• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANAH ASET DAERAH DALAM PERSPEKTIF KONSTITUSI. Supriyadi dan Subadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TANAH ASET DAERAH DALAM PERSPEKTIF KONSTITUSI. Supriyadi dan Subadi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 11 TANAH ASET DAERAH DALAM

PERSPEKTIF KONSTITUSI

Supriyadi dan Subadi

___________________________________________________ Keduanya adalah Ilmu Hukum dan Staf Pengajar pada

Fakultas Hukum Universitas Merdeaka Madiun

___________________________________________________

Abstract

Land problem that continuously increases, whether from quantity and quality aspects and one of them is problem in possession and management local asset land. The normative law research are findings; 1) It found that internal change and external change Agrarian Fundamental Act; 2) Based on goverment regulation of No.24,2005 about Govermental Accounting Standart of Local Asset Land is lands in possession the goverment, with conditions as follow: a) it obtained with the purpose to be used in local goverment operational activity and condition to be ready for use; b) there is the evidence of mastering legally; c) it can be measured with money unit.

Keywords: land, local asset, constitution

A. PENDAHULUAN

Masalah tanah di dunia ini, memang tidak mungkin dapat dituntaskan, namun diharapkan dapat dikurangi atau mungkin dapat dicegak sejak dini. Salah satu dari sekian ribu masalah tanah yang ada di Indonesia adalah masalah tanah yang timbul dari penguasaan dan

(2)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 12 pengelolaan tanah oleh Pemerintah Daerah, baik tanah-tanah yang benar-benar telah menjadi aset atau pun tanah-tanah yang diklaim sebagai Tanah Aset Daerah.

Tersedianya perangkat lunak pengaturan dan kebijakan yang jelas dan tegas, seperti; batasan pengertian Aset Daerah, dasar hukum penguasaannya, hak-hak yang dapat dimilikinya, tata cara pengelolaannnya dan sebagainya, kiranya dapat memberikan; ketertiban, kepastian hukum, bahkan perlindungan hukum dan pada akhirnya dapat meminimalisir atau mencegah timbulnya masalah-masalah pertanahan.

Tanah Aset Daerah harus dibedakan dengan Tanah Negara. Halini penting, karena masih banyak perbedaan persepsi yang merancukan pengertian keduanya. Tanah Aset Daerah lahir dari Tanah Negara. Tanah Aset Daerah dan Tanah Negara lahir dari konsep Hak Menguasai Negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa; “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dalam perkembangan penggunaan istilah Tanah Pemerintah juga sering dirancukan dengan istilah Tanah Negara, sebagaimana dicontohkan oleh Maria SW. Sumarjono1, tentang kasus tanah Pertamina di Plumpang yang digugat oleh para penggarapnya.

Studi perkembangan pengaturan Tanah Aset Daerah sangat diperlukan, karena dalam era otonomi daerah Tanah Aset Daerah memiliki nilai ekonomis sangat penting sebagai aset yang dapat didayagunakan secara efektif, efisien dalam rangka meningkatkan

1

Maria SW. Sumarjono, 2001, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, hlm. 59.

(3)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 13 Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan suatu hak kepada pihak ketiga dengan Hak Pengelolaan.

Selanjutnya bagaimana dengan tanah-tanah yang dikuasai oleh Daerah yang belum diterbitkan Sertifikat Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, apa tidak termasuk dalam pengertian Tanah Aset Daerah. Dalam konteks ini, maka semakin penting dan strategis upaya untuk mengetahui dasar hukum penguasaan, pemberian hak atas Tanah Aset daerah kepada pihak lain berseta akibat hukum beserta kebijakan pengelolaannya.

B. PEMBAHASAN 1. Kebijakan Daerah

Penguasaan dan pengelolaan Tanah Aset Daerah yang terjadi sejak jaman Hindia Belanda diberlakukan Staatblad 1911 Nomor 110 sampai berlaku UUD 1945 berdasarkan pendekatan historis ini, telah menunjukan bahwa penguasaan tanah oleh Negara yang kemudian mengalir oleh Daerah sangat dipengaruhi filosofis Hindia Belanda yang mendudukan Negara sebagai pemilik atas tanah, sehingga pada akhirnya di daerah kepemilikan tersebut masih berwujud hubungan keperdataan atas tanah.

Pemerintah Daerah sebagai pemilik atas tanah dengan istilah Gemeente Grond, sedangkan Tanah Negara dengan sebutan Gouvernmment Groud. Philipus M. Hadjon, dkk, menyatakan bahwa; “Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut hukum Belanda penguasa selaku pemilik dalam banyak hal mempunyai kewenangan penguasaan

(4)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 14 berdasarkan hukum keperdataan, namun ia tidak dapat menggunakannya secara bertentangan dengan asas-asas pemerintah yang baik”.2

Lebih lanjut dijelaskan bahwa; “Dalam pada itu, barang-barang milik pribadi Pemerintah/Negara (het privat van de overhead) memiliki status yang kurang lebih sama dengan barang-barang milik pribadi seseorang atau badan hukum perdata, artinya barang-barang dimaksud digunakan untuk pemakaian sendiri dan tidak ditujukan untuk peruntukan umum (niet bestemb voor openbare bestemming)”.3 Setelah lahirnya UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan UUPA Pasal 2 ayat (4) semestinya arah kebijakan Pemerintah mengenai penguasaan dan pengelolaan Tanah Negara menjadi lebih jelas dan tegas dan tidak justru kembali lagi kepada konsepsi zaman Hindia Belanda yaitu domeinverklaring.

Konsep, teori, ideologi tentang Hak Menguasai Negara4, sesungguhnya telah mengalami banyak perkembangan dan masih cukup relevan untuk dipertahankan di Indonesia, yaitu dengan melakukan beberapa penyesuaian dengan tafsir otentik berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Perkara: No. 001-021-022/PUU-I/2003 dan No. 002-021-022/PUU-I/2003. Rakyat secara kolektif telah dikonstruksikan oleh UUD 1945 dan memberikan mandat kepada negara kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk

2

Philipus M. Hadjon,dkk, 2002, Pengantar Hukum administrasi

Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 182.

3

Ibid.

4

Boedi Harsono., 2003, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Penysusunan, Isi dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, hlm. 234. Lihat juga Achmad Sodiki, 1994, Penataan Pemilikan Hak Atas Tanah Di Daerah

Perkebunan Kabupaten Malang (Studi tentang Dinamika Hukum), Desertasi,

(5)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 15 tujuan mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad).5

Telah terjadi pergeseran internal dalam UUPA yaitu; a) Bergesernya asas hubungan hukum publik (publiekrechtelijke) antara negara dan/atau Daerah dengan tanah, men jadi adanya hubungan yang bersifat hubungan hukum privat (privaatrechtelijke) antara negara dan/atau Daerah dengan tanah.

Pergeseran internal terjadi akibat adanya pergeseran internal dalam UUPA yaitu; a) antara UUPA dengan peraturan perundang-undangan di luar UUPA; b) dan semakin jauh pergeseran terjadi atas subyek-subyek pelaksana Hak Menguasai Negara atas tanah, Hak Pakai, Hak Pengelolaan yang beraspek hukum publik, bergeser ke aspek hukum privat dalam peraturan perundang-undangan di luar UUPA.

2. Hak Pendahuluan atas Tanah Daerah

Tanah-tanah yang klaim sebagai dikuasai dan didaftar dalam Daftar Inventaris daerah pada umunya telah dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara menyewa. Tanah-tanah Negara yang disewakan kepada masyarakat merupakan kelanjutan dari persewakan yang didasarkan kepada Peraturan Daerah tentang Ijin Tempat-Tempat Tertentu yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

Selanjutnya pelepasan tanah Negara kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan

5

Supriyadi, 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah (Menemukan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian atau Eksistensi Tanah Aset Daerah), Prestasi Pustaka Publiser, Jakarta, hlm.309. Lihat Subadi, 2010, Penguasaan dan Penggunaan Tanah Kawasan Hutan (Menuju Pendayagunaan yang Berwawasan Lingkungan, berkelanjutan dan Berpihak Pada Rakyat), Prestasi Pustaka Pelajar, Jakarta, hlm.

(6)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 16 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan tanah-tanah Hak Pendahuluan tersebut merupakan Tanah Negara bebas yang pada umunya telah berdiri bangunan milik masyarakat pemohon hak.

Pemberian hak atas tanah tersebut diberikan dengan membayar “uang pemasukan kepada Negara yang harus dibayar oleh penerima hak, yang diatur dalam Pearturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 4 Tahun 1998 tentang Pedoman Uang Pemasukan Dalam Pemberian hak Atas Tanah Negara yang telah dirubah dengan Permenag/Kepala BPN No. 6 Tahun 1998.

Dengan demikian , penerima hak atas tanah yang semula dikuasai Pemerintah Daerah dengan Hak Pendahuluan Atas Tanah, dikenakan kewajiban membayar sebanyak dua kali, yaitu; pertama pembayaran kepada Pemerintah Daerah yang berupa uang santunan dan; kedua, kepada Negara berupa uang pemasukan kepada Negara.

Selanjutnya penguasaan Tanah-Tanah Negara oleh Daerah dapat dikuatklan dengan bukti-bukti sebagai berikut:

a. Keberadaan Peta Pendaftaran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional, bukti penguasaan atas tanah-tanah Negara oleh Daerah berdasarkan atas Peta Pendaftaran yang dibuat pada jaman Hindia Belanda yang menunjukan adanya tanah-tanah penguasaan Daerah dengan Hak Eigendom atas nama de Stadsgemeente. Dengan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953, maka tanah–tanah Negara yang dikuasai oleh Daerah Swatantra termasuk tanah-tanah dengan status Hak Eigendom atas nama Kota Praja (de Stadsgemeente), tetap berada pada Kota Praja /Pemerintah Kota.

(7)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 17 b. Keberadaan Ijin Pemakaian tempat-tempat tertentu oleh Daerah

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 di atas membawa konsekuensi bahwa seharusnya penguasaan tanah Negara berada pada Menteri Dalam Negeri (sekarang BPN), sedangkan penggunaan tanah Negara harusnya mendapat ijin dari BPN, akan tetapi dalam kenyataan sekarang ijin diberikan oleh Pemerintah Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut juga harus merujuk pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya.

c. Kedudukan Hukum Hak Sewa oleh Daerah

Sejak zaman Hindia Belanda asas Hak Milik Negara telah meletakan kedudukan Negara sebagai Badan Hukum Perdata atau perorangan yang dapat berbuat atau bertindak dalam lapangan hukum Keperdataan yang bersifat privaatrechtelijke dengan obyek tanah. Setelah diterbitkan UUD 1945 dan UUPA, perbutan hukum Hak Sewa jelas tidak syah, namun setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tentang Pendaftaran Tanah, maka tanah-tanah Negara juga merupakan obyek pendaftaran tanah, sehingga tanah Negara yang sudah terdaftar dalam daftar tanah, telah masuk dalam pengertian Tanah Aset Daerah yang dapat dikelola berdasarkan Peraturan Daerah. d. Pengenaan Pembayaran Uang Pemasukan ke Kas Negara

Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Badan Pertanahan Nasional, pengenaan pembayaran uang pemasukan ke Negara terjadi dua kali, yang pertama adalah pada saat memperoleh pelepasan hak

(8)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 18 penguasaan dari Daerah dan pengenaan kedua pada saat memperoleh hak atas tanah dari Badan Pertanahan Nasional.

3. Tanah Hak Pendahuluan atauTanah Penguasaan Daerah

Kriteria Tanah sebagai Aset Daerah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap pakai; 2) Adanya bukti penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat Hak Pakai, Hak Pengelolaan atas nama Daerah, atau adanya bukti pembayaran dan penguasaan Sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya; 3) dapat diukur dengan satuan uang.

Bagaimana dengan tanah-tanah yang belum ada Sertifikat Hak Pakai atau hak Pengelolaan agar dapat dikategorikan sebagai Tanah Aset Daerah. Dalam hal ini dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu:

a. Melalui konversi hak penguasaan berdasrkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Jo Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966,

b. Melalui pemberian hak atas tanah Negara berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 Jo Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999.

Kebijakan daerah tentang pengelolaan Tanah Aset Daerah pada umumnya telah sinkron dengan peraturan perundang-undangan di atasnya yaitu; a) dengan Perda tentang ijin menempati tempat-tempat tertentu yang dikuasai Pemerintah Daerah; b) Tanah-tanah dengan Hak Pendahuluan yang semula berasal dari; tanah Negara bekas Hak Eigendom atas nama Stadsgemeente, tanah Negara bebas dalam penguasaan Daerah berdasarkan pengakuan dari masyarakat serta

(9)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 19 pengakuan dari BPN yang berupa sikap diam-nya terhadap penguasaan tanah-tanah Negara oleh Daerah, tanah bekas Hak Eigendom harus telah jelas batas, luas, dan status tanahnya, sedangkan pendaftaran pendaftaran menjadi Hak Pakai, Hak Pengelolaan tidak mengahalangi hak penguasaan oleh Daerah menjadi Tanah Aset Daerah.

4. Pengelolaan Tanah Aset Daerah

Sebagai Aset , maka pengelolaan tanah-tanah tersebut harus berdasarkan atas peraturan tentang pengelolaan Aset Daerah yang juga disebut “Barang Daerah”6. Pada saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (LNRI TH.2006 No. 20; TLNRI No. 4609) dan selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 74 ayat (3) Peraturan Pemerinah tersebut, diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Berdasarkan atas uraian tersebut dapat ditemukan dan dianalisis beberapa kegiatan masing-masing yang meliputi:

a. Penggunaan

Penggunaan Tanah Aset Daerah diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Jo Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007.

Tanah Aset Daerah ditetapkan status penggunaannya untuk menyelenggarakan tugas pokok dan satuan fungsi Satuan Kerja

6

Barang milik Daerah adalah semua kekayaan Daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain...dst (Periksa Lampiran PMDN No.17 Tahun 2007, Tgl 21 Maret 2007).

(10)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 20 Perangkat Daerah (SPKD) dan dapat dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka mendukung pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan.

Status penggunaan Tanah Aset Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dengan ketentuan bahwa tanah digunakan untuk kepentingan penyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pengguna dan/atau kuasa pengguna.7 Pengguna atau Kuasa Pengguna wajib menyerahkan tanah yanh tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok fungsi pengguna dan/atau kuasa pengguna kepada Kepala Daerah melalui pengelola.

Pengguna yang tidak menyerahkan tanah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok fungsi SKPD kepada Kepala Daerah dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dimaksud. Tanah yang digunakan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya SKPD, dicabut penetapan status penggunaannya dan dapat dialihkan kepada SKPD lainnya.

b. Pemanfaatan.

Pemanfaatan Tanah Aset Daerah diatur dalam BAB VI Pasal 19 sampai dengan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Noomor 6 Tahun 2006 Jo BAB VIII Pasal 31 sampai dengan Pasal 35 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007.

7

Pengguna adalah pengguna barang milik Daerah yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang kilik Daerah. Kuasa Pengguna adalah Kuasa pengguna barang milik Daerah yaitu Kepala satuan Kerja atau Pejabat yang ditunjuk oleh pengguna untuk menggunakan barang milik Daerah yang berada pada penguasaannya.

(11)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 21 Manfaat adalah pendayagunaan Tanah Aset Daerah yang tidak digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, dan bangun serah guna dengan tidak mengubah status kemilikannya. Pemanfaatan Tanah Aset Daerah telah ditentukan beberapa kriteria yaitu:

1) Pemanfaatan Tanah Aset Daerah yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.

2) Pemanfaatan Tanah Aset Daerah yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.

3) Pemanfaatan Tanah Aset Daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan mempertimbangkan kepentingan Daerah dan kepentingan umum.

Analisis terhadap pemanfaatan Tanah Aset Daerah ini menunjukan keterkaitannya dengan Hak Pengelolaan atas tanah yaitu di samping dipergunakan sendiri juga untuk diserahkan pemanfaatannya kepada pihak lain. Bentuk pemnafaatan merupakan perjanjian dengan pihak lain dapat berupa:

1) Sewa

Sewa adalah pemanfaatan Tanah Aset Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai. Penyewaan Tanah aset daerah dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan oleh Kepala Daerah.

(12)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 22 2) Pinjam Pakai

Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan Tanah Aset Daerah antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tertentu diserahkan kembali kepada pengelola. Pinjam pakai dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah dan hanya dilakukan dengan tidak merubah status kepemilikan Tanah Aset Daerah.

3) Kerjasama Pemanfaatan

Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Tanah Aset Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka pengingkatan penerimaan daerah bukan pajak /pendapatan Daerah dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan Tanah Aset Daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka: i) mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah; dan ii) meningkatkan penerimaan Daerah.

Kerjasama pemanfaatan Tanah Aset Daerah dilaksanakan dengan sebagai berikut; a) Tanah Aset Daerah yang sudah diserahkan oleh pengguna kepada pengelola, dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapatkan persetujuan Kepala daerah; b) Kerjasama pemanfaatan atas sebagian Tanah Aset Daerah yang masih digunakan oleh pengguna, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan penggelola.

4) Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna

Bangun Guna Serah adalah pemanfaatan Tanah Aset Daerah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain

(13)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 23 dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunannya dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhir jangka waktunya.

c. Penghapusan

Penghapusan Tanah Aset Daerah adalah tindakan penghapusan dari Daftar Inventaris Daerah, dengan cara menerbitkan Surat Keputusan Kepala Daerah, tentang Penghapusan Tanah Aset Daerah berdasarkan pertimbangan atau alasan-alasan sebagai berikut; a) rusak berat; b) terkena bencana alam (force majeure); c) tidak dapat digunakan secara optimal idle); d) kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas; e) penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi; f) pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Hankam.

d. Pemindah-tanganan

Pemindahan tanganan Tanah Aset Daerah adalah pengalihan kepemilikan sebagai tindak lanjut dari penghapusan yang ditetapkan berdasrkan Keputusan kepala Daerah setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Persetujuan DPRD tersebut tidak diperlukan apabila; a) tanah sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah dan tata kota; b) tanah diperuntukan bagi pegawai negeri; c) diperuntukan bagi kepentingan umum; d) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan

(14)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 24 peraturan perundang-undangan yang secara ekonomis tidak layak dipertahankan.

Bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut dari penghapusan Tanah aset Daerah meliputi; a) Penjualan; b) Tukar-menukar; c) Hibah; d) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah.

e. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Pembinaan, pengawasan dan pengendalian diatur dalam BAB XII Pasal 74 s/d Pasal 77 PP No. 6 Tahun 2006 Jo BAB XII Pasal 82 s/d Pasal 83 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum tentang pengelolaan Tanah Aset Daerah, sedangkan Menteri Dalam Negeri menetapkan kebijakan teknis sesuai dengan kebijakan sebagaimana yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pengelolaan Tanah aset daerah sedangkan Kepala Daerah melakukan pengendalian pengelolaan tanah milik negara. Pengelolan/Pengguna /Kuasa Pengguna dapat meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban tersebut dan menindaklanjuti hasil audit dimaksud sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Pembiayaan.

Dalam BAB XIII Ketentuan Lain-Lain, Pasal 74 s/d Pasal 78 PP No. 6 Tahun 2006 Jo BAB XII Pasal 87, tentang pembiayaan antara lain menyatakan bahwa; dalam pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan Tanah aset daerah disediakan anggaran yang dibebankan kepada APBN.

(15)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 25 g. Tuntutan Ganti Rugi

Ganti rugi dan sanksi diatur dalam BAB IV Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Jo Pasal 85 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa; Setiap kerugian daerah akibat kelalaian penyalahgunaan/pelanggaran hukum atas pengelolaan Tanah aset Daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian Daerah dapat dikenakan sankni administratif dan/ atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan atas uraian tentang Tanah Aset Daerah tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penguasaan dan pengelolaan Tanah Aset Daerah berasaskan publiekrechtelike yang meliputi kewenangan mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan untuk pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad).

2. Telah terjadi pergeseran internal dalam UUPA yitu; a) Bergesernya asas hubungan hukum publik (publiek rechtelijke) antara negara dan/atau Daerah dengan tanah, men jadi adanya hubungan yang bersifat hubungan hukum privat (privaatrechtelijke) antara negara dan/atau Daerah dengan tanah.

(16)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 26 3. Pergeseran eksternal terjadi akibat adanya pergeseran internal dalam

UUPA yaitu; a) antara UUPA dengan peraturan perundang-undangan di luar UUPA; b) dan semakin jauh pergeseran terjadi atas subyek-subyek pelaksana Hak Menguasai negara atas tanah, Hak Pakai, Hak Pengelolaan yang beraspek hukum publik, bergeser ke aspek hukum Privat dalam peraturan perundang-undangan di luar UUPA.

4. Kebijakan daerah tentang pengelolaan Tanah Aset Daerah pada umumnya telah sinkron dengan peraturan perundang-undangan di atasnya yaitu; a) dengan Perda tentang ijin menempati tempat-tempat tertentu yang dikuasai Pemerintah Daerah; b) Tanah-tanah dengan Hak Pendahuluan yang semula berasal dari; tanah Negara bekas hak Eigendom atas nama Stadsgemeente, tanah Negara bebas dalam penguasaan Daerah berdasarkan pengakuan dari masyarakat serta pengakuan dari BPN yang berupa sikap diam-nya terhadap penguasaan tanah-tanah Negara oleh Daerah, tanah bekas Hak Eigendom harus telah jelas batas, luas, dan status tanahnya, sedangkan pendaftaran menjadi Hak pakai, hak Pengelolaan tidak menghalangi hak penguasaan oleh Daerah menjadi tanah Aset Daerah.

(17)

Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 27 DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hadjon, Philipus M., dkk, 2002, Pengantar Hukum administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Harsono, Boedi, 2003, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Penysusunan, Isi dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta.

Sodiki, Achmad, 1994, Penataan Pemilikan Hak Atas Tanah Di Daerah Perkebunan Kabupaten Malang (Studi tentang Dinamika Hukum), Disertasi, Tidak diterbitkan, Malang.

Subadi, 2010, Penguasaan dan Penggunaan Tanah Kawasan Hutan (Menuju Pendayagunaan yang Berwawasan Lingkungan, berkelanjutan dan Berpihak Pada Rakyat), Prestasi Pustaka Pelajar, Jakarta.

Sumarjono, Maria SW., 2001, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta.

Sumardjono, Maria SW., dkk, 2008, Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan,Cetakan Pertama, Buku Kompas, Jakarta.

Supriyadi, 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah (Menemukan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian atau Eksistensi Tanah Aset Daerah), Prestasi Pustaka Publiser, Jakarta.

Putusan Pengadilan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, Rabu, 16 Desember 2004.

Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003, Dimuat Dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2005, Selasa tanggal 04 Januari 2005.

(18)

Directory: C:\Users\user\Documents Template: C:\Users\user\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm Title: Subject: Author: user Keywords: Comments: Creation Date: 06/06/2012 18:09:00 Change Number: 30

Last Saved On: 07/09/2012 7:13:00 Last Saved By: user

Total Editing Time: 95 Minutes

Last Printed On: 07/09/2012 7:13:00 As of Last Complete Printing

Number of Pages: 17

Number of Words: 3.430 (approx.)

Referensi

Dokumen terkait

Zhenjiang Maoyuan Chemical dari Cina dengan kapasitas prosuksi 6000 ton per tahun, oleh karena itu dengan lokasi pabrik yang dekat dengan pengambilan bahan baku

[r]

In artificially inseminated herds, the proportion of cows returning for insemination after an interval longer than a normal oestrous cycle has been used as an estimate of

Keputusan konsumen untuk menginap tergolong tinggi, walaupun indikator tingkat prioritas Serrata Hotel sebagai pilihan menginap dan keinginan responden

Siswa dengan gaya belajar kinestetik mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar auditorial, (3) Pada model

Vektor satuan adalah vector yang besarnya atau panjangnya satu satuan.vektor satuan dapat ditentukan dengan cara membagi vector tersebut dengan panjang vector semula.Misalnya e

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian jus kombinasi jahe ( Zingiber officinale rosc. ), bawang bombai ( Allium cepa L.), jeruk mandarin (Citrus reticulata

Dari uji in silico di atas menunjukkan bahwa jumlah ikatan hidrogen antara molekul 2-ClBOU dan 4-ClBOU dengan 2EUD lebih banyak.. dibanding ikatan hidrogen antara