• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. air dalam kegiatan pertaniannya terutama pada awal kegiatan penanaman. Di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. air dalam kegiatan pertaniannya terutama pada awal kegiatan penanaman. Di"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Sawah

Sawah adalah bentuk pertanian lahan basah karena menggunakan banyak air dalam kegiatan pertaniannya terutama pada awal kegiatan penanaman. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis sawah, antara lain adalah sebagai berikut :

- Sawah Irigasi, adalah sawah dengan pengairan yang teratur - Sawah Lebak, adalah sawah yang terletak pada dataran banjir - Sawah Tadah Hujan, adalah sawah yang pengairannya dari air hujan

- Sawah Pasang Surut, adalah sawah yang terletak di muara sungai/tepi pantai.

(Tas, 2008)

Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun begiliran dengan tanaman palawija. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Disamping itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibanding dengan tanaman lain, dengan demikian sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Ilham,2003).

Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan mamfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan mamfaat yang bersifat sosial, lahan sawah memiliki fungsi yang sangat luas yang terkait dengan mamfaat langsung, mamfaat tidak langsung dan mamfaat bawaan. Mamfaat langsung berhubungan dengan penyediaan pangan, penyediaan kesempatan kerja, penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat

(2)

dan daerah, sarana pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi, serta sarana pariwisata. Mamfaat bawaan terkait dengan fungsinya sebagai sarana pendidikan, dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati (Ilham, 2003).

Jenis Tanah dan Kadar Air

Jenis tanah di daerah kecamatan pangkalan susu sebagian besar adalah jenis tanah alluvial. Data ini didapatkan dari peta Badan Perencanaan Pembanguna Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Langkat.

Tanah Alluvial merupakan jenis tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. Aluvial ialah tanah muda yang berasal dari hasil pengendapan. Sifatnya tergantung dari asalnya yang dibawa oleh sungai. Tanah aluvial yang berasal dari gunung api umumnya subur karena banyak mengandung mineral. Tanah ini sangat cocok untuk persawahan. Penyebarannya di lembah-lembah sungai dan dataran pantai. Tekstur tanah alluvial umumnya liat atau liat berpasir. Tanah Aluvial yang dipersawahan akan berbeda sifat morfologisnya dengan tanah yang tidak dipersawahan. Perbedaan yang sangat nyata dapat dijumpai pada epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak pernah dipersawahan berstruktur granular. Sedangkan epipedon tanah Aluvial yang dipersawahan tidak berstruktur (Hanafiah, 2009).

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering (dry basis). Jadi yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah jumlah air yang bila

(3)

dipanaskan dengan oven yang bersuhu 105oC hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap (Das, 1993).

Berdasarkan berat, persentase kadar air tanah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐾𝐾𝐾𝐾 =𝑊𝑊𝑊𝑊−𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑥𝑥 100 %. ... (1) dimana :

KA = Kadar air tanah (%)

Wa = Berat tanah sebelum dikeringkan (g) Wk = Berat tanah setelah dikeringkan (g) Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang ditujukan menciptakan kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyediakan tempat umbuh bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam di dalam tanah dan memberantas gulma (Suripin, 2002).

Sedangkan menurut Mundjono (1989) Pengolahan tanah adalah semua pekerjaan pendahuluan sebelum proses penanaman. Tujuan utama dari pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman dengan usaha seminimum mungkin. Sebagai awal kegiatan budidaya pertanian sebelum kegiatan lainnya dilakukan kegiatan ini perlu dilakukan dengan efektif dan efisien, oleh karena menyangkut kualitas hasil dan ketepatan waktu pengolahan tanah.

Pengolahan tanah merupakan bagian atau proses terberat dari keseluruhan proses budidaya, dimana proses ini mengkonsumsi energi sekitar 1/3 dari

(4)

keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam proses budidaya pertanian. Cara pengolahan tanah akan berpengaruh terhadap hasil pengolahan dan konsumsi energinya (Mundjono, 1989).

Secara spesifik cara pengolahan tanah menurut Hardjosentono,et al.,(2000) digolongkan dalam 3 hal,yaitu :

1. Alat pembuka (Primary tillage equipment) 2. Alat penghancur (Secondary tillage equipment)

3. Alat perata dan pembedeng ( Finishing tillage equipment) Pola Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah perlu menggunakan pola –pola tertentu. Tujuan dari pola pengolahan tanah ini menurut Dahono (1997) adalah :

1. Lebih efisien, dengan menggunakan pola yang sesuai dengan yang diharapkan :

a. Waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implementasi pengolahan tanah diangkat) sesedikit mungkin.

b. Bahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah lebih efisien.

2. Lebih efektif, hasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan) bisa merata. Bagian lahan yang diangkat tanahnya akan ditimbun kembali dari alur berikutnya, sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efektif.

(5)

1.Pola Tengah

Pembajakan dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil pembajakan pertama. Traktor diputar kekanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan sampai ketepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul).

Gambar 1. Pengolahan Pola Tengah

Pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow) yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi penumpukan lemparan hasil pembajakan memanjang di tengah lahan.

2.Pola Tepi

Pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan, Berputar ke kiri sejajar sisi lahan sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar

(6)

lahan. Pada akhir pengolahan operator akan kesulitan dalam membelokkan traktor. Pengolahan tanah pola tepi dapat dilihat pada Gambar 2 (Dahono, 1997).

Gambar 2. Pola Pengolahan Tepi

Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Dahono, 1997).

3. Pola Alfa

Pada pola ini pengolahan tanah diawali dari tepi seperti bentuk alfa dan berakhir di tengah lahan. Hasil pembajakan terlempar keluar, sehingga tidak menumpuk di dalam lahan. Kekurangan dari pola ini adalah makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, sehingga efisien kerja dari alat tersebut akan berkurang.

(7)

Gbr. 3. Pola pengolahan Alfa 4.Pola Spiral

Mesin mengolah tanah dari tepi dan berakhir di tepi secara spiral. Kelebihan dari pola ini adalah hasil dari pengolahannya tidak terlempar kesamping, sedangkan kekuranganya adalah efisiensinya rendah, Pola ini hanya cocok dilakukan untuk bajak yang dapat diubah arah lemparan pembajakan. Untuk mesin rotari cara ini juga dapat dilakukan.

(8)

Bajak Rotari

Bajak rotari adalah bajak yang terdiri dari pisau-pisau yang berputar. Berbeda dengan bajak piringan yang berputar karena ditarik oleh traktor,maka Bajak ini terdiri dari pisau-pisau yang dapat mencangkul yang dipasang pada suatu poros berputar yang digerakkan oleh motor. Bajak ini banyak ditemui pada pengolahan tanah sawah untuk pertanian padi dan holtikultura (Smith dan Wilkes,1990).

Bajak rotari telah digunakan di eropa selama bertahun-tahun, sedangkan petani amerika tidak terlalu tertarik pada bajak tipe ini, yang menjadi sebab kurangnya minat ini adalah kurangnya biaya dan kebutuhan daya. Pada umumnya bajak rotari dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu mesin bantu tarik, digerakkan oleh daya disadap,serta tipe kebun swagerak. Bajak rotari ini sama sekali mempunyai desain yang berbeda dari bajak singkal dan bajak piring (Smith dan Wilkes,1990).

Bajak rotari ini ditarik kedepan oleh traktor, namun mempunyai pisau pemotong yang digerakkan oleh mesin pembantu yang dipasang pada rangka bajak tersebut. Tipe bajak ini dibuat dalam ukuran 4, 5, 6 inchi dan memerlukan daya sebesar 90 daya kuda (Smith danWilkes, 1990).

Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama dengan cangkul. Bajak berguna untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah. Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan ketebalan lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman padi lebih kurang 18cm bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih dalam lagi sekitar 20cm (Smith dan Wilkes, 1990).

(9)

Salah satu masalah dari penggunaan bajak putar ialah apabila di dalam tanah terdapat benda-benda keras, untuk itu biasanya diadakan pengamanan (dilengkapi per-per pada pisaunya, adanya pengamanan slip pada mesinnya). Berdasarkan atas sistem pengambilan daya untuk menggerakkan rotor dan pisau dari bajak putar, jenis bajak putar secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu (Sakai dkk., 1998) :

1. Bajak putar dengan tenaga pemutar pisau dari mesin tersendiri terpisah dari tenaga traktor sebagai sumber daya penariknya (self propelled unit).

2. Bajak putar dengan tenaga pemutar pisau dari PTO traktor, yang sekaligus traktor tersebut sebagai sumber daya penariknya (pto drives tractor).

Bagian-bagian bajak putar adalah (Sakai dkk., 1998).

1. Pisau, berfungsi untuk mencacah saat bajak putar beroprasi. Pisau ini juga cukup baik untuk mencacah gulma maupun seresah, namun tidak dapat menutupnya dengan tanah secara baik seperti jika menggunakan bajak singkal maupun bajak piringan. Besar dan jumlah pisau disesuaikan dengan daya penggerak dan keperluannya.

2. Poros putar, berfungsi untuk memutar rotor-rotor bajak putar.

3. Rotor, berfungsi sebagai tempat pemasangan pisau-pisau dari bajak putar. 4. Penutup belakang (rear shield), berfungsi membantu penghancuran tanah. 5. Roda dukung (land wheel), berfungsi untuk mengatur kedalaman pengolahan

(10)

Prinsip kerja bajak putar adalah pisau-pisau dipasang pada rotor secara melingkar hingga beban terhadap mesin merata dan dapat memotong tanah secara bertahap. Pada waktu rotor berputar dan alat bergerak maju pisau akan memotong tanah. Luas tanah yang terpotong dalam sekali pemotongan tergantung pada kedalaman dan kecepatan maju (Sakai dkk., 1998).

Gerakan putaran rotor yang memutar pisau-pisau diakibatkan daya dari motor yang diteruskan melalui sistem penerusan daya khusus sampai ke rotor tersebut. Sistem penerusan daya untuk ukuran bajak putar kecil yang digerakkan dengan traktor tangan biasanya menggunakan sistem hubungan roda cakra dengan rantai. Untuk bajak putar ukuran besar yang digerakkan dengan traktor besar, biasanya menggunakan universal joint (Sakai dkk., 1998).

Kecepatan perputaran pisau dan kecepatan maju akan mempengaruhi kehalusan pengolahan tanah, semakin cepat perputaran pisau akan diperoleh pemotongan yang semakin halus, makin lambat perputaran pisau maka hasil pemotongan akan besar-besar. Pada kecepatan rendah, kemungkinan penyumbatan oleh tanah dan seresah makin besar tetapi kecepatannya yang besar akan dapat merusak struktur tanah dan mengurangi umur pemakaian pisau. Kandungan air tanah, bila tanah dikerjakan pada kandungan air dimana ikatan partikel kecil maka hasil pengerjaan tanah akan lebih halus (Sakai dkk., 1998).

Untuk dapat merancang bangun pengolah tanah rotari harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu Suastawa dkk (2000) :

a. Alat Mesin mempunyai manuverabilitas tinggi sesuai dengan kondisi kerja yang lembab atau basah.

(11)

b. Alat Mesin mampu mengolah tanah dengan kedalaman yang cukup untuk membenamkan sisa tanaman dan mencampur lapisan tanah atas secara vertikal.

c. Disain rotari dilengkapi pengatur guna mengatasi tanah basah dan sisa tanaman.

d. Permukaan tanah hasil kerja rata, tanpa terbentuknya alur-alur atau gundukan tanah.

e. Alat Mesin mempunyai ketahanan kerja, kekuatan konstruksi dan pelindung bagian-bagian penting terhadap benturan benda keras.

Pengolahan tanah dengan rotari menghasilkan kualitas penghancuran dan campuran yang sempurna antara cacahan gulma/sisa tanaman dengan tanah. Gulma sisa tanaman yang terbenam dalam tanah tersebut akan membusuk dan menjadi pupuk organic, sehingga menjadi media tumbuh yang optimum dan menekan pertumbuhan gulma (Sakai dkk, 1998).

Kualitas pencampuran pada pengolahan tanah menggunakan rotari tidak hanya tergantung pada sifat tanah, juga kecepatan putar rotari, bentuk dan posisi dari pelindung rotari erat kaitannya dengan lemparan pertikel tanah. Kecepatan putar rotari untuk pengolahan tanah 150 - 400 rpm tergantung pada sifat tanah disajikan pada Tabel 1 (Sakai dkk, 1998).

Tabel 1. Kecepatan putar rotari untuk pengolahan tanah 150-400 rpm

Rpm Kondisi tanah KecepatanMaju (m/s)

150-200 200-300 300-400

Tanah pasir gembur basah Tanah biasa Tanah lengket Tanah sangat lengket

0.5-0.7 0.3-0,5 0.2-0.3

(12)

Pengolahan tanah kedua atau sekunder diartikan sebagai pengadukan tanah sampai kedalaman yang komparatif tidak terlalu dalam. Alat – alat yang biasa digunakan dalam pengolahan tanah sekunder adalah garu, penggembur dan pemberaan. Salah satu garu yang paling sering digunakan adalah garu rotari (Smith dan wilkes, 1990).

Daywin dkk (1999) menyatakan bahwa garu rotari merupakan garu yang berupa pisau-pisau yang dipasang pada suat poros yang berputar karena digerakkan oleh suatu motor, kedalaman garu rotari berkisar antara 10-25 cm dan mempumyai kelebihan dapat membajak dan menggaru pada waktu yang bersamaan (Koga, 1988). Rotari merupakan mesin yang efisien karena dapat melakukan pengolahan tanah, pemecahan tanah,dan perataan tanah dalam satu proses. Sumber tenaga putar rotari didapatkan dari putaran PTO (Power Take Off) atau tempat pengambilan daya traktor. PTO merupakan keluaran daya dari mesin traktor yang berupa putaran yang bisa digunakan untuk menggerakkan peralatan lain.Poros PTO dihubungkan secara langsung dengan poros setelah kopling, kemudian PTO sendiri menggunakan persneling tersendiri untuk mengatur kecepatan putar PTO agar sesuai dengan kebutuhan.

Keuntungan dari penggunaan bajak rotari (Daywin dkk, 1999) adalah 1. Pengolahan dan penghancuran bongkahan dilakukan secara berurutan 2. Tanah tidak dapat berpindah

3. Pencampuran pupuk bisa lebih seragam dengan tanah 4. Biaya pengolahan menjadi lebih murah

(13)

Roda traktor berguling akan mengalami gaya traksi, tahanan gelinding, gaya kemudi, gaya dukung tanah dan gaya akibat berat traktor. Traksi adalah gaya dorong yang dihasilkan oleh roda traktor atau alat traksi lainnya. Arah traksi adalah searah dengan arah gerak traktor dan berlawanan arah dengan tahanan

gelinding. Tahanan gelinding akibat reaksi tanah saat roda bergerak (Liljedahl dkk, 1979).

Menurut Mandang dan Nishimura (1991) traksi dapat diperoleh sebagai reaksi dari roda penggerak melawan tanah, yang sangat tergantung pada keadaan kualitas tanah. Traksi bersih adalah gaya searah maju traktor yang dihasilkan oleh gaya traksi dipindahkan ke kendaraan (Sakai dkk, 1998). Pada kondisi tanah dan keadaan permukaan tanah tertentu maka faktor yang memengaruhi traksi dapat dilihat dari segi alat traksi adalah jenis dan keadaan alat traksi serta beban yang diterima (Gill dan Vanden Berg, 1968).

Besarnya tenaga maksimum yang dapat dikerahkan roda ke permukaan tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan roda menghasilkan tenaga tarik lebih besar. Hal ini tergantung pada ketahanan tanah terdapat keretakan, kohesi tanah (pada tanah liat) dan sudut gesekan dalam tanah (Gill dan Vanden Berg, 1968).

Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah

Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat ataumesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Jadi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah berapa hektar kemampuan suatu alat dalam mengolah tanah per satuan waktu, sehingga satuannya adalah hektar per jam atau jam per hektar atau hektar per jam per HP traktor (Suastawa dkk, 2000).

(14)

Ada dua macam kapasitas pengolahan tanah yaitu kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Kapasitas lapang teoritis adalah kemampuan kerja suatu alat di dalam suatu bidang tanah, jika mesin berjalan maju sepenuh waktunya (100 %) dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100 %).Waktu teoritis untuk setiap luasan adalah waktu yang digunakan untuk kapasitas lapang teoritis. Kapasitas lapang efektif atau aktual adalah rata-rata dari kemampuan kerja alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah. Kapasitas dari alat-alat pertanian dapat dinyatakan dalam acre perjam atau hektar per jam (Daywin,et al.,2008).

Menurut Rizaldi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kerja alat pengolahan tanah adalah sebagai berikut :

1. Ukuran dan bentuk petakan, ukuran petakan yang sempit akan mempersulit pembelokan alat dan jika betuknya berliku maka kapasitas pengolahan akan menjadi rendah.

2. Topografi wilayah,yaitu permukaan tanah, kemiringan tanah yang masih bisa dikerjakan traktor adalah 3 sampai 8 % dimana pengolahannya mengikuti garis kontur.

3. Keadaan traktor, maksudnya adalah apakah traktor masih baru atau sudah lama, menyangkut umur traktor itu sendiri.

4. Keadaan vegetasi, misalnya tumbuhan semak atau alang-alang mengakibatkan kemacetan akibat penggumpalan pada alat karena tertarik atau tidak terpotong.

(15)

6. Tingkat keterampilan operator, operator yang berpengalaman dan terampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi kerja yang lebih baik.

7. Pola pengolahan tanah, berhubungan dengan waktu yang hilang pada saat pembelokan pada saat mengolah tanah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang menurut Darun dan Sumono (1983)adalah :

1. Kinerja Lapang Alat Mesin Pertanian

Dalam pengolahan tanah, kecepatan penggarapan suatu lapang dengan sebuah mesin merupakan salah satu dasar pertimbangan menghitung biaya pengerjaan dan efisiensi dalam pengolahan lahan. Dalam hal ini ada beberapa istilah yang digunakan yaitu:

a. Kapasitas lapang teoritis sebuah alat, merupakan kecepatan penggarapan lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100% waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100% lebar kerja teoritisnya.

b. Waktu per hektar teoritis, merupakan waktu yang dibutuhkan pada kapasitas lapang teoritis tersebut.

c. Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar dibanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.

d. Kapasitas lapang efektif, suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, presentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan.

(16)

Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapang, pemotong rumput dan pemanen padu, secara praktis tidak mungkin untuk memanfaatkan lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih. Besarnya tumpang tindih yang diperlukan terutama merupakan fungsi dari kecepatan, kondisi tanah dan keterampilan operator.

e. Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.

f. Efisiensi kinerja, merupakan suatu ukuran efektifitas fungsional suatu mesin, misalnya persentase perolehan produk bermanfaat dari penggunaan sebuah mesin pemanen.

2. Waktu Hilang Untuk Belok

Belok di ujung suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan180o per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 90o perputaran.

Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik, juga dipengaruhi oleh ketakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di headland,

(17)

rata-rata hampir 5% lebih besar pada pemanen atau penyiang 4 larik dibanding 2 larik. Perbedaannya ialah 20 - 25% pada head-land kasar. Alat yang lebih lebar, mendapatkan bahwa waktu per belokan rata-rata 40 - 50% lebih besar untuk penyiang dan penanam 6 larik dibanding 4 larik.

Pengoperasian traktor saat melintasi ujung-ujung suatu lapang biasanya menghasilkan kehilangan waktu yang sering tak terhindarkan jika tanah yang luas dibagi-bagi ke dalam lapang-lapang yang pendek.

3. Waktu hilang yang sebanding dengan Luas

Saat pengolahan tanah dengan traktor ada beberapa waktu yang hilang, karena saat istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, biasanya cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif (atau dengan waktu lapang total) jika kecepatan kerja atau lebar alat ditambah. Pengoperasian tidak bekerja saat melintasi ujung lapang cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif jika kecepatan kerja normal dipertahankan saat melintasi ujung.

Kehilangan waktu yang lain, disebabkan oleh halangan, penggumpalan, penambahan pupuk atau benih, dan pengisian tabung semprotan, seringkali cenderung lebih sebanding dengan luas daripada dengan waktu kerja. Waktu per hektar untuk belok pulang-balik pada pengerjaan tanaman larik cenderung tetap konstan (atau turun cuma sedikit) jika kecepatan kerja dinaikkan, karena kecepatan biasanya dikurangi saat belok, kecuali jika kecepatan kerja normalnya memang telah rendah. Waktu hilang yang disebabkan pengosongan hasil panen cenderung sebanding dengan jumlah hasil di samping sebanding dengan luasnya.

Waktu hilang yang cenderung sebanding dengan luas menjadi makin penting bila lebar atau kecepatan alat dinaikkan, karena waktu hilang tersebut

(18)

akan terhitung dengan presentase yang lebih besar dengan berkurangnya total waktu per hektar. Dengan demikian, mengganti penanam 4 larik dengan 6 larik pada kecepatan maju yang sama dapat menaikkan keluaran cuma 30% bukannya 50%.

4. Waktu hilang berkenaan dengan kehandalan mesin

Peluang kerusakan alat, yang akan berakibat hilangnya waktu di lapang adalah berbanding terbalik dengan kehandalan mesin. Kehandalan keberhasilan dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berfungsinya suatu alat secara memuaskan pada kondisi tertentu sepanjang periode waktu tertentu. Kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadi makin penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10% karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti yang lain berkaitan dengan mesin, umumnya tidak dianggap serius. Namun jika 4 satuan semacam itu, masing-masing dengan kehandalan pemakaian waktu 98%, digunakan secara berurutan, kehandalan pemakaian waktu keseluruhan gabungan waktu berurutan tersebut akan terkurangi sampai menjadi 66% Kehandalan pemakaian waktu. Waktu hilang karena belok, istirahat, pengisian wadah benih atau pupuk, dan sebagainya, kira-kira akan tetap sama tak peduli berapa jumlah mesinnya, namun harus dimasukkan dalam penghitungan efisiensi lapang gabungan tersebut.

Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas lapang menurut Yunus (2004), adalah sebagai berikut :

1. Kapasitas Lapang Teoritis

(19)

KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam) LP = Lebar kerja alat (m)

V = Kecepatan (m/jam)

0.36 = Faktor konversi(1 m2/s =0.36 ha/jam) 2. Kapasitas Lapang Efektif

KLE = 𝑳𝑳

𝑾𝑾𝑾𝑾

... (3)

Dimana :

KLE = Kapasitas Lapang Efektif (ha/jam)

L = Luas Lahan (ha)

WK = Waktu Kerja (jam)

Kecepatan maju merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kapasitas kerja alat pertanian yaitu dengan menambah kecepatan maju berarti meningkatkan kapasitas kerja alat pengolah tanah tanpa harus menambah berat dan jumlah unit tenaga penggerak yang membebani tanah (Yunus, 2004).

Efisiensi Pengolahan Tanah

Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah adalah sebagai berikut:

Efisiensi = 𝑾𝑾𝑳𝑳𝑲𝑲

𝑾𝑾𝑳𝑳𝑲𝑲X 100% ... (4)

Dimana :

(20)

KLT = Kapasitas Lapang Teoritis (Yunus, 2004)

Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat bajak maka akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan selesai ditempuh dalam waktu tertentu, sehingga kemampuan kerja lapang mengolah tanah tersebut, atau yang dapat dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu. Semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi (Yunus, 2004).

Slip

Intensitas slip merupakan pengurangan kecepatan maju traktor karena beban operasipada kondisi lapang. Slip roda yang terjadi pada roda traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat operasi dengan beban dibandingkan dengan kecepatan teoritis. Slip roda traktor merupakan salah satu faktor pembatas bagi pengoperasian traktor-traktor pertanian. Slip akan selalu terjadi pada traktor baik pada saat menarik beban maupun saat tidak menarik beban (Liljedahl dkk, 1989).

Slip roda traksi merupakan selisih antara jarak tempuh traktor saat dikenai beban dengan jarak tempuh traktor tanpa beban pada putaran roda penggerak yang sama (Wanders, 1978).

Ada beberapa Faktor-faktor yang mempengaruhi slip, menurut Sembiring dkk (1990) adalah sebagai berikut :

(21)

c) Jenis dan kondisi tanah/landasan traksi

Slip roda traksi pada traktor dapat dihitung dengan persamaan :

𝑆𝑆𝑆𝑆 =

𝑆𝑆𝑆𝑆−𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆

𝑥𝑥 100% ... (5)

dimana :

St = Slip roda traksi (%)

So = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor tanpa mengolah tanah

Sb = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor dengan mengolah tanah

(Suastawa dkk, 2000).

Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip akan menaikkan tenaga tarik taktor. Perbedaan kecepatan dan transmisi yang digunakan juga dapat memberikan pengaruh pada slip. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi dalam mengolahan tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin dicapai pada slip sekitar 35% (Sembiring dkk, 1990).

Tanah basah atau becek slip dapat terjadi sampai 60% dan hanya menghasilkan tanah sekitar 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kotak permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan, maka tarikan akan makin baik (Sembiring dkk,1990).

(22)

Efisiensi Penggunaan Bahan Bakar

Motor bakar adalah suatu sistem perubah tenaga dari tenaga panas menjadi tenaga gerak. Sebagai sumber tenaga panas dapat berasal dari kayu, batubara, minyak tanah, bensin dan sebagainya. Tenaga yang dihasilkan motor bakar jika dibandingkan dengan tenaga manusia atau hewan jauh lebih besar. Tenaga yang dapat dihasilkan oleh motor bisa mencapai ratusan kilo watt (KW) tergantung dari besar kecilnya motor. Untuk motor bensin dan diesel (motor bakar dalam) lebih praktis penggunaannya di lapangan jika dibandingkan dengan motor listrik. Tetapi motor bensin dan motor diesel memberikan dampk yang buruk bagi lingkungan karena akan menyebabkan polusi udara (Rizaldi, 2006)

Motor bensin 4 tak menggunakan bensin murni,sedangkan motor bakar dua tak menggunakan bensin campuran, yaitu bensin murni dicampur oli SAE 30 dengan perbandingan 20 : 1 atau 25 : 1 tergantung pada spesifikasi motor. Perbandingan tersebut adalah perbandingan volume, (Hardjosentono,dkk, 2000).

Motor diesel menggunakan bahan bakar solar, pemilihan bahan bakar yang baik sangat perlu, karena dapat menghindari kesulitan :

1. Menghidupkan motor

2. Kerusakan pada pompa injeksi

3. Pengausan torak, ring torak, katup dan lain lain 4. Pemeliharaan motor (Hadjosentono dkk, 2000).

Nilai cetan (Cetan Number) adalah penambahan bahan bakar untuk motor diesel yang dinyatakan dengan angka, misalnya nilai cetan traktor pertanian 40 – 45 % adalah bahan yang mudah terbakar (Hidrocarbon-cetan), 60 – 65 % adalah

(23)

campuran lain yang sukar terbakar (Alpha methilnepthylene) (Hardjosentono dkk, 2000).

Efisiensi Termis

Efisiensi termis merupakan perbandingan antara daya yang dihasilkan terhadap jumlah bahan bakar yang diperlukan, atau dengan kata lain Efisiensi termis adalah panas yang digunakan oleh motor dari hasil pembakaran bahan bakar, dapat ditentukan dengan persamaan (Wanders, 1978) :

yo= (Ne / Ptermal) x 100% ... (6) dimana :yo= EfisiensiTermis (%)

Ne = DayaEfektif (Kw) Pe=DayaTermal (Kw)

Gambar

Gambar 1. Pengolahan Pola Tengah
Gambar 2. Pola Pengolahan Tepi

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yang diamati ialah tinggi tanaman, saat muncul tunas cabang, panjang cabang, diameter batang, jumlah daun, luas daun, saat muncul bunga, saat bunga

Oleh karena itu, untuk melawan tindakan korupsi yang semakin marak di Indonesia ini perlu ditumbuhkembangkan rasa malu dan rasa bersalah sebab, rasa malu dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat peneliti simpulkan sebagai berikut: Pengelolaan evaluasi pembelajaran matematika dengan kurikulum

Dapat mengatur 4 jalur persimpangan berdasarkan inputan data yang diperoleh dengan camera CCTV dinamis dan kemudian data tersebut akan diolah oleh system ATCS ini yang kemudian

berdasar urutan nukleotida terhadap spesies mamalia air pembanding selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk filogram menggunakan metode Neighbor joining dengan

Pada rajungan di India, IKG cenderung tinggi pada bulan Februari-Maret dan Oktober- Januari untuk betina, sedangkan Juni-Juli dan Oktober-November untuk jantan

(2) di MTs N kendal dalam proses pelaksanaan supervisi masih belum optimal mengacu pada permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah lebih

Pada pengamatan berat segar dari panen pertama sampai panen kedua diperoleh bahwa perlakuan yang memberikan pengaruh paling baik terhadap berat segar yaitu perlakuan (A 3 P 3