• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3. Pembahasan. Penulis akan menerjemahkan lirik lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 3. Pembahasan. Penulis akan menerjemahkan lirik lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 3 Pembahasan

Penulis akan menerjemahkan lirik lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki dengan menerapkan teori penerjemahan dan teori semantik. Pertama-tama, Penulis akan membahas makna bait per bait kemudian menafsirkan garis besar makna lagu tersebut. Setelah menafsirkan garis besar dari makna lagu tersebut, Penulis akan menganalisa makna lirik sumber baris per baris, menerjemahkannya ke dalam bahasa Jepang dengan penyesuaian ritme, kemudian menyusun ulang struktur lirik per baris dengan juga mempertimbangkan hubungan antar baris serta ritme lagu. Pada tahap akhir, baris-baris lirik lagu disatukan menjadi bait, bait-bait menjadi satu kesatuan lagu, kemudian diperiksa apakah sudah memenuhi aspek-aspek krusial seperti ritme lagu, makna yang mendekati makna dalam lirik sumber dan aspek lainnya.

Lagu Sepasang Mata Bola terdiri dari dua bait pengantar yang masing-masing terdiri dari dua kalimat dan dua bait refrain yang masing-masing terdiri dari empat kalimat.

3.1.a. Penafsiran makna lagu dalam bait pengantar pertama

Pada bait pengantar pertama, dalam kalimat pertama dijelaskan bahwa terdapat tokoh”aku” yang sedang menunggu kereta di Jogja.

“Hampir malam di Jogja ketika keretaku tiba Remang-remang cuaca terkejut aku tiba-tiba”

Kalimat pertama menggambarkan situasi stasiun kereta Jogjakarta, dimana kereta yang ditunggu oleh “aku” tiba di stasiun pada waktu jelang malam atau sore hari. Pada kalimat kedua digambarkan bahwa cuaca agak gelap, kemudian “aku” terkejut karena suatu

(2)

hal. Dapat disimpulkan bahwa “aku” yang sedang berada dalam suatu penantian mendadak dikejutan oleh sesuatu hal.

3.1.b. Analisa dan penerjemahan lirik lagu dalam bait pengantar pertama

(1) Baris pertama lagu ini merupakan penggambaran situasi awal dari kisah yang diceritakan dalam lagu Sepasang Mata Bola.

“Hampir malam di Jogja / ketika keretaku tiba”

Jumlah ketukan: 7 / 9

“Hampir malam” memiliki makna belum mencapai malam. Dapat pula diartikan sebagai sore atau senja.Dari kedua kata ini dapat disimpulkan bahwa kondisi terjadi di kala senja. Sore hari dalam bahasa Jepang adalah 「夕方」.

Prefiks “di” mengacu kepada keterangan tempat, sedangkan “Jogja” adalah singkatan dari Jogjakarta (Yogyakarta) yakni ibukota provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada jaman lagu ini dibuat, Yogyakarta merupakan kota budaya yang berpengaruh di Indonesia terutama di pulau Jawa. Kota ini sempat dijadikan ibukota Indonesia, yang kala itu disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa “di Jogja” dapat diterjemahkan secara harafiah, menjadi 「ジョグジャカルタ」.

“Ketika” merupakan keterangan waktu yang digunakan untuk menjelaskan waktu kejadian. Dalam konteks kalimat ini, “ketika” menjelaskan verba “tiba” yang berarti datang atau sampai.

(3)

Keretaku tiba menjelaskan dua hal. Pertama, “aku” sedang menunggu kereta. Kedua, lokasi kejadian adalah stasiun kereta. Maka dapat disimpulkan makna baris pertama lagu ini adalah keretaku datang di saat aku sedang menunggunya di suatu senja di stasiun kota. Komponen ini diterjemahkan menjadi 「私が待っている電車は駅に着 いた」.

Kalimat tersebut apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi:

「ジョグジャカルタに夕方 / 私が待っている電車は駅に着いた」 Jumlah ketukan: 12 / 19

Teks terjemahan tersebut tidak sesuai dengan jumlah ketukan, yakni 7 / 9. Oleh karena itu perlu dibuat penyesuaian makna dengan fungsi yang setara, dijabarkan sebagai berikut:

1. 「 夕 方 」 (empat ketuk) dapat digantikan dengan 「 夜 」 (dua ketuk) dengan pertimbangan meskipun “hampir malam” (senja) dan “malam” memiliki makna yang berbeda, namun dalam bahasa Jepang 「夜」dapat digunakan untuk merepresentasikan waktu menjelang malam. Adapun makna 「夜」mendekati makna dalam TSa. Karena komponen pertama 「ジョグジャカルタに」 sudah berjumlah tujuh ketuk, maka 「夜」 dipindahkan ke komponen kedua.

2. 「私が待っている電車」(dua belas ketuk) merupakan frase yang terdiri dari dua bagian yakni 「私が待っている」yang menerangkan dan 「電車」 yang diterangkan. Melihat dari sisi efektivitas kalimat, teks tetap dapat dimengerti dengan makna yang mendekati makna asli tanpa perlu menyebutkan 「 私 が 待 っ て い る 」 . Dengan demikian yang tersisa adalah 「電車」 dengan jumlah ketukan tiga ketuk.

(4)

3. Penggunaan 「駅に」 dapat dihilangkan dengan pertimbangan makna kalimat tidak berubah tanpa frase ini.

Dengan demikian, teks terjemahan yang telah disesuaikan dapat disusun menjadi:

「ジョグジャカルタに / 電車は夜着いた」 Jumlah ketukan : 7 / 9

(2) Baris kedua dari bait pengantar pertama masih menggambarkan situasi kisah yang diceritakan dalam lagu tersebut.

“Remang-remang cuaca / terkejut aku tiba-tiba”

Jumlah ketukan: 7 / 9

Teks ini masih berhubungan dengan baris pertama dalam menjelaskan situasi yang digambarkan. “Remang-remang” memiliki makna “redup” dalam konteks kalimat ini mengacu pada cuaca. Situasi yang digambarkan adalah kondisi langit yang sudah mulai gelap dan mendung. Komponen ini dinterpretasikan Penulis menjadi “langit berawan dan mendung” diterjemahkan menjadi 「薄曇空の時」.

Penggunaan kata “terkejut” menggambarkan rasa kaget “aku” atas sesuatu yang tidak diduga, dalam konteks kalimat ini mengacu pada ke “tiba-tiba”. “Tiba-tiba” memiliki makna mendadak, terkadang juga mengandung ketidaktahuan dan atau ketidaksiapan atas sesuatu yang mendadak. Komponen ini diterjemahkan menjadi 「私がびっくりした」.

(5)

「曇り空の時、私はびっくりした」 Jumlah ketukan : 8 / 10

Penyesuaian makna perlu dilakukan dalam teks terjemahan ini karena tidak sesuai dengan ketukan pada teks sumber yakni 7 / 9 ketuk. Berikut merupakan penyesuaian yang dapat dilakukan yaitu 「曇り空の時」 dapat digantikan dengan 「薄曇り空」. Kata 「びっくりした」 dapat diganti dengan padanan kata yang maknanya sama yaitu 「驚 いた」, sehingga teks terjemahannya menjadi:

「薄曇り空 / 私は驚いた」 Jumlah ketukan : 7 / 9

3.2.a. Penafsiran makna lagu dalam bait pengantar kedua

Pada bait pengantar kedua, kalimat pertama dan kedua menggambarkan tentang orang lain yakni tokoh “ia” yang memiliki tatapan penuh harapan pada sosok “pahlawan”.

“Dua mata memandang seakan akan ia berkata Lindungi aku pahlawan dari pada sang angkara murka”

Kedua kalimat dalam bait pengantar kedua ini apabila dihubungkan dengan bait pengantar pertama dapat disimpulkan bahwa sosok “aku” adalah “pahlawan” yang dimaksud oleh “ia”.

(6)

(1) Baris pertama dari bait pengantar kedua menggambarkan detil dari situasi yang sebelumnya telah diutarakan.

“Dua mata memandang / seakan-akan ia berkata”

Jumlah ketukan: 7 / 9

“Dua mata” dapat juga diungkapkan sebagai “sepasang mata”. Dalam budaya Indonesia, ungkapan “mata berbicara” sering kali dilontarkan. Ungkapan tersebut memiliki makna mata sebagai jendela hati yang mana dapat merefleksikan pikiran dari pemiliknya. Dapat disimpulkan bahwa ungkapan dalam kalimat tersebut mengandung makna tersirat, karena mata tidak dapat berkata-kata, namun mata tersebut seakan-akan menyampaikan sesuatu pada”aku”.

Kalimat ini kemudian dapat diartikan menjadi “sepasang mata sedang memandang (kepadaku) seakan-akan ia mengutarakan (sesuatu)”. Kalimat ini tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang secara langsung karena mengandung makna konotatif. Oleh karena itu, ungkapan “mata berbicara” yang terkandung dalam kalimat tersebut harus digantikan dengan ungkapan dalam bahasa Jepang dengan makna yang paling mendekati makna aslinya yakni “mengungkapkan isi hati lewat mata seolah-olah mata berbicara”, sehingga dapat menggunakan istilah 「言わんばかり」 yang artinya “mengungkapkan isi hati tanpa berkata-kata” yang biasa digunakan dalam konteks yang serupa dengan “mata berbicara”.

Namun demikian, terjemahan tersebut tidak sesuai ketukannya dengan Tsu, sehingga perlu dilakukan penyesuaian, salah satunya dengan melakukan penukaran posisi komponen awal dan akhir serta mencari padanan yang tepat untuk penyesuaian ketukannya. Pada komponen awal terdapat frase “dua mata memandang” yang dapat pula

(7)

diinterpretasikan menjadi “ia memandang kepadaku”, sehingga dapat diterjemahkan menjadi 「彼は私を見る」.

Dengan demikian terjemahan dari kalimat tersebut dapat disusun menjadi:

「言わんばかりに / 彼は私を見る」 Jumlah ketukan: 7 / 9

(2) Baris kedua dari bait pengantar kedua merupakan perkataan yang seolah-olah disampaikan oleh “ia” kepada “aku”.

“Lindungi aku pahlawan / dari pada si angkara murka”

Jumlah ketukan: 8 / 10

Kalimat ini berhubungan dengan kalimat sebelumnya, yakni tentang “perkataan” yang diutarakan oleh “matanya”. Kalimat ini merupakan makna tatapan yang ditangkap oleh “aku”. Dalam kalimat ini digambarkan bahwa “ia” meminta perlindungan kepada “pahlawan”, yang mana tokoh “pahlawan” apabila dilihat dari sudut pandang reseptor merupakan sebutan dari penutur kepada petutur, maka dapat disimpulkan bahwa “pahlawan” yang dimaksudkan adalah sama dengan tokoh “aku”.

“Ia” meminta perlindungan pada “aku” dari pada “si angkara murka”. Prefiks “si” merupakan prefiks yang digunakan untuk menjelaskan orang, namun dalam prakteknya terkadang prefiks ini digunakan pula sebagai efek kiasan seperti dalam majas personifikasi. Frase “angkara murka” sendiri merupakan frase bermakna denotatif. Frase

(8)

ini terdiri dari dua verba yakni “angkara” dan “murka”. “Angkara” merupakan bahasa yang tidak banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata ini memiliki beberapa padanan kata yang disesuaikan dengan konteks dalam penggunaannya, salah satunya “serakah” atau “egois”. Sementara itu, “murka” merupakan padanan dari kata “marah” atau “geram”. Kedua kalimat ini apabila digabungkan menjadi satu frase maka dapat diterjemahkan secara harafiah menjadi “keserakahan dan kemarahan”. Namun penggunaan prefiks “si” memberikan efek personifikasi sehingga makna dari “si angkara murka” harus disesuaikan dengan konteks kalimat tersebut serta disesuaikan pula dengan tafsiran makna keseluruhan lagu agar dapat menemukan terjemahan yang paling mendekati makna aslinya.

Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan istilah “si angkara murka” dapat diinterpretasikan menjadi beberapa macam, misalnya “seseorang yang serakah dan marah”, “ego dan kemarahan dirinya sendiri”, atau “ego dan kemarahan orang lain”. Ketiga interpretasi tersebut didapatkan setelah menelaah konteks keseluruhan lagu, yang mana dalam lagu ini disebutkan bahwa “ia” akan pergi ke “medan perwira” yang berarti “ia” sendiri merupakan pejuang, dan sebagai seorang pejuang “ia” meminta perlindungan kepada “aku” yang disebut sebagai pahlawan. Digambarkan bahwa baik “aku” maupun “ia” merupakan manusia dengan sifat-sifat yang sangat manusiawi, seperti rasa takut, rasa kebutuhan akan perlindungan, dan sebagainya. Hal tersebut mengacu kepada interpretasi multitafsir oleh pembaca tentang karakter dari kedua tokoh yang dikisahkan dalam lagu ini.

Dari analisis tersebut, maka ketiga interpretasi dari frase “si angkara murka” yang telah disebutkan pun menjadi valid dan dapat digunakan, disesuaikan dengan kebutuhan pembaca. Penulis memilih untuk menginterpretasikan tokoh “ia” sebagai sosok pejuang yang kuat dan tegar, sehingga ia tidak takut kepada orang lain, melainkan pada dirinya

(9)

sendiri, yang mana pejuang pun membutuhkan dukungan untuk memantapkan hati dan pikirannya. Oleh karena itu Penulis menginterpretasikan frase “si angkara murka” sebagai “ego dan kemarahan dirinya sendiri”.

Kalimat ini apabila disusun menjadi “berikan aku perlindungan dari pada “ego dan kemarahan diriku”. Penggunaan kata “perlindungan” di dalam kalimat ini terasa janggal. Apabila dilihat dari konteks kalimat, kata “perlindungan” yang dimaksud adalah “dukungan moral” agar dapat mengatasi masalahnya yakni “ego dan kemarahan dirinya sendiri”, sehingga kalimat “lindungi aku pahlawan dari pada si angkara murka” dapat diinterpretasikan menjadi “berikan dukungan kepadaku agar dapat mengatasi keegoisanku”. Kalimat ini apabila diterjemahkan menjadi:

「自分中心に / ずっと守ってやると」 Jumlah ketukan: 8 / 10

3.3.a. Penafsiran makna lagu dalam bait refrain pertama

“Sepasang mata bola dari balik jendela Datang dari Jakarta menuju medan perwira Kagum kumelihatnya sinar sang perwira rela Hati telah terpikat semoga kelak kita berjumpa pula”

Ungkapan-ungkapan dalam refrain pertama menjelaskan bahwa sosok “ia” datang dari Jakarta menuju “medan perwira”. “Aku” –pun mengagumi “ia”, dan berharap agar dapat bertemu lagi dengan “ia”.

Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa bait refrain pertama mengungkapkan tentang dari dan kemana “ia” akan pergi serta bagaimana “aku” mengagumi “ia” dan mengharapkan kesempatan selanjutnya untuk bertemu lagi dengan “ia”.

(10)

3.3.b. Analisis dan penerjemahan lirik lagu pada bait refrain pertama

(1) Baris pertama dalam bait refrain pertama adalah ungkapan situasi yang terjadi. “Sepasang mata bola” yang merupakan judul dari lagu ini dinyanyikan dalam baris ini.

“Sepasang mata bola / dari balik jendela”

Jumlah ketukan: 7 / 7

“Sepasang mata bola”, yang juga merupakan judul dari lagu ini, tidak dapat diterjemahkan secara harafiah. Frase ini merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan tokoh “ia”. Di mana dalam kalimat sebelumnya yakni “dua mata memandang seakan-akan ia berkata” pun sudah digambarkan oleh komposer lagu bahwa tokoh “ia” dilambangkan dengan “mata”.

Dalam bahasa Indonesia, “mata” merupakan salah satu indera manusia yang sering kali digunakan dalam ungkapan, khususnya dalam ungkapan yang menyangkut tentang isi hati seseorang, contohnya seperti dalam ungkapan “gelap mata” yang berarti “kehilangan kesabaran”. Dalam bahasa Jepang, organ tubuh ini pun sering kali digunakan dalam berbagai ungkapan, salah satunya adalah 「目に入れても痛くない」 yang berarti “seseorang yang paling berharga dan disayangi”. Namun perlu diperhatikan bahwa penggunaan “mata” dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang dalam konteks lagu ini apakah dapat disetarakan atau tidak.

Dalam bahasa Indonesia, “mata” memiliki peranan penting dalam menunjukkan isi hati seseorang, seperti dalam istilah “mata adalah jendela hati”. Apabila ditelaah lebih jauh, dalam konteks lagu ini, “mata” memiliki makna “seseorang”. Sementara itu, dalam bahasa Jepang, “mata” juga banyak digunakan sebagai ungkapan, namun tidak digunakan

(11)

sebagai perlambangan “seseorang”. Penggunaan frase “sepasang mata bola” sendiri dalam konteks kalimat ini mengandung makna konotatif, digunakan untuk kepentingan sastra. Frase ini tidak diaplikasikan dalam bahasa sehari-hari, baik bermakna denotatif maupun konotatif.

Dalam bahasa Jepang, pada umumnya orang tidak menyebutkan “sepasang mata” melainkan hanya menyebutkan “mata” saja, seperti di dalam bahasa Inggris jarang disebutkan “a pair of eye” namun digunakan “eyes” sebagai kata pluralnya. Namun demikian, dalam konteks kalimat tertentu, terkadang adapula yang menyebutkan “sepasang mata” sebagai 「両眼」 yang berarti “kedua mata”.

Dilihat dari segi kesesuaian ketukan, antara TSu dengan TSa masih belum sama yakni tujuh berbanding empat ketuk. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian makna yang paling mendekati. Karena dalam TSu “sepasang mata bola” mengacu kepada “seseorang”, maka dapat pula disesuaikan menjadi “sepasang matanya”, “sepasang mata seseorang” atau “seseorang yang sedang memandang”. Dengan pertimbangan prinsip kewajaran, maka frase ini disesuaikan menjadi “matanya” yang dapat pula diterjemahkan menjadi 「彼の両目」.

Frase berikutnya adalah “dari balik jendela” yang merupakan sambungan dari frase “sepasang mata bola”. Untuk menerjemahkan frase ini, diperlukan penyesuaian dengan frase sebelumnya, yakni “sepasang matanya”. Dengan menyesuaikan fungsi kedua frase tersebut, maka kalimatnya menjadi “sepasang matanya (memandang) dari balik jendela” atau “sepasang matanya (berada) di balik jendela”. Penulis menginterpretasikan kalimat ini menjadi “sepasang matanya memandang dari balik jendela”, sehingga komponen “memandang” dapat diterjemahkan menjadi 「 見 て る 」 dan “dari balik jendela” disesuaikan menjadi “dari jendela” sehingga diterjemahkan menjadi 「窓から」.

(12)

Kalimat terjemahannya apabila disusun menjadi:

「彼の両目は / 窓から見てる」 Jumlah ketukan: 7 / 7

(2) Baris kedua dari bait refrain kedua menceritakan tentang “ia”, dari mana “ia datang” dan kemana “ia” akan pergi.

“Datang dari Jakarta / m’nuju medan perwira”

Jumlah ketukan: 7 / 7

“Jakarta” merupakan ibukota negara Republik Indonesia. Sama seperti “Jogja”, kota ini pun menggambarkan kota besar di Indonesia, sehingga diketahui bahwa “ia” datang dari kota besar yakni “Jakarta”. Komponen “datang dari Jakarta” apabila diterjemahkan secara langsung menjadi 「 ジ ャ カ ル タ か ら 来 た 」 sehingga tidak sesuai dengan ketukan yang ada. Untuk itu terdapat alternatif penyesuaian terjemahan, salah satunya dengan menukar posisi komponen ke belakang kalimat kemudian menghilangkan 「来 た」 dan menggantikannya dengan 「だ」. Oleh karena itu, komponen berikutnya yakni “menuju medan perwira” terlebih dahulu dianalisa dan diterjemahkan.

“M’nuju” maksudnya adalah “menuju”. Pada kalimat ini menjelaskan bahwa tujuan keberangkatan “ia” adalah ke “medan perwira”. “Medan perwira” sendiri terdiri dari dua kata yakni “medan” yang berarti “lapangan” atau “tempat”, dan “perwira” yang berarti “petugas” atau “pejabat”. Dengan demikian frase tersebut memiliki arti “tempat bertugas”, meskipun terkadang juga diartikan sebagai “medan perang”. Komponen ini diterjemahkan

(13)

menjadi 「職場に向かう」. Namun agar terdengar lebih alami, maka posisi dari kedua komponen ini ditukar posisinya.

Kedua komponen utama yang sudah diterjemahkan di atas kemudian disatukan menjadi:

「職場しょくばに向むかう/ ジャカルタからだ」

Jumlah ketukan: 7 / 7

(3) Baris ketiga dari bait refrain pertama menceritakan tentang kekaguman “aku” pada “ia”.

“Kagum kumelihatnya / sinar sang perwira rela”

Jumlah ketukan: 7 / 8

“Kagum kumelihatnya” dalam konteks kalimat ini adalah kalimat yang diungkapkan oleh “aku”. Komponen ini dapat diterjemahkan menjadi 「私はたたえる」. Menurut prinsip kesesuaian ketukan, komponen ini tidak sesuai dengan ketukan pada komponen dalam TSu. Penyesuaian yang dapat dilakukan adalah penukaran posisi komponen dan penyusunan ulang kalimat. Penulis melihat terdapat kemungkinan untuk menghilangkan frase 「私は」 yang bernilai empat ketuk dan menggantikannya dengan 「とても」 yang bernilai tiga ketuk sebagai salah satu penyesuaian yang dilakukan. 「とても」 digunakan sebagai penyesuaian dengan makna paling mendekati dari materi asli.

Komponen kedua menjelaskan tentang apa yang dikagumi oleh “aku”, yakni “sinar sang perwira rela”. Kata “sinar” dalam bahasa Jepang adalah 「光」 dan “sang perwira” adalah 「仕官」. Namun demikian, penggunaan kata 「仕官」 sebagai terjemahan dari

(14)

“sang perwira” dirasa kurang tepat karena mempersempit area interpretasi menjadi lagu berbau militer, sehingga Penulis menggunakan kata ganti “ia” yakni 「彼」 sebagai padanan dari kata “sang perwira”. Kata “rela” dalam konteks kalimat ini dapat diinterpretasikan sebagai “rela berkorban”, dalam bahasa Jepang adalah 「犠牲に」.

Komponen ini apabila disusun menjadi satu kalimat terjemahan secara harafiah menjadi 「彼の犠牲の光」. Terjemahan ini tidak sesuai dengan prinsip kewajaran bahasa sasaran. Oleh karena itu, keseluruhan kalimat dirombak dan disusun ulang agar dapat menemukan padanan kata yang lebih sesuai. Kalimat ini dapat pula diinterpretasikan menjadi “ia bercahaya sehingga aku kagum padanya” sehingga dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi:

「輝く彼を / とてもたたえる」 Jumlah ketukan: 7 / 8

(4) Baris terakhir dari bait refrain pertama menggambarkan tentang pandangan dan harapan “aku” terhadap “ia”.

“Hati telah terpikat / semoga kelak kita berjumpa pula”

Jumlah ketukan: 7 / 11

Kalimat ini adalah penjelasan lebih lanjut dari kalimat sebelumnya yakni rasa kagum “aku” kepada “ia”. Komponen pertama yakni “hati telah terpikat” diinterpretasikan sebagai ungkapan “aku” bahwa “aku” telah terpikat pada sosok “ia”, sehingga dapat juga diungkapkan menjadi “aku telah terpikat padanya”. Kalimat ini diterjemahkan menjadi 「彼に夢中だ」.

(15)

Pada komponen kedua yakni “semoga kelak kita berjumpa pula” terdapat unsure yang tidak dapat diterjemahkan secara harafiah. “Semoga” merupakan ucapan doa atau harapan, dalam bahasa Jepang adalah 「祈る」. Penggunaan kata ini dirasa tidak sesuai dalam konteks kalimat terjemahan, baik dalam prinsip ketukan maupun prinsip kewajaran. Oleh karena itu, kata “semoga” boleh dihilangkan atau tidak dipakai.

“Kelak” dapat pula disebutkan sebagai “suatu saat nanti”, dalam bahasa Jepang adalah 「いつか」. “Kita” dalam bahasa Jepang adalah 「我々」. “Berjumpa pula” memiliki makna “kembali berjumpa” atau “berjumpa lagi”, dalam bahasa Jepang adalah 「再会」. Komponen-komponen tersebut apabila digabungkan menjadi 「 我 々い つ か 再 会」 dengan jumlah ketukan 11. Dengan demikian sudah sesuai dengan ketukan pada terjemahan asli.

Kalimat terjemahannya menjadi:

「彼に夢中だ / 我々いつか再会」 Jumlah ketukan: 7 / 11

Meskipun jumlah ketukan sudah sesuai, tetapi komponen kedua dalam kalimat di atas tidak memenuhi prinsip kewajaran dalam bahasa Jepang, sehingga perlu disesuaikan dengan cara mengganti kosakata yang digunakan dalam komponen tersebut agar terdengar lebih natural. Maka dari itu komponen tersebut dapat dibuat menjadi 「きっと いつかまた会える」 sehingga terjemahan dari baris ini menjadi:

「彼に夢中だ / きっといつかまた会える」 Jumlah ketukan: 7 / 11

(16)

3.3.a. Penafsiran makna lagu dalam bait refrain kedua

“Sepasang mata bola gemilang murni mesra Telah memandang beta di Setasiun Jogja

Sepasang mata bola seolah-olah berkata

Pergilah pahlawanku jangan bimbang ragu bersama doaku”

Refrain kedua menggambarkan bahwa “ia” memberikan dukungan moral dan doa pada “aku” yang tersirat dari tatapan matanya. Di bait ini dibandingkan dengan bait-bait sebelumnya dapat ditemukan lebih banyak kata-kata yang mengandung makna kiasan sehingga membutuhkan lebih banyak penyesuaian makna agar dapat menemukan padanan kata yang paling sesuai dengan makna yang paling mendekati.

Dari keempat bait yang ada, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar lirik lagu Sepasang Mata Bola bercerita tentang seseorang yang mendapat dukungan moral dalam perjuangannya. Karena lagu ini secara keseluruhan bersifat positif dan menyemangati, maka pada baris terakhir lagu seolah-olah disimpulkan bahwa terdapat semangat yang berkobar-kobar yang ingin disampaikan oleh “ia” kepada “aku”.

3.3.b. Analisis dan penerjemahan lirik lagu dalam bait refrain kedua

(1) Baris pertama dari bait refrain kedua merupakan repetisi melodius dari refrain pertama. Meskipun terdapat kemiripan kata dan kesamaan melodi, tetapi isi dan makna dari baris ini berbeda dengan makna dalam refrain sebelumnya.

“Sepasang mata bola / gemilang murni mesra”

(17)

Frase pertama dapat menggunakan terjemahan yang sebelumnya yakni “matanya” yang diterjemahkan menjadi 「彼の両目」. Frase kedua mengisyaratkan kondisi frase pertama, “matanya”, yang seperti dijelaskan pada pembahasan sebelumnya mengenai mata yang dalam ungkapan-ungkapan bahasa Indonesia sering kali dibuat sebagai gambaran tentang seseorang atau isi hati seseorang.

“Gemilang murni mesra” menceritakan tentang “matanya”. Hal ini dapat diinterpretasikan “matanya” memiliki tatapan yang gemilang, menggambarkan kemurnian dan kemesraan. Kalimat ini apabila diterjemahkan secara langsung ke dalam bahasa Jepang akan menjadi panjang, sehingga digunakan padanan kata yang paling sesuai untuk mengalihkan komponen ini ke bahasa Jepang. Penulis menginterpretasikan mata dengan tatapan yang murni dan mesra sebagai mata yang bercahaya, dalam bahasa Jepang disebut sebagai 「明眸」dengan nilai ketukan sebanyak empat ketuk.

Jumlah ketukan dalam frase tersebut belum sesuai dengan jumlah ketukan dalam frase TSu, sehingga harus dilakukan penyesuaian kata. Dalam konteks kalimat ini, dapat ditambahkan kata 「光る」 yang berarti “bercahaya”. Dengan demikian jumlah ketukan menjadi tepat sebanyak tujuh ketuk.

Kalimat yang diterjemahkan menjadi:

「彼の両目は/ 光る明眸めいぼう」

Jumlah ketukan: 7 / 7

(2) Baris kedua dari bait refrain kedua menjelaskan tentang kegiatan yang dilakukan oleh subyek di kalimat pada baris pertama, yakni “matanya”.

(18)

“Telah memandang beta / di Setasiun Jogja”

Jumlah ketukan: 7 / 7

“Telah” merupakan penunjuk kala lampau. Dalam konteks kalimat ini, “telah” menjelaskan predikat “memandang”, dalam bahasa Jepang disesuaikan dengan menggunakan padanan kata “memandang” dalam bentuk lampau. “Beta” adalah bahasa daerah yang digunakan oleh beberapa suku di Indonesia misalnya suku Ambon. Arti kata “beta” adalah “saya” atau “aku”. Dengan demikian, komponen pertama dalam baris ini disimpulkan menjadi “matanya telah memandang aku”. Kalimat tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi 「彼の両眼私を見た」.

Komponen berikutnya merupakan keterangan tempat kejadian yakni “di setasiun Jogja”. Sebelumnya telah dijabarkan bahwa “Jogja” yang dimaksudkan adalah kota Yogyakarta. Kata ini bisa diterjemahkan menjadi 「ジョグジャカルタ」 atau 「ジョグ ジャ」 sesuai kebutuhan, dalam baris kalimat ini lebih sesuai untuk menggunakan padanan kata 「ジョグジャ」 dengan nilai ketuk sebanyak tiga ketuk, sedangkan untuk “setasiun” atau “stasiun” digunakan padanan kata 「駅」 dengan nilai ketuk sebanyak dua ketuk.

Kedua komponen ini apabila digabungkan menjadi 「ジョグジャの駅で彼は私を 見た」. Kalimat tersebut terlalu panjang dan jumlah ketukannya tidak sesuai sehingga harus dilakukan beberapa penyesuaian, yaitu:

1. “Matanya” dihapuskan dengan asumsi subyek sudah digambarkan pada kalimat sebelumnya.

(19)

2. “Memandang” dapat menggunakan kosakata selain 「見る」 yakni “sedang memandang yang dalam bahasa Jepang adalah 「見ている」 dengan nilai ketuk sebanyak empat ketuk. Bentuk lampau dari 「見ている」 adalah 「見ていた」 dengan nilai ketuk sebanyak empat ketuk, namun agar ketukan sesuai sehingga dilakukan penyesuaian makna sehingga penggunaan kala lampau tidak digunakan dan menggunakan 「見て る」yaitu bahasa lisan sebagai pengganti dari 「見ている」. Maka padanan kata yang digunakan adalah 「見てる」 dengan nilai ketuk sebanyak tiga ketuk.

Hasil akhir terjemahan baris ke-3 ini menjadi:

「ジョグジャの駅で / 私を見てる」 Jumlah ketukan: 7 / 7

(3) Baris ketiga dari bait refrain kedua menggambarkan “mata yang berkata-kata”.

“Sepasang mata bola / seolah-olah berkata”

Jumlah ketukan: 7 / 8

Dalam baris ini kembali dapat digunakan padanan kata “matanya” dengan terjemahan bahasa Jepang 「彼の両目」. Sedangkan untuk komponen berikutnya yakni “seolah-olah berkata” dapat menggunakan frase “mata berbicara” pada analisis sebelumnya dalam kalimat “dua mata memandang seakan-akan ia berkata” yakni 「言わんばかりに」. Dengan demikian kalimat terjemahannya menjadi:

(20)

Jumlah ketukan: 7 / 7

Terdapat masalah pada kesesuaian ketukan dari komponen kedua yang seharusnya delapan ketuk menjadi tujuh ketuk. Dalam masalah ini, Penulis menginterpretasikan bahwa “tatapan matanya menyampaikan kepadaku” sehingga komponen “menyampaikan padaku diterjemahkan menjadi 「私に伝える」.

Dengan demikian kalimat terjemahan dari baris ini menjadi:

「彼の両目は / 私に伝える」 Jumlah ketukan: 7 / 8

(4) Baris terakhir dari refrain kedua merupakan penutup dari keseluruhan lagu. Kalimat ini menjadi konklusi dari keseluruhan lagu Sepasang Mata Bola.

“Pergilah pahlawanku / jangan bimbang ragu bersama doaku”

Jumlah ketukan: 7 / 12

Kalimat ini merupakan lanjutan dari baris sebelumnya, yakni tentang makna dari tatapan “ia” kepada “aku”. Di sini lagi-lagi disebutkan bahwa “aku” adalah “pahlawan”. Dalam bahasa Jepang, “pahlawan” adalah 「英雄」 dengan nilai ketuk sebanyak empat ketuk. “Pahlawanku” dalam bahasa Jepang adalah 「私の英雄」 dengan nilai ketuk sebanyak delapan ketuk.

“Pergilah” dalam konteks kalimat ini mengandung makna seruan untuk pergi. Di dalam frase selanjutnya digambarkan keterangan bahwa jangan sampai ada kebimbangan maupun keraguan pada saat pergi nanti. Dalam konteks kalimat ini, dapat dipadankan

(21)

sebagai “pergi dengan yakin” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi 「必 ず 行 く 」 dengan nilai ketuk sebanyak enam ketuk. “Bersama doaku” dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi 「私のお祈りと」 dengan nilai ketukan sebanyak sembilan ketuk.

Semua komponen yang telah diterjemahkan memiliki nilai ketuk yang sangat besar, sehingga begitu digabungkan tidak sesuai dengan yang seharusnya 7 / 12 ketuk melainkan menjadi 8 / 15 ketuk. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian terhadap interpretasi makna dari kalimat ini agar dapat menemukan ketukan yang sesuai.

Penulis menginterpretasikan kalimat ini sebagai suatu dukungan moral yang diberikan oleh “ia” kepada “aku”, dapat disusun menjadi “(matanya menyampaikan) semangat dan berjuanglah dalam melaksanakan tugas”, “pantang menyerah” dan sebagainya.

Dengan demikian, baris terakhir dari bait refrain terakhir dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi:

「頑張が ん ばりましょう/ 決してあきらめないでと」

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data FAO, kisaran nilai produktivitas air tanaman sangat tinggi, yaitu pada tanaman jagung sebesar 1,1-2,7 kgm−3, padi 0,6–1,6 kgm−3, dan gandum 0,6–1,7 kgm−3

Peserta didik dapat menjelaskan sikap yang harus ditunjukkan untuk menghormati keberagaman dalam bentuk tulisan dengan benar.. Peserta didik dapat membedakan tinggi

• Mahasiswa mampu menjelaskan, menganalisis, dan melakukan perhitungan Ad, Ac, Vd, Vc, CMRR, Rout, Rin, A v pada model sinyal kecil serta rangkaian ekivalen

P333 + P313 - Jika terjadi iritasi kulit atau ruam kulit: Dapatkan saran/ pertolongan medis P302 + P352 - JIKA TERKENA KULIT: Cuci dengan sabun dan air yang banyak.. P280 -

Analisis feminisme eksistensialis dalam novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy, menekankan pada kebebasan seseorang terutama perempuan dalam

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah membangun suatu tes diagnostik dalam bentuk tes pilihan ganda tiga tingkat yang dapat digunakan untuk mendeteksi kekuatan dan

Proses menghasilkan suara dalam instrumen viola dilakukan dengan cara meletakkan kayu penggesek ( bow ) di atas dawai kemudian di- gesekkan menggunakan tangan kanan