• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDINGIN MINUMAN BERCATU DAYA TERMOELEKTRIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDINGIN MINUMAN BERCATU DAYA TERMOELEKTRIK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Dian Wahyu

1) 1)

Teknik Mesin, Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Padang, Padang

Kampus Limau Manis – Padang

email :

dianwahyuitb@gmail.com

Hp : 081266449902

Abstrak

Termoelektrik refigerator atau thermoelectric cooler merupakan komponen elektrik yang berfungsi memindahkan panas dari suatu sisi ke sisi yang lainnya dengan mengalirkan listrik DC.Pendinginan menggunakan termoelektrik sangat cocok untuk beban pendinginan kecil, selain itu tidak berisik dan ramah lingkungan. Pendingin minuman bercatu daya termoelektrik telah sukses dibuat dan diuji sesuai dengan perencanan. Penelitian ini difokuskan pada pendingin minuman bercatu daya termoelektrik. Pemilihan modul pendingin dan jumlahnya berdasarkan beban pendingin, serta mempengaruhi proses pendinginan yang dihasilkan. Kalor yang diserap pada sisi dingin dan kalor yang dibuang pada sisi panas menggunakan heat sink yang terintegrasi dengan fan untuk mempercepat proses penyerapan atau pembuangan kalor. Untuk memperluas bidang penyerapan panas dari dalam pendingin digunakan sebuah aluminium bersirip. Hasil pengujian kinerja pendingin memperlihatkan, pendingin mampu mendinginkan air kapasitas 1000 mL pada temperatur stationaire 16oC dalam waktu 20 menit. Efisiensi maksimum dari modul pendingin terjadi ketika perbedaan temperatur antara sisi dingin dan sisi panas hampir minimum. Coeficient of perfomance (COP)termoelectric didapatkan sebesar 0,55.

Kata kunci : pendingin, termoelektrik, COP (Coeficient of Perfomance)

1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi dan meningkatnya kebutuhan manusia akan pengkondisian udara menyebabkan pendinginan menjadi sesuatu hal yang sangat dibutuhkan, seperti proses pendistribusian dan penyimpanan obat-obatan, dan makanan serta minuman. Proses pendinginan secara langsung ditujukan untuk mengawetkan dan juga dapat mempengaruhi cita rasa makanan dan minuman menjadi lebih nikmat. Sebagian besar orang, sangat menyukai sajian makanan dan minuman dalam kondisi dingin, proses pendinginan kapan saja dan dimana saja menjadi salah satu bagian dari kebutuhan mereka, seperti ketika sedang piknik, berada diperjalanan atau di ruangan yang tidak memiliki fasilitas pendingin (kulkas).

Masyarakat yang suka berpergian menginginkan proses pendinginan dapat dilakukan secara praktis. Mendinginkan dengan sistem refrigerasi ataupun dengan es batu bukan merupakan cara yang praktis, apalagi ketika ukuran tempat pendinginan tidak kecil akan sulit dibawa berpergian dan pastinya akan merepotkan. Akan tetapi, dengan menggunakan efek pendinginan termoelektrik (TE) atau efek Peltier, kita bisa mendapatkan proses pendinginan yang praktis dan tidak merepotkan karena TE hanya menggunakan arus listrik dan bentuknya kecil.

Saat ini banyak aplikasi yang menggunakan TEC (alat yang menggunakan efek pendinginan termoelektrik) sebagai sumber pompa panas untuk pendinginan dengan konsep praktis dan portabel. Sebagai contoh adalah pendingin minuman berukuran kecil yang menggunakan USB, pendingin komponen elektronik dan lain sebagainya.

Dengan bertambahnya kebutuhan manusia terhadap proses pendinginan yang praktis dan portabel, salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan box cooler (kotak pendingin) yang memanfaatkan sebuah modul termoelektrik yang lebih dikenal dengan TEC, saat ini lemari pendingin telah dikomersilkan industri, namun harganya lumayan mahal, berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini akan dikembangkan sistem pendinginan pada cooling box dengan TEC.

Penelitian tentang pendingin minuman mini tealh banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, seperti yang dilakukakan Aziz, Subroto 2014, telah melakukan penelitian tentang aplikasi modul pendingin termoelektrik sebagai media pendingin kotak minuman. Penelitian dilakukan dengan pengujian pada kotak pendingin dengan menggunakan jumlah elemen termoelektrik yang berbeda 14,3 oC tanpa beban pendingin dan 16,4 oC dengan beban pendingin 1 liter air. Selain itu pada penelitian Akmal, 2014, analisis performansi thermoelectric cooling box portable menggunakan elemen peltier dengan susunan cascade menyatakan bahwa ada beberapa parameter yang mempengaruhi pendinginan yaitu jumlah cascade yang aktif dan

98

(2)

besarnya input daya yang digunakan. Dimana 1 cascade aktif dicapai 26,38°C, 2 cascade aktif dicapai 23,44°C, 3 cascade aktif dicapai 19,77°C. Pada input daya 50,5 watt, 72,72 watt dan 113,64 watt yaitu mencapai temperatur pendinginan 19,98°C, 19,77°C, dan 18,52°C selama 120 menit. Matthew Barry dkk, 2014, melakukan penelitian mengenai mini refrigerator, menggunakan heat sink, menganalisa kinerja TEC yang terintegrasi dengan penukar kalor. Dongliang Zhao dan Gang Tan, 2014, melakukan penelitian mengenaipotensi penggunaan modul TEC, bahan dasar TEC, pemodelan dan aplikasinya untuk kebutuhan pendinginan skala kecil. Margreth Nino dkk, 2014, telah meneliti pengaruh penambahan elemen peltier terhadap kemampuan menjaga temperatur penyimpanan vaksin dengan berbahan dasar polivinil khlorida memberikan daya listrik 72 Watt. Mainil,rahmat iman, dkk, 2015, melakukan penelitian pada lemari pendingin yang menggunakan keramik pendingin sebagai elemen pendinginnya, dari hasil penelitian menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan ruangan pendingin tanpa menggunakan beban adalah 36 menit dengan temperatur stasioner 14,6 oC. Untuk mendinginkan ruangan pendingin dengan menggunakan beban pendingin membutuhkan waktu 38 menit dengan temperatur stasioner 18,6 oC. Rata – rata perbedaan temperatur ruang pendingin dengan dan tanpa beban pendingin adalah 3,61 oC dan perbedaan temperatur cold sink 2,1oC. Dari penelitian sebelumnya rata-rata menggunakan elemen peltier tipe 12706, namun pencapaian temperatur beban yang didinginkan hanya mencapai paling rendah sekitar 18,6 oC, padahal dengan menggunakan elemen peltier tipe 12706 mampu mencapai temperatur 5 oC pada sisi dingin. Hal ini tentu saja adahal yang salah dalam perancangan atau salah dalam pemilihan komponen-komponenyang digunakan.

Pada penelitian ini modul peltier digunakan sebagai elemen pendingin untuk mendinginkan sebuah pendingin minuman mini. Jumlah modul pendingin yang digunakan akan direncanakan sebanyak dua buah dengan tipe 12706. Jumlah elemen peltier akan mempengaruhi kinerja pendinginan yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dari pendingin minuman. Kinerja yang dimaksud meliputi yaitu temperatur stasioner terendah yang mampu dicapai lemari pendingin dan COP lemari pendingin yang didapat. Diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi saran tindak lanjut untuk melakukan optimalisasi alat coolbox sehingga untuk penelitian yang akan datang alat ini memiliki performansi yang semakin baik.

2. Tinjauan Pustaka 2.1 Termoelektrik dan TEC

Termoelektrik (TE) adalah suatu fenomena dimana adanya beda tegangan dapat menghasilkan beda temperatur dan sebaliknya. Efek pendinginan termoelektrik ditemukan oleh fisikawan Perancis, Jean Charles Athanase Peltier, pada tahun 1834. Efek pendinginan termoelektrik atau disebut efek Peltier adalah efek pendinginan yang terjadi pada sambungan dua material berbeda yang diberi tegangan/arus listrik.

Peltier Device atau thermoelectric cooler (TEC) adalah suatu alat pendingin (pompa panas) yang menggunakan prinsip termoelektrik. Alat ini memiliki susunan seperti sandwich yang terbentuk dari dua lempengan keramik yang mengapit rangkaian material semikonduktor tipe N dan tipe P seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Biasanya TE untuk pendingin hampir selalu memiliki konstruksi bismuth telluride (Bi2Te3)

pada material semikonduktornya.

Gambar 1 Thermoelectric Cooler atau TEC

2.1.1 Cara kerja

Penjelasan dari efek Peltier membutuhkan pengertian tentang perilaku elektron-elektron di dalam logam. Tidak semua elektron di dalam logam terikat, beberapa elektron merupakan elektron bebas. Elektron-elektron bebas ini berlaku seperti gas. Densitas dari Elektron-elektron bebas ini berbeda-beda tiap material, sehingga ketika dua material logam berbeda disambung, gas-gas elektronnya berdifusi satu dengan lainnya. Pembawa muatan di material akan berdifusi ketika ujung konduktor memiliki beda temperatur dari konduktor lainnya. Pembawa panas berdifusi dari panas ke dingin, dimana terdapat densitas rendah pada pembawa panas yang berada di bagian dingin. Pembawa dingin berdifusi dari dingin ke panas.

(3)

Gambar 2Ilustrasi pergerakan elektron

Modul TE terdiri dari sepasang material semikonduktor tipe N dan tipe P. Elektron di dalam elemen tipe N akan bergerak berlawanan dengan arah dari arus dan hole di dalam elemen tipe P akan bergerak searah dengan arus, keduanya akan membuang panas dari satu sisi ke sisi lainnya[4] seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.2. Ketika arus DC diberikan, panas dipindahkan dari satu sisi ke sisi yang berlawanan dimana panas tersebut dibuang ke sekeliling dengan heatsink. Oleh karena itu TEC juga disebut pompa panas. Kelebihannya, proses pendinginan dilakukan tanpa ada bagian yang bergerak, tidak menggunakan refrigeran, tidak berisik, tidak bergetar, berukuran kecil dan tahan lama. Selain itu, keuntungan dari penggunaan TEC adalah sistemnya relatif sederhana, cukup membutuhkan dimensi yang kecil, perubahan temperatur yang dihasilkan dapat kita atur lebih teliti dan digunakan pada temperatur ruangan dan bawahnya. Perubahan temperatur pada TEC bisa terjadi dengan cepat, tetapi untuk menghindari kerusakan dari ekspansi termal, laju perubahan diatur agar penurunan temperatur hanya 1°C/detik. Catu daya yang dibutuhkan berupa catu daya DC, dimana tidak melebihi Vmax dari modulnya.

2.1.2 Perhitungan

TEC biasanya disertai dengan datasheet yang menunjukkan kurva performansinya.

(4)

(a) (b)

Gambar 3Kurva performansi TEC yaitu (a) Beda temperatur terhadap kapasitas panasnya, (b) Beda temperatur terhadap tegangan

listrik

Kurva pada Gambar 2.3 hanya sebagai contoh dari datasheet TEC karena kurva tersebut akan berbeda tergantung dari spesifikasi TEC yang digunakan dan produsennya. Dari kurva tersebut kita dapat mengetahui kapasitas panas, arus dan besar tegangan listrik yang diinginkan atau dibutuhkan pada sistem. Sebagai contoh, dalam proses pendinginan jika diketahui besar kapasitas panas yang ingin dibuang adalah 30 W dan arus yang ingin digunakan (atau maksimum arusnya) adalah 3,02 A maka dari kurva (a) dapat diketahui beda temperaturnya sebesar 20°C. Lalu dari kurva (b), kita bisa mengetahui besar tegangan yang diperlukan yaitu 7 V.

Jika parameter-parameter tersebut telah diketahui maka kita dapat menghitung besar daya listrik, total beban panas pada bagian sisi panas (hotside) TEC yang membuang panas dan besar temperaturnya. Formulasinya diberikan dari referensi yaitu,

Daya yang dibutuhkan oleh TEC

(2.1)

Temperatur pada sisi panas TEC

(2.2)

2.2 Perpindahan Panas

Dalam merancang sistem pendinginan pada cooling box diperlukan analisis mengenai perpindahan panas yang terjadi dari sekeliling ke cooling box dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendinginan yang diinginkan. Berikut akan dijelaskan dua modus perpindahan panas yaitu konveksi dan konduksi satu dimensi. 2.3 Konveksi bebas

Laju perpindahan panas dari lingkungan ke cooling box merupakan konveksi bebas atau disebut juga konveksi alami karena udara sekitar dianggap diam. Dengan menggunakan hukum pendinginan Newton, ( ) (2.3)

besar laju perpindahan panas konveksi dari sekeliling ke dalam cooling box dapat dihitung. Koefisien konveksi dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui jenis aliran udara disekitar cooling box. Dengan menggunakan persamaan untuk bilangan Rayleigh, jenis aliran dapat ditentukan.

Rayleigh number (Ra) untuk pelat datar, ( )

(2.4)

Jika bilangan Ra ≤ 109 maka alirannya laminar dan untuk nilai Ra > 109 maka aliran menjadi turbulen.

Bilangan Nusselt untuk aliran laminar di pelat vertikal pada konveksi bebas yaitu

̅̅̅̅

[ ( ) ] (2.5)

(5)

Untuk pelat horisontal, bilangan Nusseltnya berbeda dengan pelat vertikal karena dipengaruhi oleh aliran (Gambar 2.4). Pada pelat horisontal menggunakan panjang karakteristik,

(2.6)

Gambar 4Aliran pada pelat horisontal dingin (Ts<T∞) dan panas (Ts>T∞): (a) Permukaan atas dari pelat dingin, (b) Permukaan

bawah dari pelat dingin, (c) Permukaan atas dari pelat panas, dan (d) Permukaan bawah dari pelat panas Bilangan Nusselts untuk permukaan atas pelat panas dan permukaan bawah pelat dingin.

̅̅̅̅

(2.7)

Bilangan Nusselts untuk permukaan atas pelat dingin dan permukaan bawah pelat panas.

̅̅̅̅

(2.8)

Setelah menghitung bilangan Nusselts, koefisien konveksi bebas dapat dihitung dengan persamaan berikut, ̅ ̅̅̅̅ (2.9)

Dimana sifat-sifat udara (k, α, ν, β dan Pr) dihitung pada temperatur filmnya yaitu

(2.10)

dengan β = 1/TF untuk udara sebagai gas ideal.

2.3.1 Konduksi dinding datar

Perpindahan panas yang terjadi pada dinding cooling box dan kotak minuman dapat dihitung dengan persamaan konduksi satu dimensi untuk dinding datar yaitu

( ) (2.11)

Dinding cooling box terdiri dari susunan seri material insulasi yang memiliki nilai konduktivitas termal dan tebal yang berbeda-beda. Susunan ini dapat disebut juga sebagai dinding komposit. Material-material berbeda yang disusun vertikal secara berlapis memiliki rangkaian termal seri seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. Besar laju perpindahan panas konduksi untuk dinding komposit juga dapat dihitung dengan persamaan berikut,

(2.12)

Dimana U adalah jumlah koefisien perpindahan panas total yakni

Rtotal adalah total resistansi termal dari dinding.

Substisikan nilai U ke dalam Persamaan 2.13, sehingga didapat

(2.13)

(6)

2.4 Termodinamika

2.3.1 Coefficient of performance

Kinerja mesin pendingin dapat dilihat dari koefisien prestasi atau lebih dikenal COP (Coefficient of Performance). Koefisien prestasi untuk siklus refrigerasi apapun adalah rasio dari efek refrigerasi terhadap kerja (W) yang dibutuhkan untuk mencapai efek pendinginan tersebut. Parameter kinerja mesin pendingin pada umumnya adalah besar beban pendinginan (Qin) dan kerja siklus (Wsiklus). Parameter kinerja pada

cooling box ini adalah beban pendingin (QC) dan daya elektrik total (PE).

Koefisien prestasi/Coefficient of Performance (COP) adalah

(2.15)

3. Metodologi Penelitian 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 5Diagram alir penelitian

(7)

3.2 Skema rancangan alat

Gambar 6 Skematik rancangan alat

3.3 Skematik pengujian

Gambar 7 Skematik pengujian alat

Pengujian dilakukan pada saat kondisi alat diisi dengan beban pendingin berupa air botol mineral gelas. Sebelum melakukan pengujian maka harus dilakukan pengecekan

alat sbb:

1. Pastikan semua tombol listrik dalam kondisi off .

2. Pastikan semua peralatan listrik sudah terinstall dengan baik.

(8)

3. Cek alat ukur temperatur apakah sudah berada dalam kondisi baik. 4. Cek pemasangan alat ukur apakah sudah baik dan sudah tepat posisinya.

Prosedur pengambilan data sbb:

1. Sambungkan kabel listrik pada sumber tegangan 2. Aktifkan modul elemen beserta kipas angin pendingin 3. Ambil data setiap 2 menit .

4. Hasil dan Pembahasan

Setelah melakukan pengujian pada pendingin minuman, didapatkan beberapa data tentang kemampuan lemari pendingin dalam mendinginkan beban pendingin.

Gambar 8 Data temperatur untuk pengujian lemari pendingin

Gambar 9 Data daya masuk dan daya beban pendinginan pada lemari pengujian

Temper

at

ur

(

o

C)

Waktu (menit)

Th Heat sink Tc Heat sink T atmosfer

Temperatur beban pendinginan

Da

ya

(w

at

t)

Waktu ( menit )

Pe Qc

105

(9)

Gambar 10 COP lemari pendingin

Hasil pengujian lemari pendingin bercatu daya termoelektrik dengan menggunakan beban pendingin dapat dilihat pada Gambar 8 sampai Gambar 10. Dari Gambar 8 memperlihatkan penurunan temperatur di dalam ruangan pendingin dan beban yang didinginkan yang cukup signifikan, berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan pendingin minuman mampu mendinginkan beban yang ada di dalamnya.

Peningkatan temperatur heat sink menunjukkan bahwa panas dari dalam ruangan dan panas dari beban pendingin dibuang ke lingkungan. Waktu yang dibutuhkan oleh lemari pendingin bercatu daya termoelektrik mencapai temperatur stasioner sebesar 8 0C untuk temperatur cold sink adalah 34 menit, sementara temperatur stasioner yang dicapai beban pendingin adalah 16 oC dimulai pada menit 20. Dari Gambar 9 terlihat daya pendingin untuk mendinginkan beban, daya listrik suplai yang masuk rata-rata sekitar 96 Watt, dan dimanfaatkan sebesar 53 watt untuk pendinginan. Gambar 10 memperlihatkan nilai coefficient of performance dari lemari pendingi minuman. Nilai COP tertinggi didapatkan sebesar 0,56. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan lemari pendingin mendinginkan beban dengan menggunakan elemen pendingin termoelektrik masih rendah jika dibandingkan dengan pendingin yang menggunakan siklus kompresi uap karena nilai COP nya rata-rata diatas 1.

5. Kesimpulan dan Saran

Dari pengujian pada alat pendingin ini, dapat diambil beberapa kesimpulan, pertama, penggunaan elemen pendingin termoelektrik (TEC) (elemen Peltier) pada lemari pendingin minuman telah dibuat dan diuji untuk pendinginan pada beban kecil, dan dari hasil pengujian, alat ini sudah mampu untuk mendinginkan minuman kaleng atau air mineral botol. Kedua, pemakaian elemen peltier pada lemari pendingin bervolume 27 L memberikan hasil yang baik jika diterapkan pada beban pendingingan yang kecil seperti air mineral atau minuman kaleng. Temperatur beban pendingin terendah yaitu 16 0C yang dicapai dengan waktu 20 menit, sedangkan temperatur cold sink 8 0C dicapai dalam waktu 34 menit pada beban pendingin 1000 mL air mineral.

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu, lemari pendingin perlu ditambahkan isolator yang lebih bagus untuk dapat menahan panas agar bertahan lebih lama, pembuangan panas pada sisi panas dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi heat pipe.

Daftar Pustaka

[1] Dongliang Zhao dan Gang Tan. 2014. A Review of Thermoelectric Cooling:Material, Modeling and Applications. Applied ThermalEngineering, Vol. 66, pp 14-24.

[2] Margreth Nino, Ishak Sartana Limbong dan Ben Vasco Tarigan, 2014, Pengaruh Penambahan Elemen Peltier terhadap Kemampuan Menjaga Temperatur Penyimpanan Vaksin dengan Berbahan Dasar Polivinil Khlorida (PVC), Lontar Jurnal Teknik Mesin Undara, Vol. 1 no.2 2014, pp 40-46.

[3] Moran and Saphiro. 2011.Fundamental of Engineering Thermodynamics.7 th Edition. New York: willey and Sons.

Co

ef

ici

e

n

t

of

P

er

fom

anc

e

Pe (Daya masuk (Watt))

COP 96 96.2 97 96.7 97.1 97 95.5

106

(10)

[4] Akmal M, 2014. Analisis Performansi Thermoelectric Cooling Box Portable Menggunakan Elemen Peltier Dengan Susuna Cascade. Tugas Akhir. Program Sarjana Fakultas Teknik Universitas Riau.

[5] Aziz, Subroto, Silpana. 2015. Aplikasi Modul Pendingin Termoelektrik Sebagai Media Pendingin Kotak Minuman. Jurnal Rekayasa.

[6] Matthew M. Barry, Kenechi A. Agbim, Minking K. Chyu, 2014, Journal of Electronic Materials.

[7] Mainil, Rahmat, 2015. Penggunaan Modul Thermoelectric sebagai Elemen Pendingin Box Cooler. Seminar Nasional Itenas.

Biodata Penulis

Dian Wahyu, memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T), Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas, lulus tahun 2008. Tahun 2013 memperoleh gelar Magister Teknik (M.T) dari Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung. Saat ini sebagai Staf Pengajar pada Jurusan/Prodi Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang.

Gambar

Gambar 3 Kurva performansi TEC yaitu (a) Beda temperatur terhadap kapasitas panasnya, (b) Beda temperatur terhadap tegangan  listrik
Gambar 4 Aliran pada pelat horisontal dingin (T s &lt;T ∞ ) dan panas (T s &gt;T ∞ ): (a) Permukaan atas dari pelat dingin, (b) Permukaan  bawah dari pelat dingin, (c) Permukaan atas dari pelat panas, dan (d) Permukaan bawah dari pelat panas
Gambar 5 Diagram alir penelitian
Gambar 6 Skematik rancangan alat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Interaksionisme Simbolik Interaksionisme Simbolik adalah segala hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik

- Dalam mengecek RDKK, perusahaan mengacu kepada data luas subak dan Dinas Pertanian Provinsi Bali, sehingga dari dat a tersebut dapat dicocokkan luas lahan yang

Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan,

Dalam aspek emosional, individu pada masa kanak-kanak akhir juga mengalami perkembangan yang menonjol, yang antara lain ditandai dengan munculnya kemampuan mengendalikan

Masalah utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: apakah dengan media Powerpoint dapat meningkatkan hasil belajar tematik indahnya kebersamaan pada

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank Perkreditan Rakyat

Perbedaan dari penelitian Ernawati Purwaningsih dengan penelitian peneliti ini yaitu pada penelitian Ernawati Purwaningsih ingin megetahui penyesuayan diri penghuni rumah

Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs adalahsalah satu bentuk satuanpendidikan formal dalam binaan Kantor Kementerian Agama yang menyelenggarakan