• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. RANCANG BANGUN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV. RANCANG BANGUN MODEL PENELITIAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Bab ini membahas rancang bangun model dari sistem penunjang keputusan cerdas untuk sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta. Rancang bangun model dari penelitian tersebut mencakup empat subsistem sebagai berikut :

1. Subsistem prakiraan pasokan dan harga beras 2. Subsistem pemilihan pemasok beras

3. Subsistem distribusi dan transportasi beras 4. Subsistem kinerja rantai pasokan beras.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan rancang bangun model sistem pendukung keputusan cerdas dari rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang efektif dan efisien. Seperti telah dijelaskan pada Bab I, rancangan model dianggap efektif apabila model dapat menjadi alternatif pertimbangan dari para pelaku perberasan di PIBC untuk dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Walaupun menurut Kelvin (2011) ukuran kinerja sangat diperlukan untuk mengelola suatu aktifitas, tetapi menurut Bullock (2006), saat ini tidak ada kerangka formal untuk menentukan ukuran efektifitas suatu kinerja, namun suatu umpan balik (feedback) sangat diperlukan untuk mengukur efektifitas tersebut.

Berdasarkan Kelvin (2011) dan Bullock (2006) di atas, di bawah ini dijelaskan satu batasan untuk menyatakan model yang dihasilkan pada penelitian ini dianggap efektif, yaitu apabila menurut para pakar nilai manfaat dari model tersebut lebih besar dari nilai rata-rata nya. Untuk mendukung formalisasi batasan tersebut, para pakar diminta memberikan nilai rata-rata manfaat sebagai umpan balik terhadap model-model yang dihasilkan pada penelitian ini. Pakar memberi nilai lima apabila model dianggap sangat bermanfaat, nilai empat apabila model dianggap bermanfaat, nilai tiga apabila model dianggap cukup bermanfaat, nilai dua apabila model dianggap tidak bermanfaat dan nilai satu apabila model dianggap sangat tidak bermanfaat. Melalui batasan di atas, maka model dalam penelitian ini dianggap efektif apabila nilai rata-rata manfaat dari para pakar lebih

(2)

besar dari tiga dan dianggap tidak efektif apabila nilai rata-rata manfaat dari model yang dihasilkan kurang dari tiga.

Dengan demikian definisi model dianggap efektif apabila model memenuhi aturan berikut :

dengan

= dan

: nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke .

: nilai manfaat menurut pakar ke untuk model subsistem ke . = 1, 2, …, m dan = 1,2, …, n

Melalui definisi tersebut, selanjutnya apabila model dianggap efektif maka model dapat menjadi alternatif untuk dipertimbangkan sebagai alat bantu pengambilan keputusan oleh para pelaku usaha dalam rantai pasokan perberasan di provinsi DKI Jakarta. Demikian pula, rancangan model didefinisikan efisien apabila model dapat menunjukkan hasil yang lebih cepat dari segi waktu, lebih murah dari segi biaya, lebih sedikit dari penggunaan aset dan model lebih mudah dijelaskan secara rasional kepada masyarakat umum.

4.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras

Pada subsistem ini, model dikembangkan dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras. Tujuan subsistem prakiraan pasokan dan prakiraan harga beras pada penelitian ini adalah menghasilkan program komputasi dengan ciri-ciri berikut : 1. Digunakan untuk memperkirakan jumlah pasokan beras dari PIBC ke berbagai

wilayah di propinsi DKI Jakarta.

2. Digunakan untuk memperkirakan harga beras jenis Muncul/ III dan IR 64/ III di pasar induk beras Cipinang (PIBC) Jakarta.

3. Digunakan sebagai suatu sistem peringatan dini dalam mengantisipasi pasokan dan harga beras yang tidak dikehendaki. Pasokan dan harga beras yang tidak

(3)

dikehendaki adalah pasokan dan harga beras yang dapat menimbulkan kepanikan pasar. Hal ini dapat terjadi apabila pasokan kurang dari kebutuhan atau harga melonjak dari harga beras normal.

Tahapan perancangan jaringan syaraf tiruan untuk prakiraan pasokan dan harga beras dapat dilihat pada Gambar 32. Langkah awal adalah membuat arsitektur jaringan syaraf tiruan, dilanjutkan dengan pencarian data dan penentuan data input. Ketepatan dalam penentuan input menentukan ketepatan hasil prediksi. Data yang digunakan adalah data sekunder mengenai pasokan dan harga beras yang diperoleh dari pasar induk beras Cipinang (PIBC) Jakarta dimulai dari Januari 2009 sampai dengan Juli 2010. Data awal adalah data harian, tetapi dalam penelitian ini data dikelompokan setiap minggu, sehingga diperoleh data sebanyak delapan puluh satu minggu.

Mulai Arsitektur JST untuk prakiraan pasokan dan

harga Beras Pelatihan JST Tidak Pengujian JST Ya Sesuai Tidak Data Pelatihan Data Pengujian Output: MSE, Epoch, R Sesuai JST Terbaik Ya Input: Data mingguan 4 minggu terakhir Selesai Output: Hasil prediksi pasokan &

harga beras 2 minggu ke depan Peringatan Dini Data kebutuhan beras penduduk Data rata-rata harga beras Fungsi aktivasi Algoritma pelatihan Momentum

Hidden neuron, Error

Gambar 32. Tahapan Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan serta Peringatan Dini Dari Pasokan dan Harga Beras.

(4)

Pada penelitian ini dirancang JST dengan satu hidden layer dengan menggunakan algoritma backpropagation. Backpropagation merupakan salah satu algoritma pembelajaran terawasi (supervised learning) (Patuelli, 2006 dan Seminar, 2010). JST dirancang dengan arsitektur JST tiga lapis (Kahfourushan, 2010). JST tersebut diperoleh dengan cara uji coba berbagai parameter JST. Jumlah neuron yang dicoba adalah jumlah neuron dalam hidden layer, sedangkan parameter lain yang diuji coba adalah fungsi aktivasi, algoritma pelatihan dan momentum. Pada penelitian ini jumlah neuron yang diujicoba pada lapisan tersembunyi (hidden layer) jumlahnya berbeda-beda yaitu sebanyak empat, delapan dan dua belas buah. Parameter output yang dihasilkan adalah MSE (mean square error), jumlah iterasi (epoch) dan koefisien korelasi (R).

Menurut Munakata (2008), algoritma dasar backpropagation memiliki tiga fase di bawah :

1. Fase feedforward pola input pembelajaran/pelatihan 2. Fase kalkulasi dan backpropagation error

3. Fase penyesuaian bobot untuk memperbaiki output mendekati target. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap forward propagasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat forward propagation, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi. Pada jaringan feedforward, pelatihan dilakukan dalam rangka melakukan pengaturan bobot, sehingga pada akhir pelatihan diperoleh bobot-bobot terbaik. Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan fungsi kinerja jaringan. Fungsi kinerja yang sering digunakan untuk backpropagation adalah mean square error (MSE). Fungsi ini mengambil rata-rata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan dan target. Sebagian besar algoritma pelatihan untuk jaringan feedforward menggunakan gradien dari fungsi kinerja untuk menentukan bagaimana mengatur bobot dalam rangka meminimumkan kinerja. Gradien ini ditentukan dengan menggunakan suatu teknik yang disebut dengan nama backpropagation. Pada dasarnya algoritma backpropagation menggerakkan bobot dengan arah gradien negatif, algoritma ini

(5)

memiliki prinsip dasar memperbaiki jaringan dengan arah yang membuat fungsi kinerja menjadi turun dengan cepat (Seminar, 2010).

Alternatif spesifikasi yang dicoba pada penelitian untuk memperoleh rancangan arsitektur JST dengan kinerja yang terbaik disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 merupakan contoh pemilihan arsitektur JST Prakiraan Harga Beras Tipe IR64/III. Untuk memperoleh rancangan arsitektur JST backpropagation dengan kinerja sistem yang terbaik diperlukan tahapan sebagai berikut (Silvia, 2007):

a. Pemilihan Fungsi Aktivasi

Beberapa alternatif fungsi aktivasi JST yang dicobakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 33 sampai dengan Gambar 35.

- Fungsi sigmoid bipolar (tansig)

Fungsi ini memiliki output dengan interval nilai antara -1 sampai 1. Notasinya tansig(n) = 2/(1+exp(-2*n))-1)

Gambar 33. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar - Fungsi sigmoid biner (logsig)

Fungsi ini memiliki output dengan nilai interval antara 0 sampai 1. Notasinya logsig(n) = 1/(1+exp(-n)).

Gambar 34. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner - Fungsi identitas (purelin)

Fungsi ini memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya. Notasinya purelin(n) = n.

(6)

b. Pemilihan Algoritma Pelatihan

Proses pelatihan jaringan backpropagation standar dengan metode penurunan gradien (traingd) seringkali lambat. Beberapa alternatif yang dicoba untuk mempercepat proses belajar Jaringan Syaraf Tiruan (JST) pada penelitian ini menggunakan (Silvia, 2007):

- Metode penurunan gradien dengan penambahan momentum (traingdm) Metode penurunan gradien sangat lambat dalam kecepatan proses iterasi. Dengan penambahan momentum, perubahan bobot tidak hanya didasarkan atas error yang terjadi pada iterasi (epoch) saat itu, tetapi juga memperhitungkan perubahan bobot pada epoch sebelumnya. Faktor momentum (besarnya efek perubahan bobot terdahulu) dapat diatur antara 0 sampai 1. Faktor momentum 0 berarti perubahan bobot hanya dilakukan berdasarkan error saat ini (penurunan gradien murni).

- Metode penurunan gradien dengan momentum dan learning rate (traingdx)

Traingdx merupakan fungsi pelatihan jaringan yang memperbaharui bobot dan nilai bias sesuai dengan penurunan gradien momentum dan learning rate adaptif. Learning rate merupakan parameter pelatihan yang mengendalikan perubahan nilai bobot dan bias selama pelatihan.

- Metode Levenberg-Marquadt (trainlm)

Trainlm merupakan fungsi pelatihan jaringan yang memperbaharui bobot dan nilai bias sesuai dengan optimasi Levenberg-Marquadt.

- Metode Resilient Backpropagation (trainrp)

Jaringan backpropagation umumnya menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Fungsi sigmoid menerima masukan dari daerah hasil (range) tak berhingga menjadi keluaran pada daerah hasil (0,1). Semakin jauh titik dari x = 0, semakin kecil gradiennya. Pada titik yang cukup jauh dari x = 0, gradiennya mendekati 0. Hal ini menimbulkan masalah pada waktu menggunakan metode penurunan tercepat (yang iterasinya didasarkan pada gradien). Gradien yang kecil menyebabkan perubahan bobot juga kecil, meskipun masih jauh dari titik optimal. Masalah

(7)

tersebut diatasi dalam resilient backpropagation dengan cara membagi arah perubahan bobot menjadi dua bagian yang berbeda (Siang, 2004).

Pemilihan Nilai Momentum

Penambahan momentum dapat menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain. Momentum adalah perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya yang dimasukkan. Nilai momentum yang baik ditentukan dengan cara trial and error (Silvia, 2007). Beberapa alternatif nilai momentum yang dicobakan pada penelitian ini adalah 0.005, 0.05, 0.1, 0.5 dan 0.9. Nilai-nilai ini diambil dengan syarat berada di antara 0 dan 1.

Pemilihan Target (Goal) Toleransi Error.

Goal error yang dicoba adalah 0.01, 0.001 dan 0.0001. Nilai tersebut merupakan batas toleransi nilai error yang ditentukan agar iterasi dihentikan pada saat nilai error lebih kecil dari batas yang ditentukan atau jumlah epoch telah mencapai batas yang ditentukan.

Pemilihan Arsitektur Hidden Layer

Penentuan arsitektur hidden layer terdiri dari dua bagian, yaitu penentuan jumlah layer dan ukuran layer (jumlah neuron dalam hidden layer). Menurut Seminar et al. (2010), secara umum satu lapisan tersembunyi sudah cukup untuk sembarang pemetaan kontinyu dari pola input ke pola output pada sembarang tingkat akurasi. Untuk itu pada penelitian ini digunakan satu hidden layer.

Trial dan error dilakukan pada beberapa alternatif jumlah neuron dalam hidden layer kemudian dipilih alternatif yang memiliki kinerja yang terbaik. Pada spesifikasi pertama dicoba arsitektur dengan beberapa alternatif jumlah neuron, yaitu empat neuron, delapan neuron dan dua belas neuron. Dari beberapa alternatif tersebut dipilih mana yang terbaik. Arsitektur hidden layer dengan kinerja terbaik dipilih untuk rancangan, pelatihan dan pengujian JST. Tabel 16 adalah contoh pemilihan fungsi aktivasi dan algoritma pelatihan untuk JST prakiraan harga beras jenis IR64/ III.

(8)

Pada perancangan arsitektur JST tersebut, pemilihan arsitektur dilakukan dengan cara memilih arsitektur terbaik dari beberapa alternatif kombinasi pada saat pelatihan. Fungsi aktivasi logsig dan algoritma pelatihan trainlm pada spesifikasi JST ke delapan dari Tabel 16 dipilih karena dari hasil proses pelatihan diperoleh MSE yang terkecil. Selama proses pemilihan arsitektur JST tersebut parameter lain seperti momentum, neuron hidden, epoch dan goal ditentukan secara acak kemudian spesifikasi terbaik yang diperoleh digunakan untuk menentukan parameter selanjutnya yang sebelumnya ditentukan secara acak.

Tabel 16. Pemilihan Fungsi Aktivasi dan Algoritma Pelatihan Untuk JST

Spesifikasi JST

Fungsi Aktivasi

Algoritma

Pelatihan MSE Epoch R

1 Tansig traingd 0.002630 5000 0.954 2 traingdm 0.002330 5000 0.960 3 traingdx 0.001980 5000 0.974 4 trainlm 0.000999 76 0.983 5 Logsig traingd 0.008420 5000 0.852 6 traingdm 0.004860 5000 0.914 7 traingdx 0.001440 5000 0.975 8 trainlm 0.000987 10 0.983 9 Purelin traingd 0.004500 5000 0.920 10 traingdm 0.004580 5000 0.919 11 traingdx 0.004480 5000 0.921 12 trainlm 0.004480 4 0.921

Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 16, diperoleh arsitektur JST terbaik dengan fungsi aktivasi adalah logsig, algoritma pelatihan adalah trainlm, nilai MSE sebesar 0.000987, jumlah iterasi (epoch) adalah 10 dan nilai korelasi (R) adalah 0.983. Selanjutnya dilakukan pemilihan parameter momentum seperti dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pemilihan Momentum Untuk JST Prakiraan Harga Beras IR 64/ III

Spesifikasi JST Nilai Momentum MSE Epoch R

8.1 0.005 0.00088 19 0.98494

8.2 0.05 0.000999 23 0.98297

8.3 0.1 0.000987 10 0.98309

8.4 0.5 0.000987 10 0.98309

(9)

Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 17, diperoleh arsitektur JST terbaik dengan nilai momentum 0.005, nilai MSE sebesar 0.00088, jumlah iterasi (epoch) adalah 19 dan nilai korelasi (R) adalah 0.98494. Selanjutnya dilakukan pemilihan toleransi error melalui beberapa nilai error seperti dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pemilihan Toleransi Error Untuk JST Terbaik

Spesifikasi JST Toleransi error MSE Epoch R

8.1.1 0.0001 0.0508 1808 0.46821

8.1.2 0.001 0.00088 19 0.98494

8.1.3 0.01 0.00413 2 0.94048

Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 18, diperoleh arsitektur JST terbaik dengan toleransi error sebesar 0.001, nilai MSE sebesar 0.00088, jumlah iterasi (epoch) adalah 19 dan nilai korelasi nya adalah 0.98494. Selanjutnya dilakukan pemilihan jumlah neuron untuk hidden layer melalui beberapa jumlah neuron hidden seperti dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Pemilihan Jumlah Neuron Hidden Untuk JST Terbaik

Spesifikasi JST

Jumlah

Hidden Neuron MSE Epoch R

8.1.2.1 4 0.000999 92 0.98290

8.1.2.2 8 0.00088 19 0.98494

8.1.2.3 12 0.000997 2308 0.98290

Berdasarkan spesifikasi terbaik dari Tabel 16 sampai dengan Tabel 19, maka arsitektur JST terbaik untuk prakiraan harga beras IR 64/ III dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Arsitektur JST Terbaik Untuk Prakiraan Harga Beras IR 64/ III

Karakteristik Keterangan

Jumlah neuron input Jumlah neuron hidden Jumlah neuron output

4 8 2

Fungsi Aktivasi logsig

(10)

Tabel 20. Arsitektur JST terbaik untuk Prakiraan Harga Beras IR 64/ III (lanjutan) Karakteristik Keterangan Momentum 0.005 Epoch 5000 Error 0.001 Proses Pelatihan

Tujuan diadakannya proses pelatihan pada JST adalah agar JST dapat diandalkan dalam mengenali pola yang dimasukkan ke dalam jaringan sehingga dapat dijadikan dasar pengalaman dalam melakukan prakiraan. Menurut Silvia (2007), kinerja yang diukur pada proses pelatihan jaringan syaraf tiruan adalah sebagai berikut :

• Lamanya proses iterasi pelatihan (jumlah epoch)

Semakin cepat proses pelatihan maka semakin baik kinerja proses pelatihan tersebut. Hal ini berarti jumlah epoch untuk mencapai nilai error yang diinginkan adalah berjumlah minimal. Satu epoch adalah satu siklus yang melibatkan seluruh pola data pelatihan. Jumlah maksimum iterasi yang dicobakan pada proses pelatihan pada penelitian ini ditetapkan 5000 epoch atau dapat juga lebih besar dari jumlah tersebut supaya proses iterasi dapat menghasilkan error yang diinginkan.

• Perhitungan mean square error (MSE).

Perhitungan error merupakan satu pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik. Apabila nilai error tersebut masih cukup besar, hal ini mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran lagi hingga nilai error mendekati nol. Apabila output jaringan tepat sama dengan target maka nilai error bernilai 0. Frekuensi perubahan MSE ditampilkan setiap 100 epoch.

• Koefisien korelasi (R) terhadap respon output jaringan dan target yang diinginkan. Apabila output jaringan tepat sama dengan target maka koefisien korelasi bernilai 1.

• Proses pelatihan pada penelitian ini menggunakan lima puluh pola yang dilakukan untuk melatih JST agar JST dapat mengenali pola yang diujikan.

(11)

Pada proses pelatihan dilakukan pemilihan JST yang memiliki kinerja terbaik. Pemilihan JST dengan kinerja terbaik tersebut dilakukan dengan uji coba sampai diperoleh error yang terkecil yang memenuhi target yang sudah ditentukan atau memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi.

Data Penelitian

Data yang digunakan dalam pengembangan JST untuk prakiraan pasokan dan harga beras adalah data mengenai jumlah pasokan dan harga beras yang diperoleh dari PIBC. Data tersebut adalah data pasokan dan data harga beras harian yang dikumpulkan dari mulai tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 24 Juli 2010. Data harian diubah menjadi data mingguan yang selanjutnya dijadikan data input jaringan untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras selama dua minggu ke depan. Data input yang digunakan untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras adalah data pasokan beras dan data harga beras selama empat minggu terakhir. Data yang diperoleh dibuat pola yang selanjutnya dimasukkan ke dalam jaringan. Pola yang dibuat adalah empat input dan dua output. Pola yang diperoleh adalah sebanyak tujuh puluh lima pola, dengan rincian lima puluh pola digunakan untuk pelatihan dan dua puluh lima pola lagi digunakan untuk pengujian. Pola tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.1 sampai dengan Lampiran 4.3.

Aturan Untuk Peringatan Dini

Untuk aturan peringatan dini dari JST prakiraan harga beras, aturan tersebut diperoleh melalui diskusi dengan pakar di FSTJ. Menurut pimpinan FSTJ, masyarakat di DKI Jakarta masih menolerir kenaikan harga beras apabila harga beras meningkat di bawah lima persen. Apabila kenaikan harga beras di PIBC melonjak lebih dari sepuluh persen dari harga normal, maka masyarakat DKI Jakarta tidak dapat menerimanya dan selanjutnya pihak pemerintah melalui BULOG divisi regional DKI Jakarta melaksanakan operasi pasar. Berdasarkan hasil diskusi pimpinan FSTJ tersebut maka dibuat aturan peringatan dini untuk prakiraan harga beras yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 21.

(12)

Aturan peringatan dini untuk harga beras tersebut memerlukan variabel input dan variabel output sebagai berikut :

Variabel input : harga untuk minggu ke-i, i = 1, 2, 3, 4

Variabel output : prakiraan harga untuk minggu ke-j, j = 5, 6, dengan

, dan ,

Tabel 21. Aturan Peringatan Dini Untuk Harga Beras

Peringatan Dini Minggu Ke Lima Peringatan Dini Minggu Ke Enam

Jika

maka harga beras aman

Jika

maka harga beras aman

Jika

maka harga beras harus diwaspadai

Jika

maka harga beras harus diwaspadai

Jika

maka harga beras rawan

Jika

maka harga beras rawan

Dari Table 21, dapat dinyatakan bahwa pemerintah melaksanakan operasi pasar untuk menekan harga beras, apabila untuk minggu ke lima atau minggu ke enam, prakiraan harga beras menunjukkan harga rawan atau harga beras melonjak lebih besar dari sepuluh persen dibandingkan dengan harga normal. Pemerintah perlu mewaspadai harga beras, apabila prakiraan harga beras pada minggu ke lima atau minggu ke enam berada di antara lima persen sampai dengan sepuluh persen di atas harga normal, sedangkan apabila prakiraan harga beras pada minggu ke lima atau minggu ke enam berada di bawah lima persen dari harga normal, maka harga beras tersebut dinyatakan aman.

Proses Pengujian

Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan arsitektur JST hasil pelatihan yang memiliki kinerja terbaik yaitu yang menghasilkan nilai error dan epoch terkecil. Arsitektur JST terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 22. Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan dua

(13)

puluh lima data uji dan hasil pengujian data uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh tingkat akurasi JST dalam mengenali pola yang dapat dilihat pada Tabel 23, sedangkan grafik perbandingan antara data aktual dengan hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.1 sampai dengan Lampiran 6.3.

JST yang dirancang memiliki tingkat akurasi tertentu sesuai dengan keberhasilan jaringan dalam mengenali pola pada proses pengujian.Tingkat akurasi yang didapat adalah kemampuan JST dalam mengenali pola yang diujikan berdasarkan hasil pelatihan sebelumnya. Tingkat akurasi, misal 98.63% pada JST untuk prakiraan harga beras tipe IR 64 mutu III (IR 64/III) artinya 98.63% hasil pengujian sesuai dengan data sebenarnya di lapangan.

Tabel 22. Arsitektur JST Terbaik Dengan Metode Backpropagation.

Karakteristik JST Pasokan JST Harga Muncul/ III JST Harga IR/64

Jumlah neuron pada input layer 4 neuron 4 neuron 4 neuron

Jumlah neuron pada output layer 2 neuron 2 neuron 2 neuron

Fungsi Aktivasi logsig logsig logsig

Algoritma Training trainlm trainrp trainlm

Momentum 0.005 0.005 0.005

Learning rate 0.2 0.2 0.2

Goal error 0.001 0.001 0.001

Neuron hidden layer 8 neuron 8 neuron 8 neuron

Tabel 23. Tingkat Akurasi Hasil Pengujian JST Terhadap Data Aktual

Jaringan Syaraf Tiruan Tingkat Akurasi (%)

Prakiraan Pasokan Beras 91.96

Prakiraan Harga Beras Muncul/ III 93.05

(14)

4.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras

Pada subsistem ini, dikembangkan model pemilihan pemasok beras dengan menggunakan metode technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS). Tujuan subsistem ke dua pada penelitian ini adalah menentukan pemasok beras terpilih dari beberapa alternatif pemasok yang ada yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan. Kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras adalah harga, kadar air, kotoran, tingkat keputihan, patahan beras, waktu pengantaran, kuantitas jumlah pasokan dan jarak pemasok ke PIBC. Sedangkan pemasok beras diperoleh dari berbagai sentra produksi beras seperti Karawang, Indramayu, Subang, Cirebon, Bandung, Cianjur, Banten, Jateng, Jatim, Lampung dan Makasar. Tahapan pemilihan pemasok beras menggunakan metode TOPSIS dapat dilihat pada Gambar 36.

Pada proses perhitungan dengan menggunakan metode TOPSIS , beberapa aspek yang diperlukan terkait dengan kebutuhan input, proses dan output untuk komoditas beras adalah sebagai berikut :

1) Kebutuhan Input

Model yang dibangun membutuhkan data input sebagai berikut :

a. Data alternatif, digunakan untuk menentukan setiap alternatif pemasok. b. Data kriteria, digunakan untuk menentukan nilai setiap atribut seperti

harga beras, mutu beras dan kriteria pemasok beras.

c. Data nilai bobot, digunakan untuk menentukan tingkat pembobotan setiap kriteria. Bobot satu kriteria dapat berbeda dibanding bobot kriteria lainnya. 2) Kebutuhan Proses

Model yang dibangun mengolah data input menjadi output. Kebutuhan proses tersebut antara lain :

a. Proses input data matriks keputusan dan matriks vektor bobot b. Proses perhitungan untuk mencari peringkat pemasok beras terbaik. 3) Kebutuhan Output

Output yang dihasilkan dari subsistem penelitian ini adalah :

a. Nilai preferensi setiap alternatif, dimana alternatif yang menunjukkan nilai tertinggi merupakan alternatif dengan peringkat terbaik.

(15)

Mulai Mulai

Input Data 1. Data para pemasok diperoleh dari PIBC

2. Data kriteria beras dan standar mutu beras SNI 01-6128-1999 3. Data bobot kriteriadari pakar di PIBC

Input Data 1. Data para pemasok diperoleh dari PIBC

2. Data kriteria beras dan standar mutu beras SNI 01-6128-1999 3. Data bobot kriteriadari pakar di PIBC

Pembuatan matriks perhitungan (matriks awal) berdasarkan input dengan metode TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution)

Normalisasi matriks dengan cara membagi nilai masing-masing kolom dengan akar kuadrat dari jumlah masing-masing kuadrat dari tiap kolom sehingga diperoleh

matriks R

Perhitungan masing-masing matriks R dengan bobot yang telah ditetapkan untuk setiap kriteria sehingga didapat nilai y, sehingga didapatkan matriks Y

Mencari solusi ideal (nilai A) : Solusi Ideal Positif (A+) :

1. Didapatkan dengan cara mencari nilai terendah pada masing-masing kolom matriks Y untuk fungsi minimum

2. Didapatkan dengan cara mencari nilai tertinggi pada masing-masing kolom matriks Y untuk fungsi maksimum

Solusi Ideal Negatif (A-) :

1. Didapatkan dengan cara mencari nilai tertinggi pada masing-masing kolom matriks Yuntuk fungsi minimum

2. Didapatkan dengan cara mencari nilai terendah pada masing-masing kolom matriks Y untuk fungsi maksimum

(16)

Perhitungan jarak antara solusi ideal dengan alternatif (Nilai D)

Jarak Solusi Ideal Positif dengan Alternatif Ai (D+) :

Didapatkan melalui perhitungan nilai masing-masing anggota akar kuadrat jumlah kuadrat solusi ideal positif untuk tiap kriteria dengan dikurangi nilai dari baris tiap alternatif.

Jarak Solusi Ideal Negatif dengan Alternatif Ai (D-) :

Didapatkan melalui perhitungan nilai masing-masing anggota akar kuadrat jumlah kuadrat solusi ideal negatif untuk tiap kriteria dengan dikurangi nilai dari baris tiap alternatif.

Perhitungan nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi), dengan melakukan perhitungan jarak solusi ideal negatif dengan alternatif Ai (D-) dibagi jumlah dari

jarak solusi ideal positif (D+) dan ideal negatif (D-)

Pemilihan pemasok beras berdasarkan nilai preferensi tertinggi (Vi) dari masing-masing alternatif pemasok beras.

Selesai Selesai

A

Gambar 36. Tahap Pemilihan Pemasok Beras Menggunakan TOPSIS

4.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras

Pada subsistem ini, dikembangkan model distribusi dan transportasi beras dengan menggunakan metode metaheuristic simulated annealing.

(17)

1. Menentukan rute terpendek dalam rangka pendistribusian beras dari pusat distribusi, yaitu dari PIBC ke titik-titik distribusi yang perlu dipasok di wilayah DKI Jakarta.

2. Mengalokasikan jumlah armada yang efektif dengan cara pengisian terlebih dahulu armada pertama dan armada berikutnya dengan kapasitas tertentu sampai kapasitasnya terisi optimal.

Perhitungan algoritma simulated annealing dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut Hafirudin (2006) dan Wirdianto et al. (2007) :

• Tahap pertama yaitu pencarian solusi awal yang diperoleh melalui metode nearest neighbour. Solusi awal menghasilkan rute dengan jarak terdekat dari depot hingga semua titik konsumen terlayani. Rute ini selanjutnya diperiksa apakah layak atau tidak sesuai dengan jumlah kendaraan yang tersedia. Jika tidak layak maka pencarian solusi terus dilakukan, sebaliknya solusi awal disimpan menjadi solusi terbaik saat ini. Solusi pada tahap awal ini menjadi masukan untuk pembentukan solusi pada tahap selanjutnya. Untuk mendapatkan solusi awal dalam simulated annealing digunakan metode nearest neighbour . Langkah – langkah penggunaan metode tersebut dalam pemecahan masalah transportasi, adalah sebagai berikut :

Ditampilkan truk atau kendaraan yang ditugaskan beserta titik-titik konsumen yang dilaluinya.

Langkah 1 : ditentukan depot sebagai titik awal

Langkah 2 : dicari konsumen dengan titik terdekat dari titik sebelumnya Langkah 3 : ditentukan titik pemberhentian berikutnya

Langkah 4 : kembali ke langkah 2 sampai semua titik terlayani Langkah 5 : ditentukan rute baru

Tn = depot – K1 – K2 – ... – Kn

Langkah 6 : lakukan langkah yang sama untuk truk atau kendaraan – depot

berikutnya.

• Tahap kedua adalah mencari solusi tetangga dari solusi yang terbaik yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Metode yang digunakan dalam tahap ini yaitu Or–Opt. Solusi tetangga pada tahap ini juga selanjutnya diuji, apakah rute yang dihasilkan sesuai dengan kapasitas kendaraan. Selanjutnya pada

(18)

tahap tersebut diperoleh beberapa solusi tetangga sesuai dengan variabel jumlah solusi tetangga maksimum, oleh karena itu harus dipilih salah satunya untuk menjadi solusi terbaik. Solusi terbaik pada tahap ini selanjutnya dibandingkan dengan solusi awal terbaik. Jika solusi tetangga lebih baik dari solusi awal maka solusi tetangga tersebut menjadi solusi terbaik saat ini. Jika tidak maka solusi tetangga tersebut masih mempunyai kesempatan untuk untuk menjadi solusi terbaik dengan terlebih dahulu melalui tahap ketiga. • Tahap ketiga adalah penerimaan solusi inferior (solusi yang tidak melakukan

perbaikan). Simulated annealing memperbolehkan penerimaan solusi inferior dengan perhitungan probabilitas, yaitu :

P = e

-Probabilitas selanjutnya dibandingkan dengan bilangan random :

δL/T

p (0 < p < 1)

Jika bilangan random p lebih kecil dari probabilitas P (p < P) maka solusi inferior ini diterima dan sebaliknya.

• Tahap keempat yaitu tahap pengecekan. Pengecekan terhadap dua variabel : 1. T (suhu) akhir dan

2. Iterasi maksimum

Jika salah satu dari kedua variabel tersebut terpenuhi maka pencarian solusi dengan metode simulated annealing dihentikan. Jika tidak, pencarian solusi terus dilakukan.

4.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras

Pada subsistem ini, dikembangkan model kinerja rantai pasokan beras dengan menggunakan metode FIS (fuzzy inference system). Model kinerja diperlukan untuk mengukur kinerja, sementara ukuran kinerja diperlukan untuk perbaikan operasional pada suatu sistem pada setiap periode (Olugu, 2009).

Model subsistem-4 pada penelitian ini dapat dipergunakan untuk hal-hal berikut : 1. Mengukur kinerja dari rantai pasok beras di PIBC untuk suatu waktu tertentu. 2. Menjadi model antisipasi atau model target dari kinerja rantai pasok beras

(19)

Proses FIS yang dipergunakan pada penelitian untuk subsistem kinerja rantai pasokan beras ini memiliki pentahapan yang dapat dilihat pada Gambar 37.

Gambar 37. Proses FIS Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta (Diadaptasi dari Olugu, 2009)

Pentahapan dari proses FIS tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Input Data. Diperoleh dari tiga subsistem sebelumnya, yaitu dari subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras dan subsistem distribusi dan transportasi beras yang dapat dilihat pada Gambar 38.

2. Fuzzifikasi. Proses ini menjadikan data input dari tiga subsistem tersebut menjadi bernilai fuzzy melalui fungsi keanggotaan (membership function). Pada penelitian ini, dibuat suatu fuzzifikasi melalui fungsi keanggotaan TFN (triangular fuzzy number) yang memiliki selang tiga nilai. Misal untuk subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, nilai fuzzy untuk tidak akurat ada pada selang tiga nilai [0 0 0,4], nilai untuk cukup akurat ada pada selang tiga nilai [0,1 0,5 0,9] dan untuk akurat ada pada selang tiga nilai [0,6 1 1].

Input Data Dari 3 Subsistem Fuzzifikasi Defuzzifikasi Logika Keputusan Basis Pengetahuan Output Kinerja Rantai Pasok Beras

(20)

Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 24. Output untuk kinerja rantai pasokan juga melewati proses fuzifikasi seperti dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 24. Fuzzifikasi Tiga Input Data Untuk Fuzzy Inference System

Himpunan Fuzzy Input Subhimpunan Pertama Subhimpunan Kedua Subhimpunan Ketiga Subsistem prakiraan pasokan dan harga beras

Tidak Akurat [0 0 0,4] Cukup Akurat [0,1 0,5 0,9] Akurat [0,6 1 1] Subsistem pemilihan pemasok beras Tidak Lancar [0 0 0,4] Cukup Lancar [0,1 0,5 0,9] Lancar [0,6 1 1] Subsistem distribusi dan

transportasi beras Tidak Lancar [0 0 0,4] Cukup Lancar [0,1 0,5 0,9] Lancar [0,6 1 1]

Gambar 38. Input Data Untuk Proses FIS

Tabel 25. Fuzzifikasi Output Data Untuk Fuzzy Inference System

Himpunan Fuzzy Output Subhimpunan Pertama Subhimpunan Kedua Subhimpunan Ketiga

Kinerja Rantai Pasokan

Tidak Baik [0 0 0,4] Cukup Baik [0,1 0,5 0,9] Baik [0,6 1 1]

(21)

3. Logika Keputusan. Pada tahap ini menurut Elmahi et al. (2002), dibuat suatu aturan yang didasarkan kepada logika “Jika Maka” (If Then Rule), sedangkan menurut Pongpaibool (2007), aturan “Jika Maka” dibuat berdasarkan pada pakar di lapangan yang memiliki keahlian dalam bidang yang dikerjakannya. Aturan “Jika Maka” pada penelitian ini telah didiskusikan dengan pakar di PIBC. Untuk logika keputusan pada kinerja rantai pasokan beras ini dapat dihasilkan aturan sebanyak dua puluh tujuh aturan. Aturan tersebut secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 26, sedangkan tampilan pada software MatLab dapat dilihat pada Gambar 39.

Tabel 26. Aturan Jika – Maka Untuk Fuzzy Inference System

Jika Maka

No Prakiraan

Pemilihan-Pemasok

Distribusi-Transportasi Kinerja

1 Tidak Akurat Tidak Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

2 Tidak Akurat Tidak Lancar Cukup Lancar Tidak Baik

3 Tidak Akurat Tidak Lancar Lancar Tidak Baik

4 Tidak Akurat Cukup Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

5 Tidak Akurat Cukup Lancar Cukup Lancar Cukup Baik

6 Tidak Akurat Cukup Lancar Lancar Cukup Baik

7 Tidak Akurat Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

8 Tidak Akurat Lancar Cukup Lancar Cukup Baik

9 Tidak Akurat Lancar Lancar Cukup Baik

10 Cukup Akurat Tidak Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

11 Cukup Akurat Tidak Lancar Cukup Lancar Tidak Baik

12 Cukup Akurat Tidak Lancar Lancar Tidak Baik

13 Cukup Akurat Cukup Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

14 Cukup Akurat Cukup Lancar Cukup Lancar Cukup Baik

15 Cukup Akurat Cukup Lancar Lancar Cukup Baik

16 Cukup Akurat Lancar Tidak Lancar Tidak baik

17 Cukup Akurat Lancar Cukup Lancar Cukup Baik

18 Cukup Akurat Lancar Lancar Baik

19 Akurat Tidak Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

20 Akurat Tidak Lancar Cukup Lancar Tidak Baik

21 Akurat Tidak Lancar Lancar Tidak Baik

22 Akurat Cukup Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

23 Akurat Cukup Lancar Cukup Lancar Cukup Baik

24 Akurat Cukup Lancar Lancar Baik

25 Akurat Lancar Tidak Lancar Tidak Baik

26 Akurat Lancar Cukup Lancar Baik

(22)

Gambar 39. Input Data Untuk Basis Pengetahuan

4. Defuzifikasi. Adalah suatu proses untuk mendapatkan kembali nilai tegas (crisp) dari nilai fuzzy sebelumnya. Metode untuk defuzifikasi pada penelitian ini mempergunakan metode centroid (Elmahi et al., 2002).

4.5 Model Matematika Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta

Gunasekaran et. al (2004) telah menguraikan kerangka pengukuran kinerja rantai pasokan secara deterministik yang meliputi pengukuran kinerja rantai pasokan untuk tahap plan, source, make dan delivery pada level strategic, tactical dan operational. Contoh ukuran kinerja rantai pasokan untuk tahap planning, menurut Gunasekaran et al. (2004) meliputi : order entry method order lead-time dan customer order path sedangkan untuk tahap delivery meliputi ukuran kinerja untuk delivery performance evaluation dan total distribution cost.

Sementara itu Lapide (2011) menyatakan ukuran deterministik lainnya bahwa ukuran kinerja rantai pasokan yang telah dikembangkan meliputi SCOR Model, logistics scoreboard, activity-based costing (ABC), economic value analysis (EVA) dan balanced scorecards. Menurut Lapide (2011), SCOR Model adalah ukuran kinerja rantai pasokan yang merupakan kombinasi untuk kinerja waktu siklus seperti untuk waktu siklus produksi dan waktu siklus uang (cash-to-cash cycle), ukuran kinerja biaya dengan contohnya adalah biaya tiap pengiriman

(23)

(cost per shipment) dan biaya tiap pengambilan dari gudang (cost per warehouse pick), kinerja mutu dan layanan seperti pengiriman tepat waktu (on-time shipments) dan kinerja untuk ukuran produk yang cacat (defective products) serta kinerja untuk mengukur aset.

Pada penelitian ini ukuran kinerja rantai pasokan diukur dengan cara yang berbeda dari ukuran kinerja rantai pasokan yang telah diuraikan oleh Gunasekaran et al. (2004) dan Lapide (2011). Pada penelitian ini, sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III bahwa kinerja sistem rantai pasokan khususnya untuk kinerja sistem rantai pasokan komoditas beras di propinsi DKI Jakarta ditentukan dari aktifitas rantai pasok beras dan kinerja rantai pasok beras. Aktifitas rantai pasok beras terdiri dari prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras, sedangkan kinerja dari rantai pasok komoditas beras diukur dari semua aktifitas rantai pasokan beras tersebut.

Menurut Moengin dan Miyasto (2009), indeks ketahanan nasional yang merupakan ukuran kinerja dari ketahanan nasional diukur menurut rumus indeks G, dengan :

Indeks G = 1/ 100 ∑ Vi Gi

dan dengan :

G = banyaknya variabel dalam gatra G Vi = bobot variabel G

G

i

= sub indeks untuk variabel G

i i

Dengan menggunakan logika Moengin dan Miyasto (2009) tersebut, maka ukuran kinerja rantai pasokan perberasan secara umum dapat dituliskan dalam rumus :

.

K = dan K =

dengan

K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras

: nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i : nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i

dan =

,

= 1,2, …, k

= 1, 2, ..., n

(24)

Untuk kasus di provinsi DKI Jakarta, ukuran kinerja rantai pasokan perberasan dipengaruh oleh tiga subsistem yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras serta dipengaruhi oleh subsistem distribusi dan transportasi beras. Hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai

K = dan K =

dengan

K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras

: nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i : nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i

Dengan =

,

= 1,2,3

= 1, 2, 3.

Gambar

Gambar 32. Tahapan Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk   Prakiraan serta Peringatan Dini Dari Pasokan dan Harga Beras
Tabel 18. Pemilihan Toleransi Error Untuk JST Terbaik
Tabel 20. Arsitektur JST terbaik untuk Prakiraan Harga Beras IR 64/ III (lanjutan)  Karakteristik  Keterangan  Momentum  0.005  Epoch  5000  Error  0.001  Proses Pelatihan
Tabel 21. Aturan Peringatan Dini Untuk Harga Beras
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian makna laba di atas, terlihat bahwa laba dalam Ekonomi Islam terbagi menjadi dua yaitu laba material dan laba spiritual.Kerena laba dapat dimaknai dengan multi-dimensional

3HQJHUWLDQ KLEDK VHFDUD XPXP \DLWX KLEDK WHUPDVXN GDODP SHUEXDWDQ KXNXP GLPDQD WHUMDGL

Sedangkan pada gambar 5.27 menunjukan bahwa grafik berwarna biru nilai end to end delay 50 node dengan packet size 1024 byte adalah routing protocol DSR

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Animasi Pada Mata Kuliah Metrologi Industri yang valid,

Dari analisis diketahui bahwa bentuk kehidupan ( life form ) yang paling mendominasi vegetasi di Kotamadya Surakarta adalah Phanerophyte dengan persentase

Namun demikian, telah diverifikasi pada saat verifikasi awal bahwa PT Dewata Wanatama Lestari telah melakukan pengangkutan kayu bulat dari TPK Hutan menuju TPK

Tujuan diadakan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan para guru PAUD melalui pemberian informasi mengenai kebencanaan, yang disampaikan dalam bentuk pembelajaran

Salah satu isu yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah isu lingkungan yang ada di objek wisata Lovina, khususnya dalam konteks