• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Penggunaan Metode Butterworth Lowpass Filter dengan Deteksi Tepi Canny

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Penggunaan Metode Butterworth Lowpass Filter dengan Deteksi Tepi Canny"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Kebutuhan bidang engineering semakin meningkat, terutama faktor kekuatan material yang berhubungan dengan keamanan manusia, Yang perlu diketahui sifat kekuatan material adalah nilai stress dan strain. Apabila kemampuan material lebih rendah dari beban tersebut, maka material dinyatakan gagal.

Untuk mengetahui nilai stress-strain maka diperlukan metode Moiré yang didapat melalui pengukuran yang tidak memerlukan peralatan canggih dan mahal. Sebagai objek pengukuran dengan plat bujursangkar yang dijepit pada semua sisinya dan diberi beban terpusat ditengah-tengahnya dengan displacement sebesar 2 mm. Kisi yang dibuat berjarak 1 mm agar dapat mendapatkan hasil yang diinginkan. Material yang terdefleksi akan menghasilkan pola moiré berupa pola gelap terang (fringes) yang dihasilkan dari pengambilan foto dari kamera digital. Dengan menggunakan software dilakukan pegolahan gambar. Hasil dari gambar berpola moiré pada permukaan material dirubah menjadi gambar grayscale dan difilter dengan Butterworth Lowpass Filter kemudian dijadikan gambar biner atau threshold untuk memperjelas pola moiré dan selanjutnya gambar thinning berupa deteksi tepi canny dan deteksi tepi roberts utnuk membuat pola frinji menjadi garis sehingga besaran nilai strain dihitung dari perbandingan antara jarak kisi dan spasi moiré. Sebagai pembanding digunakan metode teori dan numeric ANSYS.

Dari hasil pengukuran didapat defleksi plat dari image processing metode moiré dibandingkan dengan metode teori Ritz terdapat perbedaan rata-rata 6,5% dan metode moiré dengan numeric ansys berkisar 7,5%. Pada stress antara penghitungan metode moiré dengan metode teori Ritz terdapat perbedaan 18,5% dan metode moiré dibandingkan dengan metode numeric ansys berkisar rata-rata 9,5%.

Kata Kunci— frinji, moiré, kisi, deteksi tepi canny, deteksi tepi roberts, displacement, Tegangan-regangan

I. PENDAHULUAN

Beberapa dari sifat material bisa diketahui melalui pengujian stress dan strain. Gaya yang diberikan pada suatu benda logam (material ferrit/konduktif), selain menimbulkan deformasi bentuk fisik juga menimbulkan perubahan sifat resistansi elektrik benda tersebut. Dalam hal ini, dengan

menempelkan jenis material tersebut pada suatu benda uji (speciment) menggunakan suatu perekat yang isolatif terhadap arus listrik, maka material tadi akan menghasilkan adanya perubahan resistansi yang nilainya sebanding terhadap deformasi bentuknya. Karena adanya kesebandingan tersebut maka dapat dikatakan material ini sebagai sensor. Sensor/material inilah yang disebut strain gauge.

Pengamatan deformasi elastis maupun plastis secara makroskopik telah banyak dilakukan dengan menggunakan sensor stain gauge atau extensometer. Namun, penggunaan metode ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya yaitu deformasi hanya dapat diukur dalam satu arah saja, harganya cukup mahal dan memerlukan tempat besar serta hasil pengukurannya dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu pengukuran deformasi yang terjadi pada sebuah penampang seringkali menemui kendala terutama bila penampangnya mempunyai bentuk yang tidak sederhana. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode pengukuran alternatif yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Teknik pengukuran dengan menggunakan beberapa metode alternatif pun telah dilakukan. Salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan metode moiré

Metode moiré dalam bidang mekanik, dipakai untuk mengevaluasi penyimpangan yang disebabkan oleh beban, suhu, kelembaban, umur atau lainya. Dalam bidang metrologi, dipakai untuk mengevaluasi bentuk objek tiga dimensi. Langkah selanjutnya dalam pengolahan gambar metode moiré adalah deteksi tepi(edge detection), deteksi tepi s angat penting dalam pengolahan gambar karena pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam gambar. Tujuan diterapkan pendeteksian tepi adalah untuk menampilkan garis batas pada objek di dalam gambar. Proses deteksi tepi menghasilkan bentuk garis geometris dari suatu gambar.

Dari penjelasan di atas, timbul kebutuhan untuk menganalisa besaran defleksi dan stress-strain pada material dengan menggunakan image processing, menganalisa pengolahan gambar moiré dengan metode Butterworth Low Pass Filter. Untuk menganalisa hasil edge detection metode canny dan Roberts, dan untuk menganalisa tingkat keakurasian hasil metode moiré dengan teori, serta stress-strain dengan numeric ANSYS. Manfaatnya adalah untuk mengenal proses metode non-contac untuk mendapatkan nilai stress-strain

Aplikasi Penggunaan Metode Butterworth Lowpass

Filter dengan Deteksi Tepi Canny dan Roberts

Untuk Mengetahui Karakteristik Stress-Strain

Material Berbasis Image Processing

Hanif Pribadi, M. Khoirul Effendi.

Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

(2)

II. URAIANPENELITIAN

Menganalisa deformasi pelat logam dapat menggunakan metode pengukuran berbasis optik yakni metode moiré. Metode moiré menjadi pilihan dalam pengukuran stress-strain karena lebih murah,tidak bersifat merusak, dan dapat diterapkan secara menyeluruh pada benda kerja yang akan diukur.[3] Secara umum Metode moiré menjadi dua

kelompok pengukuran yaitu dengan In-Plane measurement dan Out-of-plane measurement. Untuk material dengan In-Plane measurement digunakan untuk pengukuran perpindahan linier, perpindahan sudut, tegangan dan regangan. Out-of-plane measurement digunakan untuk pengukuran perpindaha tegak lurus bisang, misalnya ketinggin permukaan.[4]

Penjelasan Metode Moiré

Kata moiré berasal dari bahasa Perancis (baca : MWAREH) yang merupakan sebuah pola garis kain sutra yang mirip dengan gelombang air. Pola moiré adalah pola gelap terang atau frinji yang terbentuk karena adanya penumpukan (overlapping) dua buah kisi (grating). Sedangkan penumpukan kedua buah kisi tersebut dikenal dengan teknik moiré. Dalam fotografi, moiré pattern terjadi saat obyek yang di foto memiliki detail pola yang berulang (garis, titik) yang melebihi kemampuan resolusi sensor kamera digital. Akibatnya adalah dalam foto akhir muncul pola tambahan yang tampak aneh dimata dan tidak nyata. Supaya lebih mudah memahami, lihat hasil foto kamera digital dibawah ini

Gambar .1 : Foto hasil kamera digital tampak pola pattern (Sumber:

www.http://belajarfotografi.com/apa-definisi-moiré-pattern)

Pada gambar 1 diatas Pola garis yang tampak aneh dalam baju difoto tersebut itulah yang disebut moiré pattern. Dalam kehidupan nyata, pola moiré tidak pernah kelihatan mata karena kualitas mata kita memang sempurna. Namun bagi kamera dan lensa yang penuh kekurangan, moiré kerap kali muncul. Baik itu rambut, baju, tangga eskalator dan hampir semua objek dengan detail pola berulang yang rapat dan kompleks memiliki munculnya moiré di foto.

Fenomena Frinji moiré pertama kali dicetuskan oleh Lord Rayleigh pada tahun 1874 dengan beberapa aplikasi pengukuran yang telah dilakukan menggunakan teknik moiré. Pertama kali pada tahun 1887 seseorang bernama Righi melakukan pengukuran perpindahan relatif dengan menggunakan teknik moiré ini. Selanjutnya teknik moiré ini mengalami kemajuan oleh Weller dan Shepherd pada tahun 1948 dengan menggunakan teknik moiré untuk mengukur deformasi yang terjadi pada sebuah objek yang mengalami tegangan - regangan dengan melihat perbedaan pola grating sebelum dan sesudah objek mengalami tekanan.

Definisi Citra (Image)

Secara umum istilah Citra (image) adalah suatu representasi (gambar), kemiripan, atau inisiasi dari suatu objek berbentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi bersifat digital. Ada sebuah peribahasa yang berbunyi “sebuah gambar bermakna lebih dari seribu kata”, maksudnya sebuah gambar dapat memberikan informasi yang lebih banyak daripada informasi tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata (tekstual).

Sebuah citra (image) dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, yaitu f (x,y), dimana x da n y adalah suatu koordinat spasial, dan besaran dari f pada sembarang koordinat (x,y) merupakan intensity (intensitas) atau gray level (tingkat keabuan) dari citra pada titik tersebut. Jika nilai x,y dan nilai intensitas dari f adalah finite, bernilai discrete quantities atau terbatas, maka dapat disebut sebagai citra digital (digital image). Citra digital dapat dibayamgkan sebagai suatu matriks dimana baris dan kolomnya merepresentasikan suatu titik didalam citra, dan nulai elemen matriks tersebut menunjukkan gray level di titik tersebut.

Gambar 2 Suatu titik f(x,y) pada sebuah citra (Smber : “Pengembangan algoritma sistem identifikasi mata

manusia berbasis pengolahan citra dengan mtode waveley”, Ramadi Ken, 2011)

Pemformatan citra digital dengan komputer yang banyak digunakan:

1. Citra Biner (Monokrom) atau citra hitam putih merupakan suatu citra suatu bagian dimana citra f (x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam keputih dengan nilai putih=1 dan hitam=0.

2. Citra skala keabuan (GrayScale) dikatakan format citra skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah warna hitam sebagai warna minimum dan warna putih sebagai warna maksimalnya, sehingga warna antara antara warna kedua warna tersebut adalah abu-abu.

3. Citra berwarna t erdiri atas 3 layar metriks, yaitu R-layer, G-R-layer, B-layer. System warna RGB (Red, Green, Blue) menggunakan sisetem tampilan grafik kualitas tinggi (high quality Raster Graphic) yaitu 24 bit. Setiap komponen warna merah, hijau , biru masing-masing mnedapatkan alokasi 8 bit untuk menampilkan warna dengan jangkauan [0. 255].

(3)

Menghitung defleksi

moiré

Konfigurasi proyeksi moiré dapat diilustrasikan

Gambar 3: Perangkat dalam profilometri teknik proyeksi moiré Pada gambar diatas dimisalkan titik A sebagai sebuah titik sebarang dalam kisi. Ketika titik tersebut diproyeksikan di titik A’ pada obyek yang berjarak z akan muncul titik B sebagai perpotongan A’P dengan kisi. Dengan melihat ∆SA’P dan ∆AA’B adalah dua buah segitiga yang sebangun maka diperoleh hubungan

h z z S A A A SP AB + = = ' '

Sebuah pola moiré akan muncul ketika titik A dan B masing-masing bertepatan dengan satu kisi garis yang berlainan. Apabila s adalah spasi kisi, dan titik A serta B terpaut sebesar N garis kisi, maka dapat dituliskan

h z zd Ns AB + = =

Kemudian dengan menggunakan persamaan

d

Nhs

z

=

dimana nilai z adalah pembebanan berupa displacement pada pusat (mm), s adalah spasi kisi (mm), d adalah jarak antara pengamat dan sumber cahaya (mm), sedangkan h adalah jarak antara kamera atau sumber cahaya dengan grating (mm) maka akan diperoleh besarnya nilai N jumlah orde frinji yang tercipta (mm) adalah nilai hs/d = 1

Deformasi yang terjadi pada plat dengan deformasi terbesar dalam arah z t erjadi pada pusat. Defleksi yang terjadi dalam arah sumbu z di asumsikan sebesar w, dengan ini maka besarnya strain yang terjadi dalam arah x dan y adalah:

Maka rumus stress-strain

: Langkah Langkah Image Processing

Langkah pertama plat berkisi 1 mm dijepit pada penjepit

Gambar 4: Skema dimensi Plat yang dijepit pada alat penjepit

Gambar 5: Tumpuan jepit spesimen uji

Pada saat awal sebelum spesimen uji diberi gaya penekanan menggunakan dial indicator, pola moiré belum dapat terlihat karena posisi kisi pertama dan kisi kedua masih sejajar, kemudian 2 kisi mendapat gaya tekan dari indentor berupa displacement pada titik tengah perpotongan diagonal spesimen uji, sehingga mengalami superposisi (perubahan arah kemiringan) maka akan tampak pola moiré dari pola moiré tersebut akan muncul frinji. Dan semakin besar displacement maka semakin banyak frinji yang akan muncul.

input hasil pola moiré akibat pembebanan yang diberikan material uji yang kemudian di tangkap oleh kamera digital. Image yang diperoleh dari kamera diolah dengan softwere komputer untuk mengetahui kontur displacement yang dialami oleh material uji.

Gambar 6: Pola Moiré dengan displacement pusat sebesar 1,5 mm Gambar 6 Menunjukkan adanya pola moiré yang dihasilkan akibat adanya pembebanan indentor pada pusat berupa displacement sebesar 0,5 mm muncul 1 p ola gelap melingkar dan satu pola terang melingkar.

Gambar 7 : Pola Moiré dengan displacement pusat sebesar 1 mm Gambar 7 Pembebanan pada pusat sebesar 1 mm menghasilkan pola baru. jumlah frinji terang yang terbentuk sekarang menjadi dua buah frinji terang dan satu buah frinji gelap. Hal ini disebabkan adanya pergeseran yang di alami oleh 2 buah kisi.

(4)

Pola moiré yang dihasilkan untuk pembebanan tekanan sebesar 1,5 mm terlihat pada gambar 5 di atas menghasilkan banyak frinji. Pada gambar terlihat pembentukan frinji menjadi terang pada pusat pembebanan sehingga jumlah frinji bertambah jika pembebanan pada pusat berupa tekanan juga semakin besar.

Filter Dengan Menggunakan Buttwerworth Lowpass Filter

Proses Butterworth lowpass filter dalam melakukan filter adalah dengan cara mengubah gambar dari domain spasial menjadi domaian frekusensi. Setelah gambar menjadi domain frekuesnsi maka ditetapkan fungsi filter / penapis untuk menghilangkan noise pada gambar. Kemudian gambar yang telah difilter dikembalikan lagi dalam bentuk domain spasial. Pada tahap ini diharapkan pola frinji yang diperoleh dapat lebih tajam karena noise yang terdapat pada gambar telah dihilangkan. Berikut ini dapat dilihat contoh gambar 9 yang dihasilkan oleh proses Butterworth lowpass filter untuk pola moiré dengan displacement sebesar 1,5 mm

Gambar 9: Hasil Butterworth lowpass filter untuk displacement 1,5 mm

Adaptive Threshold

Theshold adalah proses penyederhanaan dari gambar grayscale menjadi citra biner. Permasalahan utama dalam threshold adalah bagaimana mengubah derajat keabuan gambar grayscale yang memiliki rentang nilai antara 0-255 menjadi dua nilai yaitu 0 dan 1 (hitam dan putih).

Adaptive threshold menggunakan pengolahan blok untuk men-threshold blok dari piksel satu per satu. Ukuran dari blok dapat disesuaikan dengan keinginan operator sesuai tujuan yang diharapkan, ukuran yang terlalu kecil membutuhkan waktu yang banyak dalam proses pengolahannya.

Gambar 10 : Hasil proses thresholding untuk displacement 1,5 mm

1 Frinji merupakan daerah luasan hitam bertemu dengan hitan

Displacement Deteksi Tepi Moire Canny-Roberts

Tepi disini didefinisikan sebagai batas antara dua daerah yang memiliki niliai piksel yang berbeda secara signifikan. Pola yang terbentuk dari deteksi tepi ini adalah pola melingkar berupa garis-garis. Hasil pengukuran displacement nantinya akan mengacu pada jarak anatar garis-garis dari pola melingkar yang terbentuk. Semakin

banyak pola garis melingkar yang terbentuk maka semakin mudah dan akurat dalam penghitungan displacement. Displacement yang memunculkan frinji pertama dengan cara nt displaceme mm nt displaceme mm 0,325 / 6 955 , 1 =

Dimana nilai Displacement 1,955 mm didapat dari pembebanan(displacement) dengan dial indicator lalu penurunan displacement dari pusat ke X2 sebesar 1,955 –

0,325 = 1,63mm diasumsikan penurunan displacement bersifat linier antara displacement X2 ke X3. X4 sebesar 1,63

– 0,325 = 1,305 mm, X5 sebesar 1,305– 0,325 = 0,98 mm,

untuk penurunan displacement titik X6 sebesar 0,98 – 0,325

= 0,655

Gambar 11: Hasil Image Butterworth lowpass dengan deteksi tepi canny untuk displacement 2 mm

Gambar diatas merupakan hasil pemrograman dari deteksi tepi canny dengan nilai piksel 640 x 4 80 lalu diubah ke milimeter untuk mengetahui jarak pola frinji/mm yang tercipta.

Tabel 1 Nilai konversi piksel menjadi jarak frinji per milimeter metode moiré canny untuk koordinat X dan Y kea rah kanan

Koordina

t Koordinat (Piksel) (Milimeter) Koordinat

Jarak Koordi nat (mm) Titik Tengah (mm) (X1 ; Y1) 320 ; 267 65 ; 72,35 0 ; 0 4,93 (X2 ; Y2) 369 ; 267 74,9 ; 72,35 9,9 ; 0 (X3 ; Y3) 380 ; 267 77,14 ; 72,35 12,14 ; 0 11,02 23,6 38,5 (X4 ; Y4) 493 ; 267 100,079 ; 72,35 35,07 ; 0 (X5 ; Y5) 527 ; 267 106,98 ; 72,35 41,98 ; 0 (X6 ; Y6) 625 ; 267 126,87 ; 72,35 61,87 ; 0

(5)

Gambar 12: Hasil Image Butterworth lowpass dengan deteksi tepi Roberts untuk displacement 2 mm

Tabel 2 Nilai konversi piksel menjadi jarak frinji per milimeter metode moiré Roberts untuk koordinat X dan Y ke arah kanan

Koordina

t Koordinat (Piksel) (Milimeter) Koordinat

Jarak Koordina t (mm) Titik Tengah (mm) (X1 ; Y1) 320 ; 267 65; 72,35 0 ; 0 (X2 ; Y2) 368 ; 267 74,7 ; 72,35 9,7 ; 0 10,92 (X3 ; Y3) 380 ; 267 77,14 ; 72,35 12,14 ; 0 (X4 ; Y4) 492 ; 267 99,87 ; 72,35 34,87 ; 0 23,5 (X5 ; Y5) 526 ; 267 106,78 ; 72,35 41,78 ; 0 38,32 (X6 ; Y6) 625 ; 267 126,87 ; 72,35 61,87 ; 0

Untuk membandingkan data yang dihasilkan antara metode moiré thinning dengan metode moiré yang saya lakukan maka menggunakan pengukuran displacement yang dihasilkan diambil 4 buah titik yang masing – masing berjarak 1 cm mulai dari titik pusat (perpotongan diagonal plat) dalam arah horizontal sumbu x menjauhi titik pusat.

Gambar 13: Titik-titik sample Perbandingan Data pada Plat Uji Displacement Pada titik sample 1 (pusat)

Didapat saat melakukan percobaan dengan alat dial indicator, didapat displacement Z1 sebesar 1,955 mm yang

mana merupakan titik pusat berkoordinat (0 ; 0)

Displacement pada titik sample 2 (berjarak 10 mm dari pusat)

Displacement Canny Displacement Roberts 0 mm = 1,955 mm 10 mm = Z2 11,02 mm = 1,63 mm Z2 bernilai 1,655 mm 0 mm = 1,955 mm 10 mm = Z2 10,92 mm = 1,63 mm Z2 bernilai 1,65 mm

Displacement pada titik sample 3 (berjarak 20 mm dari pusat)

Displacement Canny Displacement Roberts 11,02 mm = 1,63 mm 20 mm = Z3 23,6 mm = 1,467 mm Z3 sebesar 1,512 mm 10,92 mm = 1,63 mm 20 mm = Z3 23,5 mm = 1,467 mm Z3 sebesar 1,52 mm

Displacement pada titik sample 4 (berjarak 30 mm dari pusat)

Displacement Canny Displacement Roberts 11,02 mm = 1,63 mm 20 mm = Z3 23,6 mm = 1,467 mm Z3 sebesar 1,512 mm 23,5 mm = 1,305 mm 30 mm = Z4 38,32 mm = 0,98 mm Z4 sebesar 1,25 mm

Tabel 3 Perbandingan displacement untuk pembebanan 2 mm

Titik Metode Teori (mm) Metode Ansys (mm) Moiré Canny (mm) Moiré Roberts (mm) Moiré Thinned (mm) 1 2 2,01 1,955 1,955 1,955 2 1,806 1,715 1,655 1,657 1,283 3 1,502 1,44 1,51 1,52 1,041 4 1,073 1,01 1,26 1,25 0,921

Gambar 14 : Grafik Displacement dengan pembebanan 2 mm Dari kelima grafik diatas dibandingkan, untuk teknik pengukuran membandingkan metode teori Ritz dengan metode moiré Canny prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 6,51 %. Sedangkan untuk teknik pengukuran dengan menggunakan metode teori Ritz dibandingkan dengan metode moiré Roberts prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 6,31 %. Perbandingan metode numeric ANSYS dengan metode moiré Canny prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 7,65 %. Sedangkan utnuk teknik pengukuran displacement dengan menggunakan metode ANSYS dibandingkan metode moiré Roberts prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat titik sebesar 7,51 %. Stress Metode Moiré Canny-Roberts

Dengan menggunakan persmaan out of plane measurement L P N x w x w n n . 2 . 1 1 = ∂ ∂ = ∂ ∂

Dengan menggunakan rumus hubungan stress-strain σx dan

σy yaitu : =       ∂ ∂ + ∂ ∂ − = 2 22 22 ) 1 ( . y w x w v z E x υ σ

(6)

(

)

          − ∂ ∂ − ∂ ∂ + − ∂ ∂ − ∂ ∂ − × × × = + + + + + + − n n n n n n n n n n n n x Y Y y w y W X X x w x W 1 1 1 1 1 1 2 4 9 . 3 , 0 1 10 5 , 7 10 193 υ σ

Nilai Stress metode MoiréCanny-Roberts pada titik 1 Moire Canny Moire Roberts

Pa x 9 10 033 ,1 × = σ σx =1,033×109 Pa

Nilai Stress metode MoiréCanny-Roberts pada titik 2 Moire Canny Moire Roberts

Pa x 8 10 445 , 4 × = σ σx =4,135×108 Pa

Nilai Stress metode MoiréCanny-Roberts pada titik 3 Moire Canny Moire Roberts

Pa x 8 10 308 ,3 × = σ σx =3,205×108 Pa

Nilai Stress metode MoiréCanny-Roberts pada titik 4 Moire Canny Moire Roberts

Pa x 8 10 378 , 2 × = σ σx =2,067×108 Pa

Tabel 4: Perbandingan Stress untuk Displacement Pusat 2 mm

Titik Metode Ansys (Pa) Metode Teori (Pa) Metode moiré Canny (Pa) Metode moiré Roberts (Pa) Metode moiré Thinning (Pa) 1 1,12x109 4,621 x108 1,033 x109 1,033 x109 1,137 x109 2 5,19x108 4,225 x108 4,445 x108 4,135 x108 5,148 x108 3 3,31x108 3,159 x108 3,308 x108 3,101 x108 3,802 x108 4 1,98x108 2,613 x108 2,378 x108 2,067 x108 1,632 x108

Gambar 15 Grafik Perbandingan Stress pada plat dengan pembebanan Pusat 2 mm

Dari kelima grafik diatas dibandingkan, untuk teknik pengukuran membandingkan metode teori dengan metode Moiré Canny prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 18,4%. Sedangkan utnuk teknik pengukuran dengan menggunakan metode teori dibandingkan dengan metode Moiré Roberts prosentase

nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 19,9%. Perbandingan metode numeric ansys dengan metode Moiré Canny prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 9,705% yang didapat dari perbandingan nilai total rata-rata seluruh titik, Sedangkan untuk teknik pengukuran dengan menggunakan metode Ansys dengan metode Moiré Roberts prosentase nilai rata-rata perbedaan antara empat buah titik sebesar 9,64%.

III. KESIMPULAN

1. Besaran displacement yang terjadi pada plat uji dapat diperoleh dengan tiga metode yaitu: metode numerik, metode moiré dan metode teoritis.

2. Perbedaan displacement metode teori Ritz dengan metode moiré Canny adalah sebesar 6,51%. Sedangkan displacement metode teori Ritz dibandingkan metode moiré Roberts memiliki perbedaan prosentase sebesar 6,31%.

3. Perbedaan displacement metode numeric ANSYS dengan metode moiré Canny adalah sebesar 7,65%. Sedangkan displacement metode numeric ANSYS dibandingkan metode moiré Roberts memiliki perbedaan prosentase sebesar 7,51%.

4. Perbedaan nilai stress metode numeric ANSYS dengan metode moiré Canny adalah sebesar 9,705%. Sedangkan displacement metode numerik dibandingkan metode moiré Roberts memiliki perbedaan prosentase sebesar 9,65 %.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Adibrata Donny. “Analisa Deformasi Pelat Logam Dengan Metode Proyeksi” 2010.

[2] Marlan, Hidayat.. Studi Eksperimental Pengukuran Medan Stress – Strain Dengan Menggunakan Metode Moire’, 2009

[3] Wahyu Ana, “Penghapusan Noise Pada Citra Dengan Filter Adaptive-Hierarchical”, 2010 .

[4] Catur Widodo Edi dan Adi Kusworo, “Penggunaan Filter Frekuensi Rendah untuk Penghalusan Citra (Image Smoothing)”, 2003.

[5] Rachmad Aeri, “Pengolahan Citra Digital Menggunakan Teknik Filtering Adaptive Noise Removal Pada Gambar Bernoise”, 2011. [6] Arif K M, “Sistem Deteksi Embrio Pada Telur

Menggunakan Sensor Webcam”, 2011

[7] Fitri Anisa, “Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dan Median Filter Dalam Penghalusan Citra (Image Smoothing) Untuk Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement)”, 2010

[8] Ken Ramadi, “Pengembangan Algoritma Sistem Identifikasi Mata Manusia Berbasis Pengolahan Citra dengan Metode Wavelet pada Peralatan

AOI(Automatic Optical Inspection)”, 2011. [9] Prasetyo, Eko. “Pengolahan Citra Digital dan

Aplikasinya menggunakan MATLAB”. Penerbit ANDI Yogyakarta, 2011

[10] Ansel C. Ugural, “Stresses in Plates and Shells, New Jersey Institute Of Technology, Second Edition, Mc Graw Hill”, 1999.

[11] C.A. Walker,“Handbook of Moire Measurment, Institut Of Physics Publishing Bristol

Gambar

Gambar 3: Perangkat dalam profilometri teknik proyeksi moiré  Pada gambar diatas dimisalkan titik A sebagai sebuah titik  sebarang  dalam  kisi
Gambar 9: Hasil Butterworth lowpass filter untuk displacement 1,5  Adaptive Threshold  mm
Gambar 12: Hasil Image Butterworth lowpass dengan deteksi tepi   Roberts  untuk displacement 2 mm
Tabel  4:  Perbandingan  Stress  untuk  Displacement  Pusat  2  mm Titik  Metode Ansys  (Pa)  Metode Teori (Pa)  Metode moiré  Canny   (Pa)  Metode moiré Roberts (Pa)  Metode moiré  Thinning (Pa)  1  1,12x10 9   4,621 x10 8   1,033 x10 9   1,033 x10 9   1,

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen layanan teknologi informasi merupakan salah satu metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas layanan jasa perbankan sehingga hasil optimal dapat dicapai

Skrining II dilakukan dengan teknik yanag sama untuk menguji kembali hibridoma penghasil McAb yang diperoleh dari skrining I guna memperoleh hibri- doma yang potensial

162 miliar, maka diperlukan sebuah pengelolaan yang lebih modern, cepat dan akurat agar PAD yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan ini makin meningkat dan mampu

Saat alat-alat diintegrasikan sehingga informasi yang diciptakan pada suatu alat dapat digunakan oleh orang lain, maka sebuah sistem yang mendukung pengembangan perangkat

[r]

Hal ini sesuai dengan pendapat Sumanto dkk (2009) yang menyatakan bahwa asuransi konvensional pada dasarnya merupakan konsep pengelolaan risiko dengan cara mengalihkan risiko

Masalah yang dikaji adalah masalah yang (1) berasal dari kondisi nyata di lapangan, (2) benar-benar mendesak untuk dilaksanakan, (3) menunjukkan harapan

a. Jenis penelitian ini diperuntukkan bagi dosen baru dengan kepangkatan asisten ahli. Selain untuk kepentingan akademik, adanya penelitian ini juga dimaksudkan