• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAYANAN PERPANJANGAN SURAT IJIN PEMAKAIAN TANAH ASET PEMERINTAH KOTA SURABAYA DI UNIT PELAYANAN TERPADU SATU ATAP (UPTSA) KOTA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAYANAN PERPANJANGAN SURAT IJIN PEMAKAIAN TANAH ASET PEMERINTAH KOTA SURABAYA DI UNIT PELAYANAN TERPADU SATU ATAP (UPTSA) KOTA SURABAYA."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PELAYANAN PERPANJ ANGAN SURAT IJ IN PEMAKAIAN TANAH

ASET PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DI UNIT PELAYANAN TERPADU SATU ATAP (UPTSA)

KOTA SURABAYA

SKRIPSI

OLEH :

RENDRA KURNIAWAN

NPM. 0841 310 049

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul “Pelayanan Perpanjangan Sur at Ijin Pemakaian Tanah Aset

Peerintah Kota Sur abaya Di Unit Pelayanan Ter padu Satu Atap (UPTSA) Kota

Sur abaya”. Tugas ini dibuat dalam memenuhi persyaratan kurikulum pada Jurusan

Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

Dalam tersusunnya tugas ini penulis mengucapakan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Dr. Lukman Arif, M.Si selaku dosen pembimbing dan juga ketua

program studi Ilmu Administrasi Negara yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan kepada penulis. Disamping itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik.

2. Ibu Dra. Sri Wibawani, MSi yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan bantuan ilmu kepada penulis.

3. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Seluruh staf Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya

yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi

(7)

iv

5. Orang tuaku, Kakakku dan keponakanku tercinta yang telah memberikan

dukungan baik moril maupun materil selama proses penyusunan proposal

skripsi ini.

6. Teman-teman dan semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu

yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan masukan dan

bantuan dalam penyusunan laporan ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih ada

kekurangan-kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis senantiasa bersedia dan

terbuka dalam menerima saran, kritik dari semua pihak yang dapat menambah

kesempurnaan skripsi.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan penulisan

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, July 2014

(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN J UDUL………..……...i

HALAMAN PERSETUJ UAN……….ii

HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN……….………..iii

HALAMAN REVISI DAN PENGESAHAN………..iv

KATA PENGANTAR………..v

DAFTAR ISI... vii

BAB I PE NDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Landasan Teori ... 14

2.2.1. Kebijakan Publik ... 14

2.2.2. Implementasi Kebijakan Publik... 16

2.2.3. Pelayanan Publik ... 23

2.2.4. Prinsip Pelayanan Publik ... 26

2.2.5. Standart Pelayanan Publik ... 28

(9)

viii

2.2.7. Pelayanan Prima……….31

2.2.8. Pengertian Ijin Pemakaian Tanah………..32

2.3 Kerangka Berpikir ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Fokus Penelitian ... 37

3.3 Situs Penelitian ... 40

3.4 Sumber Data dan Jenis Data ... 41

3.4.1. Sumber Data ... 41

3.4.2.Jenis Data ... 42

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.6 Teknik Analisa Data………..46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah ... 49

4.1.1.Sejarah Berdirinya Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya ... 49

4.2. Gambaran Umum Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Surabaya . 50 4.2.1.Kronologis Keberadaan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Surabaya ... 50

4.2.2.Struktur Organisasi UPTSA ... 55

(10)

ix

4.2.4.Jam Pelayanan dan Jam Kerja di Unit Pelaanan Terpadu Satu Atap

(UPTSA) Kota Surabaya ... 65

4.3. Hasil Penelitian ... 66

4.3.1.Prosedur Pelayanan ... 66

4.3.2.Waktu Penyelesaian ... 79

4.3.3.Biaya Pelayanan ... 81

4.3.4.Produk Pelayanan ... 83

4.3.5. Sarana dan Prasarana ... 85

4.3.6.Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan ... 88

4.4 Pembahasan ... 92

4.4.1.Prosedur Pelayanan ... 92

4.4.2.Waktu Penyelesaian ... 93

4.4.3.Biaya Pelayanan ... 94

4.4.4.Produk Pelayanan ... 95

4.4.5.Sarana dan Prasarana ... 95

4.4.6.Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan ... 96

BAB V Kesimpulan dan Sar an ... 98

5.1. Kesimpulan ... 98

5.2. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 35

Gambar 2. Analisis Interaktif ... 48

Gambar 3. Struktur Organisasi UPTSA Kota Surabaya ... 55

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakterisitik Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 63

Tabel 2 Karakterisitik Jumlah Pegawai Berdasarkan Pangkat/Golongan ... 63

Tabel 3 Karakterisitik Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 64

Tabel 4 Karakterisitik Jumlah Pegawai Berdasarkan Usia ... 64

Tabel 5 Sarana Utama Pelayanan di UPTSA Kota Surabaya ... 86

(13)

ABSTRAKSI

RENDRA KURNIAWAN, PELAYANAN PERPANJ ANGAN SURAT IJ IN

PEMAKAI AN TANAH ASET PEMERINTAH KOTA SURABAYA DI UNIT

PELAYANAN TERPADU SATU ATAP (UPTSA) KOTA SURABAYA,

Skr ipsi 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterprestasikan pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya. Pelayanan merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan harapan masyarakat selaku pengguna jasa layanan dari pihak penyedia layanan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang meneliti suatu variabel yaitu pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya. Fokus penelitian yang diteliti dalam penetian ini adalah berdasarkan standar pelayanan publik yang terdiri dari prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana serta kompetensi petugas pemberi pelayanan. Penelitian ini dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya.

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Tanah diciptakan oleh Tuhan

sebagai tempat makhluk-makhluk yang diciptakannya beraktifitas, termasuk manusia.

Ketersediaan tanah sebagai sumber daya alam dari dahulu sampai dengan saat ini relatif

tidak berubah atau statis, sedangkan jumlah penduduk atau populasi {population) manusia di atas permukaan bumi ini cenderung berkembang atau semakin banyak. Tanah menjadi

benda yang dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Untuk bisa

memenuhi kebutuhan pokok {basic need) seperti pangan {food), sandang {clothing), dan papan {housing) manusia membutuhkan tanah. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan

manusia karena manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Demikian pula bagi

masyarakat, tanah merupakan tempat dominan karena tanah merupakan sumber rezeki

yang terbesar, segala kebutuhan hidup mereka bersumber di atas tanah.

Tanah merupakan sumber daya yang sangat sensitif dan merupakan bagian

terpenting dalam terwujudnya masyarakat yang sejahtera serta menyangkut hajat hidup

orang banyak, juga sebagai media bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan kehidupan

manusia. Sehingga tanah menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan manusia untuk

menunjang kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang unik, baik ditinjau dari segi

penguasaan maupun penggunaarmya, karena tanah memiliki nilai-nilai sosial, budaya,

ekonomi dan politik, serta nilai-nilai sakral bagi pemiliknya (M. Rizal Akbar,dkk,2005:5).

(15)

2

harus dikelola dengan baik sehingga benar-benar akan terwujud tujuan dari pembangunan

nasional, yaitu memberi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Tanah menjadi kehidupan karena dari tanah manusia hidup dan bertempat tinggal di

atasnya. Tanah juga merupakan identitas sang pemilik, karena seorang warga Negara

diketahui keberadaannya melalui data di mana ia tinggal. Dan selama manusia hidup di

atas tanah, maka perselisihan menyangkut pertanahan akan selalui mewarnai. Hal ini

menunjukan bahwa persoalan tanah merupakan hal yang sangat sensitif untuk melecut

konflik. Mengingat betapa pentingnya tanah bagi kehidupan manusia sehingga perlu

adanya peraturan yang mengatur tentang pertanahan, terutama tentang penggunaan,

peruntukan, penguasaan dan kepemilikan tanah tersebut. Oleh karena itu tanah merupakan

hal sensitif yang harus diatur secara jelas dalam undang-undang. Pengaturan tentang

pertanahan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan

Undang-Undang Pokok Agraria. Macam-macam hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960, antara lain :

1. Hak-hak atas tanah yang bersifat tetap (pasal 16)

- Hak Milik

- Hak Guna Usaha

- Hak Guna Bangunan

- Hak Pakai

- Hak Sewa

- Hak Membuka Tanah

- Hak Memungut Hasil Hutan

2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara (pasal 53)

(16)

3 - Hak Usaha Bagi Hasil

- Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah

Pemerintah Kota Surabaya menerbitkan surat yang menyatakan suatu hak atas

sebidang tanah kepada pihak yang memegangnya yang dikenal dengan “Surat Izin

Pemakaian Tanah” yang oleh masyarakat Surabaya dikenal dengan “Surat Hijau” atau

“Surat Ijo” dalam bahasa Jawa. Disebut sebagai “Surat Hijau” sebab kutipan yang

diberikan kepada pemegang izin pemakaian tanah tersebut berwarna hijau yang menjadi

ciri khas dari Surat Izin Pemakaian tanah.

Pemberian Surat Izin Pemakaian Tanah tidak ada kaitannya dengan pemberian hak

atas tanah sebagaimana diatur dalam pasal 16 UUPA sehingga bukti kepemilikan hak atas

tanah bukan berbentuk sertifikat tanah melainkan berupa Surat Izin Pemakaian Tanah.

Pemerintah Kota Surabaya melimpahkan kewenangan untuk mengelola aset tanah yang

disewakan pada masyarakat tersebut kepada Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang Surat Izin Pemakaian Tanah, terlebih dahulu

perlu diketahui dasar pengertian dari Izin Pemakaian Tanah

Pada pasal 1 huruf (f) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1997 tentang Izin

Pemakaian Tanah menentukan bahwa :

“Izin Pemakaian Tanah adalah Izin yang diberikan oleh Walikota atau pejabat yang

ditunjuk untuk memakai tanah dan bukan merupakan pemberian hak pakai atau

hak-hak atas tanah lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor: 5 tahun

1960.”

Surat Izin Pemakaian Tanah diberikan kepada warga Negara Indonesia atau Badan

(17)

4

pemakaian tanah kepada Walikota Surabaya atau pejabat yang ditunjuk. Yang dimaksud

dengan pejabat yang ditunjuk adalah Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah

Pemerintah Kota Surabaya.

Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, luas tanah yang

statusnya IPT (Ijin Pemakaian Tanah) atau dikenal “Surat Ijo” seluas 12.421.023 M²

tersebar pada 23 Kecamatan, 88 Kelurahan, terpecah menjadi 38.264 kavling.

Persebaran Tanah Berstatus Surat Ijin Pemakaian Tanah atau Surat Ijo

WILAYAH KECAMATAN LUAS (M²)

Surabaya Utara Pabean Cantikan 417.516,00

Semampir 209.339,00

Krembangan 1.629.095,00

Surabaya Pusat Genteng 313.815,00

Simokerto 346.236,00

Bubutan 640.120,00

Tegalsari 1.027.416,00

Surabaya Selatan Wonokromo 1.954.137,00

Sawahan 419.505,00

Wonocolo 10.100,00

Dukuh Pakis 688.665,00

Wiyung 33.730,00

Surabaya Barat Tandes 28.730,00

Asemrowo -

Lakarsantri -

Sukomanunggal 497.050,00

Surabaya Timur Gubeng 3.368.228,00

Rungkut 108.553,00

Tenggilis 96.735,00

Mejoyo 619.982,00

Tambaksari -

Sukolilo -

Gunung Anyar 12.000,00

Mulyorejo -

(18)

5

Dasar perolehan / penguasaan tanah asset Pemerintah Kota Surabaya tersebut berasal dari :

a. Tanah-tanah yang berasal dari peninggalan penguasaan Pemerintah Kolonial Belanda

(Eigindom, Gementee, Besluit)

b. Tanah yang pengadaannya dilakukan sendiri oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan

cara sebagai berikut :

- Pembebasan tanah / P2TUN (Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk KepentinganUmum)

- Tukar menukar (Ruislag) (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 152 Tahun 2004

tentang Pengelolaan Barang Daerah)

- Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian

Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian

- Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Perubahan dan Tambahan

Peraturan Daerah Kotamadya Surabaya Nomor 1 Tahun 1998 yaitu permohonan

dari masyarakat atas tanah yang belum terdata ( permohonan / pengakuan dari

warga )

Jangka waktu berlakunya Surat Izin Pemakaian tanah diatur dalam pasal 6 ayat (2)

Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1997.menentukan bahwa izin pemakaian tanah dapat

dibedakan menjadi 3 macam yaitu:

a. Izin pemakaian tanah jangka panjang, yang berlaku selama 20 (dua puluh) tahun

b. Izin pemakaian tanah jangka menengah, yang berlaku selama 5 (lima) tahun

c. Izin pemakaian tanah jangka pendek, yang berlaku selama 2 (dua) tahun

Perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah adalah permohonan dari seseorang /

(19)

6

Kota Surabaya karena masa berlaku Ijin Pemakaian Tanah akan / telah habis berlakunya

sehingga pemegang Ijin Pemakaian Tanah diwajibkan untuk mengurus perpanjangannya

dan membayar retribusi / denda sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam rangka melaksanakan inovasi dan mewujudkan pelayanan prima, maka

Pemerintah Kota Surabaya pada tanggal 5 November 2007 dan berdasarkan Peraturan

Walikota Surabaya Nomor 28 Tahun 2007 telah memindahkan pelayanan yang dulunya di

UPTD sekarang dirubah ke UPTSA (Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap). Dengan

berlakunya Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2007, maka pelayanan perpanjangan

Surat Ijin Pemakaian Tanah yang dulunya diurus di Dinas Pengelolaan Bangunan dan

Tanah pada saat ini telah berpindah ke Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap.

Sebagai organisasi layanan publik milik Pemerintah Kota Surabaya, Unit Pelayanan

Terpadu Satu Atap (UPTSA) selalu berupaya untuk meningkatkan performa pelayanan di

bidang perijinan dan non perijinan serta melakukan inovasi dalam rangka perbaikan dan

pelayanan prima Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap diharapkan dapat melayani

kepentingan masyarakat dalam mengurus perijinan dengan baik. Unit Pelayanan Terpadu

Satu Atap Surabaya sebagai unit pelayanan harus mampu melayani dan melaksanakan

secara menyeluruh, maka perlu adanya penanganan dan pengelolaan agar dapat

meningkatkan daya guna dan hasil guna. Penanganan secara menyeluruh dimaksudkan agar

semua aspek dan komponen yang ada di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya

mampu menjalankan dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan penuh

tanggung jawab, sehingga peranan manajerial seorang manajer atau pimpinan dalam

(20)

7

Meningkatnya mutu pelayanan di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya akan

membawa keuntungan yaitu meningkatnya kepuasan masyarakat yang mengurus

surat-surat yang berhubungan dengan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap, dan meningkatkan

citra pelayanan di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya itu sendiri. Kepuasan

masyarakat merupakan keseimbangan antara harapan dan persepsi yang dialami, artinya

terpenuhinya harapan-harapan masyarakat oleh penyedia layanan. Bagi masyarakat yang

mengurus surat-surat yang dikaitkan dengan lingkungan yang ada di Unit Pelayanan

Terpadu Satu Atap Surabaya yaitu kebersihan, kenyamanan, suhu udara, kelembaman,

penerangan, kecepatan pelayanan, perhatian, keramahan dan sebagainya. Kepuasan

masyarakat yang mengurus surat-surat sangat penting karena dengan meningkatnya tingkat

pendidikan, taraf hidup, sosial ekonomi, serta meningkatnya ilmu pengetahuan dan

teknologi, masyarakat cenderung menjadi kritis dalam menilai penampilan pelayanan di

Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya, mereka menuntut pelayanan yang bermutu

karena itu merupakan hak yang harus mereka terima. Penilaian mutu pelayanan di Unit

Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya oleh masyarakat sangat subyektif tergantung dari

persepsi, sistem nilai, latar belakang sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan faktor

lainnya.

Dengan kondisi tersebut, maka pelayanan kepada masyarakat yang harus

ditanggung oleh penyelenggara pelayanan khususnya di Unit Pelayanan Terpadu Satu

Atap Surabaya, dituntut memberikan pelayanan prima.

Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap merupakan garda terdepan pelayanan

administrasi perizinan di Surabaya. Pernyataan tersebut tidaklah berlebihan mengingat

(21)

8

Surabaya. Menyadari hal itu, kantor pelayanan yang beralamat di Jl. Menur 31C ini

seakan tak pernah lelah berbenah dan menelurkan inovasi. Tujuannya, memberikan

pelayanan prima kepada masyarakat.

Berbagai inovasi yang telah dilakukan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA)

Surabaya telah membuahkan hasil prestasi di bidang pelayanan publik, yaitu diantaranya

adalah sebagai berikut Kota Surabaya menyertakan dua wakilnya dalam lomba unit

pelayanan publik tingkat provinsi. Yakni, Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA)

dan Puskesmas Ketabang. Kedua instansi tersebut ditinjau langsung oleh tim juri guna

mendapat gambaran riil proses pelayanan, Kamis (12/9/2013) (www.beritasurabaya.net).

Pada tahun 2012 Pemerintah Kota Surabaya mendapat Penghargaan di bidang Pelayanan

Publik Terbaik Se-Jatim (www.surabaya.go.id). Bahkan di tahun 2011 Kota Surabaya

menjadi yang terbaik dari 22 kota se-Indonesia yang disurvei Komisi Pemberantasan

Korupsi untuk sektor pelayanan publik. Dari 22 kota yang sudah melakukan upaya

perbaikan pelayanan publik, Surabaya menempati urutan pertama dengan nilai 6,13.

Berdasarkan pantauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dengan upaya

perbaikan pelayanan publik Kota Surabaya mendapat peringkat pertama dibandingkan

dengan Kota atau Kabupaten lain di Indonesia. Adapun institusi yang mengalami

peningkatan dalam layanan publik adalah Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA)

Kota Surabaya. (news.detik.com). Dari berbagai penghargaan yang diterima Unit

Pelayanan Terpadu Satu Atap dan Pemerintah Kota Surabaya dalam hal pelayanan publik,

akan tetapi tidak membuat Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya terhindar dari

permasalahan tentang pelayanan. Bahkan Ombudsman Republik Indonesia pernah

(22)

9

Kepada Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Kota Surabaya yang berkaitan dengan Saran

Peningkatan Pelayanan Publik pada Unit Pelyanan Terpadu Satu Atap Kota Surabaya

Timur. (www.ombudsman.go.id). Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara

di Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik

baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan.

Dari fenomena di atas terlihat pelayanan publik yang ada di Unit Pelayanan

Terpadu Satu Atap (UPTSA) Surabaya sudah mendapat pengakuan, yaitu dengan diikut

sertakannya dan memperoleh penghargaan dari berbagai perlombaan di bidang pelayanan

publik. Maka itulah penulis merasa tertarik dan selanjutnya ingin rasanya mengetahui

pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah yang ada di Unit Pelayanan Terpadu

Satu Atap (UPTSA) Surabaya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk mengkaji secara

lebih mendalam mengenai pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah, karena

dengan kita mengetahui pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah yang

diberikan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap sebagai penyedia layanan maka secara tidak

langsung kita akan mengetahui sejauh mana Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya

memberikan pelayanan dan melayani serta menumbuhkembangkan prakarsa dan peran

(23)

10

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah ”Bagaimanakah pelayanan

perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Kota

Surabaya ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah

“Mendiskripsikan proses pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah di Unit

Pelayanan Terpadu Satu Atap Kota Surabaya”

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut ini :

a) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperkaya wawasan dan

pengetahuan peneliti sekaligus dapat menerapkannya dalam dunia nyata.

b) Bagi Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pelaku kebijakan

(implementor) dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut

c) Bagi Universitas

Untuk menambah referensi di perpustakaan pusat pada umumnya dan perpustakaan

jurusan pada khususnya serta sebagai informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian tentang pelaksanaan pelayanan di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap

(24)

11

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Ter da hulu

1. Penelitian oleh Njo Anastasia Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi –

Universitas Kristen Petra yang berjudul Penilaian Atas Agunan Kredit Berstatus Surat

Hijau. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa properti yang

berstatus surat hijau dijadikan jaminan hutang ditinjau dari sisi perbankan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang meneliti

Penilaian Atas Agunan Kredit Berstatus Surat Hijau.

Fokus yang diteliti dalam penelitian ini adalah properti berstatus surat hijau dapat

dijadikan jaminan hutang ditinjau dari sisi perbankan yaitu Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Perbankan.

Hasil penelitian dari properti berstatus surat hijau yang dijadikan jaminan hutang

ditinjau dari sisi perbankan adalah Surat Hijau dapat dijadikan agunan kredit namun

diperlukan analisa terlebih dahulu dari aspek kredit (5C) lainnya bukan hanya sisi

sebagai jaminan saja dan Penilaian penting dilakukan pada agunan dengan status

surat hijau, karena properti yang dijadikan agunan harus memiliki kualifikasi legalitas

yang jelas, hak atas properti dapat dipindah tangankan atau dibebani hak tanggungan

atau sejenisnya, status fisik atas properti teridentifikasi dengan jelas dan properti

tersebut memiliki potensi pasar.

2. Penelitian oleh Arnityasari Ika Putri Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

(25)

12

Antara Komunitas Ijin Pemakaian Tanah dengan Pemerintah Kota Surabaya.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian yaitu

menggambarkan perselisihan kepentingan antara komunitas surat ijo dengan

Pemerintah Kota Surabaya. Peneliti mengambil lokasi penelitian di Dinas

Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya, Dinas Cipta Ruang dan Tata Karya

serta di beberapa wilayah surat ijo di Kota Surabaya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan tipe

penelitiannya adalah deskriptif.

Fokus yang diteliti dalam penelitian ini adalah perselisihan kepentingan antara

komunitas ijin pemakaian tanah yang menginginkan adanya hak atas tanah sesuai

dengan pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Poko Agraia, dengan Pemerintah Kota Surabaya yang berpayung Peraturan

Daerah Nomor 1 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah.

Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa perselisihan kepentingan antara

komunitas surat ijo dengan Pemerintah Kota Surabaya terjadi karena bagi Pemerintah

Kota Surabaya surat ijo merupakan sumber pendapatan asli daerah, namun bagi

komunitas surat ijo, tanah surat ijo adalah tanah yang sudah mereka tempati selama

puluhan tahun dan mereka merasa berhak untuk memiliki tanah surat ijo dengan

menaikan status tanahnya menjadi hak milik.

3. Penelitian oleh Steven Santoso Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Surabaya yang berjudul Pengenaan Retribusi Oleh Pemerintah Kota

Surabaya Kepada TVRI Ditinjau Dari Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1997

(26)

13

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian yaitu apakah

pengenaan retribusi oleh Pemerintah Kota Surabaya kepada TVRI sejak 1979 dapat

dibenarkan ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1997 tentang Ijin

Pemakaian Tanah. Peneliti mengambil lokasi penelitian di TVRI dan Dinas

Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan

terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan pokok

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini seperti Peraturan Daerah Kotamadya

Surabaya Nomor 1 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah dan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, dan

peraturan-peraturan yang lain terkait dengan permasalahan Hak Pengelolaan Tanah.

Fokus yang diteliti dalam penelitian ini adalah tindakan Pemerintah Kota Surabaya

yang mengenakan retribusi kepada TVRI sejak tahun 1979, yang dikuatkan dengan

putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi dari pihak TVRI dan mengharuskan

TVRI membayar retribusi tersebut.

Hasil dari penelitian ini adalah penarikan retribusi pemakaian tanah oleh Pemerintah

Kota Surabaya kepada TVRI dapat dibenarkan, sebab sudah berdasarkan Peraturan

Perundang-Undangan dan Peraturan Daerah yang berlaku, sehingga perbuatan

Pemerintah Kota Surabaya yang memungut retribusi berdasarkan ijin pemakaian

tanah yang diberikan kepada TVRI tersebut bukan merupakan perbuatan melawan

hukum selama Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Daerah tersebut masih

(27)

14

Dari penelitian terdahulu di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan tentang

persamaan antara penilitian terdahulu tersebut dengan penelitian yang akan diteliti saat ini.

Persamaannya adalah peneliti sama – sama meneliti tentang Surat Ijin Pemakaian Tanah

(Surat Ijo), dan pada peneliti 2 menggunakan metode dan tipe penelitian yang sama, yaitu

metode kualitatif dengan tipe penelitiannya adalah deskriptif.

2.2 Landasan Teor i

2.2.1. Kebijakan Publik

Pembahasan tentang kebijakan pemerintah akan melibatkan tidak saja pemerintah

tetapi juga masyarakat dalam arti luas, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak

langsung. Masalah kebijakan publik merupakan masalah yang cukup menarik untuk dikaji

baik oleh para teoritis maupun praktisi. Disamping itu kebijakan pemerintah akan

menentukan nasib banyak orang, terutama yang mempunyai kepentingan langsung

terhadap kebijakan tersebut.

Banyak definisi dan pengertian mengenai kebijakan publik, diantaranya

dikemukakan oleh Dye (1972) dengan mendefinisikan kebijakan sebagai ”serangkaian

tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau Pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap

pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.

Sedangkan menurut Anderson (1998), kebijakan adalah serangkaian tindakan yang

mempunyai tujuan tertentu diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau

sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Suatu kebijakan memuat 3

(28)

15 a) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

b)Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan implementasi secara nyata

dari taktik atau strategi.

Kebijakan publik melibatkan kepentingan banyak orang (public interest), maka

hendaknya setiap kebijakan yang dibuat harus dapat membawa manfaat dan keuntungan

bagi banyak orang, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Agar kebijakan

publik dapat memenuhi apa yang menjadi tuntutan kepentingan umum dan mendapatkan

dukungan umum, serta sumber-sumber untuk menunjang tuntutan tersebut, maka

kebijakan publik harus dibuat sebaik mungkin dan perlu mendapatkan kajian yang cermat

dan seksama pada setiap tahapan dalam proses kebijakan publik.

Menurut Ripley (1985), langkah atau tahapan dalam proses pembuatan kebijakan

publik terdiri dari:

a) Agenda setting (penyusunan agenda kebijakan)

b)Formulation and legitimation of goal and programs (perumusan dan legitimasi tujuan

kebijakan dan program)

c) Program implementation performance and impact (pelaksanaan kinerja dan dampak program)

d)Decision about the future of the policy and program (keputusan tentang masa depan kebijakan dan program)

Sedangkan menurut Islamy (1994), langkah atau tahapan dalam proses pembuatan

kebijakan publik adalah sebagai berikut :

(29)

16 b)penyusunan agenda pemerintah,

c) perumusan usulan kebijakan publik,

d)pelaksanaan kebijakan publik,

e) penilaian kebijakan publik.

Dari batasan-batasan tersebut di atas, terlihat bahwa kebijakan publik

melibatkan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak

dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau orientasi pada tujuan tertentu

demi kepentingan seluruh masyarakat. Pengertian kebijakan publik tersebut diatas

mempunyai implikasi sebagai berikut:

a) Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang

berorientasi pada tujuan.

b)Kebijakan publik dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan

pemerintah.

c) Kebijakan publik tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang

nyata.

d)Kebijakan publik baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu

mempunyai dan dilandasi oleh maksud dan tujuan tertentu.

e) Kebijakan publik harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota

masyarakat.

2.2.2. Implementasi Kebijakan Publik

Dalam perkembangan selanjutnya, kajian-kajian tentang kebijakan yang

(30)

17

Pemerintah dapat mengeluarkan suatu kebijakan terhadap keseluruhan atau sebagian

sektor kehidupan. Kebijakan pemerintah ini tidak hanya dirumuskan, diformulasikan ke

dalam bentuk keputusan melainkan perlu diwujudkan dan diimplementasikan ke dalam

aktvitas, proses yang nyata untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan, baik oleh

pemerintah maupun masyarakat. Kebijakan yang demikian ini bersifat non-self excuting

artinya kebijakan publik ini perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak.

Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan publik ini banyak

ragamnya, terutama peran ekskutif, birokrat dan badan-badan pemerintah juga kelompok

sasaran dalam mayarakat.

Menurut Edward III (1980) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai

tahapan dalam proses kebijakan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaan dan

hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan itu (output, outcome). Termasuk

dalam aktifitas implementasi menurutnya adalah perencanaan, pendanaan,

pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan dan sebagainya. Dengan

melihat fenomena empirik maupun teoritik, implementasi kebijakan dapat dirumuskan

sebagai tindakan yang dilakukan individu/pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta

yang diarahkan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan.

Dalam upaya untuk menjaga implementasi kebijakan itu dapat sesuai dengan yang

diharapkan, menurut Ripley (1985) ada tiga unsur untuk mengukur suatu program

implementasi yaitu :

a) Tingkat kepatuhan pada bagian birokrasi terhadap birokrasi diatasnya atau tingkat

(31)

18

b)Keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya rutinitas dan tidak adanya

masalah-masalah yang dihadapi ;

c) Keberhasilan implementasi mengacu dan mengarah pada pelaksanaan dan dampak yang

dihendaki dari semua program-program yang ada.

Sementara menurut Van Metter dan Van Horn (dalam Samodra Wibawa, 1994),

mendefinisikan implementasi kebijaksanaan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang

sengaja dilakukan untuk meraih kinerja. Mereka merumuskan sebuah abstraksi yang

memperlihatkan hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja

kebijakan. Kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat standar dan

sasaran. Menurutnya, sebagai suatu kebijakan tentulah mempunyai standar dan sasaran

tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan. Faktor-faktor atau

variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja tersebut adalah :

a) standar dan sasaran kebijakan,

b) sumber daya,

c) komunikasi antar organisasi dan pengukuhan aktifitas,

d) karakteristik organisasi dan komunikasi antar organisasi,

e) kondisi sosial, ekonomi dan politik,

f) sikap pelaksana

Implementasi kebijakan bisa juga berarti berusaha untuk memahami apa yang

senyatanya ada dan terjadi, sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan yaitu

terjadi setelah proses pengesahan kebijakan negara, baik itu menyangkut usaha untuk

memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Sejalan dengan itu kerangka pemikiran

(32)

19

kepatuhan (Compliance) dari para pelaksana terhadap ketentuan yang telah dibuat oleh

pemerintah (pembuat kebijakan).

Dalam rangka implementasi, pelaksana (implementor) harus tunduk pada instruksi

legal dan petunjuk tertentu yang dibuat oleh pembuat kebijakan. Maka sebelum

melaksanakan proses implementasi, pelaksana harus mengetahui atau memahami apa yang

harus mereka lakukan (Jones,1980 ) menganggap bahwa interpretasi atau pemahaman

terhadap program adalah hal penting dalam rangka proses implementasi disamping

pengorganisasian dan pengaplikasian program.

Ada tiga langkah utama yang penting dalam pelaksanaan kebijakan yaitu :

1. Interpretation 2. Organization

3. Application (Soenarko, 1999)

Secara rinci ke tiga langkah tersebut diuraikan oleh Soenarko sebagai berikut :

Interpretation adalah berusaha untuk mengerti apa yang dimaksud oleh pembentuk kebijakan dan mengetahui betul apa dan bagaimana tujuan akhir (Goal) itu harus

diwujudkan, harus direalisir. Program pelaksanaan yaitu rencana yang didukung dengan

pendanaan yang siap diterapkan, harus sesuai dengan ide, keinginan dan motivasi dari

pembentuk kebijakan. Bahwa lingkungan pembentuk kebijakan berbeda dengan

lingkungan pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu, perlu sekali dalam kegiatan

interpretation ini, pelaksana kebijakan dapat menempatkan diri pula sebagai pembuat kebijakan tersebut. Dengan demikian pelaksana kebijakan akan memahami apakah dan

(33)

20

Organization adalah pembentukan badan-badan atau unit-unit beserta

metode-metode yang diperlukan untuk menyelenggarakan rangkaian kegiatan guna mencapai

tujuan yang terkandung dalam kebijakan itu. Hal itu berarti bahwa pelaksanaan kebijakan

pemerintah adalah merupakan proses yang merupakan rangkaian kegiatan dalam suatu

sistem yang direncanakan dengan pembagian tugas dan kewajiban secara efisien. Dengan

sistem itulah maka efisiensi pelaksanaan kebijakan diharapkan dapat dicapai, mengingat

bahwa sistem yang baik itu selalu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Simplicity, yaitu kewajaran dengan sifat yang sederhana dan mudah untuk diamati dan diikuti.

b. Accuracy, yaitu sifat yang urut dan teratur dari rangkaian kegiatan-kegiatan pelaksanaan kebijakan itu.

c. Economy, ialah adanya eifisiensi dalam setiap cara dan langkah, serta biaya yang harus

dikeluarkan untuk program pelaksanaan.

d. Usefulness, adanya usaha untuk menghindarkan pelaksanaan kebijakan dari kegiatan-kegiatan yang tidak perlu atau tiada berguna.

Dalam Organization inilah sistem koordinasi dan pengendalian (Control) disusun untuk menjaga dan memelihara arah menuju tercapainya tujuan kebijakan tersebut.

Application, adalah menerapkan segala keputusan dan peraturan-peraturan dengan

melakukan kegiatan-kegiatan untuk terealisasinya tujuan kebijakan itu. Tidak lepas dari

(34)

21

ditetapkan dalam program. Kebalikan dari programmed implementation adalah adapted implementation. Apabila programmed implementation lebih ditekankan pada pelaksanaan

kebijakan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan dan prosedur yang telah ditetapkan, maka

adapted implementation lebih banyak memperhatikan pada keberhasilan tiap-tiap tahap kegiatan dalam rentetannya.

Menurut Grindle (1980 ) bahwa proses implementasi kebijakan publik hanya dapat

dimulai apabila tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci,

program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana atau biaya telah dialokasikan

untuk mewujudkan tujuan-tujuan dari sasaran tersebut. Inilah syarat-syarat pokok bagi

implementasi kebijakan publik apapun.

Aktivitas penerapan implementasi kebijakan menurut Grindle terdiri dari :

pelaksanaan kebijakan Content yang didalamnya ada enam variabel yaitu :

a) pihak yang kepentingannya dipengaruhi,

b)manfaat yang akan dihasilkan,

c) derajat perubahan yang diinginkan,

d)kedudukan pembuat kebijaksanaan,

e) pelaksana kebijaksanaan

f) dan sumber daya yang dikerahkan.

Sedangkan Content pelaksanaan kebijakan yang dimaksud oleh Grindle (dalam Abdulah, 1998) adalah:

a) kekuasaaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat,

b)karakteristik lembaga atau penguasa dan

(35)

22

Intensitas keterlibatan para perencana, politisi, kelompok sasaran dan pelaksana kebijakan

akan mempengaruhi efektivitas implementasi.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan unsur-unsur

pokok proses implementasi kebijakan adalah sebagai berikut :

a) Proses implementasi program kebijakan ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut, setelah

suatu program atau kebijakan ditetapkan, yang terdiri atas pengambilan keputusan,

langkah-langkah yang strategis maupun operasional yang ditempuh untuk mewujudkan

suatu program guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

b)Proses implementasi dapat berhasil, kurang berhasil atau gagal sama sekali ditinjau dari

wujud hasil yang dicapai atau out comes, karena dalam proses tersebut, turut bermain dan terlibat berbagai unsur yang pengaruhnya dapat bersifat yang mendukung maupun

yang menghambat pencapaian sasaran program.

c) Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan

mutlak, yaitu adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan, adanya target groups

yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima

manfaat dari program tersebut serta adanya unsur pelaksana, baik organisasi atau

perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan

dari proses implementasi tersebut.

d)Implementasi program atau kebijakan tidak mungkin dilaksanakan dalam ruang hampa

dalam arti faktor fisik, sosial, budaya dan politik akan turut mempengaruhi

implementasi program ( Abdullah,1988)

Lebih lanjut Mazmanian & Sabatier (dalam Wahab, 1990) menjelaskan lebih rinci

(36)

23

pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun

dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting

atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan

masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai

dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini

berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan

pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya

keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang

dikehendaki atau yang tidak dikehendaki dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya

perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan-perbaikan-perbaikan) terhadap

undang-undang / peraturan-peraturan yang bersangkutan.

2.2.3. Pelayanan Publik

Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) yaitu segala bentuk

kegitan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah

dan di lingkungan badan usaha milik negara/ daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik

dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengertian umum pelayanan publik (Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005:18)

(37)

24

sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang–undangan.

Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai menilai suatu pelayanan

yang diberikan oleh institusi atau badan usaha baik milik pemerintah maupun daerah telah

dikembangkan oleh LAN (1998) yang antara lain meliputi

a) Kesederhanaan, kriteria ini mengandung arti prosedur/ tata cara pelayanan

diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

b)Kejelasan dan kepastian, yakni mengenai prosedur/ tata cara pelayanan, persyaratan

pelayanan (baik teknis maupun administratip), unit kerja atau pejabat yang berwenang

dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, rincian beaya/ tarip pelayanan

dan tata pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

c) Keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.

d)Keterbukaan, yakni proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah

diketahui dan dipahami oleh masyarakat baik diminta maupun tidak diminta.

e) Efisiensi, harus dibatasi oleh hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian

sasaran dan dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan.

f) Ekonomis, mengandung pengertian bahwa beaya pelayanan harus ditetapkan secara

wajar dengan kemampuan masyarakat untuk membayar dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

g)Keadilan yang merata, jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan

(38)

25

h)Ketapatan waktu, pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang

telah ditentukan.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,

penyelenggara pelayanan harus memenuhi azas – azas pelayanan sebagai berikut

(Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005:19) :

a. Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan

disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –

undangan.

c. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap

berpegang pada prinsip efisiensi dan efaktivitas.

d. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakansuku, ras, agama, golongan, gender

dan status ekonomi.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing –

(39)

26

Menurut Munir (1992) menyatakan bahwa sarana pelayanan adalah segala jenis

peralatan, perlengkapan kerja, fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama atau

membantu dalam pelaksanaan kerja.

Fungsi sarana pelayanan ini antara lain :

a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu.

b. Meningkatkan produktivitas baik barang atau jasa

c. Kualitas produk yang lebih baik/ terjamin

d. Lebih mudah/ lebih sederhana dalam gerak para pelakunya

e. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang yang berkepentingan

f. Menimbulkan perasaan puas pada orang yang berkepentingan sehingga dapat

mengurangi sifat emosional mereka (1992).

2.2.4. Pr insip Pelayanan Publik

Dalam kondisi masyarakat yang telah mengalami proses pemberdayaan, birokrasi

publik harus dapat memberikan pelayanan yang lebih profesional, efektif, efisien,

sederhana, transparan, terbuka tepat waktu, responsif dan adaptif yang sekaligus dapat

membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat

untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi, 1991:213).

Penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut

(Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005:21) :

a. Kesederhanaan

Prosdur pelayanan publik tidak berbelit – belit, mudah dipahami dan mudah

(40)

27 b. Kejelasan

Persyarata teknis dan administratif pelayanan publik, unit kerja / pejabat yang

berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian

keluhan / persoalan / sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, rincian biaya

pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

c. Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditentukan.

d. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

e. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung

jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan / persoalan dalam

pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, perlatan kerja dan pendukung lainnya yang

memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika

(telematika).

h. Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh

(41)

28 i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan

pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman,

bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi fasilitas pendukung

pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain – lain.

2.2.5. Standar Pelayanan P ublik

Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standart pelayanan dan

dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar

pelayanan merupakan ukuran yang dibukukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik

yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima pelayanan, agar teori ini sesuai dengan latar

belakang yang telah dimaksudkan maka penulis menggunakan standar pelayanan publik

(dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005:24) yaitu terdiri dari :

a. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk

pengaduan

b. Waktu Penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan

(42)

29 c. Biaya Pelayanan

Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses

pemberian pelayanan

d. Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

e. Sarana dan Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara

pelayanan publik

f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan

pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap perilaku yang dibutuhkan

2.2.6. Pola Penyelenggar aan Pelayanan Publik

Pelayanan umum merupakan salah satu isu utama, sejalan dengan tuntutan

demokratisasi dan desentralisasi. Demokratisasi pada hakikatnya menyuarakan pentingnya

parstisipasi masyarakat dan akuntabilitas pemegang kekuasaan yang dengan demikian

suara rakyat diletakkan pada derajat paling tinggi. Semangat demokratisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan selayaknya menjadi peluang bagi peningkatan kualitas

pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna atau pemanfaat fasilitas publik.

Kedekatan penyelenggaraan pelayanan publik akan memungkinkan masyarakat untuk

lebih mudah mengontrol dan lebih cepat menyampaikan umpan balik yang sangat

(43)

30

Penyelenggaraan pelayanan umum yang terdesentralisasi juga memungkinkan

penyelesaian konflik atau komplain dengan cepat karena pelanggan atau pengguna bias

lebih mudah bertemu dengan pihak penyedia layanan. Osborne dan Gaebler (1992:87)

mengemukakan kelebihan penyelenggaraan pelayanan umum yang terdesentralisasi, yaitu:

1. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel dari pada yang tersentralisasi,

lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan

kebutuhan masyarakat (pelanggan) yang berubah;

2. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif dari pada yang tersentralisasi;

3. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif dari pada yang tersentralisasi;

4. Lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih

banyak komitmen dan lebih produktif.

Dengan demikian penerapan desentralisasi selayaknya mampu membawa

perubahan-perubahan dalam pelayanan umum sebagai berikut :

1. Dari penekanan pengambilan keputusan berdasarkan hierarkhi kepada pendekatan

terhadap delegasi dan pertanggungjawaban personal;

2. Dari penekanan terhadap kuantitas pelayanan kepada kepentingan isu kualitas;

3. Dari pandangan penting bagi penyedia pelayanan kepada orientasi kepada pengguna;

4. Dari penekanan kepada penilaian profesionalisme kepada pendekatan yang

menekankan kepada menajemen kontrak dan hubungan perdagangan dalam pasar yang

internal;

5. Dari budaya tentang nilai yang stabil dan seragam kepada mendorong inovasi dan

(44)

31

Saat ini penyelenggaraan pelayanan umum pada dasarnya dapat dilakukan dengan

berbagai pola antara lain sebagai berikut:

a. Pola pelayanan fungsional yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu

instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya,

b. Pola pelayanan satu pintu yaitu pola pelayanan umum yang diberikan secara tunggal

oleh suatu instansi pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari instansi

pemerintah terkait lainnya yang berangkutan,

c. Pola pelayanan satu atap yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan secara terpadu

pada satu tempat oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan seseuai dengan

kewenangan masing-masing.

d. Pola pelayanan secara terpusat yaitu pelayanan umum yang dilakukan oleh instansi

pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah

lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan umum yang bersangkutan.

2.2.7.Pelayanan Pr ima

Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah “excellent service” yang secara

harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena

sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan.

Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang

merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Agenda

perilaku pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam Nurhasyim 2004:16)

menyatakan bahwa pelayanan prima adalah :

(45)

32

b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan

c. Pelayanan prima ada bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan

yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan apa yang

mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan

secara maksimal.

d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan internal

Pelayanan prima sebagaiamana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan /

masyarakat memerlukan persyaratan bahwa setiap pemberi layanan yang memiliki

kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi

profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi. Sejalan

dengan hal itu pelayanan prima juga diharapkan dapat memotivasi pemberi layanan

melakukan tugasnya dengan kompeten dan rajin.

Pelayanan prima mengandung tiga hal pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang

berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang

terbaik, dan adanya tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan beroreantasi pada standart

layanan tertentu (Swastika, 2005: 3).

2.2.8.Penger tian Ijin Pemakaian Tanah

1. Menurut Peraturan Daerah Kotamadya Ddaerah Tingkat II Nomor 1 Tahun 1997

tentang Ijin Pemakaian Tanah adalah ijin yang diberikan oleh Walikotamadya Kepala

Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas pemakaian tanah asset Pemerintah Kota

Surabaya dan bukan merupakan pemberian hak pakai atau hak – hak atas tanah lainnya

(46)

33

2. Dasar perolehan / penguasaan tanah asset Pemerintah Kota Surabaya tersebut berasal

dari :

a. Tanah-tanah yang berasal dari peninggalan penguasaan Pemerintah Kolonial

Belanda (Eigindom, Gementee, Besluit)

b. Tanah yang pengadaannya dilakukan sendiri oleh Pemerintah Kota Surabaya

dengan cara sebagai berikut :

- Pembebasan tanah / P2TUN (Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk KepentinganUmum)

- Tukar menukar (Ruislag) (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 152 Tahun

2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah)

- Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian

Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian

- Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Perubahan dan Tambahan

Peraturan Daerah Kotamadya Surabaya Nomor 1 Tahun 1998 yaitu

permohonan dari masyarakat atas tanah yang belum terdata ( permohonan /

pengakuan dari warga )

3. Wewenang pengelolaan Ijin Pemakaian Tanah adalah pada Dinas Pengelolaan

Bangunan dan Tanah.

4. Ijin Pemakaian Tanah dapat diberikan kepada setiap orang (Warga Negara Indonesia)

atau Badan Hukum yang dibentuk menurut Hukum Indonesia yang telah mengajukan

permohonan Ijin Pemakaian Tanah dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku

5. Perpanjangan Ijin Pemakaian Tanah adalah permohonan dari sesorang atau Badan

(47)

34

karena masa berlaku Ijin Pemakaian Tanah akan / telah habis sehingga Pemegang Ijin

Pemakaian Tanah diwajibkan untuk mengurus perpanjangannya dan membayar

retribusi / denda apabila mengalami keterlambatan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

2.3 Ker angka Ber pikir

Merupakan penjelasan spesifik mengenai alur pikir teoritik terhadap pemecahan

permasalahan yang diteliti, penjelasan tentang teori dasar yang digunakan untuk

menggambarkan alur teori atau jalinan teori yang mengarah pada pemecahan masalah.

Adapun penjelasan spesifik mengenai alur pikir penelitian akan dijelaskan dalam gambar

kerangka berpikir.

Untuk dapat memberikan pelayanan prima, maka Unit Pelayanan Terpadu Satu

Atap Kota Surabaya harus memahami standar pelayanan publik yang akan memberikan

suatu kerangka kerja apa yang akan dijadikan acuan di dalam menilai pelayanan

Perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah. Adapun standar pelayanan publik (Ratminto

dan Atik Septi Winarsih, 2005:24) terdiri dari 6 unsur yaitu Prosedur Pelayanan, Waktu

Penyelesaian, Produk Pelayanan, Sarana dan Prasarana, serta Kompetensi Petugas

Pemberi Pelayanan.

Berkaitan dengan uraian tersebut, maka sesuai dengan latar belakang, perumusan

masalah dan landasan teori dapat dibuat suatu kerangka berpikir dari penelitian ini adalah

(48)

35 Gambar 1

Kerangka Berpikir

UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Prosedur Pelayanan

Waktu Pelayanan

Biaya Pelayanan

Produk Pelayanan

Sarana dan Prasarana

Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2011

tentang Pelayanan Publik

Pelayanan Prima tentang Perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah Di UPTSA

(49)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu rancangan penelitian yang akan

menjelaskan secara logis mengenai hubungan antara rumusan masalah dengan

metode yang akan ditetapkan, sehingga metode penelitian yang akan dipilih oleh

penulis akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

3.1. J enis Penelitian

Keberhasilan suatu penelitian tidak dapat dilepaskan dari pemilihan

dan pengetrapan metode yang tepat. Penelitian hanya akan menarik

kesimpulan yang benar apabila didasari dengan bukti-bukti yang

meyakinkan, yang dikumpulkan melalui prosedur yang sistematis, jelas,

dan terkontrol sehingga data yang diperoleh adalah data yang valid, dan

realibel. Dalam memilih suatu suatu metode yang tepat dari penelitian

tergantung dari maksud dan tujuan penelitian.

Menurut David Kline dalam Sugiono (2003:11) dalam penelitian

sosial terdapat beberapa jenis penelitian yang dapat digunakan. Jenis – jenis

tersebut antara lain : Penelitian Deskriptif, Penelitian Komparatif, dan

Penelitian Asosiatif.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, apabila dikaitkan dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan

(50)

37

Yang dimaksud dengan Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau

lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel

satu dengan variabel lainnya. Sedangkan yang dimasud dengan analisa data

kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan

gambar.

Sehingga dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendeskripsikan

dan menjabarkan pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah pada

Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Kota Surabaya.

3.2. Fokus Penelitian

Masalah yang akan diteliti pada awalnya masih umum, nantinya

samar-samar akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah peneliti

berada dilapangan. Menurut Moleong ( 2004:97 ) pembatasan masalah

merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kualitatif.

Maka fokus penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan batas yang

harus dilalui oleh seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian.

Berkaitan hal tersebut, bahwa fokus penelitian pada dasarnya adalah

masalah pokok yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui

pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakan ilmiah ataupun

kepustakaan lainnya.

Fokus dalam penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah,

(51)

38

penelitian. Dalam hal ini fokus penelitian bisa berkembang atau berubah

sesuai dengan perkembangan masalah penelitian di lapangan. Penelitian ini

berfokus pada Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dengan

alasan bahwa teori tersebut sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan

penelitian yang diajukan sebelumnya dimana dalam penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pelayanan yang diberikan Unit Pelayanan Terpadu Satu

Atap Kota Surabaya. Kemampuan yang dihasilkan oleh seseorang dalam

pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat akan menunjukkan nilai dari

pelayanan yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka

akan menunjukkan semakin tingginya tingkat pelayanan seseorang atau

aparat birokrat di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Pemerintah Kota

Surabaya, sebaliknya semakin rendah nilai yang diperoleh berarti

pelayanan aparat birokrat di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Pemerintah

Kota Surabaya rendah.

Adapun aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini digunakan

indikator sebagai berikut :

(1) Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dimaksud dalam pelayanan ini

adalah alur pelayanan dan adanya syarat – syarat yang harus

dilakukan oleh pemberi dan penerima pelayanan yang sesuai

dengan ketetapan yang berlaku dalam pemenuhan perpanjangan

Surat Ijin Pemakaian Tanah yang harus dijalankan oleh pemberi

(52)

39 (2) Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan

permohonan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah sampai

dengan pemohon menerima Surat Ijin Pemakaian Tanah yang telah

diperpanjang masa berlakunya. Sesuai dengan ketetapan yang ada

maka jangka waktu penyelesaian proses perpanjangan Surat Ijin

Pemakaian Tanah adalah kurang lebih 6 (enam) hari kerja.

(3) Biaya pelayanan

Biaya pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

biaya / tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam

proses pemberian pelayanan. Biaya / tarif pelayanan harus sesuai

dengan ketetapan yang ada, yaitu sesuai dengan Peraturan Daerah

Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 1 Tahun 1997

tentang Ijin Pemakaian Tanah.

(4) Produk pelayanan

Produk pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah hasil pelayanan perpanjangan Surat Ijin Pemakaian Tanah

yang akan diterima oleh pemegang Surat Ijin Pemakaian Tanah

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu sesuai dengan

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 1

(53)

40 (5) Sarana dan prasarana

Berkaitann dengan penyediaan sarana dan prasarana

pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

(6) Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan

Berkaitan dengan kompetensi petugas pemberi pelayanan

harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian,

keterampilan, sikap dan perilaku petugas yang dibutuhkan dalam

memberikan pelayanan kepada pemegang Surat Ijin Pemakaian

Tanah yang ingin memperpanjang Surat Ijin Pemakaian Tanah.

3.3 Situs Penelitian

Situs penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti

untuk mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna

memperoleh data yang akurat atau mendekati kebenaran yang sesuai

dengan fokus penelitian.

Disini peneliti memilih dan menetapkan situs penelitian pada Unit

Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) di Jalan Menur No. 31-C Surabaya.

Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Unit Pelayanan

Terpadu Satu Atap (UPTSA) Surabaya merupakan instansi yang memiliki

kewenangan untuk memberi pelayanan tentang perpanjangan Surat Ijin

Pemakaian Tanah dan instansi tersebut dalam rangka untuk mewujudkan

pelayanan yang prima dan juga telah banyak melakukan reformasi

(54)

41

3.4. Sumber Data dan J enis Data

3.4.1. Sumber Data

Merupakan tempat peneliti dapat menemukan data dan informasi

yang diperlukan berkenaan dengan penelitian ini yang diperoleh melalui :

1. Informan

Merupakan subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data

dan bersedia memberikan informasi yang benar-benar relevan dan

kompeten dengan masalah penelitian yaitu berupa data keterangan,

cerita atau kata-kata yang bermakna, sehingga data-data yang diperoleh

dapat digunakan untuk mengembangkan teori. Menurut moleong,

Informan kunci adalah orang yang sangat memahami betul tentang

permasalahan sosial tentang kajian yang akan diteliti, informan kunci

biasanya disebut key person. Penentuan key person dapat dilakukan

dengan cara melalui keterangan orang yang berwenang baik formal

(pemerintahan) dalam hal ini adalah pegawai Unit Pelayanan Terpadu

Satu Atap (UPTSA) Surabaya Timur maupun informal (masyarakat

atau pengguna pelayanan dalam hal ini pemegang Surat Ijin Pemakaian

Tanah) melalui wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti.

Adapun informan dari penelitian ini antara lain :

a. Kepala Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya

b. Pegawai Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Surabaya

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir ..............................................................................
Tabel 1 Karakterisitik Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ............. 63
Gambar 1 Kerangka Berpikir
gambar. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendeskripsikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konsep pengembangan kurikulum terpadu perlu menghilangkan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum dan memadukannya menjadi kurikulum terintegrasi; 4 Menggambarkan

U nastavku je testirano postojanje veze između utjecaja programa vjernosti na bihevioralnu komponentu vjernosti kupaca i učestalosti kupnje u drogerijama, udjela ukupne

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) keterlaksanaan pembelajaran berbasis proyek pembuatan alat peraga sederhana memperoleh skor sebesar 3,53 dengan predikat sangat baik,

17 Penelitian yang dilakukan oleh Hackmon et al, dan Rizzo juga mendapatkan kadar molekul sHLA-G secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan preeklampsia

Harga Satuan yang disampaikan Penyedia Jasa tidak dapat diubah kecuali terdapat Penyesuaian Harga (Eskalasi/Deskalasi) sesuai ketentuan dalam Instruksi Kepada Peserta Lelang 3

1) Pasar, tujuan akhir dari sebuah produk adalah pasar, yakni adanya pelanggan atau konsumen sebagai pengguna produk. Jumlah poduk baru dan baik di pasar terus

Abstrak — Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. PBM merupakan model pembelajaran

Berikut cara yang di anjurkan untuk mengisikan saldo awal neraca yaitu : - Pilih Menu Setup Balance Account Opening Balance.. - Tambahkan untuk saldo