( Studi pada BMT Marhamah Wonosobo)
Effect Of Intrapersonal Leadership And Intrinsic Motivation On Affective Commitment In Improving The Performance Of Employess
(Study on BMT Marhamah Wonosobo)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
ANNISA FAJRI 20130410145
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
i
( Studi pada BMT Marhamah Wonosobo)
Effect Of Intrapersonal Leadership And Intrinsic Motivation On Affective Commitment In Improving The Performance Of Employess
(Study on BMT Marhamah Wonosobo)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
ANNISA FAJRI 20130410145
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ii
Dengan ini saya,
Nama : Annisa Fajri
Nomor mahasiswa : 20130410145
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH KEPEMIMPINAN
INTRAPERSONAL DAN MOTIVASI INTRINSIK TERHADAP
KOMITMEN AFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KINERJA
KARYAWAN” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia bahwa karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 19 Desember 2016
iii
نم
دج
دجو
Man jadda wajada
“Barang siapa bersungguh
-sungguh, maka dia akan mendapatkan
(kesuksesan)”
“Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang kamu dustakan?”
( Q.S. Ar-Rahman : 55 )
“Maka sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan”
(Q.S. Al
–
Insyirah : 5)
iv
Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk
ku dalam mengerjakan skripsi ini. Sholawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai inspirator revolusi sejati.
Karya ini kupersembahkan kepada :
Orangtuaku, Mama dan Papa, yang selalu mendengarkan segala keluh kesah,
pendengar dan motivator terbaik, yang selalu mengajarkan ku untuk menjadi
pribadi yang mandiri, tidak mudah menyerah, dan selalu mengingatkan untuk
selalu bersyukur. Terimakasih untuk dukungan, usaha, dan doa yang selalu
engkau panjatkan disetiap waktu. Terimakasih selalu memberikan semangat
untuk terus melangkah hingga aku menjadi seorang sarjana. Ini semua untuk
kalian.
Sahabat terbaikku, Ani, Amel, Widi, dan Betty yang selalu ada dan menemani ku
di setiap kondisi. Terimakasih sudah selalu mendengarkan cerita ku, membantu
ku, dan berbagi segala rasa. Terimakasih sudah memberi ku bagaimana rasanya
memiliki kakak dan adik yang selama ini selalu ku inginkan, karena bagiku
kalian bukan sekedar sahabat tetapi keluarga untukku. Jangan pernah putus asa
dalam mengejar mimpi, kelak kita akan bersama-sama tersenyum melihat
mimpi kita menjadi nyata.
Seluruh keluarga besar, teman-teman, dan almamaterku, terimakasih telah
memberikan motivasi, inspirasi, dan doa yang tiada henti buatku.
Aku belajar, aku bersabar, aku berusaha. Terimakasih untuk semuanya.
Yogyakarta, 19 Desember 2016
v
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karuia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Intrapersonal Dan Motivasi Intrinsik Terhadap Komitmen Afektif Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada BMT Marhamah Wonosobo)” dapat terselesaikan tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Nano Prawoto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Dra. Retno Widowati Purnama Asri, M.Si. Ph.D., selaku Ketua Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
vi
5. Ibu Fauziyah, S.E., M.Si., yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses pengolahan data
6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.
7. Teman-teman Program studi Manajemen 2013 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, terimakasih atas kebersamaan selama ini dan masukan yang telah membangun.
8. BMT Marhamah yang telah memberikan izin dan kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian di perusahaan.
9. Seluruh karyawan BMT Marhamah yang telah membantu dan bersedia berpartisipasi menjadi responden.
10. Bank Syariah Mandiri KK UMY yang telah memberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman selama magang.
11. Mama dan Papa yang selalu memebrikan doa, dukungan, dan motivasi demi terselesainya skripsi ini.
12. Sahabat terbaikku, Ani, Amel, Widi, dan Betty, terimakasih untuk kebersamaan, motivasi, dan dukungannya selama ini.
13. The Smurfies, Venna, Tiya, Atikah, Ainun, Rifaldi, Ghifari, dan Azhar, terimakasih untuk dukungan dan kebersamaan dalam menjalin tali persaudaraan.
vii
Skripsi diharapkan dapat memberikan referensi gambaran bagi pembaca, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya penulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu manajemen pada umumnya dan bermanfaat bagi pembaca pada khususnya.
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
viii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Landasan Teori ... 7
1. Kepemimpinan Intrapersonal ... 7
2. Motivasi Intrinsik ... 12
3. Komitmen Afektif ... 17
ix
A. Obyek dan Subyek Penelitian ... 35
B. Jenis Data ... 35
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 36
D. Teknik Pengumpulan Data ... 36
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 37
F. Uji Kualitas dan Instrumen Data ... 38
G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Gambaran Umum Subyek/Obyek Penelitian ... 46
B. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 52
C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 58
D. Pembahasan (Interpretasi) ... 76
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN .. 81
A. Simpulan ... 81
B. Saran ... 82
C. Keterbatasan Penelitian ... 82
DAFTAR PUSTAKA
x
2.1. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 27
2.2. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 28
2.3. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 29
2.4. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 30
2.5. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 31
2.6. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 32
3.1. Definisi Operasional Variabel ... 37
3.2. Indeks Pengujian Kelayakan Model... 45
4.1. Jumlah Karyawan Tetap BMT Marhamah ... 49
4.2. Profil Responden ... 50
4.3. Hasil Uji Validitas ... 53
4.4. Hasil Uji Reliabilitas ... 54
4.5. Statistik Deskriptif Variabel Kepemimpinan Intrapersonal ... 55
4.6. Statistik Deskriptif Variabel Motivasi Intrinsik ... 56
4.7. Statistik Deskriptif Variabel Komitmen Afektif ... 56
4.8. Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Karyawan ... 57
4.9. Identifikasi Outlier ... 59
4.10. Hasil Uji Normalitas ... 60
4.11. Regression Weights ... 63
4.12. Hasil Uji Hipotesis ... 63
xi
4.16. Pengujian Notes for Model ... 70
4.17. Pengujian Hubungan antara Indikator dengan Variabel ... 71
4.18. Pengujian Hasil Goodness of Fit ... 73
4.19. Output Modification Indicies ... 74
xii
kepemimpinan intrapersonal dan motivasi intrinsik terhadap komitmen afektif dalam meningkatkan kinerja karyawan. Objek penelitian yang dipilih dalam studi ini adalah BMT Marhamah Wonosobo. Data dikumpulkan melalui metode kuesioner yang diisi secara mandiri terhadap 107 responden denggan menggunakan metode sensus. Berdaasarkan hasil analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) melalui program AMOS, hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa: (1) kepemimpinan intrapersonal berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi intrinsik (2) motivasi intrinsik berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen afektif (3) kepemimpinan intrapersonal berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen afektif (4) komitmen afektif berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan (5) kepemimpinan intrapersonal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan (6) motivasi intrinsik tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
The purpose of this study was to examine and analyze the effect of intrapersonal leadership amd intrinsic motivation on affective commitment in improving the performance of employees. The object of research in this study is BMT Marhamah Wonosobo. Data was collected through questionnaires filled out independently of the 107 respondents using senses sampling method. Based on the analysis of data using Structural Equation Modelling (SEM) by AMOS program. Results from this study proves and gives the conclusion that: (1) intrapersonal leadership positive significant on intrinsic motivation (2) intrinsic motivation positive significant on affective commitment (3) intrapersonal leadership positive significant on affective commitment (4) affective commitment positive significant on working performance (5) intrapersonal leadership no significant on affective commitment (6) intrinsic motivation no significant on employee performance.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Baitul Maal Wat Tawill atau lebih dikenal sebagai BMT, merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) atau deposito, yang kemudian dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. BMT berorentasi sosial
keagamaan, yang tidak dapat dimanipulasi untuk kepentingan bisnis atau mencari keuntungan atau profit (Ilmi, 2002).
Salah satu BMT di Kabupaten Wonosobo yang paling pesat perkembangannya adalah BMT Marhamah yang berdiri sejak tahun 1995 dan saat ini sudah memiliki 16 kantor cabang dan memiliki 132 karyawan.
Selain itu, BMT Marhamah sudah memiliki sertifikat penghargaan sebagai koperasi primer unggulan dan telah memenuhi kualifikasi yang ditetapkan
oleh Islamic Microfinance Standart. Strategi dari BMT Marhamah adalah membentuk sumber daya Islam yang kompeten dan berkarakter Islami dengan harapan akan membangun sebuah Baitul Maal Wa Tamwil yang
baik dan sehat. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan pesat dari BMT Marhamah yang hanya dengan modal awal sebesar Rp. 875.000,- BMT
dimiliki BMT Marhamah pada tahun 2015 mengalami penurunan, hal ini bisa dilihat dari data aset dari BMT Marhamah berikut ini :
Tabel 1.1
Data aset BMT Marhamah
Sumber : BMT Marhamah
BMT Marhamah dihadapkan dengan posisi dimana harus dapat
mengoptimalkan semua aspek untuk menunjang optimalisasi kinerja dalam mewujudkan tujuan dari BMT Marhamah. Untuk mencapai tujuan
tersebut tersebut maka diperlukan sumber daya manusia sebagai salah satu komponen yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja dalam rangka
meningkatkan kemampuan dan profesionalisme, serta memberi daya pendorong agar karyawan bersedia bekerja sesuai dengan yang diiginkan organisasi.
Tujuan dari pengembangan kualitas sumber daya dari karyawan adalah untuk meningkatkan kinerja operasional karyawan yang bermuara
pada komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas rutin sesuai tanggung jawab dan fungsi masing-masing secara lebih efektif. Menurut Darma (2013), secara khusus manajemen kinerja ditujukan untuk meningkatkan
Tahun Aset
2011 85.668.139.360
2012 130.047.213.721
2013 185.617.871.052
2014 219.919.899.147
kompetensi seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, (3) efektivitas kerja. Menurut Tjahjono (2011), modal sosial individu menunjukkan
dampak yang bermakna bagi harmonisasi di dalam organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya potensi untuk meningkatkan modal organisasional untuk terbangunnya sikap, perilaku dan kinerja yang semakin baik.
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi kinerja karyawan adalahkomitmen afektif. Komitmen afektif terkait dengan kekuatan
identifikasi individu dan keterlibatannya dalam organisasi. Setiap organisasi selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai dan tuujuan tersebut
akan dicapai melalui komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawannya. Seperti yang dikatakan Wright (1992) berpendapat bahwa semakin tinggi komitmen seseorang terhadap tugasnya maka akan semakin
tinggi kinerja yang dihasilkan. Hal tersebut juga di kemukakan oleh Rivai (2005) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dalam hal ini karyawan yang
memiliki komitmen afektif yang tinggi akan memiliki keyakinan yang kuat untuk menerima tujuan organisasi dan akan menumbuhkan kinerja
yang baik.
Komitmen afektif dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dan kepemimpinan intrapersonal. Motivasi intrinsik memiliki pengaruh
terhadap komitmen afektif, karena karyawan yang memiliki motivasi tinggi dalam dirinya akan cenderung lebih semangat dalam melakukan
Sedangkan kepemimpinan intrapersonal adalah ketika seseorang dapat mmempraktekkan kepemimpinan transaksional secara adil dan
mempraktekkan kepemimpinan transformasional berbasis pada nilai-nilai spiritualitas. Kepemimpinan intrapersonal menghasilkan pribadi-pribadi yang diterapkan pada level individu untuk membangun spiritualitas dalam
bekerja (Tjahjono; Palupi, 2015). Hal ini tentu saja akan berdampak pada komitmen afektif seseorang.
Motivasi intrinsik juga dipengaruhi oleh kepemimpinan intrapersonal. Menurut Usman (2009) dalam Prahiawan dan Simbolon
(2014), motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri. Sehingga kepemimpinan intrapersonal yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi motivasi intrinsik seseorang, karena kepemimpinan
intrapersonal menghasilkan pribadi yang bersyukur, bahagia bahkan berlimpah secara mental, sehingga hal ini akan mendorong motivasi dari diri mereka.
Penelitian ini adalah modifikasi dari penelitian Taurisa dan Ratnawati (2012),dengan judul “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi,
Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan”, yang akan penulis modifikasi, melihat kepuasan kerja terlalu luas untuk dijabarkan, serta melalui diskusi
B. Rumusan Masalah
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemajuan suatu perusahaan. Karena, dengan adanya sumber daya manusia yang mendukung, maka perusahaan akan lebih mudah dalam mencapai tujuan perusahaan. Tujuan dari pengembangan
kualitas sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan. Salah satu peningkatan kinerja karyawan dipengaruhi oleh
faktor internal, yaitu kepemimpinan intrapersonal, motivasi intrinsik, dan komitmen afektif.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap motivasi
intrinsik?
2. Apakah motivasi intrinsik berpengaruh terhadap komitmen afektif? 3. Apakah kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap komitmen
afektif?
4. Apakah komitmen afektif berpengaruh terhadap kinerja karyawan?
5. Apakah kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap kinerja karyawan?
6. Apakah motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja karyawan?
C. Tujuan Penelitian
motivasi intrinsik.
2. Untuk menguji pengaruh motivasi intrinsik berpengaruh terhadap
komitmen afektif.
3. Untuk menguji pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap komitmen afektif.
4. Untuk menguji pengaruh komitmen afektif terhadap kinerja karyawan. 5. Untuk menguji pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap kinerja
karyawan.
6. Untuk menguji pengaruh motivasi intrinsik berpengaruh terhadap
kinerja karyawan. D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktik
Memberikan informasi tentang variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
2. Manfaat teori
Untuk memperkaya khasanah penelitian di bidang kepemimpinan intrapersonal, motivasi intrinsik, kinerja karyawan dan komitmen
afektif.
3. Manfaat bagi peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru di bidang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kepemimpinan Intrapersonal
a. Pengertian Kepemimpinan Intrapersonal
Kepemimpinan intrapersonal adalah kepemimpinan yang
dibangun untuk mengendalikan diri berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan spiritualitas mereka sehingga dapat membangun sebuah harmoni antara pikiran, perasaan dan tindakan. Di dalam
kepemimpinan intrapersonal dibangun kecerdasan secara komprehensif, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kecerdasan eksekusi, kecerdasan adversitas dan kecerdasan spiritual. Sumber-sumber pengaruh dalamkepemimpinan intrapersonal berasal dari aspek yang relatif melekat pada individu (Tjahjono; Palupi, 2015).
b. Konsep Kepemimpinan Intrapersonal
Menurut Tjahjono; Palupi (2015), hal fundamental yang menjadi
tantangan setiap orang adalah pengendalian dirinya. Dalam persepktif spiritualitas, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perang terbesar umat manusia adalah pengendalian diri mereka terhadap hawa
memiliki hubungan erat dengan konsep kekuasaan dan pengaruh terhadap pihak lain. Esensi kepemimpinan adalah bagaimana
mempengaruhi orang lain. Sumber-sumber yang digunakan untuk mempengaruhi adalah kekuasaan. Pengaruh-pengaruh tersebut
bersumber pada aspek formal maupun aspek personal. Kepemimpinan intrapersonal adalah kepemimpinan yang dibangun untuk mengendalikan diri berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan spiritualitas
mereka sehingga terbangun harmoni antara pikiran, perasaan dan tindakan. Di dalam kepemimpinan intrapersonal dibangun kecerdasan
secara komprehensif, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan eksekusi, kecerdasan adversitas dan kecerdasan spiritual. Sumber-sumber pengaruh dalam kepemimpinan intrapersonal
berasal dari aspek yang relatif melekat pada individu. c. Kepemimpinan Berbasis Spiratualitas
Menurut Tjahjono dan Palupi (2015) kepemimpinan intrapersonal harus bisa manjalankan praktik kepemimpinan transaksional secara adil dan kepemimpinan transformasional berbasis
pada berbagai nilai spiritualitas pada berbagai level kepemimpinan, bahkan pada karyawan tingkat dasar. Dalam Robins dan Judge (2007)
kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para karyawan yang diarahkan menuju tujuan yang ditetapkan dengan menjelaskan peranan dan tugas yang dibutuhkan,
mengispirasi pengikutnya untuk melampaui kepentingan diri mereka sendiri dan yang berkemampuan untuk memiliki pengaruh secara
mendalam dan luar biasa terhadap para karyawannya. Kepemimpinan yang transaksional dan transformasional saling melengkapi satu sama
lain, dimana tidak saling mempertentangkan pendekatan untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Kepemipinan yang transformasional membentuk kepemimpinan transaksional dan menghasilkan upaya dari
para karyawan serta kinerja yang melampaui apa yang hanya dapat dilakukan kepemimpinan transaksional saja (Robbins; Judges, 2008).
Dari penjelasan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa, kepemimpinan intrapersonal memberikan tekanan kuat pada diri sendiri setiap karyawannya. Dengan kata lain, kepemimpinan
intrapersonal membangun nilai kepemimpinan yang diterapkan pada level individu untuk membangun spiritualitas dalam bekerja.
Kepemimpinan intrapersonal menekankan pada kepemimpinan setiap pribadi dalam mengelola dirinya di dalam organisasi. Kepemimpinan intrapersonal melekat tidak hanya pada mereka yang
memiliki kekuasaan formal di dalam organisasi seperti ketua, direktur, dan manajer. Kepemimpinan intrapersonal hadir pada setiap jenjang
manajerial formal, karena kekuasaan dalam kepemimpinan intrapersonal bersifat kekuasaan mental untuk menjadi subjek dalam pengambilan keputusan mental secara mandiri. Sebagai contoh
Pribadi-pribadi demikian adalah pribadi-pribadi yang dapat berperan signifikan membangun sinergi karena mereka bersikap dan berperilaku
solutif dan berorientasi membangun pola sinergi yang lebih luas bagi kepentingan organisasi. Mereka dapat mengelola perbedaan dalam
keanekaragaman untuk saling melengkapi. Mereka dapat menemukan berbagai kesamaan dan kekayaan potensi keanekaragaman untuk membangun sinergi. Mereka memadang regulasi dan prosedur formal
organisasi bukan fokus pada aspek perlindungan atas kepentingan pribadinya, namun mereka melihat regulasi dan prosedur sebagai
sarana membangun harmoni di dalam keanekaragaman (Tjahjono;Palupi, 2013)
d. Dimensi Kepemimpinan Intrapersonal
Menurut Tjahjono dan Palupi (2015) terdapat tiga dimensi utama dalam kepemimpinan intrapersonal yaitu :
1) Kecintaan dan syukurpada Allah SWT, pengendalian diri ditujukan karena bentuk tunduk dan syukur kepada Allah SWT, sehingga manusia dapat mencapai jalan takwa. Hal ini menunjukkan bahwa
kepemimpinan seharusnya membebaskan manusia dari bentuk pengaruh yang tidak sejalan dengan nilai-nilai spiritualitas kepada
Allah SWT.
2) Dorongan untuk menjadi solusi bagi permasalahan sesama dalam kehidupan, kepemimpinan manusia didorong pada upaya memberi
3) Selalu membangun mentalitas belajar, untuk membangun kapasitas belajar (continuous improvement). Hari ini harus lebih baik dari
kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dengan demikian kepemimpinan adalah sebuah perbaikan dan bersifat
terbuka untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Apabila setiap pribadi dalam organisasi mempunyai kepemimpinan intrapersonal yang kuat maka mereka secara mental memiliki
keberlimpahan untuk memberi. e. Peran Kepemimpinan Intrapersonal
Kepemimpinan intrapersonal menekankan kepemimpinan setiap pribadi dalam mengelola dirinya sendiri di dalam organisasi. Kepemimpinan intrapersonal bukan hanya melekat pada yang memiliki
kekuasan formal di dalam organisasi seperti ketua, manajer, dan direktur. Kekuasaan dalam kepemimpinan intrapersonal bersifat
kekuasaan mental untuk menjadi subjek dalam pengambilan keputusan mental untuk menjadi subjek dalam mengambil keputusan mental secara mandiri, misalnya keputusan mental untuk bersyukur,
menerima, dan memaafkan (Tjahjono;Palupi, 2015).
Kepemimpinan intrapersonal berperan dalam mengelola sinergi
karena mereka bersikap solutif dan berorientasi untuk membangun pola sinergi yang lebih luas bagi kepentingan organisasi, serta berperan signifikan dalam mengelola pola konflik yang bersifat fungsional dan
efektif (Tjahjono;Palupi, 2015). Pribadi dengan kepemimpinan intrapersonal yang kuat dapat memahami pola umum tujuan dari
organisasi, dan dapat membangun kebersamaan dengan anggota organisasi dengan lebih mudah.
2. Motivasi Intrinsik
a. Definisi Motivasi Intrinsik
Menurut Nawawi (2001) motivasi intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu yang
berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat atau makna pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dilaksanakannya dengan baik karena
mampu memenuhi kebutuhan atau menyenangkan atau memungkinkan mencapai suatu tujuan karena memberi harapan tertentu di masa depan,
misalnya bekerja karena merasa memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasi atau mewujudkan realisasi dirinya secara maksimal. Sedangkan menurut Herzberg yang dikutip Luthans (2006) motivasi
intrinsik adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri individu, yang lebih dikenal sebagai
faktor motivasional.
Terdapat dua perspektif teori pada faktor-faktor yang mendukung atau melemahkan motivasi intrinsik seseorang, yaitu faktor
diidentifikasikan sebagai hal yang dapat mempengaruhi motivasi intrinsik (Hagger; Chatzisarantis, 2011).
Menurut Siagian (2004) motivasi intrinsik adalah motivasi yang bersumber dari dalam individu. Motivasi ini menghasilkan integritas
dari tujuan-tujuan, baik dari tujuan organisasi maupun tujuan dari individu dimana keduanya dapat terpuaskan. Individu yang memiliki motivasi intrinsik, akan merasa puas apabila kegiatan yang dilakukan
telah mencapai hasil. Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang maka semakin besar kemungkinan seseorang akan
memperlihatkan tingkah laku untuk mencapai tujuan.
Menurut Quigley dan Tymon (2006) motivasi intrinsik didasarkan pada pengalaman yang dinilai positif dimana seseorang
mendapat tugas langsung dari pekerjaan mereka, serta sesorang memiliki semangat dan perasaan positif yang berasal dari pekerjaan
mereka. Empat komponen motivasi intrinsik menurut Quigley dan Tymon (2006), yaitu :
1) Kebermaknaan, karyawan akan merasa termotivasi untuk bekerja
jika pekerjaannya dirasa bermafaat bagi dirinya sendiri. Hal ini terkait dengan bakat, minat, pengetahuan, dan tata nilai karyawan.
3) Kompetensi, karyawan yang memiliki kompetensi yang memadai akan menampilkan kemampuan dan hasil kerja yang memadai juga.
4) Kemajuan, kemajuan dalam bekerja yang didorong pleh diri sendiri dengan memunculkan kreativitas dan efektivitas dalam
pekerjaannya.
Istilah „intrinsik’ digunakan untuk menekankan bahwa motivasi
adalah menuju pada pencapaian pribadi dan keberhasilan tugas daripada menuju „ekstrinsik’ kepuasan yang timbul dari fitur kerja.
b. Teori Motivasi Intrinsik
Menurut Sashkin (1976), Thomas, dan Velthouse (1990) dalam
pelelitian Xu et al. (2010) menjelaskan mengenai model motivasi yang menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan yang partisipatif akan
meningkatkan kinerja terhadap tugas yang diberikan dan meningkatkan motivasi intrinsik dan memberdayakan secara psikologis untuk
karyawan. Oleh sebab itu banyak penelitian terdahulu yang membahas tentang motivasi intrinsik, perasaan bernilai, serta rasa self-determination bagi karyawan.
Menurut Ryan dan Deci (2000), Self Determination Theory merupakan teori yangberkaitan degan motivasi dan kepribadian
manusia. Dua tipe motivasi yang melekat dalam diri manusia adalah autonomous motivation dan controlled motivation. Autonomous
motivation disebut juga sebagai motivasi intrinsik dimana aktivitas
sedangkan controlled motivation yang sering disebut juga sebagai motivasi ekstrinsik merupakan aktiviitas yang dikerjakan individu
karena tekanan dari pihak luar.
Seseorang dikatakan memiliki self determination apabila kegiatan
yang dilakukan dipengaruhi oleh motivasi intrinsik. Itulah alasan kenapa manusia bisa merasa bahagia setelah menolong orang lain meskipun kerja kerasnya tidak dibayar sama sekali. Seseorang yang
memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya memiliki potensi besar yang membuat orang bekerja lebih keras bahkan tanpa adanya insentif.
c. Faktor- Faktor Motivasi
Menurutt Herzberg yang dikutip oleh Luthans (2006), yang tergolong faktor yang mempengaruhi motivasi adalah :
1) Achievement (Prestasi)
Keberhasilan seorang karyawan dapat dilihat dari prestasi yang
diraihnya. Agar seorang karyawan dapat berhasil dan melaksanakan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari karyawannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan
agar karyawan dapat berusaha mencapai hasil yang baik. Ketika karyawan memiliki prestasi kerja yang baik maka pemimpin harus
memberikan penghargaan atas prestasinya tersebut. 2) Regocnition (Pengakuan atau Penghargaan)
Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan, pemimpin harus
3) Work it self (Pekerjaan itu Sendiri)
Pimpinan membuat usaha-usaha riil dan meyakinkan, sehingga
bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindari dari kebosanan dalam pekerjaan serta
mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pelaksanaannya.
4) Responsibility (Tanggung Jawab)
Agar tanggung jawab benar-benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pemimpin harus menghindari supervise yang ketat,
dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu dan menerapkan prinsip partisipasi. Dengan adanya prinsip partisipasi akan membuat laryawan merencanakan dan
melaksanakan pekerjaan sepenuhnya. 5) Advencement (Pengembangan)
Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator, dan pemimpin dapat memulai dengan melatih
bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggungjawab. Apabila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin memberikan
3. Komitmen Afektif
a. Pengertian Komitmen Afektif
Komitmen afektif merupakan salah satu kategori komitmen yang memiliki ikatan secara emosional melekat paada seorang
karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dengan organisasi (Allen dan Meyer, 1990). Menurut Kartika (2011), komitmen afektif merupakan bagian dari komitmen organisasional
yang mengacu pada sisi emosional yang melekat pada diri seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat yang senantiasa
setia terhadap organisasi tempat bekerja karena keinginan untuk bertahan berasal dari dalam hatinya. Komitmen afektif juga merupakan penentu atas dedikasi dan loyalitas karyawan. Karyawan
yang memiliki komitmen afektif tinggi, menunjukkan rasa memiliki atas organisasi, meningkatnya keterlibatan dalam aktivitas organisasi,
keinginan untuk mencapai tujuan organisasi, dan keinginan untuk dapat tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen afektif dapat muncul karena adanya kebutuhan, dan adanya ketergantungan
terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan oleh organisasi di masa lalu yang tidak dapat ditinggalkan karena akan merugikan.
sebagai prioritas utama, dan karyawan akan mempertahankan keanggotaannya.
Menurut Allen dan Meyer (1990) terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinuans,
dan komitmen normatif. Penjelasan dari setiap komponen adalah sebagai berikut:
a. Komitmen afektif, mengarah pada “the employee’s emotional
attachment to, identification with, and involvement in the
organization”. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan
keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi
karena mereka memang memiliki rasa ingin (want to) melakukan hak tersebut.
b. Komitmen kontinuans, mengarah pada “an awareness of the cost associated with leaving the organization”. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan dan
berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau meninggalkan organisasi. Karyawan yang bekerja berdasarkan komitmen
kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tida ada pilihan lain.
c. Komitmen normatif, mengarah pada “a feeling of obligation to
perasaan wajib untuk bekerja dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka
wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari adanya keyakinan tentang apa
yang benar serta berkaitan dengan masalah moral.
Teori dukungan organisasi yang dipaparkan Eisenberger et al. (1986), Shore dan Tetrick (1991) dalam Kartika (2011) menjelaskan
adanya komitmen secara emosional dari karyawan kepada organisasinya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa untuk
memenuhi kebuuhan emosi sosial dan untuk menilai kesiapan organisasi dalam pemberian penghargaan terhadap peningkatan usaha dari karyawan, maka karyawan akan membentuk sebuah kepercayaan
dasar mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi yang dilakukan oleh karyawan terhadap peningkatan usaha. Seorang
karyawan dalam sebuah organisasi, dapat merasakan adanya dukungan organisasi yang sesuai dengan norma, keinginan, dan harapan yang dimiliki oleh karyawan, sehingga akan terbentuk sebuah
komitmen dari karyawan untuk memenuhi kewajibannya pada organisasi, dan tidak akan meninggalkan organisasi, karena karyawan
telah memiliki ikatan emosional yang kuat terhadap organisasinya. b. Dampak Komitmen Organisasi
Menurut Sopiah (2008) dampak komitmen organisasi dapat
1) Ditinjau dari sudut organisasi
Karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi
akan menimbulkan kinerja yang tinggi, tingkat aben berkurang, loyalitas karyawan, dan lain-lain. Sedangkan karyawan yang
memliki komitmen rendah, akan berdampak pada turnover, tingginya absen, kinerja lamban, dan kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai karyawan, rendahnya kualitas kerja dan
kurangnya loyalitas pada organisasi, dan dapat memicu perilaku karyawan yang kurang baik.
2) Ditinjau dari sudut karyawan
Komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada perkembangan karir yang dimiliki oleh karyawan.
Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi tempat dia bekerja akan mendorong individu untuk
selalu menyesuaikan diri dengan tujuan organisasi. Komitmen individu yang kuat akan memudahkan pemimpin untuk menggerakkan sumberdaya manusia yang ada dalam pencapaian
tujuan organisasi. Menurut Sudarmanto (2014) komitmen yang kuat terhadap organisasi dapat mengurangi tingkat turnover
4. Kinerja Karyawan
a. Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2006), kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya, sedangkan menurut Nawawi (2001) yang dimaksud kinerja adalah hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik
yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/nonmental.
Kinerja karyawan merupakan aspek penting dalam manajemen sumber daya manusia. Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja
merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan megetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara
keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).
b. Tujuan Pengelolaan Kinerja
Menurut Tjahjono (2009) terdapat tiga tujuan dari pengelolaan
kinerja, yaitu : 1) Tujuan Strategis
Sebuah sistem pengelolaan kinerja harus menghubungkan
mengimplementasikan strategi ini adalah dengan mendefinisikan hasil, perilaku dan karakteristik karyawan terlebih dahulu yang
selanjutnya digunakan untuk mengeksekusi strategi yang disertai dengan pengembangan pengukuran kinerjadan sistem umpan balik
untuk memaksimalkan potensi karyawan sehingga dapat memperoleh hasil yang tinggi.
2) Tujuan Administratif
Sebuah organisasi sering menggunakan informasi pengelolaan kinerja untuk tujuan pengambilan keputusan
administrasi, seperti kebijakan kenaikan gaji, promosi jabatan, pemberhentian karyawan dan penghargaan atas kinerja karyawan. 3) Tujuan Pengembangan
Tujuan ketiga adalah untuk mengembangkan karyawan agar bisa bekerja secara efektif. Ketika karyawan sudah tidak bekerja
sesuai dengan harapan, maka pemimpin harus segera meningkatkan kinerja mereka. Melalui proses evaluasi kinerja dan umpan balik yang diberikan kepada karyawan maka akan ditemukan
kelemahan-kelemahan karyawan yang membuat kinerja menurun. Penentuan unit setiap organisasi merupakan strategi untuk
meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhii bagaimana sebaiknya perilaku kerja yang diharapkan dari setiap personel. Tetapi tujuan saja tidak cukup,
yang diharapkan, sehingga penilaian kuantitatif dan kualitatif standar kerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang
peranan penting. Akhir dari proses kinerja adalah penilaian kinerja itu sendiri yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan.
c. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain (Robbins; Judge, 2008) :
1) Dasar-dasar perilaku individu yang meliputi karakteristik biografis, kemampuan dan pembelajaran.
2) Nilai, sikap dan kepuasan kerja. 3) Komitmen
4) Persepsi dan pengambilan keputusan individu.
5) Motivasi.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2006) faktor yang
mempengaruhi kinerja terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
1) Faktor Kemampuan
Kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pimpinan dan
2) Faktor Motivasi
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pemimpin
dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasi yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerja yang
akan menunjukkan motivasi kerja tinggi, sebaliknya apabila mereka bersikap negatif terhadap situasi kerja akan menunujukkan motivasi kerja yang rendah, situasi yang dimaksud adalah
hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan, dan kondisi kerja. Kinerja juga dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu faktor individual (kemampuan keahlian, latar belakang, dan demografi), faktor psikologis (persepsi, attitude personality, pembelajaran dan motivasi) serta faktor organisasi
(sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design).
d. Dimensi Kinerja
Menurut Wayan (2013) dimensi yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja berdasarkan pendapat para pakar
dapat disimpulkan bahwa dimensi kinerja diuraikan menjadi sebagai berikut:
2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya, dan yang perlu
diperhatikan adalah akurasi keahlian, dan kesempurnaan pekerjaan. 3) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
ketrampilannya seta kejelasan dan pemahaman karyawan mengenai fakta-fakta atau faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. 4) Creativeness, yaitu memiliki gagasan-gagasan dan
tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul.
5) Cooperation, yaitu kesediaan pegawai untuk bekerjasama dengan
orang lain sesama anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi bersama.
6) Dependebility, yaitu kesadaaran dan dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.
7) Initiative, yaitu semangat pegawai untuk melaksanakan tugas-tugas
baru dan dalam memperbesar tanggung jawab.
8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integrasi pribadi.
e. Dampak Kinerja
Efektifitas dan produktivitas organisasi sangat dipengaruhi oleh
kinerja karyawan, menurut Nitisemito (1992) dalam Sinay (2009), kinerja akan menimbulkan semangat kerja dan gairah kerja. Hal ini akan berdampak pada efektifitas perusahaan sebagai salah satu bentuk
Kinerja menunjukkan tingkat keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Semakin tinggi kenerja
dari karyawan, maka produktivitas secara keseluruhan akan meningkat, Pengertian kinerja merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
B. Kerangka Berpikir dan Penyusunan Hipotesis
1. Pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap motivasi intrinsik
Menurut Tjahjono dan Palupi (2013) kepemimpinan intrapersonal harus bisa manjalankan praktik kepemimpinan transaksional secara adil
dan kepemimpinan transformasional berbasis pada berbagai nilai spiritualitas pada berbagai level kepemimpinan, bahkan pada karyawan tingkat dasar. Sehingga penelitian terdahulu untuk hipotesis
kepemimpinan intrapersonal terhadap motivasi intrinsik merujuk kepada kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional.
Menurut Amalia (2016), kombinasi dari kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional akan menimbulkan pengaruh luar biasa dalam efektivitas kepemimpinan dalam suatu
perusahaan. Efektivitas kepemimpinan tersebut akan membawa dampak pada motivasi kerja karyawan.
Karyawan yang bekerja dengan memiliki kepemimpinan intrapersonal dalam dirinya akan merasa termotivasi untuk bekerja dan berusaha lebih baik lagi dalam menyelesaikan pekerjaannya.
berkaitan dengan pengendalian diri menjadikan motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang akan meningkat karena memiliki pengendalian pribadi
yang baik ditempat kerja. Semakin tinggi kepemimpinan intrapersonal yang dimiliki seseorang maka akan semakin tinggi motivasi intrinsik nya.
Tabel 2.1.
Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian
No. Judul Penelitian Hasil
1 Farid Ahmad, Tasawar Abbas, Shahid Latif,
Abdul Rasheed (2014). “Impact of Transformational Leadership on Employee Motivation in Telecomunication Sector”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel
transformational leadership
berpengaruh positif terhadap variabel employee motivation.
2 Taruk Todingallo Delvi Awan (2014).
“Pengaruh kepemimpinan transaksional terhadap motivasi kerja karyawan”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan
transaksional berpengaruh
positif terhadap variabel
motivasi kerja karyawan. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
H1: Kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap motivasi intrinsik
2. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap komitmen afektif
Menurut Suwatno (2011) dalam Prahiawan dan Simbolon (2014),
motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah
ada dorongan untuk melalukan sesuatu.
Motivasi mengarahkan perilaku seseorang dalam kehidupan organisasi termasuk perilaku komitmen. Komitmen akan tumbuh dan
dalam diri karyawan maka akan mendorong sesorang untuk memiliki komitmen.
Tabel 2.2.
Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian
No. Judul Penelitian Hasil
1 Maura Galletta, Igor Portoghese, Adalgisa Battistelli (2011). “Intrinsic Motivation, Job Autonomy and Turnover Intention in the Italian Healthcare: The Mediating Role of
Affective Commitment”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel intrinsic
motivationberpengaruh positif terhadap variabel job autonomy, turn over intention dan affective commitment.
2 Um-e-Farwa, G.S.K Niazi (2013). “Impact of Intrinsic Motivation on Organizational
Commitment: An Islamic Banking
Perspective”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel intrinsic
motivation secara signifikan
berkolerasi dengan variabel organizational commitment dan komponen komponennya, yaitu
affective, continue, dan
normatif. 3 Fakhrian Harza Maulana, Djamhur Hamid,
Yuniadi Mayoan (2015). Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Bank BTN Kantor Cabang Malang
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel motivasi
intrinsik secara signifikan berkolerasi dengan variabel
komitmen organisasi dan
komponen komponennya, yaitu
affective, continue, dan
normatif.
Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
H2: Motivasi intrinsik berpengaruh terhadap komitmen afektif
3. Pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap komitmen afektif
Menurut Betty (2008), kepemimpinan transformasional
mempengaruhi komitmen tanpa menggunakan penghargaan atau hukuman. Kepemimpinan transformasional secara lansung mempengaruhi
Kepemimpinan intrapersonal mengarahkan perilaku seseorang dalam kehidupan organisasi termasuk perilaku komitmen. Komitmen akan
tumbuh dan meningkat karena adanya kelekatan psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan
organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi
Tabel 2.3.
Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian
No. Judul Penelitian Hasil
1 Zolkifli bin Osman, Jegak Uli (2014), “The Affective Commitment as a Mediator in Relationship Between Military Commanders
Transformational and Transactional
Leadership with Subordinates Job
Satisfation in Malaysian Royal Signal Corp”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transformational dan
transactional leadership
berpengaruh positif terhadap variabel affective commitment.
2 Lamidi (2009), Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional terhadap Komitmen
Organisasional dengan Variabel Moderating Kepuasan Kerja Pegawai Rumah Sakit Swasta di PKU Muhammadiyah Surakarta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh Kepemimpinan Transformasional berpengaruh
positif terhadap variabel
terhadap Komitmen
Organisasional.
3 Yudha Prakasa, Endang Siti Astuti,
Mochammad Al Musadieq (2012), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh Kepemimpinan Transformasional berpengaruh
positif terhadap variabel
terhadap Komitmen
Organisasional.
Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
H3: Kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap komitmen Afektif
4. Pengaruh komitmen afektif terhadap kinerja karyawan
Menurut Greenberg dan Baron (1993) dalam Chairy (2002), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggu adalah
et al (1982) dalam Chairy (2002), karyawan yang memiliki komitmen
organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi
dan berusaha mencapai tujuan organisasi.
Komitmen organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja
karyawan, karena karyawan yang memiliki rasa komitmen tinggi terhadap organisasi cenderung memiliki rasa cinta, rasa ingin berpihak, dan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap organisasi tempat mereka bekerja
sehingga dapat menjadi motivasi agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Hal ini tentu saja akan meningkatkan kinerja karyawan dari
aspek pekerjaan dan aspek personal.
Tabel 2.4.
Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian
No. Judul Penelitian Hasil
1 Diana L. Sulianti K.L. Tobing (2009).
Pengaruh Komitmen Organisasional dan
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel
komitmen organisasional
berpengaruh positif
signifikan terhadap variabel kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
2 Negin Memari, Omid Mahdieh, Ahmad Barati
Marnami (2013). “The Impact of
Organizational Commitment on Employees Job
Performance. A Study of Mely Bank”
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel organizational
commitmentberpengaruh
positif signifikan terhadap employee job performance.
3 Muhammad Riaz Khan, Zia-ud-Din (2010).
“The Impacts of Organizational Commitment
on Employee Job Performance”
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel organizational
commitmentberpengaruh
positif signifikan terhadap employee performance.
Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
5. Pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap kinerja karyawan
Menurut Amalia (2016), efektivitas penyelesaian tugas tergantung
pada efektivitas kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan perusahaan. Efektivitas kepemimpinan timbul akibat adanya motivasi yang
tinggi dari karyawan akibat gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional yang diterapkan perusahaan secara keseluruhan.
Kepemimpinan intrapersonal dibangun atas dasar landasan spiritual
karena berkaitan dengan pengendalian diri, dengan adanya pengendalian diri yang baik akan memicu hasil kerja yang baik juga.
Kemajuan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawannya, setiap perusahaan akan terus berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawannya agar dapat mencapai hasil kerja yang baik dan
memuaskan.
Tabel 2.5.
Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian
No. Judul Penelitian Hasil
1 Jeevan Jyoti, Sonia Bhau (2015), “Impact of
transformational leadership on Job
Performance: Mediating Role of
Leader-Member Exchange and Relational
Identification”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa transformational
leadership secara signifikan
berkolerasi dengan variabel Job Performance.
2 Dzikrillah Rizqi Amalia, Bambang Swasto,
Heru Susilo (2016), Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Kepemimpinan
Transaksional dan
Transformasional secara
signifikan berkolerasi dengan motivasi kerja dan kinerja Karyawan
Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
6. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan
Menurut Febrian (2013), motivasi intrinsik yang berhasil dicapai
oleh seseorang, maka yang bersangkutan akan cenderung untuk terus termotivasi, dan sebaliknya apabila seseorang sering gagal mewujudkan
motivasinya, maka yang bersangkutan akan terus bekerja sampai motivasinya tercapai atau menjadi putus asa yang berakibat lanngsung pada kinerja karyawan tersebut.
Motivasi merupakan variabel penting, yang dimana motivasi perlu mendapat perhatian yang besar pula bagi organisasi dalam peningkatan
kinerja karyawannya. Motivasi intrinsik memiliki pengaruh terhadap kinerja karena dengan motivasi yang ada dalam diri karyawan akan memicu karyawan untuk mencapai pekerjaan sehingga memberikan
kontribusi terhadap kinerja karyawan.
Tabel 2.6.
Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian
No. Judul Penelitian Hasil
1 Fakhrian Harza Maulana, Djamhur Hamid, Yuniadi Mayoan (2015). Pengaruh Motivasi Intrinsik, Motivasi Intrinsik dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Bank BTN Kantor Cabang Malang
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel motivasi
intrinsik secara signifikan berkolerasi dengan variabel
komitmen organisasi dan
komponen komponennya, yaitu
affective, continue, dan
normatif.
2 Shintya Ervina Donna Mundung, Sifrid
Pangemanan (2015). “The Influence of Extrinsic and Intrnsic Motivation on Employee Performance at Bank Sulut
Manado”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel extrinsic and intrnsic motivation berpengaruh positif signifikan terhadap employee performance.
3 Chanita Jiratchot (2014). “An Investigation of Fits and Intrinsic Motivation on Employee’s Performance: A Case study of
Fmcg Organizations In Thailand”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel intrinsic
motivation berpengaruh positif signifikan terhadap employee performance.
Kepemimpinan Intrapersonal
Motivasi Intrinsik
H6: Motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja karyawan
C. Model Penelitian
Gambar 2.1
Model Penelitian
Penelitian dengan judul kepemimpinan intrapeesonal, motivasi
intrinsik dan komitmen afektif dalam meningkatkan kinerja karyawan. Dengan model penelitain pada gambar 2.1. terdiri dari 4 variabel, yaitu variabel dependen, variabel independen dan variabel intervening. Variabel
dependen (terikat) adalah variabel utama yang menjadi pusat perhatian peneliti. Variabel independen merupakan variabel yang memberi pengaruh
(positif atau negatif) pada variabel dependen. Sedangkan variabel intervening adalah variabel yang muncul selama waktu variabel independen mempengaruhi variabel dependen dan memberi dampak pada
Komiten Afektif Kinerja Karyawan
H1
H3
H2
H5
H6
variabel dependen (Tjahjono, 2014). Variabel intervening biasa disebut
sebagai variabel mediasi.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan, variabel independen adalah motivasi intrinsik dan kinerja karyawan,
sedangkan variabel interveningnya adalah komitmen afektif.
Dari model penelitian diatas menunjukkan adanya pengaruh kepemimpinan intrapersonal dan motivasi intrinsik terhadap komitmen
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Obyek dan Subyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini BMT Marhamah dan subyek dalam
penelitian ini adalah karyawan tetap di BMT Marhamah.
B. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner yang telah disediakan peneliti. Penelitian ini
menggunakan data kuantitatif dan jenis data primer. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan atau menggunakannya (Tjahjono, 2009).
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei, dan teknik pengumpulan data melalui kuesioner yang didistribusikan
langsung kepada semua karyawan BMT Marhamah. Metode kuesioner ini dibuat dengan cara membuat beberapa pernyataan yang diajukan kepada
C. Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah karyawan
tetap BMT Marhamah yaitu sejumlah 107 karyawan. Teknik pengambilan sampel data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
sensus. Menurut Arikunto (2006), sensus adalah cara pengumpulan data apabila seluruh elemen populasi diselidiki satu persatu. Data yang diperoleh tersebut, merupakan hasil pengolahan sensus yang disebut
sebagai data sebenarnya (true value) atau sering disebut juga sebagai parameter.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode survey dengan cara menyebarkan kuesioner. Penyebaran kuesioner dalam penelitian ini, diserahkan langsung kepada
responden, yaitu karyawan tetap BMT Marhamah, yaitu sebanyak 107 karyawan.
Dalam penyusunan skala pengukuran kuesioner digunakan skala
likert, yaitu rentangan antara 1 sampai 5, dimana nilai 1 adalah pernyataan sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah pernyataan sangat setuju.
Kemudian indikator tersebut menjadi titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono, 2007).
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi dan Pengukuran
Variabel
aalah kepemimpinan yang
dibangun untuk mengendalikan diri berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan spiritualitas mereka
sehingga dapat membangun
sebuah harmoni antara pikiran,
perasaan dan tindakan.
(Tjahjono; Palupi, 2015).
1. Misi Spiritual
2. Keselarasan Visi Spiritual dan Misi Organisasi
3. Bersyukur dan Solutif 4. Integritas
5. Pembelajar
Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah
tingkatan seseorang yang ingin bekerja sebaik mungkin untuk
meningkatkan kepuasan
intrinsik (Warr et. Al, 1979). Pengukuran motivasi intrinsik diukur menggunakan instrumen penelitian yang dikembangkan oleh Zaman (2013).
1. Merasakan kepuasan pribadi ketika melakukan pekerjaan.
2. Merasa tidak nyaman ketika
melakukan pekerjaan dengan buruk. 3. Bangga dapat melakukan pekerjaan
sebaik mungkin.
4. Tidak bahagia ketika pekerjaan saya tidak sesuai target.
5. Bahagia ketika pekerjaan sudah
selesai.
6. Memikirkan cara-cara yang efektif dalam menyelesaikan pekerjaan. Komitmen
Afektif
Suatu kelekatan psikologis yang
merupakan karakteristik
hubungan anggota organisasi
dengan organisasinya dan
memiliki implikasi terhadap
keputusan individu untuk
melanjutkan keanggotaannya
dalam organisasi (Allen &
Meyer, 1990). Pengukuran
komitmen afeltif menggunakan
instrumen penelitian yang
dikembangkan oleh Heru
Kurnianto Tjahjono (2008).
1. Memiliki makna yang mendalam
secara pribadi.
2. Rasa saling memiliki yang kuat dengan organisasi.
3. Bangga memberitahukan hal-hal
tentang organisasi dengan orang lain. 4. Terikat secara emosional dengan
organisasi
5. Senang apabila dapat bekerja dalam organisasi sampai pensiun.
6. Senang berdiskusi dengan orang lain
mengenai organisasi di luar
organisasi.
7. Senang mengabdikan diri
sepeneuhnya di organisasi. Kinerja
Karyawan
Kinerja Karyawan adalah hasil
atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas
1. Menggunakan pegetahuan dalam
melaksanakan tugas sehari-hari.
2. Memahami pedoman kerja
sehari-hari.
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau kriteria yang telah ditentukan (Veitzhal, 2005).
dengan baik dan memuaskan. 4. Kreatifitas yang dimiliki karyawan
dalam bekerja sudah diakui oleh siapapun.
5. Dalam menyelesaikan pekerjaan,
karyawan dapat bekerjasama dengan baik.
6. Mampu mencapai standar kualitas yang diinginkan perusahaan.
7. Dapat menyelesaikan tugas sesuai permintaan.
8. Tetap bekerja denan baik walaupun pimpinan tidak sedang di kantor.
F. Uji Kualitas dan Instrumen data
1. Uji Validitas
Menurut Ghozali (2013), uji validitas merupakan pengujian data yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan dan
kehandalan kuesioner yang digunakan dalam penelitian. Kehandalan kuesioner mempunyai arti bahwa kuesioner mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Hasil dari uji ini cukup mencerminkan topik
yang sedang diteliti. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing- masing pertanyaan dengan jumlah skor untuk masing-masing
variabel. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang tersaji dalam kuesioner benar-benar mampu mengungkapkan
dengan pasti apa yang akan diteliti.
Uji validitas diuji dengan program AMOS dengan melihat output estimate, dengan cara membandingkan nilai p-value pada output
2. Uji Reliabilitas
Menurut Ghozali (2013), uji reliabilitas merupakan uji
kehandalan yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya dapat memberikan hasil yang relatif sama
apabila dilakukan pengukuran kembali pada suatu obyek yang sama. Apabila suatu alat ukur digunakan berulang dan hasil yang diperoleh relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabilitas).
Dikatakan reliabilitas jika nilai construct of reliability > 0,7 (Ghozali, 2013). Indikator pertanyaan dikatakan reliable dengan melihat korelasi
bivariate pada output cronbach alpha pada kolom correlated item-total. Pengujian reliabilitas instrumen diolah menggunakan program software AMOS.
G. Uji Hipotesis dan Analisis Data
Menurut Santoso (2001), analisis data adalah interpretasi untuk
penelitian yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial. Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca
dan diimplentasikan. Sesuai dengan model yang dikembangkan dalam penelitian ini maka alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah SEM (Structural Equation Modeling) yang dioperasikan melalui program AMOS.
Peneliti menggunakan program SEM (Structural Equation
(1997) dan Bacon (1997) dalam Ferdinand (2000), model kasualitas AMOS menjelaskan masalah pengukuran dan struktur, serta digunakan
untuk menganalisa dan menguji hipotesis. AMOS dapat digunakan untuk berbagai analisis yaitu:
1. Mengestimasi koefisien yang tidak diketahui dari satu set persamaan linier terstruktur
2. Mengakomodasi model yang didalamnya termasuk variabel laten
3. Mengakomodasi pengukuran error baik dependen maupun independen 4. Mengakomodasi peringatan yang timbal balik, simultan dan saling
ketergantungan
Kelebihan SEM adalah dapat menganalisa multivariate secara bersamaan, dan tujuan penggunaan multivariate adalah untuk memperluas
kemampuan dalam menjelaskan penelitian dan efisiensi statistik.
Menurut Hair, et.al. (1998) dalam Ghozali (2011), teknik analisis
data menggunakan SEM terdapat 7 langkah yang harus dilakukan, yaitu :
1. Pengembangan model berdasarkan teori
Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah
pencarian atau pengembangan model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Seorang peneliti harus melakukan serangkaian
2. Pengembangan diagram alur (path diagram) untuk menunjukkan hubungan kausalitas.
Path diagram digunakan untuk mempermudah peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diuji. Peneliti biasanya
bekerja dengan “constuct” atau “factor” yaitu konsep-konsep yang
memiliki pijakan teoritis yang cukup untuk menjelaskan berbagai bentuk hubungan. Konstruk-konstruk yang dibangun dalam diagram
alur dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen dikenal sebagai “source
variables” atau “independent variables” yang tidak diprediksi oleh
variabel yang lain dalam model. Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk endogen
lainnya, tetapi konstruk eksogem hanya dapat berhubungan kausall dengan konstruk endogen.
3. Konversi diagram alur ke dalam serangkaian persamaan struktral dan spesifikasi model pengukuran
Setelah teori/model teoritis dikembangkan dan digambarkan
dalam sebuah diagram alur, peneliti dapat mulai mengkonversi spesifikasi model tersebut ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan
yang akan dibangun terdiri dari:
a. Persamaan-persamaan struktural yang dibangun atas pedoman sebagi berikut: