• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Permasalahan permukiman yang sering dijumpai di perkotaan saat ini adalah berkurangnya lahan untuk digunakan sebagai tempat tinggal akibat dari pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan. Selain itu banyaknya penduduk desa yang bermigrasi ke kota menyebabkan timbulnya permukiman-permukiman kumuh (slum) yang legal maupun ilegal/ permukiman liar (squatter). Konversi lahan yang terjadi di perkotaan juga mengakibatkan berkurangnya lahan hunian. Permasalahan permukiman kota ini menjadi dampak yang sangat luas tidak saja dari aspek lingkungan namun dari aspek ekonomi sesesorang.

Dewasa ini telah diambil serangkaian kebijaksanaan dalam pengembangan daerah perkotaan sebagai wilayah permukiman. Budihardjo (1984) menyatakan bahwa perluasan lingkungan wilayah permukimannya secara drastis, terutama dengan membuka tanah-tanah baru,baik melalui cara tidak langsung oleh pemerintah (kredit untuk real estates) maupun langsung oleh pemerintah (penyediaan perumahan murah dan sebagai kelanjutan, rumah susun). Salah satu alternatif pembangunan yang dapat dilakukan dalam permasalahan kota adalah pembangunan rumah susun. Pembangunan rumah susun ini merupakan konsekuensi yang sangat logis di kota besar terutama kawasan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi. Di samping itu, yang penting dewasa ini sebenarnya adalah bukan masalah kurangnya jumlah rumah, akan tetapi lebih menyangkut banyaknya rumah yang tidak bermutu dan lingkungannya yang tidak sehat(Hardoy et a.1985 dalam Sofyan.1996).

Pembangunan permukiman seringkali tidak memikirkan dampak yang terjadi setelah pembangunan karena hanya memikirkan kondisi fisik bangunannya saja tidak memikirkan kondisi sosial ekonomi dan budaya.Masalah perumahan yang hanyaterpancang pada kuantitas dan standar fisik, akan menghasilkan kebijakan yang tidak manusiawi dan tidak

(2)

2 menyentuh denyut nadi kehidupan masyarakat. Banyaknya kegagalan dalam bidang permukiman karena bangunan maupun lingkungan buatan hanya dianggap sebagai benda mati yang stastis. Lebih tragis lagi, bila masyarakat pemukimannya hanya dipandang sebagai perkumpulan nomer dan angka-angka berdasarkan statistik kecamatan belaka (Budihardjo,1984).

Menyimpulkan uraian dari Budiahardjo di atas bahwa, pembangunann rumah susun juga harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi dan budaya penghuni setelahnya, bukan hanya memperhatikan kondisi fisik pembangunannya, karena penghuni berperan penting dalam menjaga kondisi fisik dan lingkungan rumahsusun setelahnya. Salah satu masalah dalam permukiman rumah susun adalah ketidakmapanan pemukimannya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan masih adanya sebagian satuan rumah susun yang masih kosong, atau sudah dibeli tetapi ternyata belum atau tidak ditempati.(Sofyan,1996)

Berdasarkan uraian diatas bahwa, peningkatan penduduk terutama di Pulau Jawaakan menimbulkan semakin meningkatnya kebutuhan lahan. Bila terjadi di kota-kota besar seperti permasalahan yang akan timbul dari peningkatannya jumlah penduduk misalnya kelangkaan lahan, harga tanah semakin mahal,serta kemerosotan lingkungan dan kesehatan.

Kota Bandung merupakan salah satu kota terbesar keempat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya dan Medan. Pembangunan dan pengembangan berbagai kegiatan kota mengakibatkan kebutuhan lahan di Kota Bandung meningkat. Sesuai dengan PP No.16/1987 tentang perluasan wilayah administrasi Kota Daerah Tingkat II Bandung, luas Kota Bandung adalah 16.729.65 hektar. Daerah dengan luas lahan tersebut terdiri dari 26 kecamatan dan 135 kelurahan yang tergabung menjadi 6 Wilayah Pembangunan (WP) (Rencana Tata Ruang Kota Bandung 2013, Tahun 2001). Berikut adalah Tabel I.1 Luas Wilayah Pengembangan Kota Bandung:

(3)

3 Tabel 1.1 Wilayah Pengembangan Kota Bandung

Wilayah Pengembangan Luas (Hektar)

Bojonegara 2.330,27 Cibeunying 2.935,37 Karees 2.107,16 Tegallega 2.707,17 Gedebage 2.601,97 Ujung Berung 4.047,71 Jumlah 16.729,65 Sumber: Rencana Umum Tata Ruang Kota Bandung 2013

Keadaan tersebut juga terjadi di Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung mengatasi permasalahan tersebut dengan membangun komplek rumah susun untuk mengurangi kepadatan dan mengurangi timbulnya permukiman kumuh akibat jumlah penduduk yang semakin meningkat. Keputusan tersebut dinilai sangat tepat karena kebutuhan akan rumah bagi masyarakat Kota Bandung akan banyak teratasi.

Rumah Susun Sarijadi merupkaan salah satu rumah susun yang terdapat di Kota Bandung. Rumah susun ini terletak di Kelurahan Sarijadi, Kecamatan Sukasari. Rumah susun ini dibangun oleh Perum Perumnas Cabang VI Bandung serta konsultan perencana di atas lahan kosong seluas 3,5 hektar. Rumah susun ini sudah dihuni sejak tahun 1980. Rumah susun ini memiliki 16 blok, setiap bloknya memiliki 64 unit dengan masing-masing bertipe 36.

Adanya pembangunan rumah susun ini banyak membantu mengurangi beban Kota Bandung dalam penyedian rumah bagi masyarakatnya, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Pembangunan rumah susun ini merupakan konsekuensi yang logis bagi kota-kota besar yang memiliki kepadatan penduduk tinggi.

(4)

4 I.2. Perumusan Permasalahan Penelitian

Salah satu permasalahan permukiman yang timbul di kota-kota besar adalah terkonsentrasinya penduduk dalam suatu wilayah yang melebihi daya dukung. Kondisi tersebut akan menimbulkan semakin sempitnya ruang yang tersedia di daerah perkotaan. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu pemecahannya dengan membangun permukiman secara vertikal atau rumah susun.

Pembangunan rumah susun bukan berarti tidak memiliki permasalahan. Permasalahan yang sering muncul di rumah susun misalnya kebisingan, kondisi lingkungan yang kumuh juga membuat penghuni kurang nyaman bertempat tinggal. Hal tersebut merupakan salah satu kendala untuk beradaptasi bagi penghuni baru yang akan tinggal di rumah susun. Perpindahan dari non rumah susun ke rumah susun akan menimbulkan banyak dampak seperti kondisi sosial ekonomi para penduduk setelah tinggal di rumah susun.

Dalam kasus ini, pembangunan rumah susun Sarijadi ini menggunakan sistem sewa dan jual beli dimana penguninya merupakan golongan menengah kebawah. Harga sewa dan harga beli rumah susun ini relatif mahal. Untuk menyewa rumah susun Sarijadi ini dikenakan 7.000.000-10.000.000 rupiah/tahun dan untuk membeli satu unit rumah susun di rumah susun Sarijadi ini sekitar 60.000.000-80.000.000 rupiah. Selain perbedaan karakter penghuni hal tersebut juga melatarbelakangi perbedaan kondisi sosial ekonomi penghuni rumah susun tersebut.

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:

1. Faktor dominan apa yang mempengaruhi perpindahan penghuni dari non rumah susun ke rumah susun ?

2. Adakah perbedaan kondisi sosial ekonomi penghuni setelah perpindahan ke rumah susun?

Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya,maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “PENGARUH PERPINDAHAN PENGHUNI NON RUMAH SUSUN KE

(5)

5 RUMAH SUSUN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGHUNI DI RUMAH SUSUN SARIJADI KOTA BANDUNG”

I.3. Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:

1. Faktor dominan yang mempengaruhi perpindahan penghuni non rumah susun ke rumah susun

2. Perbedaan kondisi sosial ekonomi setelah berpindah ke rumah susun

I.4 Kegunaan Penelitian

Manfaat yang ingin diberikan dalam penelitian adalah dapat dijadikan sebagai referensi dalam suatu penelitian dan menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya, dan juga hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumbang saran untuk mengambil kebijakan permukiman terkait dengan penyediaan permukiman bagi masyarakat menengah ke bawah di perkotaan.

1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Tinjauan Teoritis

Perumahan merupakan masalah kompleks yang berkaitan dengan segi-segi sosial, ekonomi, budaya,ekologi dan sebagainya. Kompleksitas ini adalah wajar, mengingat hakekat dan fungsi perumahan yang begitu luas dalam kehidupan manusia,walaupun tidak dengan sendirinya berarti selalu diperhatikan ataupun diperhitungkan. Rumah menunjukan tempat tinggal. Orang yang bermukim berarti tinggal di satu tempat. Secara fisik orang dikatakan bertempat tinggal, apabila ia telah menemukan lingkungan alamnya yang cocok baginya serta mempunyai peralatan yang ia butuhkan untuk bertempat tinggal. Bahwa hal ini tidak selalu terjadi demikian terlihatlah pada kenyataan nomadisme, namun hal itu tidaklah normal. Bermukim pada hakekatnya adalah menetap, oleh karena itulah maka rumah disebut “maison” atau “mansion”, suatu pengertian yang menunjukkan

(6)

6 manusia tinggal secara menetap. Bermukim pada dasarnya mengacu pada adanya ketenangan (innerlijkheid, innerlickhkeit). Ketenangan ruang (spasial) dalam rumah membawa pula ketenangan rohani bagi manusia. (Poespowardojodalam Budihardjo.1984)

Setiap daerah mempunyai karakter, tantangan, dan kemampuan yang berbeda. Kapasitas pengendalian perkembangan dan memenuhi permintaan akan pelayanan kota menjadi penyebab masalah permukiman di masing-masing daerah. Fungsi pengendalian pemerintah daerah sangat penting bagi daerah yang permintaan akan perumahannya sangat kuat. Kekuatan permintaan akan perumahan tergantung pada tingkat pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi setempat (Kuswartojo,dkk.2005). Dengan pertumbuhan penduduk yang cepat tanpa dibarengi dengan jumlah lahan yang tersedia menimbulkan permukiman kumuh. Permukiman kumuh merupakan permukiman dengan kualitas yang buruk yang mencerminkan kemiskinan penghuninya sebagai akibat ketidakmampuannya bertempat tinggal di daerah yang layak huni dengan ciri – ciri kepadatan penduduk dan bangunan tinggi, sanitasi buruk, sarana dan prasarana penunjang kehidupan terbatas (Marwasta, 2001).

Pada masa yang lalu,di mana penduduk masih jarang dan tanah yang dipergunakan untuk daerah tempat tingggal masih cukup luas, masyarakat dapat membangun tempat tinggalnya secara menyebar luas. Akan tetapi pada masa kini, terutama di kota-kota besar,dimana penduduknya sangat padat sedangkan tanah untuk menjadi daerah tempat tinggal semakin langka. Salah satu sistem yang mungkin dapat menampung kebutuhan yang demikian besar akan perumahan dalam keadaan yang terbatas adalah sistem flat/rumah susun,yaitu dengan membangun perumahan dengan sistem menumpuk ke atas. Dalam hubungan ini, apabila akan dibangun suatu perumahan baru bagi suatu golongan masyarakat tertentu sebaiknya diperhatikan pula nilai-nilai lama yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan, dalam hal ini adalah masyarakat dari kelompok berpenghasilan rendah (Sarwono, 1984dalam Budihardjo). Menurut UU No.20 tahun 2011 tentang Rumah Susun dijelaskan pada pasal 15 bahwa,

(7)

7 “Pembangunan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh setiap orang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pemerintah”.

Hal ini menunjukan bahwa pembangunan rumah susun ditujukan untuk membantu seseorang mempermudah mendapatkan tempat tinggal khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Berdasarkan tinjauan teoritis tersebut dan melihat kondisi daerah penelitian, Bandung merupakan salah satu kota besar yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga turut mencanangkan program rumuh susun yang diperuntukan bagi golongan menengah kebawah. Rumah susun diharapkan dapat membantu mengurangi beban pemerintan Kota Bandung dalam penyediaan rumah bagi masyarakat dengan tidak mengurangi nilai-nilai sosial ekonomi dan budaya dalam pembangunan rumah susun tersebut.Oleh karena itu, peneliti meneliti salah satu rumah susun yang ada daerah Bandung terkait kondisi sosial ekonomi penghuni dan faktor dominan apa yang mempengaruhi penghuni non rumah susun pindah ke rumah susun.

1.5.2 Tinjauan Empiris

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Erma Dwi Purwanti (2010) dengan tujuan mengetahui pengaruh kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta mengenai Rumah Susun Sederhana Sewa di Kelurahan Cokrodirjan dalam menanggulangi kawasan kumuh dan kemiskinan, mengetahui perbedaan karakteristik sosial ekonomi penghuni Rusunawa Congkrodirjan dan Kampung Gemblakan Bawah, dan mengetahui peningkatan pendapatan rumah tangga setelah menempati rumah susun sederhana sewa. Dimana dalam penelitiannya dilakukan komparasi antara kualitas rumah dan lingkungan rumah susun dengan kualitas rumah dan lingkungan bukan rumah susun. Peneliti menyoroti rumah susun sebagai inovasi baru dalam menangani kawasan permukiman pinggir sungai di perkotaan Yogyakarta. Dalam penelitiannya, peneliti juga memasukkan aspek sosial ekonomi sebagai yang dipengaruhi oleh kualitas huniannya. Atas dasar penelitian tersebut, penelitian ini ingin mengetahui kondisi sosial ekonomi penghuni rumah susun di rumah susun Sarijadi Bandung.Persamaan dari penelitian

(8)

8 peneliti kali ini dengan penelitian Erma Dwi Purwanti yaitu mengenai rumah susun dalam menanggulangi kawasan permukiman kumuh. Perbedaaan dari penelitian Erma Dwi Purwanti dengan penelitian peneliti ini yaitu penelitian Erma Dwi Purwanti lebih membahas kualitas rumah susunnya sedangkan penelitian peneliti ini lebih membahas kondisi sosial ekonomi penghuni setelah berpindah ke rumah susun.

Penelitian di daerah serupa juga dilakukan oleh Rudi Sofyan (1996) dengan tujuan penelitian mengetahui jenis kemapanan pemukiman dari berbagai letak lantai satuan rumah susun,mengetahui alasan-alasan aspek fisik dan non fisik dari faktor pendoronguntuk pindah dari daerah asal dan faktor penarik untuk memukimi rumah susun dan mengetahui pengaruh karakteristik sosial-ekonomi,kualitas permukiman asal dan kualitas rumah susun para pemikiman rumah susun terhadap jenis kemapanan. Rumah susun yang diteliti pada penelitian Rudi Sofyan ini sama dengan rumah susun yang akan diakukan oleh penelitian saat ini. Pada penelitian Rudi Sofyan disebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan penghuni ke rumah susun.Atas dasar penelitian tersebut,maka peneliti mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi perpindahan penghuni ke rumah susun tersebut berdasarkan penelitian yang telah dilakukan olehRudi Sofyan. Perbedaan dari penelitian penelitiini dengan penelitian Rudi Sofyan yaitu pada penelitian Rudi Sofyan menyebutkan seluruh faktor perpindahan penghuni non rumah susun ke rumah susun sedangkan penelitian peneliti ini ingin mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi perpindahan penghuni non rumah susun ke rumah susun.

Pada penelitian Erma Dwi Purwanti (2011) yang membahas penyesuaian diri penghuni rumah susun terhadap lingkungan tempat tinggal khusus penghuni rumah susun juga yang mendasari penelitian sehingga ingin mengetahui kondisi sosial penghuni rumah susun setelah menghuni rumah susun. Pada hasil penelitian Erma Dwi Purwanti disebutkan sebagian besar penghuni rusun beradaptasi by reaction terhadap lingkungan fisik. Adaptasi by reaction banyak dilakukan penghuni rumah susun terhadap keterbatasan ruang,penggunaan ruang, tempat menjemur,pemenuhan

(9)

9 kebutuahan air minum dan tempat bermain anak. Penelitian Ernawati Purwaningsih juga sama dengam penelitian peneliti yaitu sama-sama membahas rumah susun. Perbedaan dari penelitian Ernawati Purwaningsih dengan penelitian peneliti ini yaitu pada penelitian Ernawati Purwaningsih ingin megetahui penyesuayan diri penghuni rumah susun terhadap lingkungan tempat tinggal khusus penghuni rumah susun,sedangkan penelitian peneliti ingin mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi perpindahan penghuni non rumah susun ke rumah susun dan ingin mengetahui kondisi sosial ekonomi penghuni setelah menghuni rumah susun.

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya, peneliti mencoba melakukan penelitian kondisi sosial ekonomi masyarakat rumah susun Sarijadi yang ada di Kota Bandung. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah adanya sorotan utama terhadap faktor dominan yangmempengaruhi perpindahan penghuni non rumah susun ke rumah susun terhadap kondisi sosial ekonominya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi penghuni non rumah susun untuk pindah ke rumah susun dan juga mengetahui perbedaan kondisi sosial ekonomi penghuni setelah menghuni rumah susun. Berikuti ini adalah Tabel 1.2 Keaslian Penelitian.

(10)

10 Tabel 1.2 Keaslian Penelitian

No Judul Peneliti Tujuan Metode Pendekata Hasil Penelitian

1 Evalusi Kemapanan Permukiman di Rumah Susun Sarijadi Kotamdya Bandung Rudi Sofyan (1996)

Mengetahui jenis kemapanan pemukiman dari berbagai letak lantai satuan rumah susun,mengetahui alasan-alasan aspek fisik dan non fisik dari faktor pendorong untuk pindah dari daerah asal dan faktor penarik untuk memukimi rumah susun dan mengetahui pengaruh karakteristik sosial-ekonomi, kualitas permukiman asal dan kualitas rumah susun para pemikiman rumah susun terhadap jenis kemapanan.

Survei

lapangan/wawancara, Random sampling, dan Analisis dengan sistem Skoring/ pengharkatan.

Keruangan Kemapanan Sedang,kemapanan di dominasi oleh kualitas rumah susunnegatif,tingkat penghasilan keluarga dan jarak ke tempat kerja tidak signifikan. Penghuni menganggap kualitas perukiman rumah asal dirasakan relatif lebih baik di bandingkan kualitas rumah susun.

(11)

11 Lanjutan Tabel 1.2. Keaslian Penelitian

No Judul Peneliti Tujuan Metode Pendekata Hasil Penelitian

2 Studi Komparatif

Kualitas Rumah dan Lingkungan Rumah Susun dan Bukan Rumah Susun

Erma Dwi Purwanti (2010)

Mengetahui pengaruh kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta mengenai Rumah Susun Sederhana Sewa di Kelurahan Cokrodirjan dalam menanggulangi kawasan kumuh dan kemiskinan. Mengetahui perbedaan karakteristik sosial ekonomi penghuni Rusunawa

Congkrodirjan dan Kampung Gemblakan Bawah.

Mengetahui peningkatan pendapatan rumah tangga setelah menempati rumah susun sederhana sewa.

Survei lapangan dengan kuisioner, Pengambilan dataa secara random sampling, dan Analisis kuantitatif dan kualitatif.

Keruangan Hasil Penelitian yang

Diharapkan: Terdapat variasi kualitas rumah dan

lingkungan antara kampung rumah susun dan bukan rumah susun. Jenis pekerjaan diduga menjadi faktor yang paling berpengaruh daripada faktor lainnya. Kebijakan rumah susun mampu memberikan solusi positif untuk peremajaan lingkungan permukiman perkotaan. 3 Penyesuaian Diri Penghuni Rumah Susun terhadap Lingkungan Tempat Tinggal : Khusus Penghuni Rumah Susun Cokrodorjan Yogyakarta Ernawati Purwaningsih (2011)

Mengetahui cara penghuni untuk mendapatkan hunian rumah susun. Mengetahui dan Menganalisis penyesuaian diri penghuni rumah susun

terhadap lingkungan tempat tinggal yang baru.

Mengetahui dan menganalisis motivasi penghuni untuk memperoleh tempat tinggal setelah selesai jangka waktu tinggal di rumah susun.

Survei lapangan dengan wawancara. Menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan teknik triangulasi.

Ekologikal Sebagian besar penghuni rusun beradaptasi by reaction terhadap lingkungan fisik. Adaptasi by reaction banyak dilakukan penghuni rumah susun terhadap keterbatasan ruang,penggunaan

ruang,tempat menjemur, pemenuhan kebutuhan air minum dan tempat bermain anak.

(12)

12 Lanjutan Tabel 1.2. Keaslian Penelitian

No Judul Peneliti Tujuan Metode Pendekata Hasil Penelitian

4 Pengaruh Perpindahan Penghuni Non Rumah Susun ke Rumah Susun Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi di Rumah Susun Sarijadi Kota Bandung

Nysa Dwianditha (2013) Mengetahui faktor yang mempengaruhi perpindahan non rumah susun ke rumah susun dan mengetahui perbedaan kondisi sosial ekonomi setelah berpindah ke rumah susun Survai lapangan, Wawancara terstruktu dengan kuisioner, Pengambilan data Secara Random Sampling serta Analisis kuantitatif dan kualitatif.

Keruangan Faktor dominan yang mempengaruhi perpindahan penghuni non rumah susun ke rumah susun adalah karena murah dan letaknya yang strategis. Tidak ada pengaruh kondisi sosial ekonomi stelah melakukan perpindahan dari non rumah susun ke rumah susun, karenan kondisi sosial di non ruah susun dan rumah susun tidak ada perbedaan. Kondisi ekonomi tidak berpengaruh karena jenis pekerjaan tidak berubah.

(13)

13 1.6 Kerangka Pemikiran

Permukiman merupakan tempat beradaptasi manusia dengan lingkungannya.Keterbatasan lahan membuat manusia tidak bisa bebas memilih tempat tinggal yang ingin mereka huni. Jumlah penduduk yang semakin meningkat membuat kelangkaan tersedianya permukiman non rumah susun, sehingga mau tidak mau harus mencari alternatif lain untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak huni. Pada saat ini rumah susun merupakan alternatif yang terbaik untuk dijadikan tempat tinggal.

Kondisi lingkungan di permukiman rumah susun berbeda dengan di permukiman non rumah susun. Meskipun rumah susun merupakan alternatif terbaik saat ini untuk dijadikan tempat tinggal,namun hal ini tidak serta merta menyelesaikan masalah. Timbulnya permasalahan yang ada di dalam permukiman rumah susun ini merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penduduk memilih tinggal di permukiman rumah susun.Perbedaan kondisi tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi para penghuni rumah susun.

Rumah susun juga banyak dicari oleh para penduduk yang melakukan migrasi yang biasanya ke kota-kota besar untuk mencari nafkah. Hal tersebut yang menimbulkan keragaman kondisi sosial ekonomi para penghuni di permukiman rumah susun yang menarik untuk dipelajari,untuk lebih memahami kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.6

(14)

14 Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran

Tingkat Pengeluaran Tingkat Pendidikan Tingkat Kesehatan Jenis Pekerjaan Tingkat Pendapatan

Ada/ Tidak Perbedaan Kondisi Sosial Ekonomi Setelah Pindah ke Rumah Susun

Faktor Dominan Perpindahan Peningkatan Jumlah Penduduk Kebutuhan Tempat Tinggal KeterbatasanLahan

Non Rumah Susun

Kondisi Sosial Ekonomi RumahSusun

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, kasih karunia, dan bimbingan-Nya sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat

1) Analisis zona agroekologi; analisis ini berdasarkan pada kesesuaian tumbuh tanaman terhadap kondisi lingkungan fisik yang terdiri dari sifat fisik dan

F statistic sebesar 0.000740 ˂ 0.05, maka H0 ditolak yang berarti Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

Data yang didapatkan setelah melakukan eksperimen dengan besar intensitas pencahayaan adalah 438 lux dan temperatur ruangan sebesar 32 o C .Kegiatan eksperimen

Komponen kedua yaitu negatif abnormal audit fee yang merupakan penerimaan pendapatan auditor atas imbal jasa yang telah diberikan auditor oleh klien atau