• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Produksi tuna Indonesia di Samudera Hindia

IOTC memfokuskan pengelolaan perikanan tuna di Samudera Hindia. Jenis tuna yang dikelola adalah tuna albakora (albacore), tuna mata besar (bigeye), tongkol (frigate dan bullet tuna), tongkol como/kawakawa (eastern little tuna), cakalang (skipjack tuna), tuna sirip biru (southern bluefin tuna), tongkol abu-abu

(longtail tuna), tuna sirip kuning (yellowfin tuna). Selain itu jenis billfish yang

terbagi lagi menjadi tujuh spesies yaitu billfish nei, setuhuk hitam/black marlin, setuhuk biru/blue marlin, tenggiri/Indo-Pacific sailfish, short-billed spearfish, setuhuk loreng/stripped marlin dan swordfish. Jenis ikan lainnya yaitu seerfish yang terbagi menjadi empat spesies yaitu tongkol Indo-Pasifik/Indo-Pacific king

mackerel, narrow-barred Spanish mackerel dan wahoo. Berikut adalah penjelasan

singkat tentang jumlah produksi Indonesia dari masing masing spesies yang dikelola di perairan IOTC.

Ikan jenis tuna merupakan produksi Indonesia paling banyak ditangkap di Samudera Hindia. Jenis tuna yang paling banyak diproduksi adalah kawakawa atau eastern little tuna yang setiap tahunnya menempati posisi teratas (Tabel 4). Sementara itu produksi yang jumlahnya stabil adalah jenis skipjack tuna atau cakalang (Katsuwonus pelamis) yang merupakan jenis tuna spesies kosmopolitan (Tabel 4). Sementara itu, jumlah produksi yang semakin menurun adalah jenis tuna sirip biru (southern bluefin tuna).

(2)

Tabel 4 Jumlah produksi tuna dan sejenisnya di Samudera Hindia (Area 57), 2002-2008

Total Per

Spesies Grand Total

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

232 536 270 625 297 934 296 540 264 853 272 914 337 900 Tunas Tunas Total 176 441 204 042 230 687 236 168 204 670 219 798 274 363 Albacore 11 646 10 902 2 383 12 893 8 838

Bigeye Tuna 24 132 13 337 14 247 19 733 16 615

Frigate and bullet tunas 14 970 43 012 34 810 35 848 50 526

Kawakawa / Eastern little tuna 93 023 95 080 48 866 30 311 38 576 42 553 71 835

Skipjack Tuna 41 271 50 398 50 843 48 668 50 519 51 314 56 147

Southern bluefin Tuna 665 1 831 747 1 079 891

Longtail tuna 36 703 30 779 32 804 24 053 21 743

Yellowfin Tuna 42 147 58 564 42 862 57 328 30 584 32 326 47 769

Tunas nei 1 -

Billfish Billfish Total - - 6 690 5 817 4 851 5 363 14 957

Billfish nei 723 464

Black Marlin 1 102 691 1 207 298 7 429

Blue Marlin 1 512 1 389 101 39 64

Indo Pacific Sailfish 1 422 1 060 1 395 1 994 1 328

Short-billed spearfish - 4 5

Striped Marlin 1 181 396 466 3 177

Swordfish 2 653 2 496 1 752 1 839 2 491

Seerfish Seerfish Total 29 918 35 533 33 301 33 956 33 963 25 605 34 688 Indo-Pacific king mackerel 9 498 12 598 9 781 9 454 9 560 10 155 9 337

Narrow-barred Spanish

Mackerel 20 420 22 935 23 520 24 502 24 403 15 445 25 348

Wahoo 5 2

Other Others Total 26 176 31 049 27 256 20 599 21 369 22 149 13 892

Sharks Various nei 26 176 31 049 27 256 20 599 21 369 20 688 13 125

   Non targeted                1461       767 

(3)

Gambar 4. Perkembangan produksi tuna dan sejenisnya Indonesia di wilayah IOTC

Ikan jenis tuna adalah komoditas utama yang diproduksi Indonesia di Samudera Hindia (Gambar 4). Produksi tuna terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar 337.900 ton mengalami kenaikan sebesar 19,89%. Produksi ikan jenis tuna terendah terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar 232.536 ton.

Ikan jenis tuna terbagi lagi menjadi albacore, bigeye, frigate dan bullet

tuna, kawakawa/ eastern little tuna, skipjack tuna, southern bluefin tuna, longtail tuna, yellowfin tuna, tunas nei. Produksi ikan jenis tuna merupakan target utama

penangkapan di Samudera Hindia yang dikelola oleh IOTC. Data tertinggi menunjukkan, tuna jenis kawakawa/Eastern little tuna merupakan spesies tuna dengan jumlah terbesar yang dihasilkan oleh Indonesia di perairan Samudera Hindia.

Produksi jenis tuna terkecil dari tahun 2002-2008 adalah jenis southern

bluefin tuna atau tuna sirip biru. Ikan tuna sirip biru (Thunnus thynnus) adalah

jenis ikan tuna yang memiliki nilai yang paling tinggi dan ditangkap dengan menggunakan rawai tuna di Samudera Hindia. Perairan Samudera Hindia di sebelah selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara merupakan daerah pemijahan dari jenis tuna ini. Ikan ini biasanya bermigrasi ke sebelah selatan pulau Jawa dan Bali. (BRPT, 2002). 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 2 002 2 003 2 004 2 005 2 006 2 007 2 008 Jumlah  produksi  (Ton) Tahun tunas Billfish Seerfish other

(4)

Produksi tuna terbesar terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 19.476 ton, sedangkan ekspor terbesar juga pada tahun yang sama, yaitu 13.049 ton (Tabel 5). Produksi terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu 10.091 ton, dengan nilai ekspor yang juga rendah, yaitu 6.865 ton.

Tabel 5 Produksi dan ekspor tuna yang dilakukan oleh perusahaan anggota Asosiasi Tuna Longline Indonesia

Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton)

2005 13.686 9.776 2006 10.865 7.761 2007 10.091 6.865 2008 16.286 11.620 2009 19.476 13.049 Sumber: ATLI (2009)

Ikan tuna dapat ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan, kecuali dengan alat penangkap ikan dasar. Cara penangkapan yang paling efektif dan efisien adalah dengan menggunakan alat tangkap longline, purse seine dan pole

and line. Alat penangkap lainnya ialah dengan tonda (trolling) dan pancing (hand line).

Saat ini jumlah kapal penangkap ikan Indonesia yang sudah didaftarkan di IOTC berjumlah 1193 kapal (Lampiran 2). Sebagian besar kapal tersebut (95%) mengoperasikan tuna longline, sisanya mengoperasikan purseine dan gillnet. Kapal-kapal tersebut milik perusahaan yang berdomisili di Jakarta (1136 kapal, 78%), Bali (197 kapal, 14%), Pekalongan (81 kapal, 6%) dan Cilacap (43 kapal, 3%). Sebagian kapal tuna longline bersandar dan membongkar muatan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman (Gambar 5,6, 7 dan 8). Di PPN tersebut terdapat berbagai fasilitas yang diperlukan oleh armada tuna longline.

(5)

Gambar 5. Kapal tuna longline bersandar di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta

Gambar 6 Bongkar muat di atas kapal tuna longline di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta

Gambar 7 Penanganan ikan dengan pemberian es curah di atas kapal tuna

(6)

Gambar 8 Penyimpanan ikan tuna di ruang pendingin di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta

Pasar tuna bersifat monopsoni, yaitu jumlah penjual lebih banyak daripada jumlah pembeli. Penjualan tuna internasional perlu diatur, salah satunya dengan pembentukan organisasi perikanan regional seperti IOTC. Tujuan ekspor tuna Indonesia adalah negara Jepang dan Amerika.

Volume ekspor terbesar terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 131.550 ton sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2005 yakni sebesar 91.631 ton (Tabel 5). Kenaikan ekspor pada tahun 2009 disebabkan oleh sistem manajemen perikanan tuna Indonesia yang sudah membaik. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa manfaat bergabungnya Indonesia di organisasi perikanan regional IOTC, sehingga Indonesia dapat melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan tuna.

(7)

Tabel 6 Volume ekspor komoditi perikanan jenis tuna di Indonesia.

Tahun Volume Ekspor (ton)

2002 92797 2003 117092 2004 94221 2005 91631 2006 91822 2007 121316 2008 130056 2009 131550 Sumber: KKP (2010)

5.1.2 Kegiatan yang telah dilakukan Indonesia sebagai anggota IOTC

Keikutsertaan Indonesia di IOTC juga merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk berperan secara aktif dalam kerjasama dengan negara-negara lain melaksanakan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya tuna di laut lepas Samudera Hindia. Sebagai salah satu RFMO (Regional Fisheries

Management Organization), yaitu organisasi pengelolaan perikanan regional di

bawah FAO, IOTC diberi mandat untuk melakukan pengelolaan sumberdaya ikan tuna di wilayah laut lepas Samudera Hindia.

Saat ini IOTC memiliki anggota sebanyak 28 negara full member dan 3 negara cooperating non contracting parties, dimana setiap anggota berkewajiban untuk menerapkan keputusan-keputusan IOTC dalam berbagai resolusi dengan sistem hukum nasional. Sebagai anggota yang ke-27, Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan antara lain:

1. Program revitalisasi perikanan tuna;

2. Penyampaian informasi kepada sekretariat IOTC tentang Authorized Vessel dan

Active Vessel atau kapal yang resmi melakukan penangkapan tuna;

3. Penyusunan Peraturan menteri No PER.03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas;

4. Persiapan penerapan logbook Perikanan;

5. Program outer fishing Port atau pelabuhan perikanan terluar; dan

6. Bersama Australia menyusun Regional Plan of Action (RPOA) to Promote

(8)

region, yakni rencana aksi dua negara untuk mewujudkan pengelolaan

perikanan yang bertanggung jawab termasuk pemberantasan illegal fishing. (www.iotc.org)

Ketika masih sebagai contracting parties IOTC, Indonesia mempunyai peluang dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di laut lepas (high seas). Kewajiban Indonesia adalah melakukan kontrol yang efektif terhadap kapal perikanan yang melakukan kegiatan di laut lepas.

5.1.3 Strategi Indonesia sebagai Anggota IOTC

Terdaftarnya Indonesia sebagai anggota IOTC memberikan banyak peluang kepada Indonesia untuk memajukan perikanan tuna Indonesia khususnya di Samudera Hindia. IOTC merupakan suatu wadah bagi Indonesia untuk memajukan perikanan tuna Indonesia di Samudera Hindia, yaitu dengan cara berinteraksi langsung dengan negara-negara pelaku penangkapan ikan tuna dan negara-negara lain yang berkepentingan dengan ikan tuna.

Indonesia memiliki akses langsung terhadap Samudera Hindia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan tuna di perairan tersebut. Dalam Satria et al. (2009), Kajian Biro Hukum dan organisasi DKP (2008) menerangkan bahwa, keuntungan bagi Indonesia menjadi anggota penuh dalam IOTC antara lain:

1. Ikut serta dalam menjaga kelestarian sumberdaya ikan tuna melalui penetapan peraturan-peraturan;

2. Turut menentukan kuota atas jumlah hasil tangkapan ikan tuna maupun ekspor tuna;

3. Dapat turut aktif melakukan kegiatan penangkapan tuna di wilayah statistik FAO;

4. Merupakan media kerjasama penelitian dan pengumpulan data perikanan, TAC (total allowable catch), MCS (monitoring, controlling, surveilance) dan penegakan hukum, serta pengelolaan dan konservasi yang sangat menguntungkan Indonesia. Semua kegiatan ini membutuhkan tenaga ahli, waktu dan biaya yang sangat mahal jika dilakukan sendiri tanpa menjadi anggota;

(9)

5. Pengumpulan data perikanan di samudera Hindia dan laut lepas lebih mudah dan murah dilakukan, karena dilakukan secara bersama-sama dengan negara lain melalui organisasi IOTC;

6. Terhindar dari embargo atas ekspor tuna dari Indonesia;

7. Dapat ikut serta mengatur pengelolaan sumberdaya ikan tuna di perairan samudera Hindia.;

8. Menanggulangi IUU Fishing; dan

9. Pengembangan armada perikanan Indonesia akan lebih terbuka untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di laut lepas samudera Hindia.

5.1.4 Pendapat ahli perikanan terhadap keanggotaan Indonesia di IOTC

Para ahli perikanan berpendapat ada sejumlah manfaat yang diperoleh oleh Indonesia dengan bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh IOTC. Pernyataan mereka tersebut disajikan pada Tabel 7.

Paling sedikit ada 13 jenis manfaat yang diperoleh Indonesia dengan bergabung pada IOTC (Tabel 7). Hal ini dinyatakan oleh setiap narasumber sebagai pernyataan yang saling melengkapi. Narasumber SS (Dr. Suseno) memberikan jawaban terlengkap, yaitu sebanyak 9 manfaat. Manfaat itu antara lain terhidar dari praktek IUU, ikut menentukan kebijakan perikanan, khususnya di samudera Hindia, melegalkan kegiatan penangkapan tuna di samudera Hindia, Indonesia memiliki bargaining position yang kuat, banyaknya kerjasama teknik lingkup IOTC Indonesia, memperkuat status posisi Indonesia sebagai major

fishing player berbasis sustainable fisheries development, nelayan high sea

Indonesia lebih dapat diterima di negara lain, dan pro sustainable development. Prof Dr. Rokhmin Dahuri, MS, selaku mantan Menteri dan Kelautan dan Perikanan, menyatakan ada sejumlah manfaat yang diperoleh Indonesia dengan bergabungnya Indonesia di IOTC, manfaat itu antara lain, kemudahan dalam pemasaran tuna, ikut menentukan kebijakan perikanan, khususnya di Samudera Hindia, memiliki hak suara dalam pertemuan IOTC, melegalkan kegiatan penangkapan tuna di Samudera Hindia, Indonesia memiliki bargaining position yang kuat, dan Indonesia mendapatkan white list sebagai negara eksportir tuna.

(10)

Narasumber lainnya, Prof. Dr. Daniel Monintja selaku guru besar FPIK IPB (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan) IPB, mengutarakan sejumlah manfaat yang diperoleh Indonesia, antara lain kemudahan pemasaran tuna, terhindar dari praktek IUU, memiliki hak suara dalam pertemuan IOTC, melegalkan kegiatan penangkapan tuna di Samudera Hindia, banyaknya kerjasama teknik lingkup IOTC Indonesia, memperkuat posisi Indonesia sebagai major fishing player berbasis sustainable fisheries development, program pelestarian perikanan tuna di Samudera Hindia dan Indonesia masuk dalam white list sebagai negara eksportir tuna.

Manfaat Indonesia dalam memasuki organisasi internasional dapat dilihat dari empat segi (politik, ekonomi, sosial budaya dan kemanusiaan) (Deplu, 2009). Begitu juga dengan manfaat yang diperoleh oleh Indonesia sebagai anggota penuh IOTC. Indonesia memperoleh manfaat dari segi politik, ekonomi sosial budaya dan kemanusiaan. Manfaat tersebut dijabarkan pada sub Bab 5.2.3.

Tabel 7 Pernyataan ahli perikanan manfaat bergabungnya Indonesia di IOTC

Manfaat yang diperoleh Indonesia RD SS AB DM AH ST LA

1. Kemudahan pemasaran tuna √ √ √ √

5. Terhindar dari praktek IUU √ √ √

3. Ikut menentukan kebijakan perikanan, khususnya di Samudera Hindia

√ √ √

5. Memiliki hak suara dalam pertemuan

IOTC √ √

6. Melegalkan kegiatan penangkapan tuna di Samudera Hindia

√ √ √ √

7. Indonesia memiliki bargaining position yang kuat.

√ √ √

8. Banyaknya kerjasama teknik lingkup

IOTC Indonesia √ √

9. Memperkuat posisi Indonesia sebagai major fishing player berbasis

sustainable fisheries development

√ √

10. NNelayan high sea Indonesia lebih dapat diterima di negara lain

11. Membangun budaya outward looking di

high sea

12. Pro sustainable development √ 13. Program pelestarian perikanan tuna di

Samudera Hindia

√ √ √ √

(11)

Keterangan:

RD: Prof. Dr Rokhmin Dahuri, MS (Mantan Mentri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong)

SS: Dr. Suseno (Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya)

AB: Ir. Agus Budiman MAq (Direktur Sumberdaya Ikan KKP) DM: Prof Daniel Monintja (Guru Besar FPIK IPB)

AH: Abdullah Habibi (Capture Fisheries WWF)

ST: Drs. Soetomo, HP.BSc (Direktur Eksekutif ATLI/ Asosiasi Tuna Longline Indonesia) LA: Dr. Luky Adrianto (Anggota Komisi Tuna Indonesia)

5.2 Pembahasan

Manfaat ekonomi dari keanggotaan Indonesia dapat dilihat dari produksi dan ekspor tuna Indonesia. Manfaat keanggotaan dapat dilihat dari jumlah ekspor tuna Indonesia sejak Indonesia bergabung di IOTC. Data dari Asosiasi Tuna

Longline Indonesia (ATLI) menunjukan selama tahun 2008 dan 2009 merupakan

ekspor terbesar yakni sebesar 11.620 ton pada tahun 2008 dan 13.049 ton pada tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah kapal Indonesia yang didaftarkan di IOTC, sehingga upaya penangkapan optimal. Selain itu pada tahun 2007 Indonesia bergabung menjadi anggota tetap IOTC otomatis Indonesia memiliki akses pasar yang resmi dalam pemasaran tuna yang bersifat monopsoni (jumlah pembeli lebih sedikit daripada jumlah penjual).

Volume produksi perikanan merupakan salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan perikanan yang diterapkan. Bergabungnya Indonesia di dalam IOTC merupakan sebuah keputusan politik perikanan dimana jumlah produksi merupakan salah satu yang perlu diperhatikan.

Penyebaran tuna terbesar di laut Indonesia terdapat di Samudera Hindia, hal ini jugalah yang menjadi faktor bergabungnya Indonesia di IOTC, suatu organisasi perikanan regional. Produksi tuna secara keseluruhan terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar 337.900 ton mengalami kenaikan sebesar hampir 20% (Tabel 3).

Indonesia baru bergabung di IOTC pada tahun 2007, selama satu tahun bergabungnya Indonesia di IOTC terlihat peningkatan produksi tuna di kawasan Samudera Hindia. Hal ini membuktikan adanya pengaruh terhadap produksi perikanan tuna Indonesia dengan bergabungnya Indonesia di IOTC. Selain itu, pada tahun 2008 kegiatan utama IOTC terfokus kepada pengelolaan hasil tangkapan jenis utama, yakni tuna. Hal ini terbukti dengan beberapa pertemuan

(12)

IOTC yang membahas mengenai tagging tuna, membahas mengenai data statistic

temperature tuna dan hal-hal lainnya yang memang difokuskan terhadap

peningkatan produksi tuna (www.iotc.org). Hal ini memberikan kontribusi pada

peningkatan produksi.

Kenaikan produksi tuna di Indonesia khususnya di Samudera Hindia disebabkan oleh banyak faktor antara lain bargaining position yang lebih kuat pada tahun 2007 di IOTC. Selain itu, musim penangkapan tuna yang lebih baik pada tahun 2007-2008. Semenjak Indonesia bergabung dengan IOTC, manajeman penangkapan ikan tuna di Indonesia lebih terkoordinir seperti pengisian logbook perikanan.

Salah satu kewajiban setiap anggota IOTC adalah membayar iuran wajib sebesar 2 milyar/ tahun. Jika dibandingkan dengan nilai ekspor atau penjualan tuna Indonesia, angka ini menguntungkan. Berikut contoh perhitungannya:

Besar iuran (US$ 200.000) : Rp 2.000.000.000/ tahun

Volume ekspor tuna/ tahun di Samudera Hindia : 95.000 ton=95.000.000 kg

Harga 1 kg tuna segar : 1000 yen=Rp 90.000,-

Devisa = 95.000.000 kg X Rp 90.000,-/kg = RP 8.550.000.000.000,-

Perhitungan di atas menunjukkan bahwa dengan iuran hanya sebesar 0,02% dari pendapatan total ekspor, diperoleh devisa yang sangat signifikan.

Selain itu, manfaat ekonomi dapat dilihat dari akses pasar. Sifat pasar dari perikanan tuna merupakan pasar monopsoni, yaitu jumlah pembeli lebih banyak dari jumlah penjual. Untuk itu pemasarannya diatur oleh IOTC, hanya negara yang menjadi anggota IOTC saja yang dapat mengekspor tuna. jika negara tersebut tidak terdaftar, maka produknya akan di black list di pasar Internasional. Sebagai anggota resmi IOTC, maka produk tuna Indonesia legal di pasar internasional. Sebagai anggota penuh IOTC Indonesia dapat menjual tuna di pasar Internasional.

Produksi ikan jenis tuna merupakan target utama penangkapan di Samudera Hindia yang dikelola oleh IOTC. jenis tuna ini terbagi lagi menjadi albakora (albacore), tuna mata besar (bigeye), frigate dan bullet tuna, kawakawa/ eastern

(13)

menunjukkan, tuna jenis kawakawa/eastern little tuna merupakan spesies tuna dengan jumlah terbesar yang dihasilkan oleh Indonesia di perairan Samudera Hindia. Ikan jenis ini merupakan tuna kecil yang hidup bergerombolan. Tuna jenis kawakawa/Eastern little tuna memiliki jumlah yang cukup banyak tersebar di Samudera Hindia. Penangkapannya juga tidak sesulit tuna jenis lainnya. Alat tangkap yang digunakan dapat beragam antara lain jaring insang hanyut dan purse

seine. Sehingga jumlah produksi ikan jenis ini cukup besar di Samudera Hindia.

Cakupan jenis tuna yang dikelola IOTC cukup banyak, hampir seluruh jenis yang ada di samudera Hindia. Namun ada satu jenis yang mendapat perhatian khusus walaupun volume produksinya kecil, yaitu southern bluefin tuna. Produksi jenis tuna terkecil dari tahun 2002-2008 adalah jenis Southern bluefin tuna atau tuna sirip biru. Ikan tuna sirip biru (Thunnus thynnus) adalah jenis ikan tuna yang

memiliki nilai yang paling tinggi dan ditangkap dengan menggunakan rawai tuna di Samudera Hindia. Perairan Samudera Hindia di sebelah Selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara merupakan daerah pemijahan dari jenis tuna ini. Ikan ini biasanya bermigrasi ke perairan Selatan Jawa dan Bali. (BRPT, 2002). Kecilnya produksi tuna sirip biru (Thunnus thynnus) disebabkan oleh jumlah tuna spesies ini yang sangat terbatas di samudera Hindia, sedangkan banyak pengusaha perikanan tuna yang menjadikan tuna sirip biru sebagai target utama penangkapan, karena harganya yang sangat tinggi, terutama oleh pengusaha tuna yang berasal dari Taiwan, Jepang, Korea, Selandia Baru, dan Australia. Oleh sebab itu, dibentuklah suatu komisi yang disebut Convention of Southern Bluefin Tuna untuk mengelola secara bersama-sama sumberdaya yang sangat penting dan populasinya sudah sangat menurun (BRPT, 2002)

Sejak Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh (full member) IOTC ke 27 pada tanggal 9 Juli 2007, maka keanggotaan tesebut memberikan manfaat politik. Terdaftarnya Indonesia sebagai full member IOTC merupakan implementasi dari UU No.31 tahun 2004 yang dirubah menjadi UU No. 45 tahun 2009 tentang perikanan yang mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk ikut secara aktif dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan internasional dalam rangka kerjasama pengelolaan perikanan. Manfaat itu sekaligus memperkokoh posisi Indonesia sebagai pelaku utama perikanan (major

(14)

fishing player) berbasis pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable fishing development). Hal ini disebabkan oleh bargaining position Indonesia yang

kuat setelah resmi menjadi anggota IOTC. selain itu penegakan hukum terhadap pelaku IUU (Illegal, Unreported, Unregulated) fishing khususnya tuna dapat dilaksanakan.

Pada umumnya kebijakan atau program yang dibentuk oleh IOTC bertujuan untuk kelestarian sumberdaya ikan tuna yang berada di Samudera Hindia. Indonesia masih terhitung baru bergabung di organisasi ini. Untuk itu keanggotaan Indonesia harus dioptimalkan, karena program kerja IOTC bertujuan untuk kelestarian sumberdaya perikanan tuna di Samudera Hindia.

Saat ini kebijakan IOTC yang diadopsi oleh Indonesia yakni mekanisme hasil tangkapan dengan logbook. Implementasi ini dilaksanakan dengan baik untuk ukuran kapal besar >30 GT, untuk dibawah itu implementasi masih belum bisa dilaksanakan karena masih kewenangan propinsi dan kabupaten. Langkah ini merupakan pelaksanaan kelestarian sumberdaya ikan tuna Indonesia yang ada di Samudera Hindia. Karena dengan adanya log book pemerintah memiliki acuan untuk membuat kebijakan dan pengelolaan yang bertujuan untuk kelestarian sumberdaya ikan tuna. Sehingga Indonesia dapat membangun perikanan yang pro

sustainable development yaitu pembangunan yang berbasis lingkungan.

Bergabungnya Indonesia di IOTC, juga berpengaruh terhadap sosial dan budaya Indonesia, khususnya di bidang perikanan tuna. walaupun pengaruhnya belum begitu besar, mengingat Indonesia baru bergabung di organisasi tersebut. Pengaruh itu dapat berupa bantuan teknis perikanan tuna yang diberikan oleh IOTC, seperti bantuan pelaksanaan pencatatan logbook. Secara budaya, dengan bergabungnya di IOTC, Indonesia dapat membangun budaya outward looking di

high sea.

Dengan banyaknya keuntungan yang diperoleh Indonesia sebagai anggota penuh IOTC maka Indonesia harus memanfaatkan keanggotaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Indonesia harus melakukan strategi sebagai anggota penuh IOTC antara lain;

(15)

pemikiran dan memperjuangkan eksistensi perikanan tuna Indonesia khususnya di samudera Hindia.

2. Selalu memperbaharui data perikanan tuna Indonesia, khususnya di samudera Hindia yang mencakup jumlah produksi tuna, produktivitas ikan tuna, jumlah alat tangkap, jumlah kapal dan potensi penangkapan ikan.

3. Serius dalam memerangi IUU (Illegal, Unregulated, Unreported) Fishing dengan melaksanakan aturan dengan tegas.

4. Penguatan armada penangkapan tuna Indonesia.

5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pelaku perikanan tuna (pengusaha, pemerintah dan nelayan penangkap tuna)

Gambar

Tabel 4 Jumlah produksi tuna dan sejenisnya di Samudera Hindia (Area 57),  2002-2008
Gambar 4.  Perkembangan produksi tuna dan sejenisnya Indonesia di wilayah  IOTC
Tabel 5  Produksi dan ekspor tuna yang dilakukan  oleh perusahaan anggota   Asosiasi Tuna Longline Indonesia
Gambar 5.  Kapal tuna longline bersandar di Pelabuhan Nizam Zachman,  Jakarta
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pencampuran sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan bahan lain yang

dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010, maka dapat disimpulkan bahwa

jumlah pelanggaran etis siswa dari sekolah yang beridenti- tas agama dengan siswa sekolah umum dan alasan raenghin- darinya yang berorientasi religius dan non religius, seca ra

Permasalahan ini ditandai dengan : masih kurangnya ketersediaan, distribusi, dan kompetensi tenaga kesehatan; belum optimalnya kualitas sarana pelayanan kesehatan masyarakat;

Anak yang rebellious akan menjadi orang Kristen yang berani dan penuh komitmen untuk memakai talenta mereka melayani Tuhan; sebagai bentuk kasih dan hormat akan usaha orang tua

Anggota Afiliasi adalah individu atau organisasi dengan keterlibatan langsung atau kepentingan dalam rantai pasokan minyak sawit, tidak memiliki hak suara dan tidak memiliki hak

b.) Semua komponen harus dipasang dibagian dalam, sehingga hanya dapat dilayani dengan membuka tutup yang terkunci. c.) Pintu atau penutup PHB yang terbuat dari logam

Pada penelitian ini dilakukan proses pemindaian secara dua dimensi untuk dua macam warna dan dilanjutkan dengan proses pengolahan citra hasil pemindaian sehingga