• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minat Kembali Customer Provider Tukang Gigi dalam Pembuatan Gigi Tiruan di Desa Rappolemba Kecamatan Tompo Bulu Kabupaten Gowa Tahun 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Minat Kembali Customer Provider Tukang Gigi dalam Pembuatan Gigi Tiruan di Desa Rappolemba Kecamatan Tompo Bulu Kabupaten Gowa Tahun 2020"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Muslim Community Health (JMCH)

Published by Postgraduate Program in Public health Muslim University of Indonesia

Minat Kembali Customer Provider Tukang Gigi dalam Pembuatan

Gigi Tiruan di Desa Rappolemba Kecamatan Tompo Bulu

Kabupaten Gowa Tahun 2020

Muhammad Anugrah Pratama1, Samsualam2, *Nurmiati3 1,2,3 Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia

* Email: nurmiati.muchlis@umi.ac.id ABSTRACT

Background: Making and insertion dentures is not only the working area of dentists but also builders teeth and now a days there are many builders teeth who practice medical that is substandard practices that can endanger the society. Even though it is considered dangerous, there are still many people who used the services of builders teeth rather than dentists. Based on this, researcher the need to study examine this further issue. Is there revert to returning builders teeth customer providers of dentures manufacturing although the fact is found that may unsatisfactory incidents experienced by costumer builders teeth. Methods: This research was a quantitative study. The population in this study were 50 patients who visited builders teeth in the last year in the village of Rappolemba. Sampling was done by total sampling.Results: The Results of this research showed the regression test obtained the value of ρ = 0.008 where ρ <0.05, which means that there is a significant effect on the patient's revert to returning of dentures manufacturing at builders teeth. Conclusion: so it can be concluded that there is an effect of patient's revert to returning of dentures manufacturing at builders teeth. This research suggests that there should be government efforts in providing quality and affordable health services.

Key words : Builders Teeth, Revert To Returning, Income, Education, Knowledge, Environment, Socio-cultural

(2)

ABSTRAK

Latar Belakang: Pembuatan dan pemasangan gigi tiruan tidak hanyamenjadi wilayah kerja dokter gigi tapi juga tukang gigi dan saat ini banyak tukang gigi yang melakukan praktek medis di bawah standar kedokteran sehingga dapat membahayakan masyarakat. Walaupun dianggap membahayakan, masih banyak masyarakat yangmenggunakan jasa tukang gigi dibandingkan dokter gigi.Berdasarkan hal ini menunjukkan perlunya mengkaji lebih lanjut tentang masalah ini. Apakah ada minat kembali customer untuk membuat gigi tiruan kembali pada tukang gigi walau fakta yang ditemukan bahwa banyak kejadian yang kurang memuaskan yang di alami oleh customer tukang gigi Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang berkunjung 1 tahun terakhir ke tukang gigi di Desa Rappolemba sebanyak 50 responden. Pengambilan sampel dilakukan secara Total sampling. Hasil: uji regresi diperoleh nilai ρ = 0,008 dimana ρ< 0,05 yang artinya ada pengaruh signifikan terhadap minat kembali pasien dalam pembuatan gigi tiruan di tukang gigi. Kesimpulan: sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh minat kembali pasien dalam pembuatan gigi tiruan di tukang gigi. Penelitian ini menyarankan agar ada upaya pemerintah dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau

Kata kunci : Tukang gigi, minat kembali, pendapatan, pendidikan, pengetahuan, lingkungan, sosial budaya

LATAR BELAKANG

Pekerjaan tukang gigi di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Meskipun ditemukan banyak kasus akibat pemasangan gigi palsu oleh tukang gigi, pada kenyataannya praktik tukang gigi merupakan salah satu praktik kesehatan dibidang kesehatan gigi yang belum lama ini memiliki pengakuan sebagai pengobatan tradisional dari pemerintah (1).

Pembuatan dan pemasangan gigi tiruan tidak hanya menjadi wilayah kerja dokter gigi tapi juga tukang gigi dan saat ini banyak tukang gigi yang melakukan praktek medis di bawah standar kedokteran sehingga dapat membahayakan masyarakat. Walaupun dianggap membahayakan, masih banyak masyarakat yang menggunakan jasa tukang gigi dibandingkan dokter gigi . Masyarakat cenderung lebih memilih tukang gigi daripada dokter gigi, karena pelayanannya yang relative singkat dengan biaya terjangkau tanpa

mempertimbangkan efek jangka panjangnya bagi kesehatan. Wajar saja jika tukang gigi menetapkan tarif terjangkau, karena mereka menggunakan metode, alat, serta bahan yang sederhana dengan kualitas jauh di bawah standar kedokteran. Masyarakat masih lebih percaya pada tukang gigi untuk memeriksakan kondisi kesehatan gigi dan mulutnya dibandingkan dengan dokter gigi dengan prinsip datang sekali perawatan beres, biaya murah meriah dan terjangkau. Tetapi, tidak memperhatikan dampak lebih lanjutnya.(2)

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih sarana pelayanan kesehatan yaitu puskesmas sebesar 35,5%, petugas kesehatan 28,82%, rumah sakit 8,71%, praktek dokter 30,11%, dukun 0,19%, dan praktek batra (pengobatan tradisional) sebesar 1,97%..3 Salah satu pengobatan tradisional yang masih dijadikan sebagai sarana pelayanan kesehatan gigi oleh

(3)

masyarakat untuk pembuatan gigi tiruan adalah tukang gigi. (3)

Persentase perawatan gigi berupa pemasangan gigi tiruan di daerah Sulawesi Selatan Berdasarkan RISKESDAS 2007 yaitu sebesar 4,8%. Kehilangan gigi yang masih cukup banyak ini menggambarkan besarnya kebutuhan akan perawatan prostodonsia. Perawatan prostodonsia dalam hal ini diperlukan untuk memperbaiki serta mempertahankan fungsi gigi melalui pembuatan gigi tiruan sebagai pengganti gigi asli yang telah hilang dan digunakan untuk mengembalikan fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik (4)

Pembuatan gigi tiruan di tukang gigi cenderung tidak memperhatikan kesehatan jaringan keras dan jaringan lunak di sekitar gigi. Pembuatannya cenderung asal-asalan, sering ditemukan adanya sisa akar yang tidak dicabut pada pemasangan gigi tiruan sehingga menimbulkan jaringan gusi yang meradang, bengkak, oral hygiene yang sangat buruk, halitosis (bau mulut), denture stomatitis akibat adaptasi gigi tiruan yang tidak baik (5).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lumunon Thirsa O, dkk pada tahun 2014 di Desa Treman Kecamatan Kauditan menunjukan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor penentu utama dalam pemanfaatan jasa tukang gigi. Responden sebagian besar 86,54% sangat setuju bahwa faktor pembiayaan yang terjangkau sebagai faktor penentu dalam pemanfaatan jasa tukang gigi. Perawatan gigi tiruan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apabila berobat ke dokter gigi akan dikenakan biaya untuk jasa pelayanan di samping biaya pembuatan gigi tiruannya, sedangkan apabila ke tukang gigi hanya dikenankan biaya pembuatan gigi tiruan. Biaya dokter gigi wajar lebih mahal dibandingkan dengan tukang gigi karena waktu dan biaya yang

dikeluarkan untuk menempuh pendidikan agar memperoleh kompetensi sebagai dokter gigi tidak sedikit (6).

Data jumlah dokter gigi yang terdaftar di Fasyankes Kabupaten Gowa sebanyak 35 orang, sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Gowa yang harus dilayani tercatat sebanyak 735.493 jiwa. Kondisi ini masih jauh dari ideal bila dibandingkan dengan rasio ideal dokter gigi dengan masyarakat yakni 1: 10.000. Desa Rappolemba merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Gowa. Data awal yang diperoleh menunjukkan 9 dari 10 masyarakat desa Rappolemba ternyata membuat gigi tiruan dengan menggunakan jasa tukang gigi

.

Satu – satunya puskesmas terdekat di kecamatan tersebut berjarak sekitar 10 km dari desa. Berdasarkan informasi dari kepala desa bahwa puskesmas tersebut sudah di tinggalkan oleh dokter giginya 1 tahun lalu karena di mutasi ke rumah sakit Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.(7)(8)

Berdasarkan hal ini menunjukkan perlunya mengkaji lebih lanjut tentang masalah ini. Apakah ada minat kembali customer untuk membuat gigi tiruan kembali pada tukang gigi walau fakta yang ditemukan bahwa banyak kejadian yang kurang memuaskan yang di alami oleh customer tukang gigi.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan agustus-september 2020. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 sampel menggunakan metode pengambilan sampel yaitu total sampling.

(4)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui kuisioner yang dibagikan pada pasien yang berkunjung ke tukang gigi peroleh dianalisis dengan uji regresi.

HASIL

Hasil penelitian tersebut dijabarkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan hasil penelitian tersebut diuji dengan software SPSS. Adapun hasil penelitian tersebut sebagai berikut Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Umur customer di Desa Rappolemba Tahun 2020

Umur n %

Dewasa Awal 26-35 tahun 8 16 Dewasa Akhir 36-45 tahun 22 44 Lansia Awal 46-55 tahun 17 34 Lansia Akhir 56-65 tahun 3 6

Total 50 100

Tabel 2. Analisis Bivariat Crosstab Pengaruh pendapatan, pendidikan, pengetahuan, lingkungan sosial, dan sosial budaya customer terhadap minat kembali

Tingkat Pendidikan

Minat Kembali Total p

value Ya Tidak n % n % n % 0,049 Tinggi 8 22,9 8 53,3 16 32 Rendah 27 77,1 7 46,7 34 68 Total 35 100 15 100 50 100

Tingkat Minat Kembali Total p

value Pendapatan Ya Tidak n % n % n % Tinggi 22 62,8 7 46,7 29 58 0,356 Rendah 13 37,1 8 53,3 21 42 Total 35 100 15 100 50 100 Tingkat

Pengetahuan Minat Kembali Total p value

Ya Tidak n % n % n % Cukup Baik 27 77,1 5 33,3 32 64 0,008 Kurang Baik 8 22,9 10 66,7 18 36 Total 35 100 15 100 50 100 Lingkungan Sosial

Minat Kembali Total p value

(5)

Ya Tidak

n % n % n %

Cukup Baik 27 77,1 6 40 33 66 0,021

Kurang Baik 8 22,9 9 60 17 34

Total 35 100 15 100 50 100

Sosial Budaya Minat Kembali Total p

value Ya Tidak n % n % n % Cukup Baik 29 85 5 15 34 100 0,002 Kurang Baik 6 37,5 10 62,5 16 100 Total 35 100 15 100 50 100

Sumber Data : Primer, 2020

Tabel 3. Pengaruh pendapatan, pendidikan, pengetahuan, lingkungan sosial, dan sosial budaya customer terhadap minat kembali

Memilih Kembali n B Exp.B 95% CI P Pendidikan 50 2.128 8.397 1.042-67.647 0.046 Pengetahuan 50 2.613 13.639 1.692-109922 0.014 Lingkungan sosial 50 2.745 15.558 1.459-165.856 0.023 Sosial budaya 50 3.364 28.919 2.391-349.807 0.008 Sumber Data : Primer, 2020

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 50 responden yang paling tinggi umur yang mengunjungi tukang gigi kategori dewasa akhir 36-45 sebanyak 22 responden atau 44 % dan yang paling terendah yang mengunjungi pada kategori umur lansia akhir sebanyak 3 responden atau 6 %.

Berdasarkan tabel 2 diatas, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Pada tingkat pendidikan didapatkan nilai ρ value = 0,049 artinya ada pengaruh signifikan tingkat pendidikan customer provider tukang gigi terhadap minat kembali karena nilai signifikansinya<0,05

Pada tingkat pendapatan didapatkan nilai ρ value = 0,288 artinya

tidak ada pengaruh signifikan tingkat pendapatan customer provider tukang gigi terhadap minat kembali karena nilai signifikansinya > 0,05

Pada tingkat pengetahuan didapatkan nilai ρ value = 0,008 artinya ada pengaruh signifikan tingkat pengetahuan customer provider tukang gigi terhadap minat kembali karena nilai signifikansinya < 0,05

Pada tingkat lingkungan sosial didapatkan nilai ρ value = 0,021 artinya ada pengaruh signifikan lingkungan sosial customer provider tukang gigi terhadap minat kembali karena nilai signifikansinya < 0,05

Pada tingkat sosial budaya didapatkan nilai ρ value = 0,001 artinya ada pengaruh signifikan sosial budaya

(6)

customer provider tukang gigi terhadap minat kembali karena nilai signifikansinya < 0,05

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan masing-masing nilai koefisiensi pengaruh tidak langsung terhadap minat kembali customer provider tukang gigi dalam pembuatan gigi tiruan dengan hasil bahwa setiap faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap minat kembali, kecuali faktor pendapatan yang berpengaruh lemah dan tidak signifikan. Nilai sebagai berikut Pendidikan (Exp. B 8.387; p=0.046), Pengetahuan (Exp. B 13.639; p=0.014), Lingkungan sosial (Exp. B 15.558; p=0,023), dan Sosial budaya (Exp. B 28.919; p=0,008),

Dari analisis statistik tersebut diatas, maka di peroleh hasil bahwa Sosial budaya memeliki pengaruh yang sangat besar terhadap minat kembali pasien dalam pembuatan gigi tiruan pada tukang gigi yaitu diperoleh nilai Exp. B sebesar 28.919 dan nilai signifikansi sebesar 0,008 (<0,05) yang artinya Exp. B tersebut menunjukkan bahwa pengaruh sosial budaya berpengaruh paling signifikan terhadap minat kembali pasien dalam pembuatan gigi tiruan di tukang gigi.

DISKUSI

Pembuatan gigi tiruan merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter gigi, namun pada kenyataan yang ada dilapangan menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang melakukan perawatan pembuatan gigi tiruan ditukang gigi (Wulan, dkk,2010). Pelayanan kesehatan dibangun berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya, namun kenyataannya masyarakat baru mencari pelayanan kesehatan setelah tidak dapat ditanggulangi. (9).

Kesehatan merupakan suatu kebutuhan pokok dan utama dalam

masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan kesehatan yang semakin tinggi ini sering disalah gunakan sebagai sarana berbisnis atau sebagai mata pencaharian. Hal ini mengakibatkan banyaknya praktik - praktik layanan kesehatan yang tidak memiliki izin dari Dinas Kesehatan bahkan banyak pula yang dapat dikatakan sebagai sebuah pelanggaran hukum. Salah satu praktik layanan kesehatan yang sedang marak dalam lingkungan masyarakat Indonesia adalah praktik tukang gigi termasuk tukang gigi yang melayani pemasangan kawat gigi atau lebih dikenal dengan nama behel dan juga layanan pemasangan veneer gigi serta layanan perawatan gigi lain yang sedang marak atau sedang menjadi trend di zaman sekarang. Pada dasarnya, tukang gigi dianggap sebagai tenaga di bidang pengobatan tradisional yang diakui pemerintah berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (yang selanjutnya disebut dengan MK) Nomor 40/PUU-X/2012 tentang pekerjaan tukang gigi, selama para tukang gigi tersebut menaati aturan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (yang selanjutnya disebut dengan PERMENKES) Nomor 39 tahun 2014 tentang “Pembinaan, Pengawasan, dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi” dalam menjalankan praktiknya. (10)

Tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan dibidang kesehatan gigi, yang tidak memiliki ijasah resmi dari Departemen Kesehatan atau dari lembaga pendidikan yang diakui oleh Departemen Kesehatan. Disamping itu tukang gigi tidak memiliki bekal ilmu kedokteran gigi yang sesuai dengan kaidah medis dan keterampilan mereka diperoleh secara turun memurun sehingga dimungkinkan banyak terdapat kesalahan yang dapat merugikan pasiennya. (4)

(7)

Minat adalah sebuah karakteristik tetap yang diekspresikan oleh hubungan antara seseorang dan aktivitas atau objek khusus.. Karenanya minat merupakan aspek psikologis seseorang untuk menaruh perhatian yang tinggi terhadap kegiatan tertentu dan mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan atau melakukan ulang kegiatan tersebut (11).

Berdasarkan pengaruh antar variabel diperoleh hasil penelitian yang diuraikan sebagai berikut :

Pengaruh tingkat pendapatan customer terhadap minat kembali ke provider tukang gigi

Pengaruh tingkat pendapatan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi dapat di lihat dengan nilai signifikansi 0.356. artinya nilai signifikansi 0,356 > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi. Ini berarti bahwa pendapatan tidak mempunyai pengaruh terhadap minat kembali.

Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 22 orang (29%) yang mempunyai pendapatan dalam kategori tinggi berminat kembali ke provider tukang gigi. Hal ini dikarenakan pada daerah desa Rappolemba mempunyai fasilitas kesehatan yang terbatas terutama kesediaan dokter gigi, serta desa Rappolemba jauh dari dari fasilitas kesehatan tersebut yang jarak tempuhnya kurang lebih 130 km menuju fasilitas kesehatan di ibu kota kabupaten Gowa . Keunggulan dari pelayanan tukang gigi tersebut terdapatnya fasilitas kredit serta fasilitas door to door atau home service yang menyebabkan banyaknya responden yang menyukai hal tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Silvia Mega (2013) yang mengatakan didapatkan bahwa variabel pendapatan tidak memiliki hubungan dengan pemanfaatan jasa tukang gigi karena nilai signifikan yang didapatkan lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,797

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarnizia pada tahun 2008 di Medan menemukan bahwa sebanyak 92,5% menyatakan biaya yang relatif lebih murah pada tukang gigi menjadi alasan utama dalam memanfaatkan jasa tukang gigi dibandingkan dengan pelayanan kesehatan gigi lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan Rahmayani (2012), banyaknya masyarakat yang lebih memilih membuat gigi tiruan ke tukang gigi dibandingkan dengan dokter gigi oleh karena kurangnya informasi tentang jasa pemasangan gigi tiruan yang baik, masyarakat beranggapan tukang gigi sama dengan dokter gigi, kurangnya pengetahuan dan persepsi yang dimiliki individu, serta faktor biaya perawatan (12)

McGrath dan Bedi menyatakan bahwa status ekonomi merupakan predictor yang paling penting bagi seseorang dalam mengambil keputusan perawatan. Keadaan sosial-ekonomi suatu keluarga dapat di ukur berdasarkan pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan yang ada. Perilaku hidup sehat dapat dipengaruhi oleh sosial ekonomi seseorang. Pendapatan mempunyai pengaruh langsung pada perawatan medis, jika pendapatan meningkat biaya untuk perawatan kesehatanpun ikut meningkat.. (13)

.

Pengaruh tingkat pendidikan customer terhadap minat kembali ke provider tukang gigi

(8)

Pengaruh tingkat pendidikan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi dapat di lihat dengan nilai signifikansi 0.049. artinya nilai signifikansi 0,049 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi. Ini berarti bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadap minat kembali.

Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 27 orang yang mempunyai pendidikan dalam kategori rendah yang berminat kembali ke provider tukang gigi. Hal ini di karenakan responden dengan tingkat pendidikan rendah secara umum memiliki pengetahuan yang kurang termasuk pengetahuan dalam bidang kesehatan gigi secara umum.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bagaray (2014) bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi tingkat pengetahuan individu. Melalui proses pendidikan seorang individu akan memperoleh suatu pengetahuan yang lebih tinggi. Individu yang mengecap pendidikan dasar biasanya terbatas pengetahuannya dan juga terbatas kemampuannya dalam memahami informasi yang ada.

Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh dari sekolah dimana dengan pendidikan dapat meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi-potensi pribadi, yaitu rohani (pikir, karsa rasa, cipta, budi nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan-keterampilan) (14).

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang, maka semakin baik pengetahuan dan sikap perilaku hidup sehat, bahkan semakin mudah untuk memperoleh pekerjaan sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. (13)

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan. (15) Pengaruh tingkat pengetahuan customer terhadap minat kembali ke provider tukang gigi

Pengaruh tingkat pengetahuan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi dapat di lihat dengan nilai signifikansi 0.008. artinya nilai signifikansi 0,008 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi.

Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 27 orang yang mempunyai pengetahuan kategori cukup baik namun tetap berminat kembali ke provider tukang gigi. Untuk analisa hasil penelitian pada pengaruh tingkat pengetahuan ini tidak sejalan dengan hasil analisa pengaruh tingkat pendidikan responden terhadap minat kembali demikian pula pada hasil penelitian Bagaray (2014) bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi tingkat pengetahuan individu. Faktor utama yang menyebabkan tingginya minat kembali responden terhadap provider tukang gigi adalah kondisi letak geografis wilayah desa Rappolemba yang terletak sekitar 10 km dari kota kecamatan serta ketersediaan dokter gigi pada daerah tersebut masih kurang bahkan kadang terjadi kekosongan tenaga dokter gigi pada puskesmas Tompobulu dimana puskesmas Tompobulu adalah menjadi fasilitas kesehatan pertama untuk masyarakat

(9)

desa Rappolemba. Ditambah lagi dengan adanya pengetahuan bahwa butuh kunjungan yang berulangkali ke pelayanan oleh tenaga kesehatan seperti dokter gigi yang berbeda jauh seperti pelayanan tukang gigi yang Waktu pembuatannya sangat cepat.

Faktor pengetahuan menjadi hal utama yang memengaruhi sikap seseorang dalam memanfaatkan pelayanan perawatan gigi tiruan. Keputusan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan perawatan gigi tiruan ditentukan oleh sikap individu itu sendiri yang dibentuk oleh pengetahuan yang dimiliki individu dan dipengaruhi oleh status ekonomi yang ditentukan oleh tingkat pendapatan. Seseorang dengan tingkat pendapatan yang rendah cenderung memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang kurang. (16).

Pengaruh lingkungan sosial terhadap minat kembali ke provider tukang gigi

Pengaruh lingkungan sosial terhadap minat kembali ke provider tukang gigi dapat di lihat dengan nilai signifikansi 0.021. artinya nilai signifikansi 0,021 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial mempunyai pengaruh terhadap minat kembali.

Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 27 orang yang mempunyai lingkungan sosial dalam kategori cukup baik berminat kembali ke provider tukang gigi. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang berada di sekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Contohnya adalah faktor keluarga dan faktor lingkungan (faktor teman). pengaruh lingkungan bagi individu

adalah sebagai makhluk sosial. Lingkungan itu meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hertati (2009) mengatakan bahwa lingkungan sosial merupakan lingkungan pergaulan antar manusia, pergaulan antar pendidik dengan peserta didik serta orang-orang lainnya yang terlibat dalam interaksi pendidikan. Pengaruh lingkungan sosial ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari, seperti keluarga, teman-teman, kawan sekolah dan sepekerjaan dan sebagainya (17)

Lingkungan diartikan sebagai semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan.Lingkungan dapat berupa tiga hal. Pertama, lingkungan alam, keadaan (kondisi,kekuatan) sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisasi.Kedua, lingkungan kebudayaan, keadaan sistem nilai budaya, adat istiadat dan cara hidup masyarakat yang mengelilingi kehidupan seseorang. Ketiga, lingkungan sosial,kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma di sekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka (18)

Lingkungan sosial sebagai lingkungan tempat individu berinteraksi, yang memiliki beberapa aspek yaitu sikap kemasyarakatan, sikap kejiwaan, sikap kerohanian, dan lain sebagainya. Lingkungan sosial dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan sosial makro dan lingkungan sosial mikro. Lingkungan

(10)

sosial makro adalah interaksi sosial tak langsung dan vicarious diantara kelompok masyarakat manusia yang sangat besar. Lingkungan sosial mikro adalah interaksi sosial langsung diantara kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kecil, seperti sebuah keluarga dan kelompok-kelompok referensi. (19) Pengaruh sosial budaya terhadap minat kembali ke provider tukang gigi

Pengaruh sosial budaya terhadap minat kembali ke provider tukang gigi dapat di lihat dengan nilai signifikansi 0.002 artinya nilai signifikansi 0,002 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa sosial budaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat kembali ke provider tukang gigi. Ini berarti bahwa sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap minat kembali.

Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 29 orang yang mempunyai sosial budaya dalam kategori cukup baik berminat kembali ke provider tukang gigi. Faktor sosial budaya merupakan yang paling berpengaruh dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena ruang lingkup pengambilan data responden pada satu desa yang sama yang mempunyai kecenderungan yang sama dalam hal adat istiadat atau tradisi. mendefinisikan kebudayaan sebagai seperangkat nilai-nilai, kepercayaan, kebiasaan, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh masyarakat sekitar, dari keluarga, atau lembaga formal lainnya sebagai sebuah pedoman perilaku. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku pembelian konsumen dalam faktor kebudayaan ini terdapat beberapa komponen antara lain: Budaya, budaya merupakan faktor

penentu yang paling mendasar dari segi keinginan dan perilaku seseorang karena kebudayaan menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Faktor-faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen karena seseorang cenderung akan mengikuti budaya di daerah tempat tinggalnya. Seperti membuat gigi tiruan di tukang gigi membuat mereka menjadi seperti orang terpandang dan karena status sosial (ada jabatan atau orang terpandang) di masyarakat. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja. Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab, “ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah berupa jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita..

Hal ini sejalan dengan penelitian Wahab and Adhani (2017) Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi. Manusia seperti orang tua, keluarga. lingkungan sosial yang merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. (20

)

Keterbatasan Penelitian

Beberapa faktor yang menjadi keterbatasan selama melakukan penelitian ini peneliti utama tidak bisa terjun langsung ke lapangan yang di karenakan sedang masa pandemi covid-19 sehingga peneliti utama memberikan tenteran kepada pembantu peneliti yang berada di Rappolemba kemudian menggunakan komunikasi video call

(11)

untuk berhubungan langsung kepada para responden.

Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor yang mempengaruhi minat kembali customer provider tukang gigi dalam pembuatan gigi tiruan di Desa Rappolemba tahun 2020 maka disarankan : 1) Perlu mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pembuatan gigi tiruan yang menggunakan jasa dokter gigi oleh tenaga kesehatan. 2) Adanya upaya yang nyata dari pemerintah dalam penyediaan tenaga dokter gigi serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Selain itu, diharapkan pula untuk peneliti selanjutnya agar : Memperluas objek penelitian dan melakukan penelitian dengan variabel yang lebih luas yang bisa mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pasien ke suatu tempat pelayanan kesehatan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa Pengaruh sosial budaya terhadap minat kembali ke provider tukang gigi dapat dilihat dengan signifikansi 0,002. Artinya nilai koefisien bernilai positif dan mempunyai nilai signifikansi 0,002 < 0,05. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa sosial budaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat kembali pasien ke tukang gigi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Silalahi, PR. 2017. Prosedur Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik Pada Gigi 2 Untuk

Menggantikan Gigi Tiruan Sebagian Nonformal, Jurnal Analis Kesehatan : Volume 6, No. 2 2. Mega Silvia, 2014 Karakteristik

Pengguna Gigi Tiruan Dengan Pemanfaatan Jasa Tukang Gigi, Poltekes Kemenkes Yogyakarta 3. Rahmayani, L dkk. 2012. Analisis

Pemakaian Jasa Pemasangan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik Pada Dokter Gigi Dan Tukang Gigi Di Desa Penuniti Banda Aceh, Jurnal PDGI, Vol 61 No 2, Hal 74-79

4. Mukodompit, R. I. dkk, 2015, Persepsi Pasien Pengguna Gigi Tiruan Lepasan Berbasis Akrilik Yang Menggunakan Jasa Dokter Gigi Di Kotamobagu, Manado, Hal. 217.

5. Wahab Sofi A, 2017, Perbandingan Karakteristik Pengguna Gigi Tiruan yang dibuat di Dokter Gigi Dengan Tukang Gigi Di Banjarmasin, Dentino, Vol 1. No 1

6. Lumunon Thirsa O. dkk, 2014, gambaran determinan perilaku masyarakat dalam pemanfaatan jasa tukang gigi pada pembuatan gigi tiruan lepasan di desa treman kecamatan kauditan, manado, Hal. 7Muninjaya AA, Manajemen mutu pelayanan kesehatan, Jakarta: EGC, 2011, h. 12-6

7. Badan Pusat Statistik, 2016, Kabupaten Gowa (online), https://gowakab.bps.go.id/dynamict able/2019/03/21/19/jumlah- penduduk-kabupaten-gowa- berdasarkan-jenis-kelamin-pertengahan-tahun-2016.html, diakses 27 Agustus 2020)

8. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Alam Kesehatan,

Kemenkes,(Online),http://bppsdmk. kemkes.go.id/info_sdmk/, diakses 27 Agustus 2020)

(12)

9. Mokoginta Randa S. dkk, 2016, Pengaruh Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap Upaya Pemeliharaan Gigi Tiruan Di Kelurahan Upai Kecamatan Kotamobagu Utara, Manado, Hal. 223.

10. Liwongan gitta B. dkk, 2015, persepsi pengguna gigi tiruan lepasan terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, manado, Hal. 209.

11. Yuliastuti, Tri, 2009, Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kualitas Pelayanan Dengan Kunjungan Ulang Pasien Rawat Jalan Di Ruang Okupasi Terapi RSOS Tahun 2009. Semarang: UNDIP

12. Adhiatmitha K E dkk, 2018, Faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat perilaku pemeliharaan kebersihan gigi tiruan lepasan akrilik pada lansia di Desa Penatahan Kabupaten Tabanan Bali, BDJ, Vol 2, No1Pangeran, DT., Hubungan Antara Mutu Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Gmim Pancaran Kasih Manado, 2018.

13. Rebecca, dkk, 2015, Pengaruh Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Karies Anak Di Tk Hang Tuah Bitung, Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 2

14. Adriansyah M, 2017, Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan

Terhadap Oral Hygiene Pada Ibu Hamil ,di RSUD Meuraxa Banda Aceh, Journal Caninus Denstistry Volume 2, Nomor 2 hal 84 -91 15. Haryani, W dkk, 2017. Hubungan

Antara Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi Kepatuhan Perawatan Gigi Tiruan Lepasan. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, Vol 3 No 3

16. Tuerah T, dkk, 2016, Hubungan Status Ekonomi Dengan Sikap Pasien Terhadap Perawatan GigiTiruan, PHARMACONJurnal 17. Gumayesty, Y. 2017, Gambaran

Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Pemakaian Gigi tiruan di Desa Mayang Pongkai Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar, Vol 8,No 1

18. Silalahi, PR. 2017. Prosedur Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik Pada Gigi 2 Untuk Menggantikan Gigi Tiruan Sebagian Nonformal, Jurnal Analis Kesehatan : Volume 6, No. 2 19. Padu, F. dkk, 2014, Gambaran

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pemakaian Gigi Tiruan Di Kecamatan Tondano Barat, Manado, Hal. 2, 4

20. Syamaun S, 2019, Pengaruh Budaya Terhadap Sikap Dan Perilaku Keberagamaan, | jurnal at-taujih bimbingan dan konseling islam Vol. 2 No. 2

Gambar

Tabel  2.  Analisis  Bivariat  Crosstab  Pengaruh  pendapatan,  pendidikan,  pengetahuan,  lingkungan  sosial,  dan  sosial  budaya  customer  terhadap  minat  kembali
Tabel  3.  Pengaruh  pendapatan,  pendidikan,  pengetahuan,  lingkungan  sosial,  dan  sosial budaya customer terhadap minat kembali

Referensi

Dokumen terkait

[r]

 Inhibitor non-kompetitif adalah senyawa yang dapat berikatan dengan kompleks enzim- substratatau enzim bebas membentuk kompleks enzim-substrat-inhibbitor atau

Data ini diperoleh langsung dari pihak-pihak terkait dengan penelitian ini, berupa informasi tentang pelaksanaan pembinaan keagamaan terhadap mahasiswa oleh Badan

adalah jenis lisensi yang biasa ditemui pada software untuk keperluan demo dari sebuah software sebelum diluncurkan ke masyarakat atau biasanya sudah diluncurkan

Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat analisis keuangan yang paling populer dan banyak digunakan. Meskipun perhitungan rasio hanyalah merupakan operasi

KOPI - Berdasarkan pasal 20 ayat 1 DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang .Maka dari itu para anggotanya harus kredibel dan berkualitas

Dosen dan mahasiswa yang hadir lebih dari 15 menit dari jadwal yang ditetapkan dianggap tidak hadir pada perkuliahan tersebut, kecuali jika keterlambatan

Dengan adanya instrumen yang lebih memadai, pengamatan dengan teleskop portabel pada observatorium profesional dan edukasional menjadi kurang penting, sehingga pada