TER
PADA T
PRO
F
P
RHADAP
TERUMB
OGRAM S
FAKULTA
IN
ENGARU
STRUKT
BU BUAT
STUDI ILM
AS PERIK
NSTITUT
UH PROS
TUR KOM
TAN DI TA
Oleh Tanty Ma C641040MU DAN
KANAN D
T PERTA
2009
SES BIO
MUNITAS
ANJUNG
: ulina 072TEKNO
DAN ILM
ANIAN BO
9
OROCK
S IKAN K
G LESUN
LOGI KE
MU KELA
OGOR
KARANG
NG, BANT
ELAUTAN
AUTAN
G
TEN
N
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PENGARUH PROSES BIOROCK TERHADAP STRUKTUR
KOMUNITAS IKAN KARANG PADA TERUMBU BUATAN DI
TANJUNG LESUNG, BANTEN
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
TANTY MAULINA C64104072
RINGKASAN
TANTY MAULINA. Pengaruh Proses Biorock terhadap Struktur Komunitas Ikan Karang pada Terumbu Buatan di Tanjung Lesung, Banten. Dibimbing oleh NEVIATY PUTRI ZAMANI dan BEGINER SUBHAN.
Biorock merupakan salah satu metode terumbu buatan sebagai alternatif
rehabilitasi terumbu karang. Keuntungan dari metode ini antara lain dapat memacu pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dan memiliki struktur kokoh. Struktur kokoh ini dapat menjadi habitat baru bagi biota penghuni ekosistem terumbu karang, salah satunya adalah ikan karang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh biorock terhadap struktur komunitas ikan karang pada terumbu buatan.
Penelitian dilakukan di Tanjung Lesung, Banten. Biorock telah diterapkan di Tanjung Lesung berkaitan dengan tingginya tingkat kerusakan terumbu karang di daerah ini. Penelitian dilakukan pada Desember 2007, Januari 2008, Mei 2008 dan Agustus 2008. Penelitian ini juga mengunakan data sekunder dari Medriko Desistiano sejak Agustus 2007 hingga November 2007 yang berlokasi di tempat yang sama. Dua stasiun pengamatan pada penelitian ini yaitu stasiun biorock dimana terdapat perlakuan arus listrik dan stasiun transplantasi karang dimana tidak terdapat perlakuan arus listrik. Pengambilan data dilakukan di lapangan untuk mendapatkan data fisika kimia perairan, data ikan karang yang dilakukan dengan metode stationery visual cencus, dan data komunitas bentik terumbu karang yang dilakukan dengan metode permanent photo quadrat. Data ikan karang diolah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel sehingga menghasilkan keluaran nilai keanekaragaman Shannon-Wiener, keseragaman, dominansi, kelimpahan, dan komposisi pola pemangsaan. Sedangkan data komunitas bentik diolah dengan perangkat lunak ImageJ sehingga menghasilkan persentase penutupan komunitas bentik terumbu karang.
Persentase penutupan komunitas bentik di kedua stasiun menunjukkan adanya peningkatan penutupan karang keras yang dapat berkorelasi positif terhadap keberadaan ikan karang. Komposisi ikan berdasarkan famili di kedua stasiun didominasi oleh ikan dari famili Pomacentridae. Kelimpahan ikan dan keanekaragaman komunitas ikan karang di stasiun biorock relatif lebih tinggi dari di stasiun transplantasi karang. Nilai keseragaman lebih rendah dan nilai
dominansi komunitas ikan karang lebih tinggi di stasiun biorock. Berdasarkan uji stasistik dengan uji t, didapatkan hasil bahwa nilai keanekaragaman di kedua stasiun hanya berbeda nyata pada dua bulan pengamatan yaitu pada
pengamatan Oktober 2007 dan November 2007 dari delapan bulan pengamatan pada Agustus 2007 hingga Januari 2008, Mei 2008, dan Agustus 2008.
Sedangkan untuk komposisi pemangsaan ikan, ikan karnivora menjadi kelompok ikan terbesar dalam komunitas baik di stasiun biorock maupun di stasiun
transplantasi karang.
TER
PADA T
SebagPRO
F
P
RHADAP
TERUMB
gai salah sa padOGRAM S
FAKULTA
IN
ENGARU
STRUKT
BU BUAT
atu syarat u da Fakultas InstSTUDI ILM
AS PERIK
NSTITUT
UH PROS
TUR KOM
TAN DI TA
SKRIP untuk mem s Perikanan itut Pertan Oleh Tanty Ma C641040MU DAN
KANAN D
T PERTA
2009
SES BIO
MUNITAS
ANJUNG
PSI mperoleh ge n dan Ilmu ian Bogor h: ulina 072TEKNO
DAN ILM
ANIAN BO
9
OROCK
S IKAN K
G LESUN
elar Sarjan KelautanLOGI KE
MU KELA
OGOR
KARANG
NG, BANT
na PerikanaELAUTAN
AUTAN
G
TEN
anN
Judul : PENGARUH PROSES BIOROCK TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG PADA TERUMBU BUATAN DI TANJUNG LESUNG, BANTEN
Nama : Tanty Maulina
NRP : C64104072
Disetujui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof.Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus: 30 Januari 2009
Pembimbing II
Beginer Subhan, S.Pi NIP. 132 316 069
Pembimbing I
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc NIP. 131 788 592
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan hasil penelitian berjudul
Pengaruh Proses Biorock terhadap Struktur Komunitas Ikan Karang pada Terumbu Buatan di Tanjung Lesung, Banten ini.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Dr.Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc dan Beginer Subhan, S.Pi selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.
2. Tim RUT XII yang telah mengijinkan pemakaian data untuk penelitian ini. 3. Tim Biorock Tanjung Lesung: Ramadian Bachtiar, Hawis H. Madduppa,
Medriko D., Ahmad T.G., Yanuar M., Fikri F., dan Regiana P.P atas kerjasama dan bimbingan terutama di lapangan.
4. Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku penguji tamu dan Dr.Ir. Henry M.Manik, M.T. selaku komisi pendidikan pada ujian skripsi atas evaluasi dan saran yang diberikan kepada penulis.
5. Fisheries Diving Club atas ilmu dan pemakaian alat penelitian. 6. Kedua orang tua yang tak henti – hentinya memberikan motivasi.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya tulisan ini namun terlalu banyak untuk dituliskan satu persatu.
Sangat disadari oleh penulis sendiri bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi terkait dengan metode biorock dalam rehabilitasi karang.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 32.1. Komunitas ikan karang ... 3
2.2. Ikan karang pada terumbu buatan ... 6
2.3. Komunitas terumbu karang ... 7
2.4. Interaksi ikan karang dan terumbu karang ... 11
2.5. Transplantasi karang ... 12
2.6. Terumbu buatan ... 13
2.7. Biorock ... 14
3. BAHAN DAN METODE ... 18
3.1. Waktu dan lokasi ... 18
3.2. Alat dan bahan ... 19
3.3. Sistem biorock ... 21
3.4. Metode pengambilan data ... 22
3.4.1. Data ikan karang ... 22
3.4.2. Data penutupan substrat dasar ... 24
3.5. Analisis data ... 25
3.5.1. Kelimpahan ikan ... 25
3.5.2. Indeks keanekaragaman (H’) ... 25
3.5.3. Indeks keseragaman (E) ... 25
3.5.4. Indeks dominansi (C) ... 26
3.5.5. Persentase penutupan substrat dasar ... 26
3.5.6. Uji t ... 27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1. Parameter fisika kimia perairan ... 28
4.2. Kondisi penutupan substrat dasar ... 29
4.3. Struktur komunitas ikan karang ... 31
4.3.1. Stasiun biorock ... 31
4.3.2. Stasiun transplantasi karang ... 32
4.4. Perbandingan struktur komunitas ikan karang di stasiun pengamatan ... 33
4.4.1. Kekayaan famili, spesies, dan jumlah individu ... 33
4.4.2. Kelimpahan ikan karang (N) ... 35
4.4.3. Indeks keanekaragaman (H’) ... 36
4.4.5. Indeks dominansi (C) ... 38
4.4.6. Uji t indeks keanekaragaman (H’) ... 39
4.4.7. Tipe pemangsaan ... 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1. Kesimpulan ... 43
5.2. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Deskripsi stasiun pengamatan biorock dan transplantasi karang ... 19 2. Perangkat pengambilan dan pengolahan data ... 20 3. Contoh lembar data pengamatan ikan karang ... 23 4. Parameter fisika kimia perairan pada kedua stasiun pengamatan .... 28 5. Persentase penutupan komunitas bentik di kedua stasiun
pengamatan ... 29 6. Uji t indeks keanekaragaman (H’) antara stasiun biorock dan stasiun
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka biorock di (a) Maldive; (b) Thailand; dan (c) Pemuteran,
Bali ... 16 2. Peta lokasi penelitian ... 18 3. Desain tetrapod kamera ... 21 4. Bentuk padatan karbon sebagai anoda (a) dan kerangka besi
sebagai katoda(b) untuk akresi mineral atau biorock ... 21 5. Ilustrasi denah sistem biorock ... 22 6. Ilustrasi pemasangan transek kuadrat di kerangka besi biorock dan
transplantasi karang serta di sekeliling kerangka ... 24 7. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun biorock ... 31 8. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun transplantasi
karang. ... 32 9. Jumlah famili dan spesies ikan karang yang terdata di
stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 33 10. Jumlah individu ikan karang yang terdata di stasiun (A) biorock dan
(B) transplantasi karang ... 34 11. Perbandingan kelimpahan ikan karang antara Stasiun (A) biorock
dan (B) transplantasi karang ... 35 12. Perbandingan indeks keanekaragaman (H’) ikan karang antara
stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 36 13. Perbandingan indeks keseragaman (E) ikan karang antara stasiun
(A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 37 14. Perbandingan indeks dominansi (C) ikan karang antara stasiun
(A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 38 15. Perbandingan tipe pemangsaan ikan karang antara stasiun (A)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data ikan karang ... 47
2. Data komunitas bentik terumbu karang ... 58
3. Contoh hasil digitasi foto transek menggunakan perangkat lunak ImageJ ... 59
4. Jumlah individu (N), nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) masing-masing stasiun pengamatan ... 60
5. Contoh perhitungan ... 61
6. Foto karang transplantasi di kedua stasiun pengamatan ... 63
7. Foto kondisi stasiun penelitian ... 64
8. Daftar spesies ikan yang hanya terdata di pengamatan pagi atau siang ... 65
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kerusakan terumbu karang Indonesia saat ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh kegiatan manusia yang bersifat merusak seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan racun, reklamasi pantai, serta pencemaran limbah, di samping kontribusi kerusakan oleh alam itu sendiri. Akibat hal tersebut, diperlukan metode untuk memperbaiki kerusakan terumbu karang. Pengembangan metode rehabilitasi terumbu karang telah banyak dilakukan. Salah satu metode tersebut adalah Mineral Accretion (akresi mineral) atau lebih dikenal dengan sebutan biorock.
Penerapan metode biorock telah dilakukan di beberapa negara, antara lain di Maldives, Thailand, Meksiko, Papua New Guinea, dan Indonesia. Biorock ini telah sukses diaplikasikan di Pemuteran, Bali pada November 2005 serta dapat menjadi alternatif rehabilitasi terumbu karang dalam skala besar (Hilbertz,
2005a). Biorock sedang dikembangkan di daerah Tanjung Lesung, Banten pada tahun 2007 mengingat kerusakan terumbu karang yang terjadi di sana. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kecamatan Panimbang, Banten tahun 2004 menunjukkan bahwa 70% terumbu karang di daerah wisata bahari Tanjung Lesung, Kecamatan Panimbang telah rusak.
Biorock didasarkan pada prinsip elektrolisis, yaitu mineral terlarut yang ada
di dalam air laut dirubah menjadi padatan CaCO3 dan Mg(OH)2 yang memiliki kekuatan yang sama dengan terumbu asli. Beberapa keuntungan dari metode ini adalah memacu pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dan pembuatan struktur yang relatif mudah. Struktur biorock kokoh dan memiliki nilai artistik karena strukturnya dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan (Hilbertz, 2005b).
Oleh karena struktur kokoh ini, sejumlah besar ikan akan tertarik untuk datang memanfaatkan sebagai habitat baru bagi komunitas ikan karang.
Ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya paling melimpah di daerah terumbu karang. Selain itu, komunitas ini merupakan penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang. Berbagai jenis ikan karang memiliki ketergantungan tinggi terhadap terumbu karang sebagai habitatnya. Komunitas ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat berlindung (shelter), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak (spawning ground), dan daerah asuhan (nursery ground).
Informasi mengenai kondisi ekosistem terumbu buatan biorock saat ini masih terbatas. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengangkat topik penelitian mengenai komunitas ikan karang di habitat terumbu buatan biorock. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Medriko Desistiano mengenai perbandingan kelimpahan ikan karang pada terumbu buatan biorock dengan transplantasi karang yang dilakukan pada Agustus-November 2007 di Tanjung Lesung, Banten.
1.2. Tujuan
Mengkaji pengaruh dari proses biorock terhadap struktur komunitas ikan karang pada terumbu buatan di Tanjung Lesung, Banten.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunitas ikan karang
Komunitas adalah kumpulan dari populasi – populasi yang hidup pada habitat yang sama (Odum, 1971). Sehingga, komunitas ikan karang dapat diartikan sebagai kumpulan dari populasi ikan yang hidup pada habitat terumbu karang tertentu.
Choat dan Bellwood (1991) mendefinisikan ikan karang adalah setiap individu ikan yang hidup di dalam sistem terumbu karang. Ikan karang memiliki
keanekaragaman yang tinggi serta berasosiasi dengan terumbu karang. Ikan – ikan ini memiliki adaptasi khusus seperti bentuk dan warna tubuh, serta cara reproduksi. Ikan karang merupakan keseluruhan ikan pada terumbu karang yang masuk ke dalam jaringan makanan melalui beberapa cara sehingga terdapat keseimbangan yang rumit dari hubungan mangsa-dimangsa (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Sale (1991) mengelompokkan ikan karang menjadi tiga kelompok famili utama berdasarkan keeratan hubungannya dengan ekosistem terumbu karang yaitu:
1. Labroid: Labridae (wrasses), Scaridae (parrotfish), dan Pomacentridae (damselfishes).
2. Acanthuroid: Acanthuridae (surgeonfshes), Siganidae (rabbitfishes), dan Zanclidae (moorish idol).
3. Chaetodontid: Chaetodontidae (butterflyfishes) dan Pomacanthidae (angelfishes).
Ketiga kelompok famili ini hampir seluruhnya, kecuali beberapa Labroid, memiliki pola distribusi yang berkaitan dengan terumbu karang. Kumpulan famili ini secara umum mengeksploitasi biota sessileyang terdapat di terumbu karang.
Eksploitasi ini dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, dengan cara
memangsa secara langsung terhadap jaringan dan hasil sampingan metabolisme dari hewan karang serta simbionnya (hal ini dilakukan oleh Chaetodontid dan beberapa Labroid, termasuk di dalamnya labridae genus Labrichtys dan Scaridae
Bolbometopon muricatum). Kedua, dengan cara memangsa alga kompleks yang
tumbuh pada matriks terumbu karang yang dilakukan oleh Acanthuroid dan sebagian besar Labroid.
Terdapat pula famili ikan lain yang berperan penting dalam ekosistem terumbu karang yang sering muncul di terumbu dan telah ikut diteliti oleh ahli ekologi yaitu:
1. Bleenidae (blennies) dan Gobiidae (gobies).
2. Apogonidae (cardinalfishes), dan Haemulidae (grunts).
3. Ostraciidae (boxfishes), Tetraodontidae (puffers), dan Balistidae (triggerfishes) 4. Holocentridae (squirrelfishes), Serranidae (rock cods, groupers), Lutjanidae
(snappers), dan Lethrinidae (emperors).
Ikan karang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan waktu aktifitasnya. Aktivitas ini di antaranya adalah aktifitas mencari makanan.
Pengelompokkan tersebut yaitu (Hobson, 1991; TERANGI, 2004): 1. Ikan diurnal, kelompok ikan yang beraktifitas di siang hari.
2. Ikan nokturnal,kelompok ikan yang beraktifitas di malam hari (setelah matahari terbenam).
3. Ikan crepuscular, kelompok ikan yang beraktifitas di waktu pergantian antara diurnal dan nokturnal.
Jenis ikan karang berdasarkan pola pemangsaan terbagi ke dalam lima tingkatan (Froese dan Pauly, 2008) yaitu:
1. Karnivora, jenis ikan pemakan daging baik ikan lain ataupun hewan lainnya yang antara lain terdiri dari famili Serranidae, Haemullidae, Aulostomidae,
Scorpaenidae, Apogonidae, Carangidae, Dasyatidae, Labridae, dan Lutjanidae.
2. Koralivora, jenis ikan pemakan koralit karang seperti beberapa spesies dari Chaetodontidae.
3. Herbivora, jenis ikan pemakan alga dan tumbuhan seperti Acanthuridae, Pomacanthidae, Scaridae, dan Siganidae.
4. Omnivora, jenis ikan pemakan hewan dan tumbuhan seperti genus dari Balistidae, Gobiidae, Pomacentridae, Tetraodontidae.
5. Planktivora, jenis ikan pemakan plankton seperti jenis dari Caesionidae. Tipe pemangsaan ikan karang yang paling banyak di ekosistem terumbu karang adalah karnivora, yaitu lebih kurang 50% - 70% dari seluruh jenis ikan di ekosistem ini. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok terbesar kedua setelah karnivora yaitu lebih kurang 15% dari spesies yang ada dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan
Acanthuridae. Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora dan multivora yaitu ikan-ikan dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomachantidae,
Monachantidae, Ostaciantidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan
zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil yaitu ikan dari famili Clupidae dan Antherenidae (Nybakken, 1993).
Distribusi spasial ikan karang berhubungan dengan karakteristik habitat dan interaksi ikan – ikan tersebut. Distribusi spasial beberapa ikan karang secara nyata berkaitan dengan karakteristik habitat tertentu. Karakteristik habitat yang paling berperan dalam distribusi ini adalah arus, kecerahan, suhu air, dan kedalaman (Nybakken, 1993).
2.2. Ikan karang pada terumbu buatan
Terumbu buatan dengan salah satu fungsinya sebagai fish aggregrating devices (FAD) dapat menyediakan habitat baru bagi komunitas ikan karang
(Madduppa et al., 2007). Terumbu buatan menyediakan tempat berlindung yang lebih baik dari terumbu karang alami, tetapi tidak untuk semua jenis dan ukuran ikan melainkan hanya beberapa jenis ikan saja, terutama ikan-ikan yang masih muda. Selain itu, ketertarikan ikan terhadap terumbu buatan karena untuk mencari makanan yang berupa alga, krustase, dan atau ikan kecil lainnya (Bohnsack, 1989 in Madduppa et al. 2007).
Struktur terumbu buatan dapat menarik ikan karang yang berasal dari habitat sekitar terumbu atau yang ingin menetap sementara untuk beristirahat
menyimpan energi mereka dari arus (Ogden dan Ebersole 1981 in Chou, 1997). Lama kelamaan, organisme lain sebagai bagian dari ikan-ikan ini akan menetap dan berkembang pada permukaan terumbu buatan tersebut. Perkembangan dari organisme penempel ini berkontribusi mempengaruhi makanan dari komunitas ikan karang. Contohnya ikan herbivora, kelompok ikan ini akan tertarik untuk mendatangi terumbu dan memakan alga yang telah berkembang di permukaan terumbu buatan. Komunitas ikan kecil yang menetap pada terumbu buatan dapat menarik ikan besar lainnya sebagai pemangsa komunitas ini (Chou, 1997). Terdapat preferensi terhadap ikan karang tertentu akibat struktur terumbu buatan. Berdasarkan Chua dan Chou (1994) ikan yang terdapat pada terumbu buatan blok beton dengan ukuran lubang yang berbeda-beda, ukurannya berkaitan dengan besarnya lubang yang disediakan oleh terumbu ini. Sehingga dapat dinyatakan bahwa ukuran ikan karang yang menetap pada terumbu buatan dibatasi oleh besarnya ruang yang disediakan oleh struktur terumbu.
Komunitas ikan karang di terumbu buatan memiliki kelimpahan ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelimpahan ikan di terumbu karang alami.
Tetapi, umumnya keanekaragaman komunitas ikan di terumbu buatan lebih rendah karena adanya jenis ikan tertentu yang dominan akibat ketertarikan tertentu pada terumbu buatan (Fujita et al. ; Rooker et al.) Secara umum komposisi jenis ikan pada terumbu buatan berkaitan dengan bahan dan model kerangka, dasar perairan, biota-biota penempel, karang yang ditransplantasikan, dan kedalaman terumbu buatan (Madduppa et al., 2007).
2.3. Komunitas terumbu karang
Komunitas terumbu karang memiliki sifat unik di antara asosiasi biota laut. Terumbu ini dibangun seluruhnya oleh kegiatan biologik. Terumbu merupakan timbunan masif dari kapur CaCO3 yang terutama dihasilkan oleh hewan karang dengan tambahan penting dari alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kapur (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Hewan karang memiliki kedekatan dengan anemon laut dan dapat divisualisasikan sebagai koloni anemon yang menghasilkan sekresi berupa
limestone atau kalsium karbonat sebagai struktur pengokoh dan pelindung bagi
hewan karang itu sendiri. Karang ini bersimbiosis dengan alga bersel satu
zooxanthellae untuk kepentingan biologis dan memberi warna pada karang.
Klasifikasi karang keras menurut Veron (1995) berdasarkan kerangka karang adalah :
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Subkelas : Hexacorallia Ordo : Scleractinia
Hewan karang menghasilkan kalsium karbonat. Proses mineralisasi dengan produk yang dihasilkan berupa material kapur CaCO3 (kalsium karbonat)
terumbu (Barnes, 1999). Reaksi terbentuknya kalsium karbonat dapat dituliskan sebagai berikut :
CO2+H2O H2CO3 H+ + HCO3- 2H+ + CO3
2-Diambil dari perairan ... Ca2+ + 2HCO
3- CaCO3 + CO2 +H2O ... (1)
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, yaitu : 1. Suhu
Terumbu karang dapat hidup secara optimal dengan perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-25 oC. Terumbu karang dapat mentoleransi suhu sampai kira-kira 40 oC (Nybakken,1993).
2. Cahaya.
Cahaya yang kurang dapat menyebabkan laju fotosintesis oleh alga simbion karang berkurang. Hal tersebut akan berpengaruh pada jumlah kalsium karbonat yang dihasilkan yang berguna dalam pembentukan kerangka karang dalam proses kalsifikasi (Nybakken,1993).
3. Salinitas.
Karang tidak dapat bertahan hidup pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut normal yaitu 32-35o/
oo (Nybakken, 1993). 4. Faktor pengendapan.
Endapan yang berat mengakibatkan tertutup dan tersumbatnya polip karang sehingga menghambat proses pemberian makanan (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
5. Substrat.
Substrat yang keras mempengaruhi penempelan larva karang (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Gelombang bermanfaat untuk memberikan sumber air yang segar, memberi oksigen dalam air laut, menghalangi pengendapan dan memberi plankton yang baru untuk makanan koloni karang. (Nybakken,1993).
7. Arus.
Pergerakan arus diperlukan untuk tersedianya aliran suplai makanan dan suplai oksigen yang segar maupun terhindarnya karang dari timbunan kotoran yang dapat menyebabkan endapan (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
8. Kedalaman.
Terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 m. Kebanyakan terumbu tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang (Nybakken, 1993; Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Karang batu berdasarkan bentuk pertumbuhannya dapat terbagi menjadi karang Acropora dan non-Acropora (English et al., 1994). Bentuk pertumbuhan karang Acropora antara lain:
1. Acropora bercabang (ACB), bentuk bercabang seperti ranting pohon. 2. Acropora meja (ACT), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata
seperti meja.
3. Acropora mengerak (ACE), bentuknya mengerak, biasa terjadi pada bentuk pertumbuhan yang belum sempurna.
4. Acropora submasif (ACS), percabangan berbentuk gada/lempeng dan kokoh. 5. Acropora berjari (ACD), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari
tangan.
Sedangkan bentuk pertumbuhan karang non-Acropora antara lain:
1. Bercabang (CB), memiliki cabang lebih panjang dari diameternya. Banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng, terutama
yang terlindungi atau setengah terbuka.
2. Padat (CM), berbentuk seperti bola dengan ukuran bervariasi, permukaannya halus dan padat. Biasa ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu yang belum terganggu atau rusak.
3. Mengerak (CE), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta dapat berlubang-lubang kecil. Banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu.
4. Meja (CT) menyerupai meja dengan permukaan lebar dan datar. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi
membentuk sudut dan datar.
5. Lembaran (CF), tumbuh berbentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar. Terutama terdapat pada daerah terumbu yang terlindung.
6. Jamur (CMR), berbentuk oval dan seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
7. Karang Api (Millepora), dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas terbakar bila menyentuhnya.
8. Karang Biru (Heliopora), berwarna biru pada skeleton-nya.
Terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem pantai yang teramat produktif dan beraneka ragam. Ekosistem ini memberikan manfaat langsung kepada manusia dengan menyediakan makanan, obat-obatan, bahan bangunan, produk ornamental, serta perlindungan fisik bagi pesisir. Lebih penting lagi, terumbu karang menopang kelangsungan hidup ekosistem lain di sekitarnya yang merupakan tumpuan hidup manusia (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
2.4. Interaksi ikan karang dan terumbu karang
Choat dan Bellwood (1991) menyatakan interaksi ikan dengan habitatnya pada ekosistem terumbu karang secara umum terdapat dalam tiga bentuk: 1. Hubungan langsung antara struktur terumbu karang dan tempat perlindungan
bagi ikan karang. Hal ini berlaku terutama untuk ikan-ikan kecil. Banyak spesies ikan yang mencapai kedewasaan seksual pada ukuran kecil (<100 mm), jumlah mereka melimpah di terumbu karang (Miller, 1979 In Choat dan Bellwood, 1991), dan menggunakan terumbu karang sebagai tempat
perlindungan yang tetap. Banyak jenis ikan yang makan langsung di terumbu karang menunjukkan tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat berlindungnya. Batas teritorial dapat didasarkan atas persediaan makanan, pola berbiak, banyaknya pemangsa, kebutuhan ruang atau lainnya (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
2. Interaksi makan yang melibatkan ikan karang dan biota sessile, termasuk alga. Interaksi ini memiliki beberapa efek turunan, termasuk mediasi dari interaksi antara alga dan karang serta perkembangan habitat berdasar sedimen.
3. Hubungan tidak langsung dari struktur karang dan pola makan ikan karang. Proses pada habitat terumbu karang menghasilkan hubungan antara aktifitas ikan dan proses daur ulang nutrien dalam keseluruhan ekosistem terumbu karang. Ikan karang pun dapat berperan membentuk struktur ekosistem terumbu karang, contohnya ikan kakatua (parrotfishes) yang memakan karang dan batuan kapur, serta membuang butiran-butiran putih yang telah digerus oleh penggiling farengialnya. Mereka merupakan penyebab penting erosi terumbu dan pembentuk pasir. Seekor ikan kakatua dewasa dapat menimbun 500 kg pasir karang/tahun pada terumbu (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Struktur terumbu karang yang kompleks menyediakan perlindungan dan tempat tinggal bagi banyak kelas ukuran biota terutama bagi invertebrata
berukuran kecil. Beberapa spesies ikan memanfaatkan invertebrata yang berada di koloni karang, tumpukan rubble, serta di algal turf. Pola makan ini umumnya pada famili Labridae, ikan yang memiliki morfologi unik sebagai pemakan crustacean di ekosistem terumbu karang (Choat dan Bellwood, 1991).
Nybakken (1993) menjelaskan bahwa interaksi yang terjadi antara ekosistem terumbu dan ikan karang adalah :
1. Pemangsaan, hal ini dilakukan oleh kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni karang, seperti jenis dari ikan buntal (Tetraodontidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Kelompok lain yaitu beberapa omnivora yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga di dalam kerangka karang atau invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka.
2. Grazing, hal ini dilakukan oleh kelompok ikan-ikan famili Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae, dan Scaridae yang merupakan herbivora grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup dengan karang dapat terkendali.
2.5. Transplantasi karang
Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan penumbuhan koloni karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat
regenerasi terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk
memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan (Harriot dan Fisk, 1988 in Soedharma dan Arafat, 2007). Herianto (2007) menyatakan bahwa berbagai fungsi atau manfaat
transplantasi karang secara umum ditujukan untuk kepentingan rehabilitasi dan pemanfaatan. Fungsi atau manfaat tersebut antara lain:
1. Mempercepat regenerasi ekosistem karang yang telah rusak. 2. Membangun daerah ekosistem karang yang sebelumnya tidak ada. 3. Pengembangan populasi karang bernilai ekonomis tinggi dan atau langka. 4. Menambah jumlah karang dewasa ke dalam populasi sehingga produksi larva
di ekosistem karang yang rusak tersebut dapat ditingkatkan.
Makkarette (2007) menyatakan secara umum gambaran langkah metode transplantasi karang adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan bibit koloni karang.
Pengambilan bibit koloni karang sebaiknya dilakukan di daerah lain yang memiliki kedalaman yang sama dengan lokasi transplantasi.
2. Pengikatan bibit koloni karang ke substrat.
Substrat pengikatan karang dapat berupa gerabah atau semen. 3. Penenggelaman transplantasi karang dan rangka (bila ada). 4. Perawatan.
Perawatan dilakukan untuk memantau tingkat stres dan kelangsungan hidup karang transplantasi.
2.6. Terumbu buatan
Terumbu buatan merupakan struktur yang sengaja dibuat oleh manusia untuk meniru karakteristik terumbu karang. Terumbu buatan tidak dimaksudkan
sebagai alternatif pengganti terumbu karang alami yang produktifitasnya tinggi, tetapi sebagai struktur yang dapat memberikan salah satu fungsinya. Fungsi utama dari terumbu buatan menurut Chou (1997) adalah:
1. Tempat berkumpulnya organisme terutama ikan sehingga dapat menambah efisiensi penangkapan.
2. Meningkatkan produktivitas alam dengan menyediakan habitat baru untuk organisme menempel yang berkontribusi pada rantai makanan.
3. Menyediakan habitat baru spesies target.
4. Melindungi organisme kecil atau juvenile dan sebagai nursery ground. 5. Pelindung pantai dari gelombang serta sebagai tempat naungan organisme
dari arus yang kuat dan pemangsaan. 6. Meningkatkan kompleksitas habitat dasar.
Keuntungan dari terumbu buatan (Hutomo, 1991 in Isnul, 2007) adalah sebagai berikut :
1. Dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan yang spesifik di lokasi yang diinginkan dalam waktu singkat.
2. Dapat dibangun dari berbagai macam material.
3. Dapat meningkatkan sumberdaya hayati laut pada lokasi yang dikehendaki.
2.7. Biorock
Biorock merupakan teknik terumbu buatan melalui proses akresi mineral dengan menggunakan struktur kerangka kokoh yang dialiri oleh arus listrik bertegangan rendah. Teknologi ini memanfaatkan proses elektrolisis dengan adanya anoda dan katoda sehingga menyebabkan mineral terlarut dalam air laut membentuk endapan padatan mineral yang menempel pada struktur kerangka (Hilbertz, 2005a). Hasil pengendapan ini adalah komposisi antara limestone dan
brucite dimana komposisi ini mirip dengan komposisi terumbu karang (Hilbertz,
2005b; Isnul, 2007). Mineral padatan yang terbentuk merupakan hasil dari perubahan pH di daerah katoda selama proses elektrolisis air laut berlangsung (Lee, 2002 in Madduppa et al., 2007).
Biorock pertama kali dikembangkan oleh arsitek Wolf Hilbertz dan pakar
biologi laut Thomas J. Goreau pada tahun 1988 untuk kepentingan rehabilitasi terumbu dan perlindungan daerah pesisir melalui Global Coral Reef Alliance (Hilbertz, 2005a). Teknologi ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia di Pemuteran, Bali pada awal tahun 2000 oleh Wolf Hilbertz dan Thomas J. Goreau. Beberapa keunggulan biorock sebagai terumbu buatan antara lain mempercepat laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan pada kerangka, struktur terumbu biorock dapat segera menyatu sebagai habitat alami untuk biota lain, sebagai substrat baru untuk penempelan alami larva karang, dan
penghalang gelombang bagi daerah pesisir (Hilbertz, 2005b).
Penerapan metode biorock telah dilakukan di beberapa negara, antara lain di Maldive, Thailand, Meksiko, Papua New Guinea, dan Indonesia (Hilbertz, 2005a). Perkembangan metode ini dalam aplikasinya di Maldive cukup baik. Saat
kenaikan suhu permukaan air laut yang tinggi telah menyebabkan banyak kematian karang di Samudera Hindia pada tahun 1998. Hal ini mengakibatkan kerusakan parah pada terumbu karang di pulau Maldive, hingga hanya 1% sampai 5% karang terumbu bertahan. Pada tahun 1996 hingga 1998 di area ini (Ihuru,Maldive) telah diterapkan biorock dan hasilnya adalah 50 – 80% karang transplantasi berhasil bertahan hidup (Whorton, 2001). Foto penerapan biorock di beberapa negara dapat dilihat di Gambar 1.
(b)
(a) (c) Sumber: (a) Whorton (2001); (b) Carins (2007); (c) Hilbertz (2005a) Gambar 1. Kerangka Biorock di (a) Maldive,(b) Thailand, dan (c) Pemuteran, Bali
Biorock memiliki komponen fisik yaitu katoda dan anoda. Katoda
didefinisikan sebagai elektroda dimana elektron memasuki sel karena proses reduksi. Elektroda ini yang menjadi tempat terbentuk dan menempelnya
ceament (padatan mineral) dan terlindung dari korosi karena yang terjadi
bukanlah oksidasi tetapi kebalikannya (Lee, 2005 in Isnul, 2007). Katoda inilah yang dihubungkan dengan terminal negatif power supply yang kemudian menyuplai elektron kepada ion-ion didalam larutan untuk mendorong terjadinya reaksi kimia. Material katoda yang digunakan biasanya berupa besi. Pemilihan besi ini lebih karena tujuan ekonomi dan pertimbangan kekuatan struktur. Bahan katoda dapat berupa berbagai macam bahan dengan konduktivitas tinggi (Isnul, 2007).
Anoda didefinisikan sebagai elektroda dimana elektron datang dari sel karena proses oksidasi. Anoda dihubungkan dengan terminal positif power supply dan
merupakan terminal dimana elektron diambil dari ion-ion dalam larutan untuk memfasilitasi reaksi kimia. Pemberian arus yang terlalu tinggi maka anoda akan terkorosi dengan cepat (Lee, 2005a in Isnul, 2007). Material anoda yang
digunakan sebaiknya memiliki ketahanan tinggi terhadap proses korosi dan memiliki tingkat polaritas yang tinggi karena terjadinya reaksi oksidasi (Isnul, 2007).
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan lokasi
Penelitian ini dilakukan di daerah Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten tepatnya di kawasan Beach Club, Tanjung Lesung Resort (Gambar 2). Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2007, Januari 2007, Mei 2007, dan Agustus 2008. Pengambilan data tidak dapat dilakukan pada Februari, Maret, dan April 2008 karena kondisi cuaca buruk, serta pada Juni dan Juli 2008 karena terputusnya aliran listrik pada sistem biorock.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian Medriko Desistiano dengan judul ”Perbandingan Kelimpahan Ikan Karang pada Terumbu Buatan
Biorock dengan Transplantasi Karang di Tanjung Lesung, Banten”. Data
sekunder tersebut diambil pada September 2007 hingga November 2007 di lokasi pengamatan yang sama dengan penelitian ini, dimana transek permanen
digunakan sebagai stasiun pengamatan.
Dua stasiun pengamatan pada penelitian ini yaitu stasiun biorock dan stasiun transplantasi karang. Koordinat stasiun pengamatan yaitu 06027’59,7” LS dan 105039’57,9” BT untuk stasiun biorock dan 06027’58,8” LS dan 105039’59,3” BT untuk stasiun transplantasi karang. Stasiun biorock ditandai dengan adanya kerangka biorock atau proses akresi mineral dengan karang transplantasi, sedangkan stasiun transplantasi karang ditandai adanya kerangka dengan karang transplantasi tanpa proses akresi mineral. Deskripsi masing-masing stasiun pengamatan tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi stasiun pengamatan biorock dan transplantasi karang.
Parameter St. biorock St. transplantasi karang
Model kerangka Trapesium ( ) Trapesium ( )
Arus listrik Ya Tidak
Jenis karang transplantasi Acropora sp. dan Montipora sp. Acropora sp. dan Montipora sp. Transek sekeliling Ya (4) Ya (4) Luas transek 2x2 m2 2x2 m2
3.2. Alat dan bahan
Alat atau perangkat yang digunakan pada pengambilan data dan pengolahan data penelitian ditunjukkan pada Tabel 2. Bahan yang digunakan adalah
kerangka besi beserta transplantasi karang yang diletakkan di kedua stasiun pengamatan dengan adanya perbedaan perlakuan arus listrik di stasiun biorock.
Tabel 2. Perangkat pengambilan dan pengolahan data.
Perangkat Satuan Fungsi
Pengambilan
data GPS Garmin C60 - Mengetahui lokasi penelitian
Termometer air raksa oC Mengukur suhu Refraktometer
cahaya o/oo Mengukur salinitas
Secchi disc
lempengan besi Meter
Mengukur kecerahan perairan
Kertas pH - Mengukur pH Kamera bawah air
Canon G7 10 mega pixel dan housing
- Mengambil gambar di dalam perairan
Tetrapod kamera -
Alat bantu pengambilan gambar dengan kamera
underwater
Peralatan SCUBA
diving -
Alat bantu pengambilan data di bawah air
Lembar data
waterproof dan alat
tulis
- Mencatat hasil pengamatan
Pengolahan
data Komputer - Mengolah data
Perangkat lunak
Microsoft Excel - Mengolah data ikan karang
Perangkat lunak
ImageJ -
Mengolah data terumbu karang
Program FishBase
2008 -
Mengidentifikasi ikan karang dan mengetahui jenis
makanannya Buku Identifikasi ikan
(Kuiter dan Tonozuka, 2001; Allen, et.al., 2005)
- Mengidentifikasi jenis dan informasi ekologi ikan karang
Pengambilan foto untuk penutupan substrat dasar menggunakan tetrapod yang dibuat khusus untuk mempermudah pengambilan foto di bawah air. Tetrapod dibuat dari bahan besi dengan pertimbangan kemudahan tersedianya bahan dan struktur besi yang kokoh. Desain tetrapod kamera ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Desain tetrapod kamera
3.3. Sistem biorock
Sistem biorock menggunakan kerangka besi dengan luas 2x2 m2 yang berfungsi sebagai katoda yang menyuplai elektron kepada ion-ion dalam larutan untuk mendorong terjadinya reaksi kimia. Elektroda ini adalah tempat padatan mineral terbentuk dan menempel (sea cement). Material anoda yang digunakan adalah campuran dari karbon dan semen yang diletakkan tidak jauh dari
kerangka besi. Bentuk anoda dan katoda yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Bentuk padatan karbon sebagai anoda (a) dan kerangka besi sebagai katoda (b) untuk akresi mineral atau biorock
Anoda dan katoda sistem biorock dihubungkan dengan power supply sebagai komponen yang menyediakan aliran listrik. Jenis power supply yang digunakan adalah DAKAI DC Power Supply AP-30AD. Arus yang digunakan adalah arus searah (DC) sebesar 7 – 12 volt dan 2 Ampere. Sumber listrik berasal dari PLN yang kemudian disalurkan ke power supply untuk diubah arusnya menjadi arus searah. Kabel listrik digunakan sebagai penghubung antara katoda dan anoda ke sumber listrik. Jarak sistem biorock (kerangka besi) dengan sumber listrik adalah 100 m. Ilustrasi denah sistem biorock pada stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi denah sistem Biorock
3.4. Metode pengambilan data 3.4.1. Data ikan karang
Pengambilan data ikan karang menggunakan metode stationery visual
sensus berdasarkan Hill dan Wilkinson (2004). Metode ini dilakukan dengan
mengamati ikan karang menggunakan alat SCUBA diving di bawah air dalam posisi tetap. Data yang dicatat adalah nama spesies ikan karang dan jumlahnya yang masuk ke dalam transek kuadrat. Pengamatan dilakukan selama 10 menit, bertujuan memperkecil bias, dengan selang per lima menit untuk masing-masing transek kuadrat. Data lain yang diambil adalah keterangan tambahan pencatatan
tingkah laku ikan yang berada di transek kuadrat biorock. Pengambilan data setiap bulannya dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pagi hari (pukul 09.00 WIB) dan siang hari (pukul 14.00 WIB).
Teknik pengambilan data ikan karang adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data dimulai dari stasiun biorock, pengambil data mengambil posisi diam di sisi transek kuadrat untuk pengamatan.
2. Catat ikan karang yang masuk ke dalam area transek kuadrat. Area transek kuadrat untuk pencatatan ini menggunakan garis imajiner hingga ke
permukaan perairan membentuk bidang tiga dimensi. Pencatatan dilakukan selama 10 menit. Catat hasil pengamatan di lembar data (Tabel 3).
Tabel 3. Contoh lembar data pengamatan ikan karang No Nama Spesies Nama Famili
Jumlah
0-5 menit 5-10 menit
Sumber: Hill dan Wilkinson (2004)
3. Setelah pencatatan ikan karang di transek pertama atau kerangka selesai, dilanjutkan pencatatan pada transek kuadrat pendamping hingga seluruh transek selesai. Ilustrasi pemasangan transek kuadrat pada kedua stasiun pengamatan tampak pada Gambar 6.
4. Ulangi tahapan di atas untuk pengambilan data di stasiun transplantasi karang.
.
Gambar 6. Ilustrasi pemasangan transek kuadrat di kerangka besi biorock dan transplantasi karang serta di sekeliling kerangka
3.4.2. Data penutupan substrat dasar
Pengambilan data penutupan substrat dasar, termasuk di antaranya adalah terumbu karang, menggunakan metode foto kuadrat permanen (permanent photo
quadrat) berdasarkan Hill dan Wilkinson (2004). Metode ini menggunakan
kamera bawah air dengan resolusi 10 mega pixel untuk mengambil gambar komposisi di dalam transek kuadrat permanen dan selanjutnya hasil gambar diolah di komputer menggunakan perangkat lunak ImageJ. Pengolahan ini dilakukan untuk mendapatkan persentase penutupan substrat. Penempatan transek kuadrat dilakukan di sekeliling kerangka yang dianggap relevan digunakan sebagai pembanding komposisi habitat penyusun dasar perairan. Teknik pengambilan data komunitas bentik adalah sebagai berikut:
1. Bagi transek kuadrat dengan menggunakan tali menjadi empat transek kecil berukuran 1x1 m2, hal ini dilakukan untuk mempermudah pengambilan foto. 2. Tempatkan kamera pada tetrapod, lalu ambil posisi dan sudut yang tepat
untuk mengambil gambar substrat di dalam transek kuadrat.
3. Bingkai tetrapod harus melingkupi area 0,5 x 0,5 m2, sehingga dalam satu transek dapat diambil 16 foto. Lakukan pengambilan foto berurutan menyisir area dalam transek kuadrat. Setelah foto pertama, pengambilan foto
berikutnya harus dibuat menumpuk untuk menghindari gambar yang hilang. 4. Lakukan tahapan di atas untuk transek kuadrat di kedua stasiun pengamatan.
3.5. Analisis data
3.5.1. Kelimpahan ikan
Banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan ditunjukkan oleh nilai kelimpahan ikan. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
N = ni
A (2)
keterangan : N = Kelimpahan individu ikan (individu/luas area)
ni = Jumlah individu ikan spesies ke-i
A = Luas daerah pengamatan (20 m2)
3.5.2. Indeks keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman (H’) digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi jumlah individu masing-masing jenis ikan dalam suatu komunitas habitat ikan (Odum, 1971). Keanekaragaman jenis ikan karang dihitung dengan Indeks Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut :
H'= - ∑ni=1piln pi (3)
keterangan : H’ =Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener
pi = Perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies ke-i
(ni) dengan jumlah individu ikan karang (N)
i = 1,2,3,..,n
3.5.3. Indeks keseragaman (E)
Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan semakin meningkat (Odum, 1971). Rumus untuk menghitung nilai indeks keseragaman adalah:
E = H'
H' max (4)
keterangan : E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks keanekaragaman
H’ max = Indeks keanekaragaman maksimum = ln S (ln jumlah
spesies)
3.5.4. Indeks dominansi (C)
Nilai indeks keseragaman yang kecil biasanya menandakan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain. Dominansi suatu spesies yang cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau tertekan (Odum, 1971). Nilai dominansi dapat ditentukan dengan rumus:
C = ∑ni=1pi2 (5)
keterangan : C = Indeks Dominansi
pi = Perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies ke-i
(ni) dengan jumlah individu ikan karang (N)
3.5.5. Persentase penutupan substrat dasar
Perhitungan persentase penutupan substrat dasar dapat dihitung setelah dilakukan pengolahan foto transek menggunakan perangkat lunak ImageJ dengan rumus di bawah ini:
Ni = li
L×100% (6)
keterangan : Ni = Persentase penutupan substrat dasar ke-i (%)
li = Luasan penutupan substrat dasar ke-i
3.5.6. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji perbedaan di antara keanekaragaman yang terjadi di dua wilayah/populasi dengan rumus menurut Magurran (1988) yaitu:
t = H1 , -H2, (Var H1,+Var H2,) 1 2 (7) dimana : Var H'=(∑ pi( ln pi) 2 -n i=1 (∑ piln pi) 2 n i=1 N -S-1 2N2 (8)
dan derajat kebebasannya adalah :
df = (Var H'1+Var H'2)2 [ Var H'1 2 N1 + Var H'22 N2 ] (9)
keterangan : H’1 = Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener ke-1
H’2 = Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener ke-2
Var H’ = Varian dari H’
N = Jumlah spesies keseluruhan
pi = Perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies
ke-i (ni) dengan jumlah individu ikan karang (N)
S = Jumlah spesies ikan karang i = 1,2,3……..,n
Hipotesis yang digunakan untuk menguji nilai t adalah bila thitung > t tabel maka
kedua populasi memiliki perbedaan nyata, sedangkan bila thitung < ttabel maka
kedua populasi tidak memiliki perbedaan nyata. Nilai ttabel berdasarkan buku
Magurran (1988) dengan berdasarkan nilai thitung dan derajat kebebasan yang
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter fisika kimia perairan
Kondisi perairan di stasiun pengamatan dapat diketahui melalui beberapa parameter umum perairan. Hasil pengukuran parameter-parameter ini (Tabel 4) menunjukkan kondisi perairan yang termasuk kondisi yang mendukung bagi pertumbuhan terumbu karang yaitu suhu berkisar 28,00-29,50 0C, salinitas berkisar antara 32,00-33,00‰, faktor kecerahan yang tinggi, didukung dengan kedalaman 2,25-3,00 meter, dan nilai pH yang tetap, yaitu 8.
Tabel 4. Parameter fisika kimia perairan pada kedua stasiun pengamatan Parameter
Waktu Pengamatan
Agt-07* Sep-07* Okt-07* Nov-07* Des-07 Jan-08 Mei-08 Agt-08 Suhu (oC) 28,50 28,25 28,75 29,50 28,50 28,00 28,50 28,50 Salinitas (o/oo) 32,00 32,00 32,25 32,00 32,00 32,50 33,00 32,00 Kecerahan (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 Kedalaman (m) 2,50 2,50 2,50 3,00 3,00 2,50 2,50 2,25 pH 8 8 8 8 8 8 8 8 Sumber: * = Desistiano (2008)
Tingkat kecerahan 100% berkaitan dengan kedalaman air yang berkisar antara 2,25-3,00 meter dan perairan yang tidak keruh sehingga penetrasi cahaya matahari masih dapat mencapai dasar perairan. Kondisi ini mendukung
pertumbuhan terumbu karang berkaitan dengan adanya alga simbion
zooxanthellae yang memerlukan sinar matahari untuk berfotosintesis.
Nilai pH perairan di lokasi pengamatan stabil bernilai 8 sesuai dengan pH air laut yang bersifat basa atau bernilai lebih dari 7. Kondisi fisika kimia perairan pada stasiun pengamatan termasuk kisaran yang ideal untuk pertumbuhan terumbu karang berdasarkan Romimohtarto dan Juwana (2001) yang
menyatakan lingkungan ideal untuk pertumbuhan karang adalah perairan hangat dengan suhu air di atas 20,00 oC, kedalaman air yang kurang dari 50,00 meter, salinitas air yang tetap di atas 30,00‰ tetapi di bawah 35,00‰,sedimentasi rendah, dan peredaran air yang bebas pencemaran.
4.2. Kondisi penutupan substrat dasar
Pengamatan substrat dasar dilakukan untuk melihat komposisi substrat dasar. Pemilihan lokasi dipilih antara dua lokasi stasiun yang penutupan substrat dasarnya terutama penutupan karang keras tidak berbeda signifikan. Sehingga, jika terdapat perbedaan struktur komunitas ikan karang, hal ini tidak dipengaruhi oleh berbedanya penutupan karang keras di awal pengamatan pada masing – masing stasiun pengamatan. Terdapat pengaruh kehadiran jenis ikan pada terumbu buatan yang diletakkan berdekatan dengan terumbu karang alami (Kakimoto, 1979 in Madduppa et al.) sehingga perlu diketahui perkembangan substrat dasar di sekitar terumbu buatan.
Tipe terumbu karang di daerah stasiun pengamatan adalah tipe terumbu karang tepi (fringing reef) dengan kedalaman air berkisar pada 1,00-5,00 meter. Terumbu di stasiun pengamatan merupakan hamparan karang dengan substrat pasir, rubble serta beralga. Hasil perhitungan persentase penutupan substrat dasar di kedua stasiun dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase penutupan substrat dasar di kedua stasiun pengamatan
Kategori St. biorock St. transplantasi karang
I II I II
Karang keras 25,78% 37,48% 16,07% 26,49%
Karang lunak 1,49% 1,67% 0,75% 0,00%
Alga 1,26% 0,00% 0,11% 1,67%
Dead coral with algae
(DCA) 6,98% 6,23% 1,87% 3,93%
Rubble 43,00% 42,70% 60,02% 60,41%
Pasir 20,26% 11,20% 21,07% 6,93%
Other 1,20% 0,72% 0,11% 0,57%
∑ Life form 8 7
Sumber: I : Desistiano (2008) (pengamatan Oktober 2007) II: diolah dari lampiran 2 (pengamatan Mei 2008)
Penutupan karang keras di stasiun biorock seperti tampak pada Tabel 5 mengalami peningkatan penutupan sejak pengamatan Oktober 2007 yang memenuhi persentase 25,78% hingga mencapai 37,48% saat pengamatan Mei 2008. Karang lunak mengalami peningkatan penutupan, sedangkan alga tidak lagi ditemukan saat pengamatan Mei 2008. Rubble mendominasi penutupan substrat dasar di stasiun biorock hingga 40%. Walaupun demikian, rubble dan DCA mengalami penurunan penutupan dari kedua pengamatan yang dapat disebabkan oleh meningkatnya penutupan karang keras di stasiun biorock. Delapan pertumbuhan karang (lifeform) ditemukan di stasiun biorock. Lifeform yang banyak ditemui di stasiun ini adalah bentuk Acropora bercabang (Acropora
branching). Bentuk pertumbuhan lain yang terdapat di stasiun biorock adalah Acropora meja (Acropora tabulate), mengerak (coral encrusting), lembaran
(coral foliose), padat (coral massive), jamur (coral mushroom), bercabang (coral
branching), dan submasif (coral submassive).
Penutupan karang keras di stasiun transplantasi karang, sama halnya dengan stasiun biorock, mengalami peningkatan penutupan sejak pengamatan Oktober 2007 hingga Mei 2008. Terjadi peningkatan penutupan rubble dan DCA dari kedua pengamatan, dimana hal ini berbeda dengan yang terjadi di stasiun
biorock. Kawasan stasiun pengamatan merupakan tempat wisata sehingga
ancaman kerusakan terumbu karang cukup tinggi yang dapat ditandai banyaknya
rubble pada substrat dasar stasiun pengamatan. Karang lunak tidak ditemukan
lagi saat pengamatan kedua di Mei 2008, sedangkan alga mengalami
peningkatan penutupan. Tujuh lifeform karang terdapat di stasiun transplantasi karang. Bentuk padat (coral massive) merupakan lifeform yang paling banyak ditemukan. Bentuk pertumbuhan karang lainnya adalah Acropora bercabang (Acropora branching), Acropora meja (Acropora tabulate), mengerak (coral
pertumbuhan submasif (coral submassive).
4.3. Struktur komunitas ikan karang
Penelitian ini menggunakan data sekunder penelitian Medriko Desistiano sejak Agustus 2007 hingga November 2007. Sehingga data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada Agustus 2007 sampai Januari 2008, Mei 2008, dan Agustus 2008. Jumlah ikan yang terdata selama pengamatan di kedua stasiun penelitian dengan dua kali periode pengamatan adalah 22 famili, 51 genus, dan 167 spesies.
4.3.1. Stasiun biorock
Stasiun biorock merupakan stasiun pengamatan dimana terdapat kerangka
biorock atau akresi mineral disertai fragmen transplantasi karang. Stasiun ini
berjarak kurang lebih 50 meter dari garis pantai. Sebanyak 122 spesies dari 22 famili ikan telah terdata selama pengamatan. Komposisi ikan berdasarkan famili selama pengamatan berlangsung di stasiun ini tampak pada Gambar 7.
Gambar 7. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun biorock Ikan karang yang paling banyak terdata selama pengamatan adalah ikan-ikan dari famili Pomacentridae. Famili ini merupakan kelompok famili ikan-ikan utama, begitu pula Labridae, Chaetodontidae, Acanthuridae, dan Scaridae, yang erat
20% 17% 12% 12% 11% 6% 3% 2% 2% 2%2%2%2% 2% 2% 1%1% 1% 1% 1% 1% PomacentridaeLabridae Chaetodontidae Scaridae Acanthuridae Nemipteridae Lutjanidae Apogonidae Mullidae Serranidae Caesionidae Gobiidae Pomacanthidae Scorpaenidae Siganidae Aulostomidae Blenniidae Ephippidae Holocentridae
hubungannya dengan ekosistem terumbu karang. Ikan famili Pomacentridae merupakan jenis ikan penetap (resident species), memiliki tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat berlindungnya (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Hal ini menyebabkan ikan-ikan tersebut lebih mudah dilihat oleh pengamat sehingga kemunculannya banyak tercatat saat pengambilan data. Spesies dengan jumlah terbesar yang terdata di stasiun
biorock adalah Scarus rivulatus dari famili Scaridae. Scarus rivulatus merupakan
herbivora yang sering ditemui dalam keadaan schooling mencari makan. Ikan ini dapat ditemukan baik di daerah pantai hingga terumbu karang luar (Kuiter dan Tonozuka, 2001).
4.3.2. Stasiun transplantasi karang
Stasiun transplantasi karang merupakan stasiun pengamatan dimana terdapat kerangka besi disertai fragmen transplantasi karang tanpa adanya proses akresi mineral. Stasiun ini berjarak kurang lebih 50 meter dari garis pantai. Selama pengamatan telah terdata 119 spesies dari 19 famili ikan di stasiun ini. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun transplantasi karang tampak pada Gambar 8.
Gambar 8. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun transplantasi karang Sama halnya dengan komposisi ikan di stasiun biorock, Pomacentridae
19% 17% 18% 11% 12% 5% 4% 2% 2% 2% 2% 1% 1%1% 1%1% 1%1% 1% PomacentridaeLabridae Chaetodontidae Scaridae Acanthuridae Nemipteridae Serranidae Mullidae Siganidae Balistidae Pomacanthidae Apogonidae Aulostomidae Blenniidae Caesionidae Ephippidae
menjadi kelompok famili terbesar yang terdata di stasiun ini. Sedangkan untuk jumlah ikan, spesies yang jumlahnya paling besar selama pengamatan di stasiun ini adalah Amblyglyphidodon curacao. A. curacao merupakan omnivora dengan makanan tumbuhan dan zooplankton serta hidup berkelompok (Fishbase, 2008). Spesies ini sering terlihat berenang mengumpul di kolom air di atas karang untuk menangkap zooplankton makanan utama mereka (Kuiter danTonozuka, 2001).
4.4. Perbandingan struktur komunitas ikan karang di stasiun pengamatan 4.4.1. Kekayaan famili, spesies, dan jumlah individu
Selama pengamatan berlangsung, setiap bulan pengamatan terjadi perubahan dalam komposisi famili dan spesies ikan yang terdata.
Perkembangan hasil pengamatan ikan karang di kedua stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Jumlah famili dan spesies ikan karang yang terdata di stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang
Perubahan kekayaan famili ikan selama pengamatan tidak berubah begitu besar. Jumlah famili ikan yang terdata selama pengamatan di stasiun biorock berkisar 11-15 famili sedangkan jumlah famili ikan berkisar 8-13 famili di stasiun transplantasi karang. Perkembangan jumlah spesies ikan di stasiun biorock yang
0 10 20 30 40 50 60 Jumlah Waktu Pengamatan famili A famili B spesies A spesies B
berkisar antara 29-55 spesies kisarannya lebih besar dari perkembangan di stasiun transplantasi karang dimana berkisar antara 22-39 spesies. Kekayaan famili ikan tertinggi terjadi pada pengamatan September 2007, sedangkan kekayaan spesies tertinggi terjadi pada Oktober 2007 di stasiun biorock. Stasiun transplantasi karang memiliki kekayaan famili ikan tertinggi pada pengamatan Januari 2008 dan Mei 2008, sedangkan kekayaan spesies tertinggi terjadi pada Mei 2008.
Perkembangan hasil pengamatan jumlah individu tampak pada Gambar 10. Jumlah individu yang terdata di stasiun biorock berkisar 231-676 individu per pengamatan dan jumlah tertinggi terjadi pada pengamatan November 2007 dimana ikan Scarus rivulatus yang paling banyak terdata sejumlah 126 individu. Jumlah individu yang terdata di stasiun transplantasi karang berkisar 158-312 individu setiap bulan dan jumlah tertinggi terjadi pada pengamatan September 2007 dimana ikan Dascyllus trimaculatus sebanyak 32 individu menjadi jenis yang paling banyak terdata.
Gambar 10. Jumlah individu ikan karang yang terdata di stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang
0 100 200 300 400 500 600 700 Jumlah Waktu Pengamatan individu A individu B
Tampak pada Gambar 10 bahwa jumlah individu di stasiun biorock lebih tinggi dari jumlah individu di stasiun transplantasi karang. Rata-rata jumlah individu di stasiun biorock yaitu 450 individu per bulan sedangkan rata-rata di stasiun transplantasi karang yaitu 252 individu per bulan.
4.4.2. Kelimpahan ikan karang (N)
Kelimpahan ikan dinyatakan dengan banyaknya individu yang melewati atau
berada di transek per total luasan transek. Perbandingan kelimpahan ikan karang di kedua stasiun tampak pada Gambar 11.
Gambar 11. Perbandingan kelimpahan ikan karang antara stasiun (A) biorock
dan (B) transplantasi karang
Hasil pengamatan menunjukkan kelimpahan ikan di stasiun biorock lebih banyak dari stasiun transplantasi karang, kecuali pada pengamatan siang Desember 2007 dan siang Agustus 2008. Rata-rata kelimpahan ikan per bulan di stasiun biorock (224 individu/20 m2) lebih besar dari stasiun transplantasi karang (128 individu/ 20 m2). Selisih kelimpahan ikan di kedua stasiun yang paling besar terjadi pada pengamatan November 2008. Pada pengamatan tersebut individu ikan per luasan transek di stasiun biorock mencapai 676/20 m2
0 50 100 150 200 250 300 350 400
pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang
Agt‐O7 Sep‐ O7 Okt‐O7 Nov‐O7 Des‐O7 Jan‐O8 Mei‐O8 Agt‐O8
N (Ind/20m 2) Waktu Pengamatan A B
individu untuk pengamatan pagi dan siang sedangkan di stasiun transplantasi karang hanya 158 individu/20 m2. Tingginya jumlah individu di stasiun biorock tersebut disebabkan adanya kemunculan schooling ikan Scaridae dan ikan pelintas dari spesies-spesies famili Siganidae dan Caesionidae yang mencapai 258 individu/20 m2 pada pengamatan tersebut.
Spesies ikan yang hanya terdata di pengamatan pagi lebih banyak daripada di pengamatan siang. Di stasiun biorock terdata 31 spesies ikan pada
pengamatan pagi dan 26 spesies ikan pada pengamatan siang. Sedangkan di stasiun transplantasi karang terdata 37 spesies ikan pada pengamatan pagi dan 21 spesies ikan pada pengamatan siang (Lampiran 8).
4.4.3. Indeks keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman menunjukkan jumlah taksa yang berbeda, dimana
spesies memberikan keanekaragaman spesifik dan genus memberikan keanekaragaman generik (Bengen, 2000). Perbandingan nilai indeks
keanekaragaman Shannon – Wiener di kedua stasiun pengamatan tampak pada Gambar 12.
Gambar 12. Perbandingan indeks keanekaragaman (H’) ikan karang antara stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi
siang
Agt‐O7 Sep‐ O7 Okt‐O7 Nov‐O7 Des‐O7 Jan‐O8 Mei‐O8 Agt‐O8
H'
Waktu Pengamatan
A B
Nilai indeks keanekaragaman di stasiun biorock berkisar antara 1,99 sampai 3,23. Kisaran tersebut lebih besar dari nilai keanekaragaman di stasiun
transplantasi karang yang berkisar antara 2,09-2,94. Kisaran nilai keanekaragaman di biorock stasiun penelitian ini ternyata lebih tinggi dibandingkan kisaran di biorock pulau Pramuka,kepulauan Seribu, Jakarta dimana nilainya berkisar antara 1,87-2,30 (Madduppa et al., 2007). Berdasarkan pengamatan lapangan, karang transplantasi di stasiun biorock tumbuh lebih cepat dibandingkan di stasiun transplantasi karang sehingga dapat menarik ikan datang untuk berlindung atau mencari makanan. Nilai keanekaragaman tertinggi terjadi pada saat pengamatan siang November 2007 di stasiun biorock dimana tercatat 38 spesies dan 322 individu ikan.
4.4.4. Indeks keseragaman (E)
Indeks keseragaman menyatakan penyebaran individu antar spesies yang berbeda (Bengen, 2000). Perbandingan nilai indeks keseragaman di kedua stasiun pengamatan tampak pada Gambar 13.
Gambar 13. Perbandingan indeks keseragaman (E) ikan karang antara stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang
0 0,25 0,5 0,75 1
pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang
Agust‐O7 Sep‐ O7 Okt‐O7 Nov‐O7 Des‐O7 Jan‐O8 Mei‐O8 Agust‐O8
E
Waktu Pengamatan
A B
Nilai indeks keseragaman di stasiun biorock berkisar pada nilai 0,62-0,90 yang relatif lebih rendah nilainya dibandingkan dengan indeks keseragaman di stasiun transplantasi karang yang berkisar pada nilai 0,80-0,93. Nilai
keseragaman terendah terjadi pada pengamatan pagi Desember 2007 dimana terdata jumlah dari Scarus rivulatus yang mencapai 128 individu dari total ikan yang terdata yaitu 289 individu ikan.
4.4.5. Indeks dominansi (C)
Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui indikasi dominansi spesies tertentu dalam komposisi biologi suatu komunitas. Perbandingan nilai indeks dominansi antara kedua stasiun pengamatan tampak pada Gambar 14.
Gambar 14. Perbandingan indeks dominansi (C) ikan karang antara stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang
Nilai indeks dominansi berkisar pada nilai 0,01-0,25 di stasiun biorock, sedangkan pada stasiun transplantasi karang indeks ini berkisar pada nilai 0,06-0,15. Nilai indeks dominansi relatif lebih tinggi di stasiun biorock dibandingkan di stasiun transplantasi karang. Nilai dominansi tertinggi terjadi pada pengamatan pagi Desember 2007 di stasiun biorock yang diikuti oleh nilai keseragaman yang terendah pula di waktu yang sama. Pada pengamatan ini terdata jumlah yang
0 0,25 0,5 0,75 1
pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang Agt‐O7 Sep‐ O7 Okt‐O7 Nov‐O7 Des‐O7 Jan‐O8 Mei‐O8 Agt‐O8
C
Waktu Pengamatan
A B