• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Cisaat, Kabupten Sukabumi, Jawa Barat merupakan daerah yang memiiki luas wilayah sebesar 2.162,820 hektar yang terdiri dari sawah sebesar 1.202,54 hektar dan darat sebesar 960,28 hektar. Secara geografis, sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kadudampit, sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Gunungguruh, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Caringin dan Kecamatan Cicantayan, dan sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kota Sukabumi. Kecamatan ini terdiri dari 13 desa dan memiliki jumlah penduduk secara keseluruhan yaitu sebanyak 113.398 orang. Mayoritas mata pencaharian penduduk Kecamatan Cisolok adalah petani/buruh tani, sedangkan yang lainnya memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, pegawai swasta, pegawai negeri sipil dan TNI/POLRI.

Desa Padaasih

Desa Padaasih merupakan bagian dari salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisaat. Desa Cisaat memiliki luas wilayah sebesar 257.263 hektar dengan ketinggian sebesar 550 meter dari permukaan laut. Adapun batas wilayah Desa Cisaat, disebelah Utara dibatasi oleh Desa Cimahi, sebelah Selatan dibatasi oleh Desa Mangkalaya, sebelah Barat dibatasi oleh Desa Cantayan dan sebelah Timur dibatasi oleh Desa Cibatu. Desa ini terdiri dari 4 dusun dengan 10 RW dan 48 RT. Jumlah penduduk desa sebanyak 8.283 orang. Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Padaasih adalah buruh sedangkan yang lainnya memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta, petani, pedagang dan ada pula yang tidak memiliki pekerjaan.

Karakteristik Keluarga Contoh Usia Suami dan Istri

Menurut Hurlock (1980), usia dewasa terbagi menjadi tiga yaitu dewasa awal, madya, dan akhir. Usia dewasa awal dimulai pada usia matang secara hukum, yaitu usia 19-40 tahun, sedangkan usia dewasa madya berada pada usia 41-60 tahun, dan usia dewasa akhir berada pada usia 61 tahun ke atas. Usia suami berkisar antara 26 hingga 70 tahun dengan rata-rata umur 41,40 tahun. Tabel 2 menunjukkan bahwa separuh suami (50%) berada pada kategori dewasa awal (26-40 tahun), sedangkan hampir dari setengah suami (46,7%) berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun), dan sisanya (3,3%) berada pada

(2)

kategori dewasa akhir (62-70 tahun). Usia istri berkisar antara 22 hingga 50 tahun dengan rata-rata umur 33,47 tahun. Hampir seluruh istri (90%) berada pada kategori dewasa awal (22-40 tahun) sedangkan sisanya (10%) berada pada kategori dewasa madya (42-50 tahun) (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur suami dan istri

Umur (Tahun) Suami Istri

n % n % Dewasa awal (18-40) tahun) 30 50,0 54 90

Dewasa madya (41-60 tahun) 28 46,7 6 10

Dewasa akhir (62-70 tahun) 2 3,3 0 0

Total 60 100,0 60 100

Rata-rata ± sd (tahun) 41,40±8,36 33,47±6,67

Min-max (tahun) 26-70 22-50

Keterangan : Klasifikasi menurut Hurlock (1980) Besar Keluarga Contoh

Besar keluarga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu keluarga kecil yang terdiri dari kurang dari sama dengan empat anggota keluarga, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga lima sampai dengan tujuh orang, dan keluarga besar yang terdiri dari lebih dari sama dengan delapan orang. Jumlah anggota contoh berkisar antara dua sampai enam orang dengan memiliki nilai rata-rata sebesar 1,13 orang. Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (86,7%) memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan empat orang yang berada pada kategori keluarga kecil sedangkan sisanya (13,3%) memiliki jumlah anggota keluarga lima sampai dengan enam orang dan berada pada kategori keluarga sedang.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Klasifikasi Besar Keluarga n %

Keluarga kecil (≤4 orang) 52 86,7

Keluarga sedang (5-6 orang) 8 13,3

Keluarga besar (≥ 8 orang) 0 0,0

Total 60 100,0

Keterangan : Klasifikasi menurut BKKBN (1996)

Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak sedangkan keluarga besar adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki ikatan darah baik yang disatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah, ataupun adopsi seperti ayah, ibu, anak, nenek, dan kakek. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebesar 93,3 persen contoh terdiri dari keluarga inti sedangkan sisanya (6,7%) contoh terdiri dari keluarga besar karena kakek dan nenek hidup satu atap dengan keluarga inti.

(3)

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan kategori keluarga

Kategori n %

Keluarga inti 56 93,3

Keluarga besar 4 6,7

Total 60 100,0

Tingkat Pendidikan Suami dan Istri

Tingkat pendidikan suami bervariasi mulai dari tidak sekolah hingga tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa persentase terbesar (48,3%) tingkat pendidikan suami adalah tamat Sekolah Dasar (SD) sedangkan persentase terkecil tingkat pendidikan suami yaitu tidak sampai Perguruan Tinggi (0%) dan Tidak Sekolah (1,7%). Istri memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi dari tidak sekolah hingga Perguruan Tinggi. Persentase terbesar (53,3%) tingkat pendidikan istri adalah tamat Sekolah Dasar (SD) namun persentase terkecil (1,7%) tingkat pendidikan istri yaitu tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan masuk ke Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan istri lebih tinggi dibandingkan dengan suami. Berdasarkan hasil penelitian, istri yang memiliki tingkat pendidikan mencapai perguruan tinggi bekerja sebagai pengasuh anak.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dan istri

No Kategori pendidikan Suami Istri

n % n % 1 Tidak Sekolah 1 1,7 1 1,7 2 Tidak tamat SD 12 20,0 4 6,7 3 Tamat SD 29 48,3 32 53,3 4 Tidak tamat SMP 5 8,3 1 1,7 5 Tamat SMP 10 16,7 16 26,7 6 Tamat SMA 3 5,0 5 8,3 7 Perguruan Tinggi 0 0,0 1 1,7 Total 60 100,0 60 100,0

Jenis Pekerjaan Suami dan Istri

Pekerjaan suami sangat bervariasi saat istri berangkat menjadi TKW. Tabel 6 menyajikan bahwa persentase terbesar (40%) pekerjaan suami bekerja sebagai buruh. Hanya sebagian kecil suami (6,7%) yang tidak memiliki pekerjaan saat penelitian berlangsung. Sebagian besar suami (65%) tidak mempunyai pekerjaan sampingan yang dapat memberikan tambahan pendapatan keluarga. Hanya 11,6 persen suami yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai buruh dan pedagang.

(4)

Tabel 6 Sebaran suami berdasarkan pekerjaan

Jenis Pekerjaan Utama Sampingan n % n % Wiraswasta 17 28,3 3 5,0 Petani 4 6,7 4 6,7 Buruh 24 40,0 7 11,6 Pedagang 11 3,4 7 11,6 Tidak memiliki pekerjaan 4 6,7 39 65,0 Total 60 100,0 60 100,0 Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir seluruh istri (91,7%) bekerja sebagai pembantu rumah tangga diluar negeri sedangkan sisanya 8,3 persen istri bekerja sebagai pengasuh anak. Rendahnya jenjang pendidikan yang ditempuh oleh istri mengakibatkan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh istri hanya sebagai pembantu rumah tangga dan pengasuh anak.

Tabel 7 Sebaran istri berdasarkan pekerjaan

Jenis Pekerjaan Saat TKW

n % Pembantu rumahtangga 55 91,7 Buruh 0 0,0 Perawat kesehatan 0 0,0 Pengasuh anak 5 8,3 Kerja restoran 0 0,0 Dll 0 0,0 Total 60 100,0

Keadaan Ekonomi Keluarga Contoh

Total Pendapatan Keluarga. Tabel 8 menunjukkan total pendapatan contoh berkisar antara Rp 440.000,00 sampai dengan lebih dari Rp 7.780.000,00 per bulan. Persentase terbesar contoh (30%) memiliki pendapatan antara Rp 2.550.001,00 sampai dengan Rp 3.400.000,00. Rata-rata total pendapatan contoh per bulan sebesar Rp 2.799.239,00.

(5)

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan keluarga per bulan Pendapatan Kelarga (Rupiah/Bulan) Saat TKW % <850000 6,7 850001-1700000 18,3 1700001-2550000 16,7 2550001-3400000 30,0 3400001-4250000 11,6 4250001-5100000 8,3 5100001-5950000 1,7 5950001-6800000 1,7 6800001-7650000 3,3 >7650001 1,7 Total 100,0 Rata-rata ± SD 2.799.239 ± 1.640.719 Kisaran (min-max) 4.400.000-7.780.000

Keterangan : Selang berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi 2010 = Rp 850.000,00

Pendapatan Per Kapita Per Bulan. Kemampuan konsumsi untuk setiap anggota keluarga dapat digambarkan melalui pendapatan per kapita per bulan. Pendapatan per kapita per bulan diperoleh melalui hasil pembagian antara pendapatan keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan persentase terbesar contoh (51,7%) memiliki pendapatan per kapita per bulan lebih dari Rp 741.341. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan contoh sebesar Rp 915.126,4 (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita per bulan Pendapatan Kelarga (Rupiah/Bulan) Saat TKW % <185335 3,3 185336-370670 16,7 370671-556005 11,7 556006-74134O 16,7 >741341 51,7 Total 100,0 Rata-rata ± SD 915.126,4 ± 708.509,1 Kisaran (min-max) 146.666,7-3.750.000,0

Keterangan : Selang berdasarkan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat 2010 = Rp 185 335,00

Peran Istri sebagai TKW Negara Tujuan TKW

Pada saat penelitian dilakukan, sebagian besar (93,3%) negara tujuan istri Arab Saudi sedangkan sebesar 1,7 persen istri memilih untuk bekerja ke

(6)

Negara Malaysia, Hongkong, Singapore ada pula yang memilih kerja di negara lainnya (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran istri berdasarkan negara tujuan TKW

No Kategori n % 1 Arab 56 93,3 2 Malaysia 1 1,7 3 Hongkong 1 1,7 4 Singapore 1 1,7 5 Lainnya 1 1,7 Total 60 100,0

Lama Bekerja Istri

Tabel 11 menunjukkan bahwa hampir separuh istri (48,3%) bekerja sebagai TKW pada jangka waktu antara satu sampai dengan dua tahun dan persentase terbesar kedua (26,7%) yaitu kurang dari satu tahun. Sebesar 18,3 persen istri bekerja dalam jangka waktu dua sampai dengan lima tahun. Sisanya sebesar 6,7 persen istri bekerja dalam jangka waktu lebih dari lima tahun. Banyaknya masalah yang terjadi pada istri di tempat kerja pada saat menjadi TKW mengakibatkan sedikit sekali istri yang bekerja dalam jangka waktu lebih dari lima tahun.

Tabel 11 Sebaran istri berdasarkan lama menjadi TKW

No Kategori n % 1 < 1 tahun 16 26,7 2 1 – 2 tahun 29 48,3 3 2 – 5 tahun 11 18,3 4 > 5 tahun 4 6,7 Total 60 100,0 Rata-rata ± STD 2,05 ± 0,852 1-4 Kisaran (min-max) Motivasi Menjadi TKW

Motivasi TKW dapat dibedakan menjadi motivasi ekonomi dan motivasi non ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 12 menunjukan bahwa motivasi ekonomi antara lain motivasi untuk membayar hutang, memenuhi kebutuhan keluarga, suami tidak bekerja, anak dapat melanjutkan sekolah, ingin membangun atau membeli rumah, ingin menambah penghasilan keluarga, dan ingin merubah status sosial ekonomi keluarga sedangkan motivasi non ekonomi diantaranya ingin menjadi perempuan mandiri, ingin naik haji, dan ingin membuat keluarga bahagia. Lebih dari separuh suami (60%) menyatakan bahwa tidak benar apabila kepergian istri sebagai TKW karena suami tidak bekerja dan untuk membayar hutang. Sebagian besar suami (78,3%) membenarkan bahwa

(7)

motivasi kepergian istri sebagai TKW untuk menambah penghasilan keluarga karena berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh suami menyatakan tidak sanggup untuk memberikan istri mereka uang yang lebih dari cukup.

Lebih dari separuh suami (56,7%) membenarkan bahwa kepergian istri sebagai TKW untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal itu dikarenakan gaji suami yang kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan anak, istri maupun rumah tangga. Namun sebagian besar suami (78,3%) tidak membenarkan kepergian istri ingin membuat keluarga bahagia karena suami merasakan kebutuhan fisik dan batin anak dan dirinya tidak dapat terpenuhi oleh istri. Sebanyak 41,7 persen suami membenarkan bahwa motivasi istri bekerja di luar negeri agar menjadi perempuan mandiri dan tidak bergantung pada penghasilan kerja suami saja karena penghasilan dari suami yang diberikan kepada istri dirasa kurang untuk menghidupi keluarga. Hampir separuh suami (40%) tidak membenarkan bahwa kepergian istri untuk bekerja sebagai TKW agar anak dapat melanjutkan sekolah. Suami berpendapat bahwa masih bisa membiayai sekolah anak mereka walaupun istri bekerja sebagai TKW.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, hampir separuh suami (48%) tidak membenarkan bahwa kepergian istri untuk bekerja di luar negeri untuk membangun atau membeli rumah karena sebelum istri berangkat sebagai TKW mereka sudah memiliki tempat tinggal walaupun tidak begitu bagus namun layak untuk ditempati. Hampir separuh suami (43,3%) tidak membenarkan motivasi istri bekerja sebagai TKW karena ingin naik haji. Suami mengatakan bahwa kepergian istri sebagai TKW semata-mata hanya untuk bekerja dan mencari uang. Sebesar 36,7 persen suami menyatakan tidak benar bahwa kepergian istri menjadi TKW karena untuk merubah status sosial ekonomi keluarga. Bagi suami, selama istri berada di luar negeri untuk bekerja tidak terjadi perubahan status sosial ekonomi keluarga karena dalam kehidupan sehari-hari suami masih mengalami kekurangan baik dari segi ekonomi (keuangan dan aset) maupun non ekonomi (rumah dan lahan).

Secara garis besar, suami menyatakan bahwa kepergian istri bukan untuk membayar hutang keluarga, karena suami tidak bekerja, agar anak dapat melanjutkan sekolah, ingin membangun atau membeli rumah, dan ingin merubah status sosial ekonomi keluarga. Motivasi istri menjadi TKW disebabkan oleh keinginan untuk menambah penghasilan keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu kepergian istri menjadi TKW karena ingin menjadi

(8)

perempuan yang mandiri. Keinginan membuat keluarga bahagia dan naik haji bukanlah motivasi istri menjadi TKW.

Tabel 12 Sebaran suami berdasarkan motivasi istri menjadi TKW

No Motivasi istri Menjadi TW % % % 1 2 3

1 Karena suami tidak bekerja 60,0 21,7 18,3

2 Karena membayar hutang keluarga 60,0 33,3 6,7

3 Untuk memenuhi kebutuhan keluarga 30,0 13,3 56,7

4 Agar menjadi perempuan mandiri 23,3 35,0 41,7

5 Agar anak dapat melanjutkan sekolah 40,0 38,3 21,7

6 Karena ingin membangun/membeli rumah 48,3 23,3 28,3

7 Untuk merubah status sosial ekonomi keluarga 36,7 30,0 33,3

8 Karena ingin naik haji 43,3 36,7 20,0

9 Karena ingin menambah penghasilan keluarga 10,0 11,7 78,3

10 Karena ingin membuat bahagia keluarga 78,3 13,3 8,3

Keterangan : 1. Tidak benar 2. Sebagian benar 3. Benar Permasalahan Selama menjadi TKW

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada lima contoh, terdapat informasi mengenai beberapa masalah yang menimpa TKW selama bekerja di luar negeri. Kasus yang menimpa para TKW hampir seluruhnya sama yaitu mengenai kesulitan dalam berkomunikasi dengan suami dan keluarga besar. Kasus pertama menimpa istri Bapak A. Istri Bapak A untuk pertama kalinya menjadi TKW ke Arab Saudi namun sudah dua kali istri Bapak A pindah majikan. Pada majikan pertama, istri Bapak A selalu melakukan kekerasan fisik setiap kali berkomunikasi dengan Bapak A. Namun saat pindah bekerja dimajikan kedua, istri Bapak A bebas berkomunikasi dengan Bapak A (Kotak 1).

KOTAK 1 “Permasalahan Istri Pak A”

Selama istri bekerja menjadi TKW di luar negeri, sudah dua kali istri Pak A pindah majikan. Saat bekerja dimajikan pertama, istri tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan Pak A. Menurut majikan istri Pak A, komunikasi antara istri dengan suami dan keluarga akan menganggu pekerjaan. Pada awal pertama kerja, istri Pak A masih berani mencuri-curi kesempatan untuk menelepon Pak A dan keluarga untuk memberi kabar. Sampai suatu hari, tindakan istri Pak A tersebut diketahui oleh majikannya. Saat istri Pak A selesai menelepon Pak A, ia dipukul oleh majikannya. Setelah insiden pukulan itu, istri Pak A tidak berani menelepon Pak A lagi. Pak A pun kebingungan karena sudah tiga bulan tidak dapat berkomunikasi dengan istri, disms dan ditelepon pun tidak aktif. Saat itu, Pak A berusaha meminta bantuan orang-orang di sekitarnya baik dari aparat desa maupun kecamatan namun tidak ada yang bisa membantu Pak A. Hampir sembilan bulan tidak ada kabar, akhirnya istri Pak A bisa dihubungi dan ia pun bercerita bahwa dirinya kabur dari rumah majikan pertamanya. Saat ini, istri Pak A memliki majikan kedua yang baik karena istri Pak A dibebaskan beromunikasi dengan keluarga dan Pak A.

(9)

Permasalahan kedua dialami oleh istri Bapak T. Istri Pak T sudah dua kali putaran menjadi TKW di Arab Saudi. Pada putaran pertama, istri Pak T mengalami kegagalan saat bekerja pada majikan pertama. Istri Pak T pun kabur dan pulang kembali ke Indonesia. Namun kejadian pada saat pertama kali menjadi TKW, tidak menyurutkan tekad istri Pak T untuk menjadi TKW kedua kalinya. Pada putaran kedua, istri Pak T dengan Pak T sudah kehilangan kontak selama 10 tahun (Kotak 2).

KOTAK 2 “Tekad Bulat TKW yang Berdampak Kekawatiran Keluarga ” Saat putaran pertama menjadi TKW, istri Pak T mengalami kegagalan karena majikan TKW sangat galak dan suka melakukan kekerasan fisik. Secara diam-diam istri Pak T pun kabur karena sudah merasa tidak tahan dengan kelakuan buruk majikannya. Akhirnya, istri Pak T dipulangkan dari Arab Saudi. Namun, tidak disangka-sangka oleh Pak T, istrinya berniat untuk menjadi TKW kembali ke Arab saudi. Akhirnya dengan berat hati Pak T mengizinkan karena istrinya tetap memaksa untuk pergi. Saat istri Pak T berangkat, ia berjanji untuk menghubungi Pak T dan anak-anaknya. Pada awal pertama masuk kerja, istri Pak T dengan Pak T masih lancar berkomunikasi namun setelah lama menjadi TKW komunikasi di antara Pak T dan istri menghilang begitu saja bahkan sudah hampir sepuluh tahun ia dan istrinya tidak berkomunikasi. Hal ini membuat Pak T dan anak-anaknya khawatir namun Pak T dan anak-anaknya hanya bisa berdoa saja dan berharap istrinya baik-baik saja.

Permasalahan ketiga dialami oleh Bapak O. Untuk pertama kalinya istri Pak O menjadi TKW di Malaysia dan sudah dua tahun istrinya bekerja. Sebelum istri berangkat menjadi TKW, Pak O dan istri membuat komitmen untuk tetap menjaga komunikasi namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan harapan Pak O dan istri karena majikan TKW tidak memperbolehkan Pak O untuk berkomunikasi dengan istri (Kotak 3).

KOTAK 3 “Sulitnya Komunikasi”

Untuk pertama kalinya istri berangkat menjadi TKW. Pak O dan istri berjanji untuk saling menjaga komunikasi di antara mereka. Namun sangat disayangkan harapan itu kandas karena majikan TKW tidak memberikan izin untuk berkomunikasi dengan Pak O. Pak O dan istri pun sangat kecewa dengan hal ini. Namun, keberuntungan datang kepada istri Pak O karena ada TKW Indonesia juga yang bekerja di Malaysia akhirnya istri Pak O memberikan no handphone temannya dan memberitahukan Pak O untuk menanyakan kabar istrinya lewat teman TKW.

Perasaan Suami terhadap Istri

Setiap pasangan suami istri yang tinggal secara berpisah dan cukup jauh dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan rumahtangga. Pada Tabel 13 terlihat bahwa lebih dari separuh suami (61,7%)

(10)

yang ditinggalkan oleh istri pergi untuk bekerja di luar negeri memiliki perasaan biasa saja yaitu tidak sedih ataupun tidak juga gembira pada saat istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya. Suami mengatakan bahwa sudah terbiasa mengerjakan segala pekerjaan rumahtangga baik mengurus rumah maupun anak selama istri tidak ada dirumah. Pada awalnya suami terpaksa melakukan kegiatan rumahtangga dan mengasuh anak namun semakin lama perasaan terpaksa tersebut berubah menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan secara ikhlas sehingga suami pun menjadi terbiasa dengan kegiatan rumahtangga yang dilakukannya.

Sebesar 36,7 persen suami merasa malu karena istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya layaknya seperti ibu rumahtangga. Suami menginginkan istri tidak bekerja disektor publik namun suami lebih menginginkan istri bekerja disektor domestik (memasak, menyuci, dan mengepel), mengasuh anak, dan dapat melayani suami dengan baik. Sisanya sebesar 1,7 persen suami merasa bangga meskipun istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan rumahtangga. Bagi suami mengerjakan pekerjaan rumahtangga adalah hal yang tidak mudah namun karena rasa kasih sayang terhadap anak maka suami rela berkorban untuk memberikan yang terbaik dalam mengasuh anak dan mengerjakan kegiatan rumahtangga. Kepergian istri ke luar negeri bukan untuk mencari kesenangan namun untuk membantu keuangan keluarga. Oleh karena itu, suami merasa bangga walaupun istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya seperti ibu rumahtangga lain namun dapat berperan membantu meningkatkan keuangan keluarga.

Saat istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri, hampir lebih dari separuh suami (60%) memiliki perasaan biasa saja yaitu tidak sedih ataupun gembira terhadap kondisi pekerjaan istri yang bekerja sebagai TKW. Hal itu dikarenakan suami menganggap bahwa kepergian istri menjadi TKW adalah hal biasa di lingkungan masyarakat tempat tinggal suami meninjau bahwa di sekitar lingkungan tempat tinggal suami sudah terbiasa para suami ditinggalkan oleh para istrinya yang menjadi TKW di luar negeri. Sebesar 31,7 persen suami merasa malu saat istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri. Suami beranggapan bahwa istri bekerja menjadi TKW karena suami tidak sanggup mencukupi kebutuhan sang istri baik kebutuhan rumahtangga maupun kebutuhan pribadi istri. Pemikiran tersebut pada akhirnya menimbulkan rasa malu pada diri suami. Adapula suami yang bangga saat istri menjadi TKW

(11)

dengan persentase 8,3 persen. Hal itu dikarenakan, istri bekerja menjadi TKW di luar negeri dapat menambah penghasilan keluarga sehingga dapat meringkan beban suami dalam mencukupi kebutuhan anak dan rumahtangga.

Suami yang ditinggal istri bekerja ke luar negeri, akan hidup tanpa istri untuk sementara waktu walaupun tidak jelas kapan tepat waktunya istri pulang. Sebesar 51,7 persen suami memiliki perasaan biasa saja saat hidup tanpa istri untuk sementara. Suami tidak merasa sedih ataupun gembira terhadap keadaan yang sedang dialaminya saat ini. Bagi suami, hal tersebut merupakan hal biasa yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya karena adapula tetangga yang bernasib sama ditinggalkan istri bekerja menjadi TKW hingga ke luar negeri. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebesar 33,3 persen suami merasa malu karena hidup tanpa istri untuk sementara. Suami beranggapan bahwa karena kesalahan diri sendiri yang membuat istri bekerja hingga ke luar negeri yang pada akhirnya berakibat harus hidup tanpa istri untuk sementara. Sebagian kecil suami (3,3%) yang merasa bangga hidup tanpa istri. Suami menyatakan bahwa istri sudah bersusah payah mencari uang demi meningkatkan keuangan keluarga sehingga perlu adanya rasa bangga terhadap hasil kerja keras istri.

Pada tabel menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (51,7%) memiliki perasaan biasa saja saat istri mempunyai penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena suami beranggapan yang paling utama adalah istri dapat mengirimkan uang untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga dan anak karena apabila hanya bergantung pada penghasilan suami saja tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga dan anak (Tabel 13). Sebesar 38,3 persen suami merasa malu karena istri mempunyai penghasilan lebih tinggi. Apabila istri mempunyai penghasilan tinggi daripada suami berarti suami gagal dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Sisanya sebesesar 10 persen suami bangga istri mempunyai penghasilan lebih tinggi karena dengan begitu istri dapat meringkan beban dan tanggung jawab suami dalam menafkahi keluarga (Tabel 13). Pada intinya suami merasa biasa saja terhadap situasi keluarga yang dialaminya. Hal ini dapat terlihat dari perasaan suami yang tidak sedih ataupun gembira saat istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya, istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri, hidup tanpa istri untuk sementara, dan istri punya penghasilan lebih tinggi.

(12)

Tabel 13 Sebaran suami berdasarkan perasaan suami terhadap istri No Perasaan suami terhadap situasi keluarga 1 2 3

% % % 1 Istri tidak dapat berperan sebagaimana

mestinya 36,7 61,7 1,7

2 Istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri

31,7 60,0 8,3

3 Hidup tanpa istri untuk sementara 33,3 63,3 3,3

4 Istri punya penghasilan lebih tinggi 38,3 51,7 10,0

Keterangan : 1. Malu 2. Netral 3. Bangga

Dukungan Sosial

Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam menjalani kehidupannya, juga bagi keluarga dalam menjalani kehidupan perkawinannya bagi pelaksanaan pengasuhan anak. Dukungan sosial diukur melalui dimensi emosi, ekonomi, dan informasi. Dukungan sosial dapat diperoleh melalui keluarga, masyarakat, maupun dari lembaga-lembaga masyarakat yang berada di lingkungan sekitar. Dukungan sosial mampu memberikan kekuatan yang dimana dapat mengurangi kesulitan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Kualitas dukungan sosial yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik yang semakin tinggi pula (Tati 2004).

Dukungan keluarga besar adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga besar kepada suami baik berupa dukungan emosi, instrumen, penghargaan maupun informasi. Dukungan emosi yang sering diberikan keluarga besar kepada suami yaitu ketika keluarga besar mau mendengarkan masalah yang sedang saya hadapi, menunjukkan kepedulian serta memperlihatkan perhatian yang tinggi, berbagi kesulitan dengan suami, dan saat keluarga besar memberikan semangat hidup selama istri bekerja sebagai TKW. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dukungan instrumen yang sering diberikan keluarga besar kepada suami adalah bantuan dalam mengasuh anak (48,3%). Hampir separuh suami (41,7%) menyatakan bahwa keluarga besar kadang-kadang memberikan bantuan saat mengalami kesulitan keuangan. Lebih dari separuh suami (55%) mengatakan bahwa keluarga besar tidak pernah membantu meringankan pekerjaan rumah tangga selama istri menjadi TKW. Hal tersebut dikarenakan suami dan anak bekerja sama dalam melakukan pekerjaan rumah tangga serta tidak ingin merepotkan keluarga besar dalam urusan pekerjaan rumah tangga. Dukungan penghargaan yang sering diberikan keluarga besar kepada suami yaitu ketika keluarga besar mengatakan sesuatu yang dapat membuat tenang dan merasa dihargai serta apapun yang suami lakukan

(13)

keluarga besar selalu mendukung tindakan suami selama tindakan tersebut positif. Berdasarkan hasil wawancara, lebih dari satu pertiga suami (36,17%) sering memperoleh dukungan informasi dari keluarga besar yaitu saat keluarga besar banyak memberi solusi setiap suami menghadapi masalah.

Keluarga inti dalam penelitian ini terdiri dari suami dan anak maka dari itu dukungan keluarga inti adalah dukungan yang diberikan anak kepada suami. Adapun dukungan yang diberikan oleh keluarga inti dirasakan tinggi oleh semua suami. Lebih dari separuh suami (55%) menyatakan bahwa suami dan anak-anak sering saling membantu dan mendukung selama istri menjadi TKW. Sebagian besar suami (75%) menyatakan bahwa suami dan anak-anak sering berkomunikasi dan saling terbuka.

Tabel 14 menunjukan bahwa dukungan emosi yang diberikan tetangga dirasakan tinggi oleh suami. Adapun dukungan emosi yang sering diberikan oleh tetangga yaitu ketika lingkungan sosial masyarakat memberikan perasaan aman kepada suami terutama ketika istri menjadi TKW, suami merasa tenang dengan lingkungan tempat tinggalnya karena merupakan lingkungan yang baik untuk menumbuh kembangkan anak, dan teman-teman suami selalu menghibur ketika sedang menghadapi masalah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dukungan informasi yang sering diberikan oleh tetangga kepada suami yaitu saat suami dan tetangga selalu bertukar pikiran dan berbagi masalah (43,3%). Separuh suami (50%) mengatakan bahwa kadang-kadang tetangga memberikan solusi ketika menghadapi masalah dan sebesar 35 persen lingkungan sosial masyarakat memberikan nasihat dan saran kepada suami ketika menghadapi masalah.

PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyaluran jasa keluar negeri dan PJTKI memiliki tugas dan tanggung jawab dari awal keberangkatan TKW hingga saat TKW sudah berangkat dan bekerja di luar negeri. Tabel 14 menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan oleh PJTKI dirasakan rendah oleh semua suami. Hampir seluruh suami menyatakan bahwa PJTKI tidak pernah memberikan dukungan sosial kepada keluarga contoh. Suami menyatakan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh PJTKI kepada keluarga contoh diberikan sebelum istri berangkat menjadi TKW. Saat istri sudah berangkat dan bekerja menjadi TKW, PJTKI tidak pernah memberikan dukungan sosial kepada keluarga contoh. Bagi suami, hal tersebut dapat terjadi karena PJTKI menganggap bahwa setelah istri sudah

(14)

berangkat dan bekerja di luar negeri segala urusan yang berkaitan dengan keluarga contoh telah selesai.

Tabel 14 Sebaran suami berdasarkan penerimaan dukungan sosial

No Dukungan Sosial 1 2 3 Rata-rata Skor

% % % % Keluarga Besar

1 Keluarga besar berperan banyak dalam membantu meringankan pekerjaan rumah tangga selama istri menjadi TKW

55,0 18,3 26,7 1,72

2 Keluarga besar berperan banyak dalam

membantu kesulitan keuangan 38,3 41,7 20,0 1,82 3 Keluarga besar berperan banyak dalam

membantu pengasuhan anak 26,7 25,0 48,3 2,22 4 Keluarga besar banyak memberi solusi

setiap saya menghadapi masalah 35,0 28,3 36,7 2,02 5 Keluarga mau mendengarkan masalah

yang sedang saya hadapi 28,3 35,0 36,7 2,08 6 Keluarga menunjukkan kepedulian serta

memperlihatkan perhatian yang tinggi 8,3 38,3 53,3 2,45 7 Saya selalu berbagi kesulitan dengan

keluarga besar 21,7 35,0 43,3 2,22

8 Keluarga saya memberikan semangat

hidup selama istri bekerja sebagai TKW 16,7 33,3 50,0 2,33 9 Keluarga saya selalu mengatakan sesuatu

yang dapat membuat saya tenang dan merasa dihargai

13,3 28,3 58,3 2,45 10 Apapun yang saya lakukan, keluarga

selalu mendukung tindakan saya selama tindakan tersebut positif

10,0 23,3 66,7 2,57 Keluarga Inti

1 Saya dan anak-anak saling membantu dan

mendukung selama istri menjadi TKW 21,7 23,3 55,0 2,33 2 Saya dan anak-anak berkomunikasi dan

saling terbuka

5,0 20,0 75,0 2,70

Tetangga

1 Lingkungan sosial masyarakat memberikan perasaan aman terutama ketika istri menjadi TKW

6,7 15,0 78,3 2,72

2 Tetangga membantu meminjamkan uang atau barang ketika saya menghadapi kesulitan

45,0 43,3 11,7 1,67

3 Masyarakat selalu memberikan pertolongan ketika saya sedang menghadapi kesulitan

23,3 58,3 18,3 1,95 4 Saya selalu bertukar pikiran dan berbagi

masalah dengan tetangga

26,7 30,0 43,3 2,17 5 Saya memiliki teman-teman yang saya

yakini bahwa mereka dapat menghargai dan mendukung tindakan

saya selama tindakan tersebut positif

16,7 30,0 53,3 2,37

6 Tetangga sering memberikan solusi ketika

(15)

Tabel 14 (lanjutan)

7 Saya merasa tenang dengan lingkungan tempat tinggal saya karena merupakan lingkungan yang baik untuk menumbuh kembangkan anak

6,7 25,0 68,3 2,62

8 Lingkungan sosial masyarakat banyak memberikan nasihat dan saran kepada saya ketika saya menghadapi masalah

31,7 35,0 33,3 2,02 9 Teman-teman saya mau mendengarkan

masalah yang sedang saya hadapi

16,7 55,0 28,3 2,12

10 Teman-teman saya selalu menghibur saya

ketika saya sedang menghadapi masalah 3,3 20,0 76,7 2,73 11 Bila keluarga sedang bermasalah, apakah

mendapat dukungan uang/sembako/tenaga/obat-obatan dari

teman?

100,0 0,0 0,0 1,00

12 Apakah keluarga juga mendapat dukungan tersebut dari kelompok atau anggota kemasyarakatan?

95,0 3,3 1,7 1,07

PJTKI 1 Melakukan sosialisasi/penyuluhan program

penempatan TKW ke luar negeri 98,3 1,7 0,0 1,02 2 Membantu mengurus pembuatan paspor

ke kantor imigrasi yang ditunjuk Dinas Kabupaten

98,3 1,7 0,0 1,02

3 Menjelaskan isi lembar kontrak kepada TKW dan anggota keluarga lainnya

100,0 0,0 0,0 1,00

4 Menjamin perlindungan dan keselamatan

TKW 76,7 23,3 0,0 1,23

5 Memberikan reward (penghargaan) baik materi maupun non materi atas prestasi yang diberikan oleh TKW

88,3 11,7 0,0 1,12

6 Merespon ketika TKW mengalami masalah

dalam melengkapi persyaratan kerja 98,3 1,7 0,0 1,02 7 Mengadakan pertemuan antar TKW di luar

negeri untuk mempererat silaturahmi para TKW

71,7 15,0 13,3 1,42

8 Banyak memberikan saran dan nasehat kepada TKW demi keselamatan dan keberhasilan kerja TKW diluar negeri

95,0 5,0 0,0 1,05

9 Memeriksa/mengontrol kondisi kesehatan jasmani dan rohani TKW meskipun dari jarak jauh

90,0 10,0 0,0 1,10

10 Memberikan pelatihan dan pengajaran yang baik dan benar kepada TKW demi mencapai keberhasilan kerja diluar negeri.

100,0 0,0 0,0 1,00

Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

Hasil penelitian pada Tabel 15 menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan keluarga besar kepada suami berada pada kategori tinggi dan sedang (43,3%) dan sisanya (13,3%) berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga besar cukup peduli dan memberikan dukungan sosial yang cukup baik kepada suami. Sebesar (71,7%) suami memperoleh

(16)

dukungan sosial keluarga inti termasuk kategori tinggi, 20 persen suami merasa bahwa dukungan sosial yang diberikan keluarga inti berada pada kategori sedang, dan sisanya (8,3%) berada pada kategori rendah dalam menerima dukungan sosial dari keluarga inti. Tergambar bahwa suami mendapatkan dukungan penuh dan baik dari keluarga inti sehingga merasa semangat dan kuat dalam menjalani hidup.

Sebanyak 65 persen suami memperoleh dukungan sosial dari tetangga termasuk ke dalam kategori sedang, 20 persen berada pada kategori tinggi, dan sisanya (15%) berada pada kategori rendah dalam menerima dukungan sosial tetangga. Hal ini menggambarkan bahwa dukungan sosial yang diberikan tetangga tergolong cukup baik sehingga suami cukup merasa tenang, nyaman, dan aman hidup di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Hampir seluruh contoh (100%) memperoleh dukungan sosial yang diberikan oleh PJTKI berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh PJTKI dirasakan sangat kurang dan tidak lebih baik oleh contoh. Menurut contoh, dukungan yang diberikan oleh PJTKI diberikan sebelum istri menjadi TKW saja. Namun, setelah istri menjadi TKW, dukungan sosial hampir tidak pernah diberikan oleh PJTKI kepada contoh. Secara keseluruhan dukungan sosial yang diberikan kepada suami baik yang berasal dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI berada pada kategori sedang (83,3%). Sebanyak 11,7 persen dukungan sosial yang diberikan kepada suami berada pada kategori tinggi dan sisanya (5%) berada pada kategori rendah.

Tabel 15 menggambarkan bahwa keluarga besar memberikan dukungan yang sangat baik kepada suami. Namun, terkadang keluarga besar memberikan dukungan yang cukup baik kepada suami dan hal ini terlihat dari bantuan yang diberikan keluarga besar ketika suami mengalami kesulitan keuangan. Dukungan yang diberikan oleh keluarga inti kepada suami dapat dikatakan sangat baik hal dikarenakan keluarga keluarga inti selalu memberikan dukungan penuh kepada suami saat istri menjadi TKW. Dukungan yang selalu diberikan kepada suami, akan membangkitkan semangat hidup dan juang dalam diri suami untuk tetap bertahan dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi dalam keluarga.

Dukungan yang diberikan tetangga kepada suami dirasakan cukup baik namun untuk dukungan yang diberikan oleh PJTKI suami merasa tidak pernah memperoleh dukungan. Menurut suami, PJTKI tidak memberikan dukungan lagi kepada contoh karena saat istri berangkat menjadi TKW segala urusan yang

(17)

berkaitan dengan contoh telah selesai. Secara garis besar dukungan sosial yang diberikan kepada suami baik dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI berada pada kategori sedang yang artinya suami merasa cukup baik dalam memperoleh dukungan sosial baik dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI.

Tabel 15 Sebaran suami berdasarkan kategori dukungan sosial Tingkat

Dukungan Sosial Keluarga Dukungan Sosial

Besar Keluarga Inti Tetangga PJTKI Dukungan Sosial % % % % % Rendah (≤33,33) 13,30 8,30 20,00 100,00 11,70 Sedang (33,34-66,67) 43,30 20,00 65,00 0,00 83,30 Tinggi (>66,68) 43,30 71,70 15,00 0,00 5,00 Min-max 1-3 1-3 1-3 1-1 1-3 Rataan ± SD 2,30±0,70 2,63±0,64 1,95±0,59 1,00±0,00 1,93±0,41 Interaksi Suami dan Istri

Komunikasi Istri dan Keluarga

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau bisa juga merupakan interaksi antara dua individu atau lebih. Komunikasi dapat dikatakan juga sebagai jembatan penghubung antar individu sehingga dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas kerja (Surbakti 2008). Menata komunikasi dalam kehidupan keluarga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Pendekatakan komunikasi dibedakan menjadi empat komponen yang saling berhubungan dan menunjang keharmonisan suatu keluarga, yaitu: (1) Komunikasi pribadi dengan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang beriman dan bertaqwa, menjalin komunikasi yang baik dengan Tuhan merupakan suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan setiap waktu dan dimanapun dalam menjalani kehidupan keluarga. Komunikasi dengan Tuhan merupakan dasar utama dan penting dalam membentuk dan menata keluarga yang sakinah. (2) Komunikasi antar anggota keluarga inti. Keluarga terdiri dari anggota keluarga (ayah, ibu, anak, dan kerabat), fasiltas (rumah, makanan, minuman, kendaraan, uang, dll) serta ajaran agama yang telah dianut secara turun-temurun dari keluarga sebelumnya. (3) Komunikasi antar keluarga besar. Salah satu dari bentuk komunikasi keluarga yang harus terus dipertahankan yaitu menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan anggota keluarga besar. Hal itu perlu dilakukan agar hubungan keluarga inti dengan keluarga besar semakin

(18)

erat dan harmonis. (4) Komunikasi dengan masyarakat luas. Hubungan komunikasi tidak hanya terbatas kepada hubungan komunikasi antar anggota keluarga saja tetapi adapula hubungan komunikasi dengan masyarakat yang ada disekitar keluarga. Hubungan komunikasi ini sangat kompleks karena melibatkan banyak orang yang dimana memiliki karakteristik yang sangat beragam. Hubungan komunikasi dengan masyarakat dapat terjalin harmonis apabila suatu keluarga dapat memahami karakteristik serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Keharmonisan yang terjadi dalam masyarakat bergantung pada keharmonisan yang terjadi dalam keluarga (Sauri 2008).

Dalam penelitian ini, komunikasi yang akan dibahas adalah komunikasi antara istri dan keluarga, menggunakan media apa dalam berkomunikasi, seberapa sering istri melakukan komunikasi dengan keluarga serta berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali komunikasi. Seiring berjalannya waktu teknologi pun semakin canggih sehingga media yang digunakan pada zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Penting mengetahui media apa yang akan kita gunakan dalam komunikasi agar tercipta efisiensi dan efektifitas dalam penyampaian suatu pesan atau informasi. Telepon seluler merupakan media yang mudah dan sering digunakan.

Frekuensi komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi yang diberikan secara teratur dalam kejadian tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar (80%) frekuensi komunikasi antara istri dan keluarga sebanyak satu sampai tiga kali dan lebih dari tiga kali dalam satu bulan sedangkan sisanya sebesar 20% istri atau ibu dan keluarga tidak pernah berkomunikasi dalam waktu satu bulan. Waktu penyampaian komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam mencapai keefekifan komunikasi. Lebih dari separuh istri dan keluarga (61,7%) melakukan intensitas komunikasi kurang dari 15 menit, 35 persen komunikasi dilalukan dalam selang waktu 15 sampai 30 menit, dan sebesar 3,3 persen berkomunikasi lebih dari 30 menit.

Tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (58,3%) mengatakan bahwa ibu sering berkomunikasi melalui telepon atau pengiriman pesan singkat (sms) kepada keluarga. Sebesar 48,3 persen suami mengaku bahwa keluarga kadang-kadang berkomunikasi melalui telepon atau pengiriman pesan singkat (sms). Hal tersebut menggambarkan bahwa komunikasi ibu dengan keluarga melalui telepon atau “sms” lebih baik dibandingkan dengan komunikasi yang dilakukan keluarga kepada ibu baik melalui telepon ataupun

(19)

sms. Berdasarkan data yang diperoleh, lebih dari separuh suami (61,7%) menjelaskan bahwa baik ibu maupun keluarga tidak pernah memberikan ucapan selamat kepada anggota keluarga yang sedang berulang tahun.

Pada saat hari raya atau hari besar, sebesar 38,3 persen suami mengaku bahwa ibu sering berkomunikasi melalui telepon pada saat hari penting yaitu ketika hari raya atau hari besar. Begitupun sebaliknya sebesar 31,7 persen suami mengatakan bahwa keluarga sering berkomunikasi kepada ibu di hari raya atau hari besar.

Tabel 16 Sebaran suami berdasarkan komunikasi antara istri dan keluarga No Komunikasi Istri dan Keluarga 1 2 3 Rata-rata

Skor % % % % 1 Ibu telepon/sms kepada keluarga 5,0 36,7 58,3 2,53

2 Ibu telepon saat ulang tahun suami/anak 61,7 18,3 20,0 1,58

3 Ibu telepon pada saat hari raya atau hari besar

28,3 33,3 38,3 2,10 4 Keluarga sms/telepon kepada ibu 11,7 48,3 40,0 2,28

5 Keluarga telepon pada saat ulang tahun ibu 61,7 18,3 20,0 1,57

6 Keluarga telepon pada saat hari raya/hari besar

36,7 31,7 31,7 1,98 Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

Interaksi Suami Istri

Komunikasi yang terjalin dengan baik antara suami dan istri adalah elemen penting dari kualitas perkawinan. Tabel 17 menunjukkan bahwa hampir seluruh suami (85%) menyatakan selalu berusaha berkomunikasi untuk membicarakan soal anak dengan istri. Suami menyatakan bahwa topik pembicaraan mengenai anak adalah hal yang penting dikomunikasikan kepada istri agar istri mengetahui bagaimana perkembangan jiwa dan psikologis anak. Hampir separuh suami (38,3%) terkadang berusaha berkomunikasi dengan istri untuk membicarakan masalah yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini penting bagi suami karena meskipun dipisahkan oleh jarak dan waktu, suami dan istri tetap dapat berdiskusi dalam mencari solusi untuk masalah yang yang sedang terjadi dalam rumahtangga namun suami memikirkan perasaan istri yang sedang bekerja di luar negeri. Suami takut apabila ia bercerita kepada istrinya mengenai masalah yang terjadi dalam rumah tangga dapat menganggu istri nya bekerja. Oleh karena itu, suami terkadang menceritakan masalah dalam rumahtangga kepada istri namun terkadang juga tidak bercerita dan hal ini disesuai dengan kondisi istri yaitu apakah istri siap mendengarkan atau tidak. Selama istri menjadi TKW, suami dan istri sering (65%) membicarakan rasa cinta

(20)

di antara keduanya. Hal ini selalu ditekankan oleh suami agar rasa cinta dan sayang di antara istri dan suami tidak akan pudar meskipun dipisahkan oleh jarak dan waktu.

Hampir seluruh suami (83,3%) menyatakan bahwa tidak pernah memiliki konflik atau masalah yang berat dengan istri selama istri menjadi TKW. Suami menyatakan bahwa beban istri untuk bekerja saja sudah sangat berat sehingga suami sangat menghargai istri dan tidak mau mencari masalah atau konflik dengan istri. Sebesar 46,7 persen suami selalu membicarakan masalah keuangan rumah tangga dengan istri. Hal ini penting bagi suami karena mengingat kepergian istri dikarenakan ingin menambah penghasilan keluarga dan memenuhi kebutuhan keluarga maka suami selalu membicarakan masalah keuangan kepada istri saat suami membutuhkan uang dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Sebanyak 86,7 persen suami selalu membicarakan mengenai keaadaan istri di tempat kerja saat berkomunikasi dengan istri. Bagi suami, hal ini sangatlah penting karena dengan begitu suami dapat mengetahui perkembangan kesehatan jasmani dan rohani sang istri di tempat kerja. Masa depan yang indah adalah impian dari setiap keluarga. Lebih dari separuh suami (56,7%) mengakui sering membicarakan masa depan keluarga dengan istri. Pembicaraan mengenai masa depan yang indah dan baik merupakan hal yang penting bagi suami istri agar keduanya selalu bersemangat dan saling bahu membahu saat menginginkan masa depan indah yang diimpikan menjadi kenyataan. Sebesar 51,7 persen suami menyatakan bahwa sering meminta izin dan melaporkan pada istri mengenai penggunaan keuangan. Penting hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan kecurigaan terhadap suami akan penggunaan uang untuk berfoya-foya atau melakukan hal-hal buruk yang dapat merugikan istri. Lebih dari separuh suami (56,7%) meminta ijin pada istri mengenai rencana pendidikan anak. Bagi suami dan istri, pendidikan anak adalah hal yang sangat penting. Suami dan istri ingin memberikan yang terbaik untuk pendidikan anak. Oleh karena itu, setiap perkembangan pendidikan anak harus diinformasikan kepada istri.

Interaksi suami dan istri ditinjau dari aspek bonding menunjukkan bahwa hampir seluruh suami (98,3%) selalu mendoakan keselamatan dan kesehatan istri selama jadi TKW. Berdoa kepada tuhan setiap hari merupakan hal yang rutin dilakukan suami. Hal itu dilakukan demi ketentraman batin karena suami tidak

(21)

dapat berada disamping istri saat menjadi TKW dan suami berharap bahwa istri selalu diberikan perlindungan dan kesehatan oleh Tuhan dimanapun dia berada. Sebanyak 91,7 persen suami menjaga kesetiaan terhadap istri. Bagi suami menjaga kesetiaan adalah hal yang penting dilakukan agar hubungan antara istri dan suami semakin baik dan terhindar dari keretakan rumah tangga seperti perceraian.

Suami menyatakan bahwa sering merasa terikat perasaan dengan istri dengan persentase terbesar 65 persen. Lebih dari separuh suami (60%) menyatakan terkadang memimpikan istri namun terkadang juga tidak. Rasa rindulah yang menyebabkan suami memimpikan istri. Selain itu, keinginan untuk bertemu dengan istri namun tidak dapat tercapai membuat suami memimpikan istri. Sebesar 78,3 persen suami merasa kesepian saat ditinggal istri terlalu lama. Ketidakhadiran istri disamping suami, menimbulkan perasaan kehilangan sekali sehingga membuat suami merasa kesepian dan merasa hampa. Hampir seluruh suami (80%) selalu merindukan istri. Berada jauh dari sang istri merupakan hal yang sangat sulit karena suami tidak dapat bertemu dalam waktu yang lama sehingga perasaan rindu baik rindu bertatap muka dengan istri maupun bercengkrama dengan istri akan selalu muncul dalam benak atau pikiran suami.

Kenangan indah adalah kenangan yang tidak pernah dapat dilupakan oleh setiap manusia. Sebesar 53,3 persen suami selalu mengingat hari-hari spesial saat bersama istri. Suami selalu mengingat masa-masa indah saat istri masih berada di rumah dan berada di samping suami. Hal inilah yang membuat suami merasa kehilangan teramat dalam. Setiap malam suami pun selalu teringat istri dengan persentase terbesar 46,7 persen.

Tabel 17 Sebaran suami berdasarkan interaksi suami-istri

No Interaksi Suami-Istri 1 2 3 Rata-rata Skor % % % %

Komunikasi 1 Saya dan istri berusaha berkomunikasi

untuk membicarakan soal anak

5,0 10,0 85,0 2,80

2 Saya dan istri berusaha berkomunikasi membicarakan masalah yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga

36,7 38,3 25,0 1,88

3 Saya dan istri selama menjadi TKW

membicarakan rasa cinta diantara kami 16,7 18,3 65,0 2,48 4 Saya dan istri sering konflik selama

menjadi TKW 83,3 15,0 1,7 1,18

5 Saya dan istri membicarakan masalah

(22)

Tabel 17 (lanjutan)

No Pertanyaan 1 2 3 Rata-rata Skor

% % % %

6 Saya dan istri membicarakan mengenai

keaadaan istri di tempat kerja 3,3 10,0 86,7 2,83 7 Saya dan istri membicarakan masa

depan keluarga

16,7 26,7 56,7 2,40 8 Saya minta ijin dan melaporkan pada istri

tentang penggunaan keuangan 23,3 25,0 51,7 2,28 9 Saya minta ijin pada istri saya mengenai

rencana pendidikan anak

23,3 20,0 56,7 2,33 Bonding

1 Saya mendoakan keselamatan dan

kesehatan istri selama jadi TKW 1,7 0,0 98,3 2,97 2 Saya menjaga kesetiaan terhadap istri

saya

1,7 6,7 91,7 2,90

3 Saya merasa terikat perasaan dengan

istri saya 6,7 28,3 65,0 2,58

4 Saya bermimpi istri saya 16,7 60,0 23,3 2,07

5 Saya merasa kesepian saat ditinggal istri

terlalu lama 3,3 18,3 78,3 2,75

6 Saya selalu merindukan istri 1,7 18,3 80,0 2,78

7 Saya selalu mengingat hari-hari special saat bersama istri

8,3 38,3 53,3 2,45

8 Setiap malam saya selalu teringat istri 10,0 43,3 46,7 2,37

Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

Sebesar 56,7 persen suami dan istri memiliki tingkat komunikasi yang sedang, 38,3 persen berada pada kategori tinggi, dan sisanya (5%) berada pada kategori rendah. Rendahnya komunikasi yang terjadi diantara suami istri disebabkan karena suami telah kehilangan kontak atau komunikasi dengan istri. Hal ini membuat suami khawatir namun segala daya upaya yang digunakan untuk mencari informasi mengenai istri hanya sia-sia dikarenakan pengaduan suami tidak ditanggapi oleh PJTKI. Adapula suami yang tidak peduli tidak mendapat kabar dan berkomunikasi dengan istri hal ini dikarenakan suami sudah mulai tidak peduli dengan keadaan istri ditempat kerjanya.

Sebanyak 86,7 persen suami dan istri memiliki kategori bonding yang tinggi, 10 persen berada pada kategori sedang, dan sisanya (3,3%) berada pada kategori rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan interaksi suami-istri (komunikasi dan bonding) memiliki kategori yang tinggi (73,3%), 23,3 persen berada pada kategori sedang, dan sisanya (3,3%) berada pada kategori rendah. Tabel 18 menggambarkan bahwa suami dan istri selalu berkomunikasi dengan baik. Seringnya berkomunikasi di antara suami-istri yang membuat ikatan bonding di antara suami-istri semakin dekat dan tetap terjaga

(23)

serta bertahan dengan baik. Dengan demikian, interaksi di antara suami-istri pun akan selalu terjaga dengan baik dan tidak pernah terputus.

Tabel 18 Sebaran suami berdasarkan kategori interaksi suami-istri Tingkat

Interaksi Suami Istri Komunikasi Interaksi Suami-Istri Bonding Interaksi Suami-Istri

% % % Rendah (≤33,33) 5,00 3,30 3,30 Sedang (33,34-66,67) 56,70 10,00 23,30 Tinggi (>66,68) 38,30 86,70 73,30 Min-max 1-3 1-3 1-3 Rataan ± SD 2,33±0,57 2,83±0,46 2,70±0,53 Kualitas Perkawinan

Kebahagiaan Perkawinan. Kebahagiaan perkawinan dalam penelitian ini bersifat subjektif dan individual maka dari itu kebahagiaan perkawinan yang diukur dalam penelitian ini meliputi aspek perasaan bahagia terhadap istri dan perasaan bahagia dan bersyukur dengan perkawinan di antara suami dengan istri. Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (55%) merasa tidak bahagia dengan istri. Hasil wawancara menyatakan bahwa suami merasa bahagia apabila istri berada di samping mereka dan tidak bekerja hingga ke luar negeri. Suami lebih menyukai istri mereka tidak bekerja dan diam saja di rumah mengurusi suami, anak, dan rumahtangga. Keberangkatan istri ke luar negeri untuk bekerja membuat suami merasakan tidak adanya pengertian dari istri akan rasa kebutuhan suami baik secara fisik maupun batin. Hal ini sesuai dengan teori Elder et al. (1991) bahwa kebahagiaan diukur dari besarnya rasa cinta, pengertian, serta hubungan seksual merupakan bagian dari kualitas perkawinan.

Sebesar 40 persen suami merasa cukup bahagia dengan istri. Bagi suami, terkadang merasa bahagia apabila istri dapat bekerja dan bisa membantu meringankan beban suami dari segi keuangan namun terkadang suami merasa tidak bahagia karena istri tidak ada di samping suami dan juga suami merasa kerepotan mengurus rumahtangga dan anak sendirian meskipun ada bantuan dari keluarga besar. Sisanya 5 persen suami merasa bahagia dengan istri. Bagi suami, hanya mengandalkan penghasilan dari suami saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Suami menyatakan dengan istri bekerja menjadi TKW dapat menambah keuangan keluarga karena istri bisa mengirimkan uang untuk kebutuhan anak dan rumahtangga sehingga kebutuhan rumahtangga dan anak tercukupi. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspitawati (2009) bahwa perempuan mampu menjadi penyelamat keluarga di masa krisis

(24)

ekonomi dengan keuletan perempuan dalam berkreatifitas mencari tambahan uang demi keluarganya (family generating income).

Separuh suami (50%) menyatakan merasa cukup bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya. Suami merasa cukup bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri karena mempunya istri yang dapat membantu suami dari segi keuangan. Sebesar 41,7 persen suami sering merasa bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya bersama istri karena merasa bangga terhadap kerja keras istri untuk membantu keuangan keluarga meskipun istri harus bekerja hingga ke luar negeri. Memiliki istri yang berjuang keras untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga membuat suami sangat bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Sisanya sebesar 8,3% persen suami merasa tidak bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Suami merasakan kepergian istri menjadi TKW membuat rumahtangga hancur. Hal ini disebabkan istri pada awal mulanya mengirim kabar dan uang secara rutin namun semakin lama istri bekerja suami tidak diberi kabar dan tidak dikirimkan uang lagi secara rutin. Suami menganggap kemungkinan istri memiliki laki-laki lain ditempat kerja yang pada akhirnya timbulah rasa kecewa serta perasaan tidak bahagia dan tidak bersyukur dengan perkawinannya dengan istri (Tabel 19).

Tabel 19 Sebaran suami berdasarkan kualitas perkawinan suami-istri

No Kualitas Perkawinan 1 2 3 Rata-rata Skor

% % % %

Kebahagiaan 1 Saya merasa bahagia dengan istri 55,0 40,0 5,0 1,50

2 Saya merasa bahagia dan bersyukur dengan perkawinan saya

8,3 50,0 41,7 2,33

Kepuasan

1 Saya merasa puas dengan istri saya 61,7 35,0 3,3 1,42

2 Saya merasa puas dan bersyukur

dengan perkawinan saya 11,7 48,3 40,0 2,28 Keterangan : 1. Tidak bahagia/tidak puas 2. Cukup bahagia/puas 3. Bahagia/puas

Kepuasaan Perkawinan. Kepuasan yang diukur dalam penelitian ini adalah perasaan puas suami terhadap istri dengan perasaan puas dan bersyukur terhadap perkawinan antara istri dan suami. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, pada Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (61,7%) merasa tidak puas dengan istri. Rasa kesepian dan kurang terpenuhinya kebutuhan batin dan fisik suami menyebabkan suami tidak puas dengan istri. Hal ini sesuai dengan teori Stoner dan Freeman (1994) menyatakan bahwa

(25)

kepuasan berfokus pada kebutuhan bathiniah yang memotivasi perilaku. Untuk memuaskan kebutuhan, orang akan bertindak dengan cara-cara tertentu seperti seorang laki membutuhkan seks maka kebutuhan ini akan mendorong laki-laki untuk menikah dengan seorang perempuan. Dari hal tersebut maka kebutuhan seks dapat terpenuhi (Tati 2004).

Sebesar 35 persen suami merasa cukup puas dengan istri. Hal ini dikarenakan suami dapat berkomunikasi dengan baik dan terbuka dengan istri. Adanya komunikasi menimbulkan kepercayaan suami terhadap istri sehingga tidak ada rasa curiga di antara suami dan istri. Menurut Duvall dan Miller (1985) mengemukakan bahwa karakteristik kepuasan perkawinan meliputi (1) Ekspresif afeksi yang terbuka satu sama lain, (2) Komunikasi yang bebas dan terbuka antara pasangan, dan (3) Terjalinnya rasa saling percaya. Sisanya (3,3%) suami merasa puas dengan istri karena suami menghargai tindakan istri yang rela berkorban berpisah dengan suami untuk membantu mencari tambahan uang dalam mencukupi kebutuhan rumahtangga dan anak.

Hampir separuh suami (48,3%) merasa cukup puas dan bersyukur dengan perkawinannya. Saat ini suami memiliki peran ganda yaitu menjadi ayah dan ibu. Bagi suami ini adalah hal yang tidak mudah namun ini adalah konsekuensi yang harus diterima karena keberangkatan istri menjadi TKW atas persetujuan suami dan diputuskan secara musyawarah. Menurut Duvall dan Miller (1985) mengemukakan bahwa karakteristik kepuasan perkawinan yaitu tidak ada dominasi antara satu terhadap yang lain, keputusan dibuat bersama atau bermusyawarah. Sebesar 40 persen suami mengatakan merasa puas dan bersyukur dengan perkawinannya. Apapun keadaaan istri sekarang suami merasa bahagia dan bersyukur perkawinnya dengan istri. Suami tidak mempermasalahkan pekerjaan istri sebagi TKW karena istri bekerja demi kebaikan yaitu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 11,7 persen suami tidak puas dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Kepergian istri menjadi TKW membuat suami menjadi resah hal ini dikarenakan tidak dapat mengontrol istri secara dekat dan komunikasi antara suami dan istri hanya melalui media komunikasi telepon seluler. Perpisahan antara suami dan istri dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan kesepian dan berdampak terhadap ketidakpuasan suami terhadap istri. Apabila hal itu terjadi dalam waktu yang cukup lama, suami akan merasa pernikahannya dengan istri sia-sia karena istri

(26)

tidak dapat melayani suami dan tidak dapat menjadi ibu rumahtangga yang baik. Pada akhirnya terjadi perselingkuhan bahkan suami akan menikah lagi dengan perempuan lain. Cho et al (1996) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh terpenuhinya harapan peran dari pasangan. Kepuasan perkawinan pada wanita bekerja tergantung pada sikap peran seks istri dan suami, umur anak, alasan wanita untuk bekerja, status pekerjaan suami, dan ketersediaan pembantu rumahtangga.

Tabel 20 Sebaran suami berdasarkan kategori kualitas perkawinan Tingkat Kualitas

Perkawinan Kebahagiaan Kualitas Perkawinan Kepuasan Kualitas perkawinan % % % Rendah (≤33,33) 25,00 33,30 23,30 Sedang (33,34-66,67) 63,30 55,00 66,70 Tinggi (>66,68) 11,70 11,70 10,00 Min-max 1-3 1-3 1-3 Rataan ± SD 1,87±0,60 1,78±0,64 1,87±0,57 Kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan suami merupakan aspek yang diukur dari kulitas perkawinan. Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (63,3%) merasakan kebahagiaan perkawinan yang tergolong sedang, sebesar 25 persen berada pada kategori rendah, dan sisanya (11,7%) berada pada kategori tinggi. Kepuasan perkawinan yang dirasakan suami berada pada kategori sedang (55%). Sebanyak 33,3 persen kepuasan perkawinan yang dirasakan suami berada pada kategori rendah dan sisanya (11,7%) berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 66,7 persen keluarga contoh memiliki kualitas perkawinan yang tergolong sedang, 23,3 persen tergolong rendah, dan 10 persen tergolong tinggi. Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa kebahagiaan perkawinan yang dirasakan suami cukup baik namun terkadang suami tidak merasakan kebahagiaan dalam perkawinannya dengan istri. Selain itu, kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh suami cukup baik namun terkadang suami tidak merasakan kepuasan terhadap perkawinannya dengan istri. Hal ini menggambarkan, kualitas perkawinan yang dirasakan suami yaitu kadang-kadang merasa bahwa kualitas perkawinan contoh dalam keadaan baik-baik saja namun terkadang merasa kualitas perkawinan contoh berada pada kondisi yang tidak baik.

(27)

Hubungan antara Variabel-variabel Penelitian

Hubungan Dukungan Sosial dengan Karakteristik Keluarga

Hubungan antara dukungan sosial dengan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara umur ayah (r=0,332; p<0,05) dengan dukungan sosial yang diterima dari keluarga inti. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi umur suami maka akan semakin tinggi dukungan yang diberikan keluarga inti. Dukungan keluarga inti berasal dari dukungan anak kepada ayah begitupun sebaliknya dukungan diberikan dari ayah kepada anak. Semakin tinggi umur orangtua maka anak akan semakin banyak memberikan dukungan kepada orangtua. Hal ini dikarenakan umur yang meningkat menyebabkan produktifitas kerja orang tua menurun sehingga perlu diberikan dukungan dan perhatian penuh kepada orang tua agar dapat terus bertahan hidup.

Tabel 21 menunjukkan terdapat hubungan nyata dan positif (r=0,318; p<0,05) antara jumlah keluarga dengan dukungan yang diberikan keluarga inti. Hal ini berarti semakin tinggi jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi dukungan yang diberikan keluarga inti. Dukungan yang diberikan keluarga inti kepada suami berasal dari anak atau begitupun sebaliknya dukungan yang diberikan dari suami kepada anak. Anak merupakan orang terdekat bagi suami saat istri telah menjadi TKW. Banyaknya dukungan yang diberikan keluarga inti tergantung dari jumlah anggota keluarga dalam suatu keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak pula dukungan yang diberikan keluarga inti kepada suami. Apabila suami memiliki banyak anak maka dukungan yang diberikan kepada suami akan banyak. Banyaknya dukungan sosial yang diterima anggota keluarga ketika krisis tergantung pada seberapa banyak dukungan yang telah mereka berikan dari satu orang ke orang lain terutama pada saat mengalami krisis. Pasangan yang telah memberikan sangat banyak dukungan pada anak mereka selama dalam proses pengasuhan akan mendapatkan lebih banyak bantuan saat mereka tua (Lee et al. 1994 dalam Galvin et al. 2003). Tidak terdapat hubungan nyata antara dukungan sosial yang diberikan kepada suami baik yang berasal dari keluarga besar dan tetangga dengan karakteristik keluarga. Keluarga inti tidak memiliki hubungan nyata dengan tingkat pendidikan ayah dan lama ibu menjadi TKW. Secara keseluruhan, dukungan sosial tidak memiliki hubungan nyata dengan karakteristik keluarga.

(28)

Tabel 21 Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan karakteristik keluarga

Karakteristik Keluarga Keluarga Besar

Keluarga Inti Tetangga Dukungan Sosial

Umur ayah -0,051 0,332** 0,203 0,233

Pendidikan ayah 0,119 0,021 0,172 0,129

Jumlah anggota keluarga -0,211 0,318* -0,183 -0,010

Lama ibu jadi TKW 0,066 -0,074 0,117 0,014 * signifikan pada p<0,05

* * signifikan pada p<0,01

Hubungan antara Interaksi Suami-Istri dengan Karakteristik Keluarga

Terdapat hubungan nyata dan positif (r=0,332; p<0,05) antara pendapat total keluarga per bulan dengan komunikasi suami-istri. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pendapatan total keluarga per bulan maka semakin tinggi komunikasi suami-istri. Komunikasi antara suami-istri dilakukan melalui media komunikasi telepon seluler. Untuk berkomunikasi dengan istri, suami perlu mengeluarkan biaya yang cukup banyak demi kelancaran komunikasi antara suami-istri. Pendapatan total keluarga per bulan yang diperoleh sebagian disisihkan untuk membeli pulsa yang nantinya akan dipakai untuk berkomunikasi dengan istri yang berada di luar negeri. Semakin banyak total pendapatan keluarga per bulan yang diperoleh maka semakin lancar komunikasi di antara suami-istri karena suami dapat membeli pulsa untuk digunakan berkomunikasi dengan istri. Hal ini sesuai dengan pendapat Muladsih (2011) bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin baik frekuensi komunikasi antar anggota keluarga karena untuk melakukan komunikasi yang baik memerlukan biaya, terutama jika jarak antar anggota keluarga berjauhan. Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang nyata antara ikatan bonding suami-istri dan interaksi suami-istri dengan karakteristik keluarga. Komunikasi suami-istri tidak memiliki hubungan yang nyata dengan umur ayah dan lama ibu menjadi TKW (Tabel 22).

Tabel 22 Sebaran koefisien korelasi antara interaksi suami-istri dengan karakteristik keluarga

Karakteristik Keluarga Komunikasi Bonding Interaksi Suami-Istri

Umur ayah 0,031 0,002 0,020

Lama ibu jadi TKW -0,185 -0,025 -0,128

Pendapatan keluarga 0,332** 0,014 0,213

* signifikan pada p<0,05 * * signifikan pada p<0,01

(29)

Hubungan antara Kualitas Perkawinan dengan Karakteristik Keluarga

Tidak terdapat hubungan yang nyata antara kebahagiaan dan kepuasan perkawinan dengan karakteristik keluarga (pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pendapatan total keluarga per bulan). Suami tidak merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya yang berasal dari karakteristik keluarga namun akan merasakan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan yang diperoleh melalui keberadaan sang istri di samping suami. Selain itu, suami merasakan kebahagian dan kepuasan perkawinan saat kebutuhan biologis mereka terpenuhi. Rusman (2010) menyatakan bahwa kebahagiaan perkawinan menyangkut aspek hubungan antara suami dan istri, khususnya seks. Hasil penelitian Dobson mengatakan bahwa seks merupakan lima masalah terbesar yang ada dalam kehidupan berumahtangga (Kuntaraf dan Kuntaraf 1999). Secara keseluruhan, kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan) tidak memiliki hubungan yang nyata dengan karakteristik keluarga (pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pendapatan total keluarga per bulan).

Tabel 23 Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan karakteristik keluarga

Karakteristik Keluarga Kebahagiaan Perkawinan Kepuasan Perkawinan Kualitas Perkawinan Pendidikan ayah 0,070 0,006 0,042 Pendidikan ibu 0,127 0,073 0,113 Pendapatan keluarga 0,010 0,016 0,015 * signifikan pada p<0,05

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Interaksi Suami-Istri

Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara dukungan yang diberikan keluarga besar (r=0,421; p<0,05) dengan ikatan bonding suami dan istri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan keluarga besar dan tetangga maka semakin tinggi ikatan bonding di antara suami-istri. Friedman et al. (1999) mengatakan bahwa keluarga besar memiliki fungsi pendukung untuk seluruh anggota keluarganya. Sumber dukungan utama yang potensial diperoleh dalam keluarga karena dalam keluarga memiliki fungsi-fungsi dukungan tertentu yang tidak berubah (Puspitawati dan Herawati 2009). Dukungan yang diberikan keluarga besar berupa kepedulian dan perhatian yang tinggi, memberikan semangat hidup selama istri bekerja sebagai TKW, dan selalu mengatakan sesuatu yang dapat membuat suami tenang dan merasa dihargai akan membuat ikatan bonding antara suami dan istri terjaga dengan baik.

(30)

Terdapat hubungan nyata dan positif antara dukungan sosial yang diberikan tetangga dengan ikatan bonding antara suami-istri (r=0,447; p<0,05) dan interaksi suami-istri (r=0,264; p<0,05). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan yang diberikan tetangga kepada suami maka semakin tinggi pula ikatan bonding dan interaksi di antara suami-istri. Integrasi sosial adalah dukungan sosial berupa perasaan memiliki suatu kelompok yang dimana memungkinkan terjadinya berbagi minat, perhatian dan melakukan kegiatan yang reaktif secara bersama-sama (Cutrona 1996). Dukungan sosial tetangga ini didapat dari teman dekat atau tetangga yang memiliki hubungan yang harmonis dan akrab dan memiliki persamaan nasib. Adapun dukungan yang diberikan tetangga kepada suami berupa kehidupan bermasyarakat yang memberikan perasaan aman terutama ketika istri menjadi TKW, bertukar pikiran dan berbagi masalah, banyak memberikan nasihat dan saran ketika suami menghadapi masalah, dan teman-teman mau mendengarkan masalah yang sedang dihadapi suami akan memberikan perasaan yang nyaman dan tentram dihati suami. Persamaan nasib yang dimiliki yaitu istri bekerja sebagai TKW antara suami dengan tetangga membuat suami berpikir untuk mempertahankan bonding dan interaksi di antara suami dan istri. Adanya dukungan dari tetangga membuat suami untuk selalu menjaga komunikasi dan kesetiaan terhadap istri serta merasa terikat perasaan dengan istri. Keluarga dan teman berperan dalam memberikan dukungan seoptimal mungkin saat individu membutuhkan dukungan yang lebih banyak. Seseorang yang merasa memiliki banyak dukungan lebih baik dalam penanggulangan terhadap stress, sakit, serta pengalaman yang menyulitkan lainnya (Antonnucci 2001).

Tabel 24 Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan interaksi suami-istri Variabel Keluarga Besar Keluarga Inti Tetangga Dukungan Sosial Komunikasi suami-istri 0,168 0,192 0,244 0,116 Bonding suami-istri 0,421** 0,094 0,447** 0,255** Interaksi suami-istri 0,207 -0,019 0,264* 0,210 * signifikan pada p<0,05 * * signifikan pada p<0,01

Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara (r=0,255; p<0,05) dukungan sosial dengan ikatan bonding di antara suami-istri. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi ikatan bonding di antara suami-istri. Menurut Firestone dan Weinstein (2008) mengatakan bahwa

(31)

dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan, perawatan, serta konseling dan pelatihan. Dukungan sosial merupakan tempat pertukaran informasi pada tingkat interpersonal mencakup (1) Emotional support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya dikasihi dan diperhatikan, (2) Esteem support, mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya dihargai dan bernilai, (3) Network support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya sebagai bagian dari jaringan komunikasi yang melibatkan kewajiban dan pemahaman bersama (Cobbs’s 1976 dalam McCubbin dan Thompson 1988). Adanya dukungan sosial yang diberikan akan membuat suami mempertahankan ikatan bonding di antara suami dan istri (Tabel 24).

Komunikasi suami-istri tidak memiliki hubungan nyata dengan dukungan sosial baik yang berasal dari dukungan keluarga besar, keluarga inti, dan tetangga. Ikatan bonding suami-istri tidak memiliki hubungan nyata dengan dukungan keluarga inti. Dukungan yang diberikan keluarga besar dan keluarga inti tidak memiliki hubungan yang nyata dengan interaksi suami-istri. Secara keseluruhan dukungan sosial tidak memiliki hubungan yang nyata dengan interaksi suami-istri.

Hubungan antara Kualitas Perkawinan dengan Dukungan Sosial

Tabel 25 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara kebahagiaan dan kepuasan perkawinan dengan dukungan sosial. Hal itu diduga bahwa suami tidak merasakan kebahagian dan kepuasan perkawinan dalam hidupnya yang berasal dari dukungan sosial namun suami akan merasakan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan pada saat istri ada di samping suami. Menurut Paruntu (1998) bahwa kebahagiaan bersifat relatif dan subyektif yang dialami oleh pasangan suami-istri. Olson dan Hamilton (1968) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan yaitu perasaan yang subyetif akan kebahagiaan, kepuasan, serta pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan yang mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam perkawinan tersebut (Paruntu 1998). Selain itu, kepuasan perkawinan bergerak pada sebuah kontinum dari sangat puas hingga pada sangat tidak puas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara subyektif suami lebih banyak menyatakan rasa kebahagiaan dan kepuasan diperoleh saat istri ada di samping suami dan kebutuhan seksual mereka terpenuhi. Cho et al. (1996) menyatakan kepuasan

Gambar

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan kategori keluarga
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan keluarga per bulan  Pendapatan Kelarga  (Rupiah/Bulan)  Saat TKW  %  &lt;850000    6,7  850001-1700000 18,3  1700001-2550000 16,7  2550001-3400000  30,0  3400001-4250000 11,6  4250001-5100000    8,3  5100
Tabel 14 Sebaran suami berdasarkan penerimaan dukungan sosial
Tabel 17 Sebaran suami berdasarkan interaksi suami-istri
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu kita harus mulai mencoba mengurangi konsumsi beras.Yang nanti nya akan berdampak pada berkurangnya impor beras.Tentu saja hal itu tetap harus

Melalui berbagai deskripsi dari ketiga lukisan Da Vinci mengenai berbagai ikon (seperti misalnya tokoh-tokoh dalam lukisan Da Vinci baik Mona Lisa, Maria Perawan Suci,

Kelompok PIK KRR : Dalam rangka pembinaan remaja yang ada di desa/kelurahan dibina melalui kelompok ini yang sampai akhir bulan Desember 2010 telah terbentuk sebanyak 60 kelompok yang

Dari penjelasan di atas maka kita telah mengetahui tentang banyaknya tahapan dan cara yang dilakukan oleh pengusaha industri untuk mendapatkan izin lokasi, tidak hanya modal dan

Perbandingan metode numeric ansys dengan metode Moiré Canny prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 9,705% yang didapat dari perbandingan

Pada tinjauan kasus disebutkan bahwa menjelaskan pada pasien dan keluarga hasil pemeriksaan, menjelaskan tentang penyebab bendungan ASI, menjelaskan pada ibu dan

Untuk perikatan tertentu, setiap KAP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang mempersyaratkan penelaahan pengendalian mutu perikatan yang menyediakan suatu evaluasi

Pada tahap ini, hasil dari stemming yang berupa kata dasar dan imbuhan (afiks) akan dicocokkan dengan pola word graph frasa kata yang telah disimpan.. Jika