PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING
PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN
JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN
BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH
(Reproductive Performance of Etawah Grade Goat (PE) Dam’s Fed on
Fermented Rice Staw: Pre Weaning Kids’ Growth Rate)
T.KOSTAMAN danIG.M.BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT
One of the indicators of the doe’s productivity was the growth rate of their kids. But on the other side the growth rate of their kids depended on the quality of the feed’ during pregnancy until post partum periods. The research was done at the Indonesian Research Institute for Animal Productions Bogor-West Java, compared the two groups of the kid that was borned from two groups of different does that fed different kinds of feeds. Group A: the Doe was fed a mixsure of milled fermented rice straw + concentrate, meanwhile on the group B the Doe was fed a mixsure of fresh chopped King grass + concentrate. The total kids observed on group A and B was 6 and 11 heads respectively. Parameter measured were birth weight, pre-weaning growth rate and weaned weight. The research result showed that the birth weight, pre weaning growth rate and weaned weight of the group A were 3.67 kg, 115 g/h/d and 13.8 kg respectively which were not significantly different (P > 0.05) to group B which were 3.43 kg, 107.08 g/h/d and 13.23 kg. It could be concluded that fermented rice straw as a doe’s feed had no negative effects on the kid performances.
Key words: Etawah Grade Goats, Birth Weight, Weaning Weight, Fermented Rice Straw
ABSTRAK
Salah satu indikator tingkat produktivitas induk yaitu tingkat pertumbuhan anak yang dilahirkan. Disatu sisi pertumbuhan anak tergantung pada kualitas pakan induk selama masa bunting sampai anak lepas sapih. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak Bogor- Jawa Barat, dengan membandingkan dua kelompok anak kambing yang lahir dari dua kelompok induk yang mendapat pakan yang berbeda. Kelompok A yaitu induk yang mendapat pakan (jerami padi fermentasi giling + konsentrat), sementara itu kelompok B yaitu induk yang mendapat pakan (rumput raja segar cacah + konsentrat). Jumlah anak kambing pada kelompok A dan B yaitu masing-masing berturut-turut sebanyak 6 dan 11 ekor. Parameter yang diukur yaitu bobot lahir, pertumbuhan sapih dan bobot sapih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot lahir, pertumbuhan pra-sapih dan bobot pra-sapih pada kelompok A yaitu berturut-turut masing-masing sebesar 3,67 kg, 115 g/ekor/hari dan 13,8 kg tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan kelompok B yaitu 3,43 kg, 107,08 g/ekor/hari dan 13,23 kg. Dapat disimpulkan bahwa jerami padi fermentasi sebagai pakan ternak induk kambing tidak berpengaruh negative terhadap kinerja anak kambing.
KataKunci: Kambing Peranakan Etawah, Bobot Lahir, Bobot Sapih, Jerami Padi Fermentasi
PENDAHULUAN
Populasi kambing di Indonesia adalah sebanyak 12,4 juta ekor, yang sebagian besar terdapat di Pulau Jawa (54%) (DITJEN PETERNAKAN, 2002). Kambing PE merupakan salah satu plasma nutfah ternak kambing Indonesia.
Ternak kambing mempunyai peran penting dalam mengatasi krisis ekonomi petani karena kegagalan usahatani, misalnya pada waktu musim kemarau yang berkepanjangan (SARWONO et al., 1993). Peran lain yang cukup menonjol dari ternak kambing adalah sebagai tabungan yang dapat dengan mudah dijual bila petani ada keperluan yang sifatnya mendesak,
sehingga usaha untuk meningkatkan produktivitasnya perlu diupayakan. Produktivitas induk dapat dilihat dari tingkat kesuburan yang tinggi, diimbangi dengan rendahnya kematian anak pada periode prasapih, serta anak yang terlahir memiliki laju pertumbuhan bobot hidup yang tinggi, dan akhirnya bermuara pada jumlah produk yang dihasilkan oleh ternak bersangkutan.
Selain itu, faktor pakan juga perlu diperhatikan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemakaian jerami padi untuk kambing sudah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun yang lalu. Hasil penelitian MARTAWIDJAJA (2003) melaporkan bahwa jerami padi dapat menggantikan 10% dari hijauan segar bagi kambing dan domba. Sementara itu, apabila digunakan bersamaan dengan konsentrat maka jerami padi fermentasi dapat menggantikan rumput segar sebanyak 30%. Melihat potensi itu, maka dilakukan penelitian untuk mempelajari perkembangan anak kambing PE dari induk yang mendapat perlakuan pakan jerami padi fermentasi dari lahir sampai sapih.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Ternak yang digunakan adalah 17 ekor anak kambing, yaitu 6 ekor anak kambing dari
induk yang mendapat perlakuan pakan jerami padi fermentasi giling + konsentrat (Kelompok A) dan 11 ekor anak kambing yang berasal dari induk yang mendapat perlakuan pakan rumput Raja segar cacah + konsentrat (Kelompok B). Anak kambing disapih pada umur 3 bulan.
Sistem pemeliharaan kambing PE dikandangkan terus menerus dan diberi pakan sesuai dengan perlakuan, serta air tersedia tidak terbatas. Sistem perkawinan secara alami. Penimbangan anak dilakukan sejak lahir sampai umur 3 bulan dengan interval penimbangan dua minggu sekali.
Parameter yang diamati adalah bobot lahir dan bobot sapih. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model linier umum yang dibantu paket program SAS Ver. 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot lahir mempunyai arti penting, karena sangat berkorelasi dengan laju pertumbuhan dan ukuran dewasa, dan juga dengan daya hidup anak. Anak kambing yang diperoleh seluruhnya berjumlah 17 ekor, yaitu 6 ekor dari induk Kelompok A dan 11 ekor dari induk Kelompok B.
Bobot lahir, bobot sapih dan perkembangan anak kambing sampai disapih tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 1). Rataan bobot lahir anak kambing dari induk Kelompok A sebesar 3,67
Tabel 1. Rataan bobot hidup anak kambing PE dari tiap perlakuan
Kelompok A Kelompok B Parameter Rataan ± SD N Rataan ± SD N Bobot lahir (kg) 3,67 ± 0,94a 6 3,43 ± 0,58a 11 Bobot sapih (kg) 13,8 ± 2,54a 4 13,23 ± 3,27a 7 PBHH (g/ekor/hari) 115,56 ± 20,61a 105,08 ± 35,22a Mortalitas anak (%) 33,33 36,36 Rasio anak (%) Jantan 33,33 75 Betina 66,67 25 Presentase induk beranak
Kembar 3 0,00 40,00
Kembar 2 20,00 40,00
Tunggal 80,00 20,00 Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
kg dengan kisaran 2,6 – 4,6 kg, lebih tinggi dari yang dilaporkan NOVITA et al. (2006) yaitu 3,24 kg dan rataan bobot lahir anak kambing dari induk Kelompok B sebesar 3,43 kg dengan kisaran 2,8 – 3,9 kg, hampir sama dengan yang dilaporkan NOVITA et al. (2006) yaitu 3,42 kg. Rendahnya bobot lahir anak pada Kelompok B, kemungkinan disebabkan oleh rendahnya bobot hidup induk dari awal (38,49 vs 40,83 kg) sampai akhir kebuntingan (53,87 vs 54,41 kg) sehingga perlakuan pakan yang diberikan kepada induk bukan merupakan faktor pembatas. Selain itu, tipe kelahiran anak kembar pada Kelompok B lebih banyak dibandingkan dengan tipe kelahiran anak kembar pada Kelompok A, sehingga makin banyak jumlah anak sekelahiran semakin berkurang kecepatan pertumbuhan individual pra-lahir karena kompetisi fetus di dalam uterus. Hal ini disebabkan zat makanan yang diperoleh fetus dari induk yang memiliki anak tunggal lebih banyak dibandingkan dengan anak kembar dua atau lebih, sehingga pertumbuhan pralahir anak tunggal lebih cepat.
Bila ditinjau dari jenis kelamin, terlihat bahwa anak kambing dari Kelompok B untuk bobot lahir jantan dan betina lebih rendah dibandingkan anak kambing dari Kelompok A (Gambar 1). Bobot lahir anak tergantung pada jenis kelamin. Secara umum bobot lahir anak jantan lebih tinggi daripada anak betina, karena kecepatan pertumbuhan pra-lahir anak jantan lebih besar dibandingkan anak betina (KOSTAMAN dan SUTAMA, 2005). Hal tersebut disebabkan adanya hormon androgen yang dimiliki anak jantan akan menyebabkan adanya retensi nitrogen lebih banyak dibandingkan dengan anak betina, sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan yang lebih besar. Oleh karena itu, fetus jantan akan memiliki pertumbuhan pralahir lebih besar sehingga memiliki bobot lahir lebih besar pula dibandingkan dengan anak betina (IHSAN, 1990). Hal ini berhubungan dengan perbedaan sekresi hormon pertumbuhan dan pada umumnya anak jantan lebih aktif daripada anak betina (NALBANDOV, 1990).
Bobot sapih adalah bobot saat anak tersebut mulai dipisahkan dari induknya pada umur yang paling muda. Penyapihan pada penelitian dilakukan pada anak kambing umur 3 bulan.
Rataan bobot sapih pada penelitian adalah 13,8 kg (Kelompok A) dan 13,23 kg
(Kelompok B). Hasil ini lebih tinggi dari yang dilaporkan NOVITA et al. (2006) sebesar 13,63 kg, ANDRIANI (2003) sebesar 11,2 kg dan ADIATI et al. (2001) sebesar 10,9 kg. Hal ini diduga karena anak-anak kambing pada penelitian dibiarkan bersama induknya sampai berumur 3 bulan sehingga memperoleh susu sesuai dengan kebutuhannya. TIESNAMURTI et al. (1996) melaporkan bahwa anak yang tetap bersama induknya hingga berumur 3 bulan menghasilkan bobot sapih sebesar 13,03 kg, pada anak yang diberi konsentrat dan disapih pada umur 3 bulan bobot sapihnya sebesar 11,4 kg, sedangkan anak yang disapih umur 7 hari dan diberi susu botol 3 – 4 kali sehari menunjukkan bobot sapih sebesar 9,6 kg.
0 1 2 3 4 B o bo t b ada n (k g) Jantan Betina Jenis kelamin Kelompok A Kelompok B
Gambar 1. Bobot lahir anak kambing PE
berdasarkan jenis kelamin
Rataan bobot sapih apabila dikelompokkan menurut jenis kelaminnya, terlihat bahwa rataan bobot sapih anak kambing jantan lebih besar dibandingkan dengan anak betina baik Kelompok A maupun Kelompok B (Gambar 2).
0 5 10 15 20 B o bo t bad an ( k g) Jantan Betina Jenis kelamin Kelompok A Kelompok B
Gambar 2. Rataan bobot sapih anak kambing PE
Rataan pertambahan bobot anak mencapai 115 g/ekor/hari (Kelompok A) dengan kisaran 84 – 136 g/ekor/hari dan 105 g/ekor/hari (Kelompok B) dengan kisaran 70 – 140 g/ekor/hari. Hasil ini lebih tinggi dari yang diperoleh NOVITA et al. (2006) sebesar 109 g/ekor/hari dari induk kambing PE yang mendapat pakan konsentrat + jerami padi fermentasi giling dan 96 g/ekor/hari dari induk kambing PE yang mendapat pakan konsentrat + rumput Gajah. Anak yang disapih dari induknya segera setelah lahir dan kemudian diberi susu dalam botol 2 kali sehari menunjukkan pertumbuhan 40 – 65 g/ekor/hari dan yang tetap dengan induknya menunjukkan pertumbuhan 75 – 110 g/ekor/hari (SUTAMA et al., 1995).
Perkembangan anak kambing PE dalam penelitian ini mulai lahir hingga saat disapih pada umur 3 bulan disajikan pada Gambar 3. Pada 2 minggu pertama pertambahan bobot hidup anak seragam, akan tetapi setelah itu perkembangan anak pada perlakuan pakan A cenderung lebih tinggi dibandingkan perkembangan anak pada perlakuan pakan B. Perlakuan pakan pada penelitian ini tidak mempengaruhi perkembangan anak kambing PE. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa penggunaan jerami pada fermentasi yang digiling dapat menggantikan rumput Raja sebagai sumber serat dalam pakan. PANNU et al. (2002) melaporkan hal yang sama bahwa pemberian jerami gandum yang difermentasi dengan urea dan dicampur dengan berbagai konsentrat tidak mengganggu perkembangan anak kerbau. 0 5 10 15 lahir 2 4 6 8 10 12 sapih waktu (minggu) B obot bada n (kg) Kelompok A Kelompok B
Gambar 3. Perkembangan bobot hidup anak
kambing PE dari lahir sampai sapih Kemampuan hidup anak kambing merupakan parameter yang penting dalam
perkembangan produktivitas. Faktor yang mempengaruhi kematian anak adalah kurangnya susu induk, tingkah laku keindukan yang kurang baik, bobot lahir yang terlalu kecil, kelahiran yang tidak normal, dan faktor lingkungan seperti cuaca yang kurang baik, dan penyakit.
Kematian anak prasapih pada penelitian ini relatif masih tinggi, yaitu 33,33% (Kelompok A) dan 36,36% (Kelompok B) (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena induk beranak di malam hari sehingga terlambat memberikan pertolongan terutama bagi anak dengan berat lahir rendah dan juga faktor penyakit seperti kejang-kejang. Persentase kematian anak pra sapih hampir sama dengan yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, yaitu 30 – 40% (YULISTIANI et al., 1999).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian jerami padi fermentasi yang digiling tidak mengganggu perkembangan bobot hidup anak kambing PE sampai sapih, sehingga dapat menggantikan rumput sebagai sumber serat dalam ransum.
DAFTAR PUSTAKA
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2002. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Bina Produksi. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. IHSAN, M.N. 1990. Penampilan produksi dan
reproduksi kambing Peranakan Etawah dan persilangan dengan Saanen. J. Univ. Brawijaya. 2: 60 – 66.
KOSTAMAN, T. dan I-K. SUTAMA. 2005. Laju pertumbuhan kambing anak hasil persilangan antara kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada periode pra-sapih. JITV 10: 106 – 112.
MARTAWIDJAJA,M. 2003. Pemanfaatan jerami padi sebagai pengganti rumput untuk ternak ruminansia kecil. Wartazoa 13: 119 – 127. NALBANDOV,A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada
Mamalia dan Unggas. UI Press, Jakarta. NOVITA, C.I., A. SUDONO, I-K. SUTAMA dan T.
TOHARMAT. 2006. Produktivitas kambing Peranakan Etawah yang di beri ransum berbasis jerami padi fermentasi. Media
PANNU, M.S., J.R. KAUSHAL. M. WADHWA, dan M.P.S. BAKHSI. 2002. Effect of naturally fermented wheat straw based complete feeds on the growth of buffalo calves. AJAS 11: 1568 – 1572.
SARWONO,B.D.,I.B.G.DWIPA,I.G.L.MEDIA and H. POERWOTO. 1993. Giat production in rice-based farming system in Lombok. In: Advances in Small Ruminant Research in Indonesia. SUBANDRIYO and R.M. GATENBY
(Eds.). SR-CRSP. Univ. California Davis, USA. pp. 65 – 79.
SAS. 1987. SAS/STATGuide for Personal Computers Version 6.12 Edition. SAS Institute Inc. Cary, NC.
SUTAMA, I.K., B. SETIADI, SUBANDRIYO, I-G.M. BUDIARSANA, M. MARTAWIDJAJA, D. YULISTIANI dan T. KOSTAMAN. 2004. Pembentukan Kambing Perah Unggul Indonesia. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2003. Buku I. Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. hlm. 21 – 39.
SUTAMA, I-K., I-G.M. BUDIARSANA, H. SETIANTO
dan A. PRIYANTI. 1995. Productive and reproductive performance of young Peranakan Etawah does. JITV 1: 81 – 85.
TIESNAMURTI,B., E.JUARINI, I-G.M.BUDIARSANA
dan I-K. SUTAMA. 1996. Pertumbuhan dan Perkembangan Seksual Kambing PE pada Sistem Pemeliharaan yang Berbeda. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak. hlm. 271 – 278.
YULISTIANI, D., I-W. MATHIUS, I-K. SUTAMA, U. ADIATI, R.S.G.. SIANTURI, HASTONO dan I-G.M.BUDIARSANA. 1999. Respons produksi kambing PE induk sebagai akibat perbaikan pemberian pakan pada fase bunting tua dan laktasi. JITV 4: 88 – 94.
DISKUSI Pertanyaan:
Pengkayaan ransum apa yang diberikan pada ternak? Jawaban: