimonitor terlihat sudah mulai memasuki P-F Interval. Tindakan yang dilakukan bergantung pada peralatan yang dipelihara, namun tujuan dari tindakan korektif tersebut adalah untuk mengembalikan kondisi peralatan menjadi seperti sedia kala.

Gambar 2.3 Flowchart Proses Task Selection

Pola D, E, dan F merupakan pola kegagalan yang random. Pola kegagalan ini umum diasosiasikan dengan peralatan elektronik, hidrolik, dan pneumatik. Kegagalan rolling element bearings juga sesuai pola E. Untuk pola D, E, dan F dilakukan proses scheduled on-condition task. Kegagalan selalu terjadi dengan memberi tanda-tanda bahwa akan mengalami kegagalan, on condition task adalah cara untuk memonitor dan mencari tanda-tanda kegagalan tersebut, sehingga tindakan preventif dan korektif dapat dilakukan sebelum terjadi kegagalan. Yang di monitor antara lain getaran, parameter kerja (tekanan, suhu, dsb), oil analysis. Suatu komponen saat bekerja akan menghasilkan getaran, temperatur kerja, dan

(36)

lain sebagainya sesuai dengan komponen tersebut, dan parameter tersebut akan menunjukkan rentang nilai. Rentang awal ini yang dijadikan sebagai patokan (threshold) dimana apabila parameter terukur mulai berdeviasi dari patokan, failure finding task yang kemudian dilanjutkan tindakan preventif/korektif harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan komponen.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, default task antara lain scheduled failure finding task, redesign of the process or asset,dan no scheduled maintenance. Terlepas dari tiga yang sudah disinggung, proses pelumasan (lubrication) dan proses inspeksi zona dan pemeriksanaan juga termasuk default actions. Bagaimana memilih antara masing-masing default action sudah pula disinggung sebelumnya. Scheduled failure finding task (proses mencari kegagalan secara periodik) juga penting dan efektif dilakukan apabila kegagalan dalam kondisi operasi normal menjadi tidak nampak (hidden failure), selain apabila tidak dapat ditentukan preventive task yang sesuai. Proses desain ulang bertujuan untuk 1)menghilangkan penyebab kegagalan, atau 2) membuat kegagalan lebih mudah nampak, sehingga lebih mudah untuk dilakukan tindakan korektif. Proses desain ulang harus mempertimbangkan aspek kehandalan inheren (inherent reliability) dan performa yang diharapkan (desired performance). Inherent reliability/capability merupakan kemampuan komponen/peralatan untuk mencapai performa yang diharapkan. Seharusnya, perfoma yang diharapkan dari mesin berada di bawah inherent capability mesin tersebut, sehingga performa yang diharapkan dapat tercapai, dan proses pemeliharaan dapat memastikan bahwa performa tersebut tercapai. Namun, seiring dengan perubahan proses dan permintaan, performa yang diharapkan dapat meningkat melampaui kemampuan mesin tersebut. Untuk dapat memenuhi performa tersebut, harus dilakukan 1) modifikasi dari mesin, 2) mengubah prosedur operasi, atau 3)menurunkan ekspektasi dari performa yang diharapkan. Harus diingat, proses pemeliharaan hanya dapat memastikan ketersediaan keandalan dari suatu mesin, namun tidak dapat meningkatkan performa mesin tersebut.

Untuk lebih jelas dalam proses pemilihan default action, dapat mengikuti Gambar 2.4 Flowchart Penentuan Default Actions

(37)

Gambar 2.4 Flowchart Penentuan Default Actions

Kondisi kapan memilih tindakan perawatan selain dari mengikuti masing-masing flowchart namun dapat juga sebagai berikut:

- scheduled on-condition task, dilakukan bagi peralatan/komponen yang dapat dimonitor dengan mudah kondisinya, lalu memiliki suatu pola kinerja normal sehingga memiliki acuan apabila terjadi kerusakan (deviasi kinerja tampak). - scheduled restoration task, dilakukan bagi peralatan/komponen yang dapat

dikembalikan kondisinya dengan proses restorasi. Serta memiliki P-F interval yang cukup panjang sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses ini. Contohnya, -scheduled discard task, dilakukan untuk peralatan/komponen yang memiliki P-F

interval, memiliki tanda-tanda bahwa sudah memasuki P-F interval. Namun kegagalan tidak dapat diperbaiki (mis. deteriorasi akibat fatigue material).

- scheduled failure finding task, dilakukan untuk peralatan/komponen yang pada kondisi normal tidak terlihat kerusakannya. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan untuk peralatan cadangan dan fail-safe devices.

- no scheduled maintenance, yaitu tidak dilakukan tindak pemeliharaan terjadwal. Tindakan korektif dilakukan setelah terjadi kerusakan. Tindakan ini dapat dibenarkan apabila memang menurut parameter-parameter yang tersedia, tidak diperlukan pemeliharaan terjadwal.

(38)

-redesign. Dilakukan apabila tindakan lainnya tidak dapat dilakukan karena keterbatasan alat yang tersedia, serta proses pemeliharaan tidak terjadwal bukan pilihan yang layak bagi peralatan/komponen tersebut.

Gambar 2.5 Flowchart Tujuh Langkah RCM

Proses RCM yang akan dilakukan penulis akan mengikuti alur yang ditetapkan dalam Gambar 2.5 Flowchart Tujuh Langkah RCM. Alur ini merupakan “Tujuh Langkah RCM”, yang merupakan garis besar dari proses ini.

2.3 Pompa dan Pemeliharaan Pompa

Salah satu rotating equipment yang umum dijumpai dalam kehidupan adalah pompa. Hal ini wajar, karena pompa adalah suatu definisi yang sangat umum (general) untuk peralatan tersebut. Pompa ada banyak jenis, masing-masing dengan fungsi dan kemampuannya tersendiri, namun fungsi dasarnya pasti adalah “memindahkan suatu fluida inkompresibel dengan debit dan head yang ditentukan”. Dalam industri, pompa dapat berstatus peralatan kritis (penting bagi fungsi utama). Selain itu, pompa juga dapat berstatus penunjang. Walaupun statusnya penunjang, umumnya jumlah yang dipergunakan masih cukup banyak. Wajar apabila dikatakan bahwa 20% dari kebutuhan listrik dunia dan 25%-50%

(39)

dari kebutuhan energi dalam suatu industri adalah untuk sistem pompa[13]. Penggunaan sistem pemompaan juga tersebar luas; dari pemenuhan kebutuhan domestik, pertanian, pengolahan air bersih serta industri proses. Dalam industri proses pompa memiliki andil yang besar dalam industri pengolahan makanan, kimia, petrokimia, farmasi dan mekanikal. Total biaya yang ditanggung oleh suatu perusahaan untuk memiliki, menjalankan, dan membuang suatu peralatan dinamakan beban biaya hidup (life cycle cost). Komponen dari beban biaya hidup adalah biaya awal, biaya instalasi dan commissioning, biaya energi, biaya operasi, biaya pemeliharaan dan perawatan, biaya down time, biaya dampak lingkungan, serta biaya decommisioning dan pembuangan. Dari biaya-biaya yang telah disinggung sebelumnya, biaya-biaya yang selalu ada selama masa hidup pompa tersebut adalah biaya energi, biaya operasi, biaya pemeliharaan dan perawatan, biaya down time, biaya dampak lingkungan. Kelima biaya ini dapat dijaga agar tidak terlalu tinggi dengan menerapkan proses pemeliharaan yang baik dan up to date (relevan) dengan kondisi operasional pompa. Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk membaharui tindakan-tindakan pemeliharaan pompa tersebut adalah dengan melakukan tinjauan RCM. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa 30% sampai 50% dari energi yang dipergunakan dapat dihemat dengan melakukan perubahan peralatan atau sistem control[13]. Analisa sistematik dari RCM membantu memandu proses perubahan kearah yang benar dengan menunjukkan bagian-bagian mana yang kritis, serta bagian-bagian mana yang sebenarnya memerlukan tindakan lanjut atau dapat dibiarkan. Seluruh keputusan yang diambil dari hasil tinjauan RCM juga lantas harus dapat dibenarkan dalam aspek ekonomi, keselamatan dan keamanan, serta aspek dampak lingkungan.

Relevansi penerapan proses tinjauan RCM bagi pompa di sebagian besar perusahaan pengolahan minyak dan gas alam (salah satu industri pengguna pompa terbesar) sangat masuk akal. Umumnya umur pompa adalah sekitar 15-20 tahun [13]. Kebanyakan kilang minyak telah beroperasi sejak awal tahun 1900, dan sebagian besar dari kilang-kilang tersebut diakusisi oleh pemerintah pada tahun 1960, dengan perusahaan minyak asing masih dapat beroperasi sebagai kontraktor dengan sistem bagi hasil dan membayar royalti[17]. Produksi minyak di Indonesia sendiri mengalami peak production terakhir pada rentang tahun 1991, dengan

(40)

periode dari 1991 hingga tahun 1998[18], semenjak itu produksi terus menurun. Di saat yang bersamaan, kebutuhan energi di Indonesia meningkat. Oleh karena itu, sudah harus dimulai suatu proses untuk menekan biaya produksi dan di saat yang bersamaan meningkatkan keandalan dari kilang minyak. Salah satunya dengan melakukan tinjauan RCM pada beberapa peralatan kritis, di antaranya adalah pompa.

2.4 Pembatasan sistem pompa menurut OREDA-2002

Pembatasan sistem dibuat sesuai dengan referensi OREDA-2002 [19]. Termasuk dalam boundary sistem pompa seperti pada gambar 2.2 adalah :

 Power transmission  Pump unit

Control and monitoring  Lubrication

 Miscellanous

Gambar 2.6 Batasan sistem pompa

Selanjutnya pembagian ke dalam masing-masing item (benda) yang dapat di pelihara pada Tabel 2.1 Maintainable Items pompa menurut OREDA

(41)

Tabel 2.1 Maintainable Items pompa menurut OREDA Power

transmissio n

pump Control and

monitoring Lubrication system Miscellaneous  Gearbox / var. drive  Bearing  Seals  Lubrication  Coupling to driver  Coupling to driven unit  Instrument s  Support  Casing  Impeller  Shaft  Radial bearing  Thrust bearing  Seals  Valves & piping  Cylinder liner  Piston  Diaphragm  Instruments  Instrument s  Cabling, junction boxes, etc.  Control unit  Actuating device  Monitorin g  Internal power supply  valves  instruments  reservoir w/ heating element  pump w/ motor  filter  cooler  valves & piping  oil  seals  purge air  cooling/heatin g system  filter, cyclone  pulsation damper

Failure modes pompa menurut OREDA-2002 pada tabel 2.2 Failure modes pompa.

Tabel 2.2 Failure modes pompa

AIR abnormal instrument reading Bacaan instrumentasi yang diluar ambang batas

BRD Breakdowns Kerusakan peralatan

ERO erratic output Keluaran peralatan tidak

konform dengan keluaran operasional normal

ELP external leakage - process medium

Kebocoran dari fluida proses ELU external leakage – utility

medium

Kebocoran fluida utility (fluida servis, dsb)

FTS fail to start on demand Kegagalan peralatan untuk mulai bekerja

STP fail to stop on demand Kegagalan peralatan untuk

berhenti bekerja

HIO high output Keluaran yang terlampau tinggi,

diatas ambang batas atas normal

(42)

Failure modes pompa

LOO low output Keluaran yang terlampau

rendah, dibawah batas bawah normal

SER minor in service problems Permasalahan minor saat sedang dilakukan pekerjaan

NOI Noise Suara-suara tidak normal

OTH Other Kegagalan lain yang tidak

termasuk kegagalan yang sudah disebutkan

OHE Overheating Temperatur kerja terlampau

tinggi

PDE parameter deviation Deviasi dari parameter kerja normal

UST spurious stop Peralatan berhenti secara tidak

terduga

STD structural deficiency Kerusakan komponen structural

UNK Unknown Kegagalan tidak diketahui

VIB Vibration Getaran yang diluar ambang

batas normal

Dalam buku OREDA kegagalandiklasifikasikan dalam 4 kategori sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap sistem [19], yaitu,

Critical Failure : Kegagalan yang menyebabkan kehilangan kemampuan sistem untuk memberi keluaran secara langsung dan menyeluruh.

Degraded Failure .: Kegagalan yang tidak kritism namun menghambat sistem dalam memenuhi keluarannya sesuai spesifikasi. Kegagalan seperti ini umumnya akan berkembang menjadi kegagalan kritikal

Incipient Failure : Kegagalan yang tidak secara langsung menyebabkan kehilangan kemampuan sistem untuk memenuhi keluarannya, namun apabila tidak segera ditindak lanjuti, akan berkembang menjadi kegagalan kritis atau degraded.

Unknown:tingkat pengaruh kegagalan tidak tercatat atau tidak diobservasi. Kategorisasi dari masing-masing failure mode dilakukan sebagai pada Tabel 2.3 list tingkat kekritisan kegagalan menurut OREDA

(43)

Dalam buku OREDA, proses kategorisasi dilakukan untuk mencatat nilai-nilai untuk pencarian mean failure rate, dan active repair hours. Penulis mempergunakan klasifikasi dari OREDA sebagai sebuah referensi jenis-jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada rotating equipment serta tingkat severity masing-masing kegagalan terhadap sistem.

Tabel 2.3 list tingkat kekritisan kegagalan menurut OREDA

cri ti cal breakdown d eg rad ed abnormal instrument reading in ci p ient abnormal instrument reading u n kno wn external leakage - utility medium erratic output erratic output erratic output noise external leakage - process medium external leakage - process medium external leakage - process medium other external leakage - utility medium external leakage - utility medium external leakage - utility medium unknown fail to start on demand fail to stop on demand internal leakage vibration fail to stop

on demand high output low output high output internal

leakage

minor in-service problems internal

leakage low output noise

low output

minor in-service problems

other

noise noise overheating

other other parameter

deviation overheating overheating structural deficiency parameter deviation parameter deviation unknown spurious

stop vibration vibration

structural deficiency unknown vibration

(44)

Penggunaan struktur data OREDA membantu dalam melakukan proses analisa RCM karena membantu memenuhi step 1 sampai 5 dari 7 langkah RCM yang telah disinggung sebelumnya.

(45)

Sesuai dengan yang telah ditulis sebelumnya, proses RCM dilakukan dengan 7 langkah yang telah ditunjukan pada flowchart 2.3.

3.1 Penentuan Sistem

Sesuai pembatasan masalah, penulis akan melakukan proses RCM pada rotating equipment pompa. Dari data yang dimiliki penulis, proses pengkajian akan dilakukan untuk 71 unit pompa yang terpilih memiliki tingkat kekritisan tertinggi di plant P. Pembatasan pada pompa dilakukan karena peralatan ini memiliki tingkat kekritisan tinggi pada proses produksi plant P. Sebagai tambahan pengetahuan, plant P merupakan plant pengolah gas dan minyak bumi.

3.2 Batasan Sistem

Batasan sistem dilakukan sesuai dengan panduan yang disediakan OREDA-2002 untuk batasan sistem pompa, dimana termasuk dalam boundary sistem pompa adalah :

 Power transmission  Pump unit

 Control and monitoring  Lubrication

Miscellanous

Bentuk batasan fisik sistem diilustrasikan pada gambar 2.3. Komponen yang dapat dipelihara seperti pada tabel 2.1, Maintainable Items pompa menurut OREDA

3.3 Definisi Fungsi Sistem

Karena mesin yang hendak dilakukan pengkajian dibatasi hanya pompa, maka penulis akan mencantumkan fungsi primer dari pompa secara menyeluruh. Fungsi primer sebuah pompa adalah

“Mengalirkan fluida kerja „a‟ dari lokasi „x‟ ke „y‟ dengan debit „M‟ dan head „h‟“

(46)

Untuk isian huruf „a‟, „x‟, „y‟, „M‟, dan „h‟ disesuaikan untuk tiap-tiap pompa yang terdapat dalam daftar pompa yang hendak di tinjau.

3.4 Definisi Kegagalan Fungsi

Kegagalan-kegagalan yang mungkin antara lain

1) pompa gagal mengalirkan fluida kerja dari „x‟ ke „y‟;

2) pompa dapat mengalirkan fluida kerja, namun tidak memenuhi spesifikasi kinerja;

3) pompa memenuhi spesifikasi kinerja, namun tidak memindahkan dari „x‟ dan „y‟

3.5 Failure mode and Effect Analysis (FMEA)

Proses pengkajian FMEA dilakukan dengan cara mendaftar kegagalan yang pernah terjadi pada masing-masing pompa, kemudian

kegagalan-Tabel 2.1 Maintainable Items pompa menurut OREDA Power

transmissio n

Pump Control and

monitoring Lubrication system Miscellaneous  Gearbox / var. drive  Bearing  Seals  Lubrication  Coupling to driver  Coupling to driven unit  Instrument s  Support  Casing  Impeller  Shaft  Radial bearing  Thrust bearing  Seals  Valves & piping  Cylinder liner  Piston  Diaphragm  Instrument s  Instrument s  Cabling, junction boxes, etc.  Control unit  Actuating device  Monitoring  Internal power supply  Valves  instruments  reservoir w/ heating element  pump w/ motor  filter  cooler  valves & piping  oil  seals  purge air  cooling/heatin g system  filter, cyclone  pulsation damper

(47)

kegagalan ini yang dilakukan criticality ranking sesuai dengan Risk matrix yang telah ditentukan. Daftar kegagalan komponen didapat dari maintenance record (dalam kasus ini dari file SAP). Risk matrix yang dipergunakan merupakan Risk matrix yang sudah diadaptasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan di perusahaan P. Risk matrix dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Sesuai seperti yang penulis singgung sebelumnya, karena pengkajian ini dilakukan untuk mesin yang sudah berjalan, proses FMEA dibatasi hanya pada komponen yang mengalami kerusakan. Merupakan asumsi aman bahwa suatu mode pemeliharaan juga sudah dijalankan oleh pihak plant P, dan kegagalan-kegagalan komponen yang terjadi dapat berupa kejadian wajar atau kejadian yang tidak terkover oleh mode pemeliharaan yang berjalan.

Risk matrix adalah matrix yang dipergunakan untuk membandingkan risk atau criticality dari beberapa komponen di dalam sistem, dalam kasus ini dalam sistem pompa. Parameter-parameter yang diperhitungkan dalam Risk matrix yang dipergunakan penulis adalah,

- Occurrence, parameter jumlah kejadian per suatu satuan waktu yang tetap. - Severity, parameter pengaruh kegagalan terhadap suatu aspek tertentu. Aspek

– aspek tersebut adalah : - economy, - health & safety - environment

- Detection, parameter tingkat kemudahan kegagalan dapat dideteksi; semakin sulit dideteksi, semakin kritis.

Nilai-nilai parameter didapat dari hasil perundingan antara pihak plant P dan pihak peninjau. Hal ini memastikan bahwa ada kesinanmbungan antara hasil nilai RPN dengan kondisi aktual di plant P. Adapun hasil-hasil nilai parameter RPN yang didapat sebagai berikut.

Tabel 3.1 Economic Parameter Economic Parameter poin Occurence Severity Detection

Gambar

Gambar 2.1 Enam kurva pola kegagalan.
Gambar 2.3 Flowchart Proses Task Selection
Gambar 2.4 Flowchart Penentuan Default Actions
Gambar 2.6 Batasan sistem pompa
+7

Referensi

Dokumen terkait