• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Just In Time

Pada tahun 1970 konsep Just In Time mulai dipopulerkan oleh Mr.Taiichi Ohno dan rekannya di Toyota Motor Company, Jepang. Akar dari konsep Just In Time dapat ditelusuri ke lingkungan negara Jepang disebabkan oleh keterbatasan wilayah dan sumber alam serta keengganan Jepang untuk melakukan pemborosan baik persediaan, produksi, pembelian maupun waktu pengiriman. Just In Time berarti dalam suatu rangkaian proses produksi, bahan baku, bahan rakitan atau suku cadang yang diperlukan untuk perakitan tiba pada ujung lini rakit pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan.

Perusahaan yang menerapkan konsep ini pada seluruh lini produksi dapat mendekati persediaan nol. Dari sudut manajemen produksi, kondisi diatas adalah kondisi yang sangat ideal. Oleh karena itu penerapan Just In Time dapat berhasil dijalankan, bilamana proses produksi hanya menerima barang yang tepat pada saat diperlukan dalam jumlah yang diperlukan. Setiap mata rantai dalam rangkaian Just In Time memiliki hubungan yang sangat erat dan bersifat sinkron.

(2)

Lubben (1988) mengatakan The philosophy of Just In Time manufacturing is to operate a simple and efficient manufacturing system capable of optimizing the use of man capable of meeting a customers quality and delivery demands at thelowest manufacturing price atau dengan operasi yang sederhana dan efisien perusahaan diharapkan akan dapat menekan biaya produksi ke tingkat paling rendah, tanpa mengabaikan kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Foster dan Horngren mengatakan bahwa Just In Time memiliki aspek dasar yakni:

semua aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah bagi produk dan jasa dihilangkan karena :

1. adanya komitmen untuk mencapai tingkat mutu yang lebih tinggi. 2. selalu melaksanakan perbaikan yang berkesinambungan dalam hal

efisiensi aktivitas-aktivitasnya.

3. menyederhanakan dan meningkatkan kemungkinan aktivitas yang memiliki Nilai tambah lebih diutamakan.

Sedangkan dalam hal penggunaan teknologi informasi, konsep Just In Time ini membutuhkan penerimaan dan penyampaian informasi yang tinggi, lebih cepat dan tepat agar tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam proses produksi terhadap perubahan pesanan dan produksi dapat tercapai.

Kebanyakan pelaksanaan konsep Just In Time pada industri manufaktur rakitan menggunakan sistem Kanban sebagai media informasi untuk mengirim jumlah bahan rakitan yang tepat pada saat yang tepat pula. Kanban adalah selembar kertas atau kartu yang berperan sebagai pemberi

(3)

informasi yang menghubungkan proses terdahulu dan belakangan pada setiap tingkat alur produksi

2.1.2 Konsep Dasar Just In Time

Sistem Just In Time merupakan suatu konsep filosofi yaitu memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat kualitas prima, dari setiap tahap proses dalam sistem manufacturing, dengan cara yang paling ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan proses terus menerus (continuous process improvement) (Gaspersz, 1998).

Sistem produksi Just In Time menggunakan metode produksi yang berorientasi pada inventory minimum, waktu set up mesin dan peralatan yang pendek, penciptaan pekerja dengan katerampilan multifungsional, serta penyelesaiaan pekerjaan dalam siklus waktu (cycle time) yang pendek sesuai dengan standar yang ditetapkan (Gaspersz, 1998). Persediaan yang minimum bahkan mendekati nol, membuat produk setengah jadi tidak akan menumpuk untuk menunggu proses selanjutnya.

Sistem pengendalian produksi yang biasa (konvensional) dengan menggunakan sistem dorong (push system), mensyaratkan dikeluarkannya berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Penggunaan metode konvensional seperti ini akan menyulitkan proses penyesuaian secara cepat terhadap perubahan yang disebabkan oleh gangguan yang timbul pada

(4)

beberapa proses atau akibat adanya fluktuasi permintaan. Perusahaan harus mengubah jadwal produksi pada setiap proses secara serempak yang cukup menyulitkan untuk mengatasi berbagai

gangguan dan perubahan permintaan ini. Akibatnya perusahaan harus melakukan persediaan di antara semua proses untuk mengatasi gangguan dan perubahan permintaan ini. Sistem ini sering menimbulkan ketidakseimbangan persediaan yang mengakibatkan pemborosan.

Sistem produksi Just In Time bersifat lebih revolusioner, proses berikutnya akan mengambil suku cadang dari proses sebelumnya. Hanya lini rakit akhir yang dapat mengetahui dengan tepat penetapan waktu dan jumlah suku cadang yang diperlukan. Lini rakit akhir pergi ke proses sebelumnya untuk mendapatkan suku cadang yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan. Kemudian proses sebelumnya memproduksi suku cadang yang diambil oleh proses berikutnya. Tiap proses yang memproduksi suku cadang mengambil bahan atau suku cadang yang diperlukan pada proses sebelumnya, dan begitu seterusnya (Ristono, 2010).

Menurut Hinaro dalam Indrajid dan Pranoto (2003), terdapat lima tahap pengenalan konsep Just In Time dalam suatu perusahaan, yaitu:

1. Revolusi dalam kesadaran, yaitu membuang sama sekali konsep lama dalam pengelolaan dan menggunakan cara berfikir JIT.

2. Perbaikan di tempat kerja, dimana terdapat lima hal yang perlu dilakukan terhadap tempat kerja yaitu pengaturan yang benar, keteraturan, kebersihan, pembersihan, dan disiplin.

(5)

3. Produksi yang mengalir, ini berarti bahwa pabrik memproduksi satu satuan jenis barang pada setiap waktu tertentu, namun menggunakan penanganan ganda yang mengikuti urutan proses.

4. Operasi baku, yaitu suatu metode operasi baku sebagai alat untuk memproduksi barang berkualitas dengan aman dan efisien melalui suatu metode yang efisien pula, menyangkut orang, produk, dan mesin.

5. Penanganan multiproses, berarti setiap pekerja bertanggung jawab atas beberapa proses pekerjaan dalam satu lini produksi, hal ini disebut juga sebagai penanganan vertical (Vertical Handling).

2.1.3 Prinsip-prinsip Just In Time

Secara singkat prinsip Just In Time adalah menghilangkan sumber-sumber pemborosan produksi dengan cara menerima jumlah yang tepat dari bahan baku dan memproduksinya dalam jumlah yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat pula (Indrajid dan Pranoto, 2003). Terdapat tujuh macam prinsip dasar yang menyusun sistem produksi Just In Time sehingga menjadikan sebuah sistem yang memiliki kualifikasi tinggi. Ketujuh prinsip itu menurut Andrianto dalam Leo (2007) adalah:

1. Simplification, merupakan salah satu tools JIT dalam penyederhanaan proses maupun prosedur yang ada.

2. Cleanliness and Organization, fasilitas yang bersih dan teratur akan memudahkan pekerja dalam melakukan pekerjaan.

(6)

4. Cycle time, interval waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk.

5. Agility, kekuatan dalam pembuatan produk dengan memberikan respon yang cepat terhadap perubahan.

6. Variability Reduction, kemampuan mengurangi hal-hal yang tidak diperlukan.

7. Measurement, pengukuran serta pengertian akan proses keseluruhan.

2.1.4 Tujuan Just In Time

Tujuan dari Just In Time (JIT) adalah menghilangkan pemborosan melalui perbaikan terus-menerus (Continuous Improvement). Melalui filosofi JIT, segala sesuatu baik material, mesin dan peralatan, sumber daya manusia, modal, informasi, manajerial, proses, dan lain-lain, yang tidak memberikan nilai tambah pada produk, disebut sebagai pemborosan (waste). Nilai tambah produk, merupakan kunci dalam JIT. Nilai tambah produk diperoleh dari aktivitas aktual yang dilakukan langsung pada produk, tidak melalui pemindahan, penyimpanan,

penghitungan, dan penyortiran produk. Pemindahan, penyimpanan, penghitungan, dan penyortiran produk tidak menambah nilai pada suatu produk, tetapi merupakan biaya, dan biaya yang dikeluarkan tanpa memberikan nilai tambah pada produk merupakan pemborosan (Ristono, 2010).

(7)

Menurut Indrajid dan Pranoto (2003), tujuan dari manajemen menggunakan dan mengembangkan konsep manajemen Just In Time dalam perusahaan dapat dirangkum antara lain sebagai berikut:

1. Menciptakan fleksibilitas produk yang tinggi

Produksi yang bersifat “sistem tarik” (pull system), memerlukan fleksibilitas tinggi untuk menanggapi tuntutan konsumen yang terus berkembang dan berubah. Produksi dengan cara “sistem tarik” (pendekatan baru) merupakan produksi yang dilakukan untuk menganggapi permintaan konsumen, sedangkan produksi dengan cara “sistem dorong” (pendekatan lama) merupakan produksi yang lebih ditetapkan produsen dan didiktekan kepada konsumen.

2. Meningkatkan efisiensi proses produksi

Peningkatan efisiensi dapat dilakukan terutama melalui pengurangan persediaan barang sehingga mengakibatkan pengurangan biaya persediaan, atau dengan kata lain meningkatkan perputaran modal. Biaya persediaan ini sangat tinggi, berkisar antara 20 persen–40 persen dari harga barang pertahun. Efisiensi didapat juga dengan cara mendesain pabrik sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan aman.

3. Meningkatkan daya kompetisi

Meningkatnya efisiensi dalam proses produksi dengan sendirinya akan meningkatkan daya saing perusahaan. Hal ini dianggap salah satu tujuan yang paling penting, yaitu suatu tujuan strategis, karena

(8)

peningkatan efisiensi berarti penurunan biaya dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap bertahan dalam persaingan pasar.

4. Meningkatkan mutu barang

Kemitraan pembeli-penjual yang dibina dan berlangsung dalam jangka panjang selalu berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus menerus dalam hal mutu dan biaya barang. Mutu tinggi dari suku cadang atau komponen yang dipasok oleh pemasok pada gilirannya akan meningkatkan mutu barang yang diproduksi oleh perusahaan juga. Kemitraan penjual-pembeli memungkinkan melakukan pengendalian mutu suku cadang atau komponen dengan lebih murah dan lebih andal. 5. Mengurangi pemborosan

Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang terbuang, karena pada hakekatnya pemborosan adalah biaya. menurut jenisnya, pemborosan dapat dibedakan dari cara pemborosan itu terjadi, yaitu: a. Karena produksi berlebih (memproduksi barang dengan jumlah yang

terlalu banyak);

b. Karena waktu tunggu (waktu tunggu yang tidak produktif dalam proses produksi);

c. Karena transport (gerakan yang tidak perlu dalam proses produksi); d. Karena proses (operasi atau proses yang tidak perlu);

e. Karena persediaan (penimbunan bahan baku, bahan setengah jadi, bahan jadi, atau bahan lain yang berlebih);

(9)

f. Karena gerakan (pengerjaan kembali atau hasil dari kegiatan yang tidak perlu).

2.1.5 Faktor Pendukung Just In Time

Sistem produksi Just In Time memiliki beberapa faktor pendukung yang berperan penting dalam usaha untuk mencapai keberhasilan penerapan sistem tersebut. Menurut Heizer dan Render (2004), terdapat beberapa faktor penting dalam Just In Time yang berkontribusi sebagai competitive advantage, yaitu:

1. Faktor Supplier (Pemasok)

Just In Time sangat memerlukan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan pembeli seperti konsep kemitraan (partnership). Just In Time memerlukan jumlah pemasok yang sedikit, pemasok dekat dengan pabrik, peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil, dilakukannya kontrak jangka panjang, pemasok dibantu dalam peningkatan kualitas serta penerapan Just In Time yang dibangun secara bersama - sama.

2. Faktor Inventory (Persediaan)

Perusahaan pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan yaitu bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Just In Time memerlukan teknik dalam mengelola inventory antara lain: penggunaan pull system untuk pergerakan inventory, pengurangan variabilitas,

(10)

pengurangan persediaan, ukuran lot yang kecil, dan pengurangan waktu set up.

3. Faktor Scheduling (Penjadwalan)

Scheduling atau penjadwalan operasi produksi merupakan penetapan waktu (timing) serta penggunaan sumber daya dalam kegiatan operasi produksi. Just In Time mensyaratkan (a) mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier, (b) jadwal produksi yang bertingkat, (c) menekankan bagian dari jadwal paling dekat dengan tempo, (d) lot kecil, dan (e) teknik Kanban.

4. Faktor Layout (Tata Letak)

Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan peralatan serta semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu pabrik. Tata letak yang baik memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu pergerakan, misalnya pergerakan bahan baku maupun manusia. Just In Time mensyaratkan: (a) sel kerja untuk produk sejenis (product family), (b) peningkatan fleksibilitas perubahan atau pergerakan peralatan, (c) jarak antar sel pekerja yang pendek, (d) pengurangan kebutuhan ruang untuk persediaan, (e) penggunaan poka-yoke.

5. Faktor Quality Management (Manajemen Kualitas)

Just In Time memiliki tiga prinsip utama dalam pengendalian kualitas, yaitu output yang bebas cacat adalah lebih penting dari output itu sendiri, segala

kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan pencegahan adalah lebih murah dari pada pekerjaan mengulang. Penggunaan Jidoka dalam

(11)

pengendalian kualitas atau yang sering disebut dengan nama autonomation, merupakan peralatan yang dilengkapi dengan intelejensia manusia untuk menghentikan dirinya sendiri ketika ia memiliki masalah. Dengan demikian Just In Time lebih dapat menghemat biaya karena tidak ada pemborosan.

6. Faktor Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)

Pemeliharaan dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan melalui tindakan pencegahan. Preventive maintenance merupakan semua aktifitas yang dilakukan untuk menjaga peralatan dan mesin tetap bekerja dengan baik dan untuk mencegah kerusakan. Just In Time membutuhkan preventive maintenance yang terjadwal dan adanya pemeliharaan rutin harian.

7. Faktor Employee Empowerment (Pemberdayaan Pekerja)

Pemberdayaan pekerja berarti melibatkan pekerja dalam setiap langkah proses produksi. Pemberdayaan pekerja dengan meluaskan pekerjaan pekerja sehingga bertanggung jawab dan memiliki kewenangan tambahan yang dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat terendah dalam organisasi.

2.2 Pengendalian Persediaan

Pendekatan yang biasanya dilakukan perusahaan manufaktur Jepang mengenai pengendalian berbeda sama sekali dengan Amerika. Di Amerika pengendalian lebih berkonotasi seseorang atau seorang yang membatasi suatu operasi, proses atau orang. Sedangkan Noriaki Kano,seorang konselor

(12)

persatuan ilmuwan dan insinyur Jepang, berpendapat pengendalian berarti semua aktifitas yang diperlukan untuk mencapai sasaran dalam jangka panjang secara efisien dan ekonomis (Fernandez, 1996, p.21).

Pengendalian juga dapat didefinisikan sebagai keadaan stabil atau variasi yang normal dan dapat diperkirakan serta proses mengatur dan membimbing suatu operasi serta proses-proses dengan menggunakan data kuantitatif. Mekanisme pengendalian juga digunakan untuk mendeteksi dan menghindari potensi dampak yang merugikan akibat adanya perubahan.Persediaan merupakan hal penting dalam kegiatan operasional suatu organisasi atau perusahaan dan persediaan juga akan mempermudah serta memperlancar jalannya operasi suatu perusahaan dari memproduksi produk sampai diserahkan kepada pelanggan. Bahkan, persediaan adalah unsur yang aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah kemudian dijual kembali (Rangkuti, 1996,p.7).

Smith dan Skousen (1988, p.281) mendefinisikan persediaan untuk perusahaan manufaktur sebagai berikut : bahan atau barang yang sedang diproduksi atau digunakan dalam produksi.Investasi dalam bentuk persediaan memberikan kemampuan bagi suatu perusahaan dalam mengantisipasi perubahan permintaan dan gangguan operasi.Permintaan ini meliputi persediaan bahan baku, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, persediaan bahan pembantu dan komponen-komponen lain yang sering menjadi bagian dari barang keluaran produk perusahaan.

Dalam pengendalian persediaan disertai serangkaian kebijakan dan pengendalian yang memonitor persediaan dan menentukan tingkat

(13)

persediaan yang harus disiapkan, kapan persediaan tersebut ada dan berapa banyak jumlah pesanan yang harus dipenuhi atau pengendalian persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya persediaan.

2.3 Bahan Rakitan

Adapun jenis persediaan yang memiliki cara pengelolaan yang berbeda antara lain persediaan bahan rakitan (purchased parts/components) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk (Rangkuti, 1996,p.14).

2.4 Pemasok

Banyak perusahaan yang membiarkan pemasok mereka berada di luar lingkaran organisasinya dan memperlakukan pemasok sebagai orang luar serta menganggap pemasok sebagai pelayan yang harus memenuhi syarat-syarat yang diberikan perusahaan.Pemasok adalah salah satu mata rantai yang paling kritis bagi keuntungan,bagian pasar dan kelangsungan hidup sebagian besar perusahaan.

(14)

Gambar diatas merupakan suatu rangkaian faktor yang mempengaruhi pencapaian seluruh perbaikan dalam pasar, keuntungan dan kelangsungan perusahaan.Artinya suatu perusahaan yang berfokus pelanggan akan bekerja dengan kelompok pelanggannya untuk mendefinisikan kebutuhan mereka lebih baik untuk merundingkan kebutuhan pelanggannya. Selain gagasan visi dari kepemimpinan organisasi, informasi tentang ekonomi, pesaing, pasar, benchmark, teknologi dan peraturan pemerintah digunakan untuk mengembangkan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan yang akan diintegrasikan ke seluruh unit setiap tingkat yang berbeda dalam perusahaan melalui pengembangan dan pengerahan strategi dan tujuan mutu.Dan menyejajarkan berbagai produk dan layanan yang diberikan perusahaan untuk memastikan bahwa mereka dipusatkan pada arah yang sama.Mereka percaya kalau perusahaan dapat bertahan hidup dengan melakukan fungsi sesuai diatas yang secara otomatis bagian pasar meningkat, keuntungan naik.Mata rantai yang hilang dalam rantai diatas adalah pemasok. Bila pemasok tidak diintegrasikan secara total dalam rantai tersebut, kesempatan untuk sukses secara drastis akan berkurang. Proses internal tidak dapat diperbaiki tanpa mengingat efek dari bahan yang masuk, hal ini menjadi sumber utama dari variasi yang harus dibahas untuk mengendalikan variabilitas dan untuk memegang kendali proses keseluruhan.

(15)

2.5 Teknologi Informasi

Teknologi informasi mencakup komponen teknologi yang dibutuhkan untuk mengolah, menyimpan dan menyampaikan informasi.

2.5.1 Teknologi Pengolahan

Dalam teknlogi pengolahan terdapat komponen-komponen elektronik. optik,mekanis dan lojik program yang dibutuhkan untuk mengolah informasi antara lain perangkat lunak dan perangkat keras.Yang termasuk teknologi perangkat keras adalah elektronik, optik dan mekanik (kasat mata), sedangkan teknologi perangkat lunaknya : program

2.5.2 Teknologi Penyimpanan

Teknologi medium penyimpanan informasi dan komponen pengelolaannya yakni:

· Teknologi media berupa komponen elektromagnetik dan optik untuk menyimpan data.

· Teknologi data yang mereprensentasikan informasi yang terhimpun dalam rangkuman yang punya makna bagi pihak-pihak terkait.

2.5.3 Teknologi Komunikasi Terdiri dari :

1. Teknologi komunikasi data berupa komponen dan kemudahan yang mendukung penyampaian dan penyajian data di antara dua atau lebih piranti pengolah

(16)

2. Teknologi penyajian informasi seperti teknik tampilan dan antarmuka antara piranti teknologi dan manusia (T/I di Indonesia, Luhukay, 1995).

Pada saat ini EDI atau Electronic Data Interchange mulai dipakai di beberapa perusahaan yang benar menginginkan suatu yang otomatis, dimana komputer-komputer saling terhubung dengan basis struktur bisnis data seperti order pembelian dan faktur penjualan diantara dua perusahaan yang berhubungan dalam transaksi beli atau jual dari masing-masing pihak.

EDI yang dikembangkan sejak tahun 70 an serta banyak digunakan oleh perusahaan yang menginginkan peningkatan efisiensi operasi dengan pengurangan biaya persediaan, pekerjaan operasional dan kesalahan-kesalahan yang kapan saja dapat terjadi.

EDI mendukung kerja konsep Just In Time , Quick Response Systems serta trend masa sekarang dimana hubungan pelanggan dan pemasok menjadi penting dalam hal penyediaan produk, total quality (up and down the supply chain),hubungan jangka panjang juga pengurangan biaya lebih penting dari harga.

EDI sudah banyak digunakan di industri seperti industri otomotif, retail, institusi keuangan, elektronik, transportasi, industri kimia, serta industri manufaktur lainnya.

(17)

2.6 Tepat Waktu, Kualitas, Efisiensi dan Efektivitas

· Tepat Waktu

Tepat waktu menurut Fernandez (1996, p.368) pada perusahaan manufaktur adalah penyerahan suku cadang dan bahan baku lainnya oleh pemasok pada saat pabrik membutuhkannya, sehingga mengurangi persediaan yang mahal.Dalam hal ini, pemastian mutu sangat penting karena suku cadang atau bahan baku cacat yang diserahkan pada saat terakhir tidak akan terdeteksi.

· Kualitas.

Peranan kualitas dalam perusahaan yang memakai konsep Just In Time akan jauh lebih besar pengaruhnya daripada sekedar efisiensi dari penggunaan bahan.Kualitas yang buruk tidak hanya disingkirkan dan ditolak tetapi juga merupakan pemborosan tenaga kerja yang dipakai untuk mengerjakan lagi dan memerlukan tingkat pemeriksaan yang lebih tinggi dan juga memungkinkan terjadinya kekecewaan dari pihak pelanggan.

· Efisiensi

Efisiensi menurut Prof. Chris A. Voss adalah tingkat keberhasilan maksimum dalam suatu tindakan ekonomi, misalnya dalam memproduksi dan memasarkan barang serta jasa. Semakin efisien suatu perusahaan manufaktur maka produk yang ditawarkan semakin kompetitif. Efisiensi memungkinkan terjadinya biaya rendah karena efisiensi merupakan ukuran

(18)

kinerja yang membandingkan produksi keluaran dengan biayanya atau penggunaan sumber daya lainnya.

· Efektifitas.

Efektifitas adalah bagaimana tepat dan baik suatu perusahaan melaksanakan dan memilih sesuatu tersebut sesuai dengan kriteria khusus seperti jadwal pengiriman, kemampuan teknik gudang dan lain-lain. Dalam perusahaan

manufaktur, efektifitas dinilai juga dari jadwal dan waktu kirim yang cepat,tepat dan dapat dipercaya dari persediaan barang si pemasok terhadap proses produksi.

2.7 Pembahasan Teori

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu metode manufaktur dari teori manajemen sampai teknologi penanganan bahan baku, yang mana akan menjadi fungsi utama dalam rencana strategi.

(19)

Gambar 2.2 Faktor utama yang mempengaruhi metode manufaktur (Sumber : Manufacturing 2000, 1994, p.34)

Dengan gambar diatas, terlihat konsep Just In Time adalah suatu teori manajemen yang banyak digunakan dalam pengendalian persediaan dan teknologi informasi nya bisa dari komputer, numeric control serta Electronic Data Interchange atau pertukaran data secara elektronik.

Konsep Just In Time yang diterapkan pada pengendalian persediaan sering kali diartikan sebagai otorisasi pembelian karena bahan rakitan yang diterima pada waktu yang ditentukan, dengan jumlah disesuaikan dengan jalur produksi yang telah dijadwalkan pula, kualitas yang baik dan diperlukan dukungan teknologi informasi..

Teknologi informasi adalah teknologi pengolahan, teknologi penyimpanan dan teknologi komunikasi yang diwujudkan dengan perangkat keras, lunak dan jaringan komputer yang digunakan (Luhukay, 1995, p3-4). Dengan menggunakan teknologi informasi seperti internet, e-mail, Electronid Data Interchange atau melalui suatu jaringan on line dengan para pemasok, perusahaan melakukan pembelian bahan sesuai dengan jadwal produksi yang akan dilakukan bahkan apabila otoritas terhadap pemasok sudah tinggi, si pemasok juga dapat mengetahui tingkat persediaan perusahaan.

(20)

2.8 Kepuasan (Satisfaction)

Kepuasan adalah respon akan terpenuhinya ekspektasi konsumen. Itu adalah sebuah pertimbangan bahwa fitur dari sebuah produk atau jasa memberikan sebuah tingkat kenikmatan terpenuhinya ekspektasi konsumen. (Oliver, 1997). Seorang pelanggan yang puas adalah dimana seseorang tersebut menerima nilai tambah secara signifikan dari supplier, tidak hanya tambahan produk-produk, jasa-jasa atau sistem-sistem (Hanan & Karp, 1991).

Seroarang supplier pemuas adalah seseorang yang memberikan nilai tambah secara signifikan kepada seorang pelanggan, tidak hanya tambahan barang-barang atau jasa-jasa (Hanan & Karp, 1991). Kepuasan pelanggan menurut Kotler (1997) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Sementara De young (1996) menyarankan bahwa semakin individual taktik-taktik pemasaran yang digunakan, semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan. Jadi kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa saat sebuah produk atau jasa memenuhi ekspektasi konsumen dimana terdapat nilai tambah yang dirasakan oleh konsumen secara signifikan dan semakin individual taktik-taktik pemasaran yang digunakan akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

2.8.1 Kepuasan Sebagai Sebuah Konsep Konsumen

Konsep kepuasan sangat mendasar untuk konsumen individual, untuk keuntungan perusahaan yang didukung melalui pembelian dan patronisasi, dan untuk kestabilan struktur ekonomi dan politik. Semua

(21)

entitas mengambil keuntungan dari provisi dan penerimaan hasil memuaskan kehidupan, khususnya di pasar. (Oliver, 1997).

Beberapa alasan yang mendasarinya dapat ditinjau dari empat buah perspektif (Oliver, 1997):

a. Perspektif Konsumen.

Konsumen ingin untuk dipuaskan karena beberapa hal sebagai berikut:

 Kepuasan itu sendiri adalah sebuah keinginan akhir dari konsumsi dan patronisasi itu adalah sebuah pengalaman yang kuat dan menyenangkan.

 Kepuasan menyingkirkan kebutuhan untuk mengambil tindakan-tindakan pembetulan atau mengalami konsekuensi dari sebuah keputusan buruk.

 Kepuasan menyakinkan konsumen menjadi lebih ahli dalam pengambilan keputusan.

b. Perspektif Perusahaan.

Banyak yang menemukan bahwa pengulangan proses pembelian adalah penting untuk melanjutkan arus profitabilitas. Bahkan untuk produk-produk dengan interval pembelian yang panjang (contoh: peralatan rumah tangga, mobil), kepuasan menjadi penting karena word of mouth dan

(22)

aktivitas-aktivitas dari berbagai organisasi pengawas, seperti lembaga konsumen, yang menyelidiki laporan kepuasan dari waktu ke waktu.

c. Perspektif Industri.

Seluruh industri, termasuk perusahaan-perusahaan di sebuah industri, telah lama menjadi subjek dari pengamatan mendalam untuk pengaruh baik atau buruk terhadap konsumen. Secara jelas, sebuah konsekuensi dari ketidakpuasan konsumen diarahkan langsung kepada industri adalah regulasi dan biaya-biaya pelayanan seseorang. Hal ini menjadikan kepuasan di seluruh industri menjadi fenomena yang dapat diukur sebagai input untuk kebijakan atau regulasi.

d. Perspektif Sosial.

Penelitian mengenai kualitas kehidupan menyarankan cukup kuat bahwa anggota masyarakat yang puas mempunyai kehidupan yang lebih baik, baik itu dalam hal kesehatan, sosial dan mental, atau keuangan. Sulit untuk membedakan arah dari pengaruh antara hasil kehidupan yang diinginkan dan kualitas hidup yang diharapkan, kepuasan hidup terus menjadi sebuah tujuan untuk pemerintah dan untuk individu di masyarakat.

2.8.2 Faktor yang Menentukan Tingkat Kepuasan Pelanggan

Ada 5 faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan (Irawan, 2003), yaitu:

(23)

a. Kualitas produk.

Konsumen atau pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Beberapa dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas produk adalah performance, reliability, conformance, durability, feature dan lain-lain.

b. Kualitas pelayanan.

Komponen atau driver pembentuk kepuasan pelanggan ini terutama untuk industri jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Dimensi kualitas pelayanan ini sudah banyak dikenal seperti yang dikonsepkan oleh ServQual yang meliputi 5 dimensi yaitu: reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible. Dalam banyak hal, kualitas pelayanan seringkali mempunyai daya diferensiasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kualitas produk.

c. Faktor emosional.

Konsumen yang merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasannya bukan karena kualitas dari produk tersebut tetapi self esteem atau social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek produk tertentu.

(24)

d. Harga.

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada pelanggannya. Jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor yang penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya.

e. Biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa.

Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

2.8.3 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Hoffman & Bateson (1997) mengemukakan bahwa terdapat berbagai metode dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Secara umum, metode tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung.

Pengukuran tidak langsung terdiri dari menelusuri dan memonitor penjualan, catatan, keuntungan dan komplain pelanggan. Pengukuran secara tidak langsung ini merupakan pendekatan pasif yang dilakukan perusahaan untuk menentukan apakah persepsi pelanggan sesuai atau melebihi ekspektasinya.

(25)

Sedangkan pengukuran secara langsung merupakan pendekatan aktif yang bisa dilakukan dengan menjalankan riset pasar (marketing research), dengan metode-metode seperti survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey), kunjungan ke pelanggan (customer visits), focus group discussion atau mystery shoppers (Massnick, 1997).

Survei ini memberikan suatu hasil yang disebut Indeks Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Index) yang menjadi standar kinerja perusahaan dan patokan nilai yang harus tetap dijaga dan ditingkatkan oleh perusahaan (Massnick, 1997).

2.8.4 Tujuan Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Suatu pengukuran kepuasan pelanggan yang direncanakan dengan baik bisa memberikan jawaban kepada perusahaan mengenai pertanyaan yang paling penting bagi mereka, yaitu: Apakah pelanggan perusahaan merasa puas? Biasanya perusahaan melakukan pengukuran kepuasan pelanggan ini dengan tujuan (www.spss.com) :

a. Untuk memahami harapan (expectations) dan persepi (perceptions) dari pelanggannya.

b. Untuk mengetahui seberapa baik perusahaan memuaskan harapan dan keinginan dari pelanggannya tersebut.

(26)

c. Mengembangkan standar bagi jasa dan produk berdasarkan hasil temuan dari survei ini.

d. Melihat trend yang sedang terjadi sehingga perusahaan dapat segera melakukan tindakan yang sesuai.

e. Mengevaluasi akibat dari suatu perubahan dalam kebijakan perusahaan atau produk maupun jasa yang diberikan.

2.8.5 Manfaat Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Perusahaan-perusahaan yang sukses umumnya melakukan analisis kepuasan pelanggan ini sebagai bagian yang integral dari bisnis mereka. Mereka menggunakan statistik untuk menerjemahkan respon yang muncul menjadi informasi yang berguna. Dengan intepretasi yang tepat dari hasil temuan pengukuran kepuasan pelanggan ini, maka perusahaan bisa mendapatkan manfaat dari pengukuran kepuasan pelanggan yang mereka lakukan, seperti (www.spss.com):

a. Meningkatkan loyalitas pelanggan.

b. Bereaksi dengan cepat terhadap perusahaan yang terjadi di pasar.

c. Mengidentifikasi peluang-peluang dan mengambil keuntungan dari peluang- peluang tersebut.

d. Memenangkan persaingan.

(27)

f. Meningkatkan pendapatan perusahaan.

Hasil temuan yang didapatkan dalam pengukuran kepuasan pelanggan memberikan suatu peluang kepada perusahaan untuk (Cravens, 1996):

a. Pengembangan produk baru.

b. Melakukan peningkatan atau perbaikan produk yang sudah ada.

c. Melakukan peningkatan atau perbaikan dalam proses produksi.

d.Melakukan peningkatan atau perbaikan pemberian layanan jasa tambahan/pendukung.

2.9 Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan didefinisikan sebagai keyakinan suatu kelompok dalam reliabilitas dan integritas dari seorang patner (Arnould, Price & Zinkhan, 2004). Definisi lain dari kepercayaan adalah pada saat seseorang mengharapkan hasil yang positif dari seorang patner yang mempunyai integritas dan dapat diharapkan secara menyakinkan (Morgan & Hunt, 1994).

Moorman, Zaltman & Deshpande (1992) mendefinisikan kepercayaan sebagai kebersediaan untuk mengandalkan sesuatu pada sebuah patner dimana seseorang berkeyakinan. Pendapat lain yang dikemukakan

(28)

oleh Schurr & Ozane (1985) mendefinisikan kepercayaan sebagai sebuah keyakinan bahwa janji dari seorang patner dapat diandalkan dan sebuah kelompok akan memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam sebuah hubungan.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa kepercayaan adalah tingkat keyakinan yang dipersepsikan pada reliabilitas dan kejujuran dari patner-patner (Crosby, Evans & Cowles, 1990). Sementara menurut Garbarino & Johnson (1999), kepercayaan telah diperlakukan sebagai dasar yang baik dalam membangun hubungan yang stabil.

Pada kesempatan lain, Morgan & Hunt (1994) mengatakan bahwa kepercayaan kepada seorang patner yang merupakan hasil dari keyakinan bahwa kelompok tersebut reliable dan mempunyai tingkat integritas yang tinggi, yang dapat diasosiasikan dengan hal-hal sebagai berikut

a. Konsistensi. b. Kompetensi. c. Kejujuran. d. Keadilan.

e. Tanggung jawab.

f. Kebersediaan untuk membantu. g. Kebaikan hati.

(29)

Jadi kepercayaan adalah pada saat seorang patner yang memiliki reliabilitas dan integritas diandalkan dan diharapkan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dalam sebuah hubungan yang stabil.

2.9.1 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Kepercayaan

Bejou, Ennew & Palmer (1998) dan Milne & Boza (1998) mengatakan bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi kepercayaan, yaitu kemiripan suatu produk (product familiarity) dan komunikasi (communication) yang merupakan tingkat pertukaran informasi di antara kelompok-kelompok.

Di lain pihak, Morgan & Hunt (1994) berpendapat bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi kepercayaan adalah sebagai berikut:

a. Nilai-nilai yang terbagi (shared values).

Shared values didefinisikan di dalam pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan persepsi-persepsi dari individu bahwa mereka membagi nilai-nilai yang sama dengan organisasi.

b. Komunikasi (communication).

Komunikasi mempunyai tiga subconstructs. Subconstructs tersebut yaitu: frekuensi, relevansi dan timeliness sebuah komunikasi dari organisasi kepada pelanggan.

(30)

c. Perilaku oportunistik (opportunistic behavior).

Perlu diketahui bahwa perilaku oportunistik mempengaruhi kepercayaan secara negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ada persepsi - persepsi dari individu bahwa organisasi telah mengambil keuntungan dari mereka di masa yang lampau.

Jadi beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kepercayaan adalah kemiripan suatu produk, nilai-nilai yang terbagi, komunikasi dan perilaku oportunistik (mempengaruhi tingkat kepercayaan secara negatif).

2.9.2 Keuntungan dari Terbentuknya Kepercayaan

Di dalam sebuah partnership, kepercayaan adalah sebuah variabel mediasi. Kepercayaan dapat meningkatkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut (Morgan & Hunt, 1994):

a. Meningkatkan kerjasama/cooperation. b. Meningkatkan terjadinya acquiescence. c. Meningkatnya functionality dari conflict.

d. Menurunkan keinginan untuk pergi/prospensity to leave. e. Menurunkan ketidakpastian/uncertainty.

Gambar

Gambar 2.1 Mata Rantai yang Hilang
Gambar  diatas  merupakan  suatu  rangkaian  faktor  yang  mempengaruhi pencapaian seluruh perbaikan dalam pasar, keuntungan dan  kelangsungan  perusahaan.Artinya  suatu  perusahaan  yang  berfokus  pelanggan  akan  bekerja  dengan  kelompok  pelanggannya
Gambar 2.2 Faktor utama yang mempengaruhi metode manufaktur  (Sumber : Manufacturing 2000, 1994, p.34)

Referensi

Dokumen terkait

kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga petani untuk melakukan kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dan

ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993.. Juta) PERTAMBAHAN. SEKTOR

Selanjutnya, bagi Juara I dan II pada mata pelajaran yang dilombakan di KSM Tingkat Nasional akan dipanggil untuk mengikuti pemusatan latihan/Training Centre (TC) kemudian akan

Dokumentasi dan dokumen merupakan dua istilah yang berbeda, dokumentasi pada pengelolaannya/kegiatannya sedangkan dokumen difokuskan pada benda/informasinya.

Dari perhitungan, t, diperoleh harga t0 = 5,45 dan db = 64, selanjutnya dikonsultasikan dengan melihat nilai tabel taraf 5%. Harga t0 signifikan. Dengan demikian analisis

3 Menguasai bidang tugas, dan hal yang berhubungan dengan tugas mengajar 4 Mempunyai keterampilan yang baik dan.. pengalaman yang luas mengenai

Singkatnya, brand personality terhadap loyalitas pelanggan juga dikemukakan oleh Gobe (2005:150) yang menjelaskan bahwa merek-merek dengan brand personality yang kuat memiliki