• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kisah Nabi Musa ‘Alaihi Al-Salam Versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an Al-Karim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kisah Nabi Musa ‘Alaihi Al-Salam Versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an Al-Karim"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KISAH NABI MUSA ‘ALAIHI AL-SALAM VERSUS FIR‘AUN DALAM AL-QUR’AN AL-KARIM

SKRIPSI SARJANA

O L E H

Ahmad Zubeir 0 5 0 7 0 4 0 4 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB MEDAN

(2)

ا

ﺣﺮﻟا

ﷲا

ﺴﺑ

ﺣﺮﻟ

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbi al-‘ālamīn penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

karena atas segala karunia dan rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini sebagaimana yang ada di hadapan pembaca.

Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, seorang tokoh revolusioner dunia yang memiliki akhlak

Al-Qur’an sehingga menjadi teladan bagi seluruh umat manusia.

Skripsi ini berjudul “Analisis Kisah Nabi Musa ‘Alaihi Al-Salam Versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an Al-Karim. Penulis tertarik memilih judul ini karena dengan mengetahui dan memahami kisah Nabi Musa as versus Fir‘aun,

maka kita akan dapat mengambil pelajaran dan petunjuk dari kisah tersebut,

karena tujuan dari diceritakannya kisah para nabi dan rasul dalam Al-Qur’an

adalah sebagai petunjuk dan pelajaran bagi manusia. Penulis juga menganggap

bahwa penelitian yang dilakukan bukan hanya untuk menambah perbendaharaan

skripsi saja tetapi juga harus memberi pengaruh yang lebih baik dalam kehidupan.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh

gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

terdapat kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan

kritik yang konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan,

Desember 2009

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Berkat ridho dan rahmat Allah SWT, penulis banyak mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Teristimewa kedua orangtua tercinta, Ayahanda Abdul Rasad Simbolon

dan Ibunda Nur Ainun Rani, BA. yang telah mengasuh, mendidik, dan

selalu mendoakan penulis hingga penulis menyelesaikan pendidikannya

di perguruan tinggi. Hanya doa yang dapat penulis berikan sebagai

balasan atas ketulusan dan keikhlasan yang tiada terhingga. “Allahumma

igfir żunūba humā wa arhamhumā kamā rabbayanī șagīran, amin”

2. Bapak Prof. Syaifuddin,M.A.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara beserta Pembantu Dekan I, II, dan III.

3. Ibu Dra. Khairawati, M.A.,Ph.D selaku Ketua Program Studi Bahasa

Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Mahmud Khudri, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi

Bahasa Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra.Khairawati, M.A., Ph.D selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu

Nur Aisyah Simamora, Lc., M.A. selaku Dosen Pembimbing II yang

dengan ikhlas telah rela meluangkan waktu dan pikirannya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

6. Bapak Drs. Suwarto, M.Hum. selaku Penasehat Akademik yang telah

memberikan berbagai nasehat dalam rutinitas penulis menjalani kegiatan

perkuliahan di Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Sastra, Universitas

Sumatera Utara ini.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara,

khususnya staf pengajar di Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara yang telah menambah wawasan penulis

selama masa perkuliahan serta bang Andika sebagai staf tata usaha di

(4)

8. Kakanda tersayang Lubana Nazma Simbolon, S.Kom. dan suami beserta

buah hatinya Raisya Putri Mumtaza, dan juga Adinda terkasih

Muhammad Ridho Simbolon, serta seluruh keluarga besar penulis.

(Terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan doanya)

9. Teman-teman stambuk ’05 (Boim, Dawie, Faisal, Fauzi, Habibi, Hafizh,

Izala, Lubis, Mukhlis, Novri, Putra, Surya, Amah, Ape, Aqmalia, Bunda

Raihan, Elly, Fitra, Fitri, Hafni, Kak Syam, Lira, Mbak Linda, Puteri,

Qie_Qie, Reje, Sanah, Tini, Yunita. (Jazakumullahu khairan katsiran

yach…)

10.Kakanda-kakanda Alumni dan teman-teman di Ikatan Mahasiswa

Bahasa Arab (IMBA) Fakultas Sastra USU, serta adik-adik stambuk

’06-’09 (tetap semangat yach kuliahnya..!)

11.Teman-teman di kepengurusan Remaja Mesjid Jami’ Martubung Pekan

(walau udah pada sibuk, tapi jangan lupa ke mesjid yach…)

12.Teman-teman di Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia

(BKPRMI) Medan Labuhan dan teman-teman di Gerakan Pemuda

Al-Washliyah (GPA) Medan Labuhan serta teman-teman di Ikatan Jaka &

Dara (IKAJARA) kota Medan, khususnya angkatan ’06.

13.Sahabat-sahabatku tersayang dan tercinta : Ahmad Fauzi & Irdana Surya

(syukran ya penginapan gratisnya coy) Putri Rahmawati, S.S. (syukran

ya put laptopnya, traktir makannya dan semua bantuannya) Zuraidah

Hafni, S.S. & Fitrah Haqni, S.S. (syukran ya canda tawanya). Semoga

persahabatan ini ‘kan tetap terjaga meski kita tak lagi bersama.

14.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi telah

memberikan bantuan yang tidak terhingga kepada penulis. Syukran

Katsiran.

Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan semoga Allah SWT

akan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan.

Medan, Desember 2009

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………..i

UCAPAN TERIMA KASIH………ii

DAFTAR ISI………...iv

DAFTAR SINGKATAN………vi

ABSTRAK……….vii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang...1

1.2Perumusan Masalah...5

1.3Tujuan Penelitian...5

1.4Manfaat penelitian...6

1.5Metode penelitian...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...8

2.1. Unsur-Unsur Kisah...9

2.2. Model-Model Kisah...12

2.3. Tujuan-Tujuan Kisah...13

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN………....…….16

3.1 ﺔ ﺨ ﻟا /al-syakhshiyatu/ ’Tokoh’………..……….16

3.1.1 ﺔ ﺎ ﺔ ﺨ /syakhṣiyyatun nāmiyatun/ ‘tokoh berkembang’...16

3.1.1.1 Keadaan Bani Israil sebelum Kelahiran Nabi Musa as...16

3.1.1.2 Nabi Musa as Dihanyutkan oleh Ibunya atas perintah Allah swt………...…..……...17

3.1.1.3 Nabi Musa (Musa kecil) as Diasuh oleh Fir‘aun...18

(6)

dengan Ibunya………...…………....19

3.1.1.5 Nabi Musa as Beranjak Dewasa...21

3.1.1.6 Nabi Musa as Menyelamatkan Diri ke

Negeri Madyan………..23

3.1.1.7 Nabi Musa as Bertemu dengan Nabi

Syu‘aib as………..24

3.1.1.8 Nabi Musa as Menikah dengan Putri

Nabi Syu‘aib as……….…25

3.1.1.9 Nabi Musa as Kembali ke

Negeri Mesir………...…….……26

3.1.1.10 Allah swt Berbicara dengan Nabi

Musa as………..27

3.1.1.11 Mukjizat Nabi Musa as saat

Awal Kerasulannya………...29

3.1.1.12 Nabi Musa as Diperintahkan oleh Allah swt Menyeru Fir‘aun untuk MenyembahNya...32

3.1.1.13 Nabi Musa as Memohon kepada Allah swt Agar Saudaranya Harun

Menemaninya untuk Menyeru Fir‘aun Menyembah Allah swt………..…...33

3.1.1.14 Nabi Musa as dengan Mukjizatnya

Melawan Kesombongan Fir’aun………...35

3.1.1.15 Hukuman Terhadap Fir’aun dan

Pengikutnya karena Keingkaran Mereka...53

3.1.1.16 Mukjizat Nabi Musa as dengan Terbelahnya Lautan dan Binasanya Fir‘aun……….55

3.1.1.17 Keingkaran Bani Israil setelah

Kematian Fir’aun dan Akibatnya………….59

3.1.2 ﺔ ﻘﻄ ﺔ ﺨ /syakhṣiyyatun manţiqiyyatun/ ‘tokoh logis’...61

3.1.2.1 Nabi Musa as Pembela Kaumnya

(7)

3.1.2.2 Nabi Musa as Orang yang Dapat Dipercaya

dan Menepati Janjinya...62

3.1.2.3 Nabi Musa as Seorang yang Pemalu...63

3.1.2.3 Nabi Musa as adalah Sosok yang Tegas dan Berani...63

3.1.2.4 Kerendahan Hati Nabi Musa as dengan Senantiasa Berdo’a pada Allah swt Memohon Ampunan dan Petunjuk……….65

3.1.2.5 Nabi Musa as Merasa Takut dan Bersalah pada Dirinya………..70

3.1.2.6 Keinginan Nabi Musa as Melihat Allah swt………71

3.1.2.7 Nabi Musa as Marah dan Sedih Hati kepada Nabi Harun as dan Kaumnya……...72

3.2 ﺔ ﺨرﺎ ﻟاﺔ ﻘﻟا/qishshatu al-tarikhiyati/ ’Model kisah sejarah’...74

3.2.1 Menceritakan Sebuah Realitas Sejarah...74

3.2.2Memberikan Petunjuk dan Pelajaran bagi Manusia...81

3.3 ﺔ ﺨ ﻟاﺔ ﻘﻟا

/al-qi

ṣṣatu al-syakhiyyatu/’Model kisah tokoh’..84

3.4 ﺔ ﻘﻟافﺪه /hadfu al-qishshati/ ’ Tujuan Kisah’...111

3.3.1 Meringankan beban jiwa atau tekanan batin Nabi Muhammad saw dan orang-orang beriman...111

3.3.2 Menguatkan keimanan dan keyakinan terhadap akidah Islam, sekaligus mengobarkan semangat berkorban jiwa dan raga di jalan Allah swt...114

BAB IV PENUTUP………...117

4.1 Kesimpulan………...117

4.2 Saran………..119

(8)

DAFTAR SINGKATAN

AS : ‘Alaihi Al- Salam

BKPRMI : Badan Komunikasi Remaja Mesjid Indonesia

IKAJARA : Ikatan Jaka Dara

IMBA : Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab

No. : Nomor

RI : Republik Indonesia

SAW : Sallallahu ‘Alaihi Wasallam

SKB : Surat Keputusan Bersama

(9)

ABSTRAK

Ahmad Zubeir S, 2009. Analisis Kisah Nabi Musa ‘Alaihi Al-Salam Versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an Al-Karim. Medan : Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini membahas tentang kisah Nabi Musa as versus Fir’aun dalam Al-Qur’an yang mengandung unsur-unsur kisah, model-model kisah dan tujuan kisah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sosok tokoh yang diperankan oleh Nabi Musa as, model dan tujuan kisah tersebut dalam Al-Qur’an.

Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan (library research) dan menggunakan metode analisis deskriptif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Jaudah dan Khalafullah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh Nabi Musa as disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 136 kali, dalam 34 surat dan 130 ayat. Tokoh Nabi Musa as yang merupakan tokoh

ﺔ ﺎ

/syakhṣiyyatun nāmiyatun/ ‘tokoh berkembang’ terdapat dalam 11 surat dan 242 ayat, tokoh Nabi Musa as sebagai

/syakhṣiyyatun manţiqiyyatun/ ‘tokoh logis’ terdapat dalam 7 surat dan 53 ayat. Model kisah

رﺎ ا

ا

/al-qiṣṣatu al-tārikhiyyatu/ ’model kisah sejarah’ yang menceritakan sebuah realitas sejarah pada kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur’an terdapat dalam 6 surat dan 25 ayat, dan

رﺎ ا

ا

/al-qiṣṣatu
(10)
(11)

ABSTRAK

Ahmad Zubeir S, 2009. Analisis Kisah Nabi Musa ‘Alaihi Al-Salam Versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an Al-Karim. Medan : Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini membahas tentang kisah Nabi Musa as versus Fir’aun dalam Al-Qur’an yang mengandung unsur-unsur kisah, model-model kisah dan tujuan kisah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sosok tokoh yang diperankan oleh Nabi Musa as, model dan tujuan kisah tersebut dalam Al-Qur’an.

Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan (library research) dan menggunakan metode analisis deskriptif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Jaudah dan Khalafullah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh Nabi Musa as disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 136 kali, dalam 34 surat dan 130 ayat. Tokoh Nabi Musa as yang merupakan tokoh

ﺔ ﺎ

/syakhṣiyyatun nāmiyatun/ ‘tokoh berkembang’ terdapat dalam 11 surat dan 242 ayat, tokoh Nabi Musa as sebagai

/syakhṣiyyatun manţiqiyyatun/ ‘tokoh logis’ terdapat dalam 7 surat dan 53 ayat. Model kisah

رﺎ ا

ا

/al-qiṣṣatu al-tārikhiyyatu/ ’model kisah sejarah’ yang menceritakan sebuah realitas sejarah pada kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur’an terdapat dalam 6 surat dan 25 ayat, dan

رﺎ ا

ا

/al-qiṣṣatu
(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yaitu sas yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran tra berarti alat, dan sarana. Secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran yang baik. Kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan su

sehingga menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah. (Ratna, 2005:5)

Sastra dalam bahasa Arab disebut dengan adab yang memiliki arti umum

dan khusus. Secara umum, adab berarti akhlak yang baik, sedangkan secara

khusus adab berarti kata-kata yang indah dan baik yang memberi pengaruh pada

jiwa manusia. (Al-Hamid, 1994:15)

Menurut Abdul Aziz dalam (Muzakki, 2006:32) sastra dalam bahasa Arab

adalah:

ﺪ و

ا

ﻰ ا

ﻮ ﺪ و

ا

بﺬﻬ و

ا

ﺮ ﺆ

وأﺮ

آ

بد ا

ا

ﺔ ذر

بﻮ ﺎ

/Al-adabu kullu syi’rin aw na rin yua` iru fī al-nafsi wa yuhażżibu al-khuluqa wa yad'ū ilā al-faḍīlati wa yub’idu ’an al-rażīlati bi uslūbin jamīlin/. ‘Sastra adalah setiap puisi atau prosa yang memberi pengaruh kepada kejiwaan, mendidik budi pekerti dan mengajak kepada akhlak yang mulia serta menjauhkan perbuatan yang tercela dengan menggunakan gaya bahasa yang indah’.

Secara umum, sastra dalam bahasa Arab diklasifikasikan menjadi dua

bagian yaitu:

ﺮ ا

/al-syi‘ru/ ’puisi’ dan

ﺮ ا

/al-na ru/ ’prosa’. (Al-Hamid, 1994:16)

Husein dalam (Muzakki, 2006:45) memberi pengertian tentang syair

sebagai berikut:

ﻜ ا

ﻮهﺮ ا

يﺬ ا

م

ا

نزﻮ او

ﻮ ا

ﺎﻬ

ءاﺰ

ﺔآﺮ او

او

لﻮ ا

(13)

Menurut Al-Iskandari dan Inani dalam (Muzakki, 2006:53) prosa adalah:

ﺔ ﺎ

و

نزﻮ

ﺎ ﺮ

ﻮهﺮ ا

/Al-na ru huwa mā laysa murtabiţan bi waznin wa lā qāfiyatin/. ‘Prosa adalah kata yang tidak terikat dengan wazan/pola irama, maupun dengan

qafiyah/sajak.’

Menurut Al-Hamid (1994:16) yang termasuk dalam

ﺮ ا

/al-na ru/ ‘prosa’ diantaranya adalah:

ا

/al-khuţbatu/ ’pidato’

ﺔ ﺎ ﺮ ا

/al-risālatu/ ’surat’

ﻮ ا

/al-waṣiyyatu/ ’wasiat,

ﺔ ﻜ ا

/al-hikmatu/ ’hikmah’

ا

/al-ma alu/ ’perumpamaan’

ا

/al-qiṣṣatu/ ’kisah’.

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis tentang kisah yang ada

dalam Al-Qur’an.

Kisah menururut bahasa adalah

ا

/al-tatabbu‘u/ ’penelusuran.’ Sedangkan menurut istilah yaitu:

ثاﺪ ا

و

ﺎﻜ ا

ﺎﻬ ﻜ

ثاﺪ ا

ﺔ ﻮ

تﺎ ﺼﺨﺸ

ﺔ ﺎ ا

ﺔﻨ ﺎ ﺘﻣ

ﺎﻓ

ﺎ او

ﺎﻬ

ﺎﻬ ﺎ

ة

ضر ا

ﻪ و

سﺎ ا

/Majmū‘atun min al-ahdā i yuhkihā al-kātibu wa tata‘allaqu tilka al-ahdāsu bi syakhṣiyyatin insāniyyatin mukhtalifatin mutabāyinatin fī tasarrufātihā wa asālībi hayātiha ‘ala nahwi ma tatabāyanu hayātu al-nāsi ‘alā wajhi al-ardi/ ‘Kisah adalah kumpulan beberapa peristiwa yang diceritakan oleh seorang penulis, dimana peristiwa-peristiwa tersebut berkaitan erat dengan tokoh-tokoh yang bersifat manusiawi, berbeda-beda dan beragam dalam sikap maupun gaya hidupnya sebagaimana beragamnya gaya hidup manusia di atas permukaan bumi.’ (Jaudah, 1991:41)

Sebuah kisah harus merupakan bagian dari realitas kehidupan manusia

secara umum, yang diperankan oleh para tokoh yang saling mempengaruhi dan

dipengaruhi, serta berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam

(14)

Al-Qur’an menurut bahasa, ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur`an

adalah mashdar yang diartikan isim maful. Menurut istilah ahli agama (uruf

Syara‘), Al-Qur`an ialah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

yang ditulis ke dalam mushhaf (lembaran-lembaran yang dijadikan seperti buku).

(Ash-Shiddieqy, 1999:4)

Al-Qur’an bagi kaum muslimin adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril selama lebih kurang dua puluh tiga tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan yang luar biasa yang berada di luar kemampuan akal manusia. ”Seandainya kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah karena takut kepada Allah” (Al-Hasyru:21). Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi Muhammad telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial kaum muslimin dalam segala aspek kehidupannya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan kaum muslimin. (Amal, 2005:1)

Al-Qur’an tidak hanya berisikan tentang tauhid, ibadah dan hukum-hukum

yang mengatur tata cara kehidupan manusia agar selamat dunia dan akhirat, akan

tetapi Al-Qur’an juga berisikan tentang kisah-kisah para nabi, orang bijak dan

sholeh yang penuh dengan nilai-nilai sejarah dan pesan moral yang sangat penting

bagi manusia. Salah satu kisah yang masyhur (terkenal) dan berulang kali

dijelaskan dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Musa as.

Nabi Musa as bin Imran bin Qahits bin ‘Azir bin Lawi bin Yaqub bin

Ishaq bin Ibrahim (Al-Marghubi, 2009:380) merupakan salah satu nabi ūlu

al-azmi (memiliki ketetapan hati) yang kisahnya banyak disebutkan di dalam

Al-Qur’an. Kisah-kisah Nabi Musa as diceritakan secara berulang-ulang di berbagai

surat dan tidak dikhususkan dalam satu surat saja sebagaimana kisah nabi Yusuf

as.

Kisah-kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur’an sering dihubungkan dengan

Fir‘aun. Fir‘aun adalah sebutan bagi para raja-raja Mesir ketika itu. Fir‘aun yang

berkuasa pada masa Nabi Musa as bernama Ramses II (Menephtah) yang hidup

sekitar tahun (1232-1224 SM) seorang raja yang zalim lagi diktator dan berlaku

sewenang-wenang kepada kaum bani Israil, bahkan ia juga mengaku dirinya

sebagai tuhan (Depag, 2004:164). Maka terjadilah pertentangan antara Nabi Musa

as dengan Fir‘aun, hingga akhirnya ia dan pengikutnya ditenggelamkan oleh Allah

swt ke dalam laut, melalui mu‘jizat yang diberikanNya kepada Nabi Musa as

(15)

swt sebagai Tuhan dan tidak mengimani ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa as

(Depag, 2004:10).

Kisah-kisah tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an secara berulang-ulang,

sehingga menarik perhatian penulis untuk menganalisis keistimewaan dari

kisah-kisah tersebut, mengapa Allah menceritakannya berulang kali di dalam Al-Qur’an

yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya? ditambah lagi dengan

adanya bukti nyata peninggalan dari kisah sejarah tersebut berupa mumi (jasad)

Fir‘aun yang masih terjaga sampai saat ini. (Khalil, 2005:91)

Hamka (1982:3-5) menyebutkan bahwa salah satu faktor dari pengulangan kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur’an adalah untuk menguatkan hati Nabi Muhammad saw dalam berjuang menghadapi permusuhan, kecurangan dan penghianatan bangsa Yahudi di Madinah, yaitu Bani Qoinuqo‘, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah, sehingga Allah swt mengingatkan kembali kisah Nabi Musa as saat menghadapi kesombongan Fir‘aun yang juga ingkar dan tidak mau beriman terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa as, agar menumbuhkan rasa percaya diri dan menguatkan hati sekaligus membangkitkan semangat Nabi Muhammad saw dan orang beriman dalam menghadapi cobaan yang mereka hadapi.

Kemudian faktor yang lain dari pengulangan kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur’an adalah karena perjuangan yang dihadapi Nabi Musa as hampir sama beratnya dengan pejuangan yang dihadapi Nabi Muhammad saw, sehingga dapat menjadi perbandingan bagi Nabi Muhammad saw dan orang beriman bahwa para nabi terdahulu juga menghadapi cobaan yang berat dalam menegakkan agama Allah swt. (Hamka, 1982:24)

Salah satu bukti kisah tentang keberadaan Nabi Musa as dan Fir‘aun dalam

Al-Qur’an terdapat pada surat Yunus ayat 75:































(16)

Tokoh Nabi Musa as dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 136 kali dan

terdapat dalam 34 surat (Khalil, 2005:83). Diantaranya pada surat Al A‘raaf, Al-

Kahfi, Thaha, Asy-Syu‘araa, Al-Qashash, Al-Mu’min, Az-Zhukhruf,

Adz-Dzaariyaat dan An-Naazi‘aat.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Abdullah bin Hamid

Al-Hamid untuk mendeskripsikan defenisi prosa dan bagian-bagiannya, teori Surayya

Abdul Mun‘im Jaudah untuk mendeskripsikan kisah dan tokoh dalam kisah, serta

teori Muhammad A. Khalafullah untuk menjelaskan tentang model-model kisah,

unsur-unsur kisah dan tujuan kisah, sehingga ketiganya saling melengkapi untuk

menganalisis kisah Nabi Musa as versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an.

1.2 Perumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu adanya perumusan masalah

sehingga tidak keluar dari topik permasalahan yang ingin dibahas. Adapun

perumusan masalah tersebut adalah:

1. Bagaimanakah sosok tokoh Nabi Musa as pada kisah Nabi Musa as

versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an?

2. Bagaimanakah model kisah yang terdapat pada kisah Nabi Musa as

versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an?

3. Apa sajakah tujuan kisah yang terdapat pada kisah Nabi Musa as

versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan sosok tokoh Nabi Musa as pada kisah Nabi

Musa as versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an.

2. Untuk mendiskripsikan model kisah yang terdapat pada kisah Nabi

Musa as versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an.

3. Untuk mendiskripsikan tujuan yang terdapat pada kisah Nabi Musa as

(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Untuk menambah dan memperluas wawasan penulis dan pembaca

mengenai kisah Nabi Musa as versus Fir‘aun yang meliputi model-model

kisah, unsur-unsur kisah, dan tujuan kisah dalam Al-Qur’an.

2. Untuk menambah referensi bagi para mahasiswa di Program Studi Bahasa

Arab dalam menganalisis kisah-kisah para nabi yang terdapat dalam

Al-Qur’an.

3. Memberikan sumbangsih bagi Program Studi Bahasa Arab khususya di

bidang sastra.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan

mengambil data dari ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Nabi Musa as

versus Fir‘aun dengan cara menggunakan software Al-Qur’an dan kata ‘musa’

sebagai unsur pilah penentu. Penelitian ini berawal dari penelitian Induktif, yaitu

dengan cara mengumpulkan sumber data terlebih dahulu kemudian mencari

teorinya atau disebut dengan pengumpulan data dari khusus ke umum. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu

metode dengan cara mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasi,

menganalisis dan menginterpretasikannya.

Dalam memindahkan tulisan Arab ke dalam tulisan Latin, peneliti

memakai sistem transliterasi Arab-Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987

tanggal 22 Januari 1988.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini

adalah :

1. Mengumpulkan dan membaca ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang

berhubungan dengan judul penelitian dengan menggunakan software

(18)

2. Mengumpulkan dan membaca referensi atau buku yang berkaitan dengan

judul penelitian.

3. Mengklasifikasikan dan menganalisis data-data yang diperoleh.

4. Menyusun hasil penelitian secara sistematis dalam bentuk laporan ilmiah

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Khalafullah (2002:19) penggunaan metode pendekatan sastra

dalam menafsirkan kisah-kisah Al-Qur’an masih tergolong baru. Melalui

pendekatan metodologis semacam ini akan banyak terungkap dimensi seni dan

sastra yang dimiliki Al-Qur’an sebagai salah satu bukti kemukjizatannya.

Kata

ا

/al-qiṣṣatu/ secara etimologis berasal dari kata

-/qaṣṣa-yaquṣṣu/ yang artinya ‘memotong, menceritakan, mengikut, riwayat, cerita

atau kisah’ (Ali, 2003:1452).

Menurut Imam Zuhair Hafizh (1990:13) kisah dalam Al-Qur’an adalah :

و

قﺎ

او

رﻮ ﻷ

ﻮه

ﺮﻜ ا

ن ﺮ ا

نا

ا

ا

لﺎ

نﺎﻜ

نﺎ و

ﺎ ا

ا

ﺔ ﺎ و

ﺪ ﻬ ا

ﺔ ﺰ و

ل

روو

نﻮ ا

مﻮ

نﺎ و

اﺪﻬ ا

ﺔ ﺎ و

ا

ه

ا

ﻰ إ

ةﺎ ﺪ ا

آ

/Inna qaṣaṣa al-Qurāni al-karīmi huwa qaṣaṣun liumūrin wāqi‘atin yusāqu li al-`ibari wa i‘iţāi al-am āli, wa bayāni makāni aḍ-ḍāllīna wa manzilati al-muhtadīna, wa‘āqibāti aḍ-ḍalāli wa `āqibāti al-hidāyati, wa bayāni mā yaqūmu bihi an-nabiyyūna wa waraahum kullu ad-du‘aāti ila al-haqqi/‘Kisah-kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim merupakan peristiwa-peristiwa nyata yang diceritakan kembali untuk mengarahkan manusia mengambil pelajaran darinya sekaligus memberikan perumpamaan bagi manusia serta menjelaskan perihal orang-orang sesat dan tempat yang akan mereka huni dan perihal orang-orang yang mendapat petunjuk serta ganjaran yang akan diterima, selain itu kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim menjelaskan perjuangan para nabi dan dilanjutkan oleh para da‘i yang menyeru kepada jalan kebenaran.’

Defenisi tersebut dilegitimasi Al-Qur’an dengan firman Allah swt dalam

surat Yusuf ayat 111 :

ﻪْﺪ

ْ

يﺬﱠا

ﺪْ

ﻜـ و

ىﺮ ْ

ﺎ ﺪ

نﺎآ

بﺎ ْﻷا

ْوﺄﱢ

ةﺮْ

ْ ﻬ

نﺎآ

ْﺪ

آ

ْ و

نﻮ ْﺆ

مْﻮ ﱢ

ﺔ ْ رو

ىﺪهو

ءْ

(20)

Dalam menyampaikan sebuah kisah, Al-Qur’an menggunakan metode

gaya bahasa dan deskripsi tersendiri. Kejadian kisah dalam Al-Qur’an merupakan

deskripsi sastra yang memiliki nuansa kejiwaan, dengan kesimpulan yang disusun

atas dasar kekuatan perasaan yang mampu menggugah dan menarik perhatian

sehingga kisah Al-Qur’an diharapkan dapat menggugah jiwa pendengarnya

sehingga mau berfikir dan memahami kebesaran Allah swt.

Khalafullah secara terperinci menjelaskan tentang model-model kisah,

unsur-unsur kisah dan tujuan kisah, sebagai berikut:

2.1

ﺔ ﻘﻟا

ﺮ ﺎ ﻋ

/‘an

āiru al-qiṣṣati/ ’Unsur-Unsur Kisah’ Menurut Khalafullah (2002:101) unsur-unsur kisah yaitu :

ا

/al-syakhṣiyyatu/ ’Tokoh’ adalah pemeran utama kisah di mana semua peristiwa dan pemaparan dan hal-hal yang terjadi dalam

kisah berputar pada dirinya.

ﺔ دﺎ ا

/al-hādi atu/ ’Peristiwa-peristiwa kisah’ adalah hal-hal yang dialami oleh para tokoh dalam kisah.

ﺮ ا

د

/al-sardu/ ’Pemaparan’ adalah sarana untuk melukiskan gejolak-gejolak kejiwaan para tokoh dalam kisah.

رﺪ ا

و

ا

/al-qada wa al-qaḍar/ ’Qada dan qadar’ adalah nasib atau takdir para tokoh yang telah ditentukan dalam kisah.

ا

ت

/ṣautu al-qalbi/ ’Suara hati’ adalah ungkapan hati para tokoh untuk dirinya sendiri agar didengar orang lain.

Sedangkan menurut Jaudah (1991:42-47) unsur-unsur kisah yaitu :

ﺔ دﺎ ا

/al-hādi atu/ ’Peristiwa’ adalah sekumpulan peristiwa yang terikat dan teratur kemudian membentuk susunan sebab akibat

dalam kisah.

د

ﺮ ا

/al-sardu/ ’Pemaparan’ adalah sarana untuk memindahkan sesuatu peristiwa yang nyata dalam kisah ke dalam bentuk tulisan.
(21)

ا

/al-syakhṣiyyatu/ ’Tokoh’ adalah yang menjadi pelaku dan mengalami peristiwa-peristiwa dalam kisah.

نﺎﻜ او

نﺎ ﺰ ا

/al-zamānu wa al-makānu/ ‘Setting Waktu dan tempat’ adalah untuk menjelaskan kapan dan dimana kisah itu

terjadi.

ةﺮﻜ ا

/al-fikratu/ ‘Ide cerita’ adalah pikiran utama yang menjadi dasar suatu kisah.

Dalam penelitian ini unsur kisah yang akan dijelaskan lebih terperinci

adalah unsur

ا

/al-syakhṣiyyatu/ ’Tokoh’.

Menurut Jaudah (1991:45)

ا

/al-syakhṣiyyatu/ ’tokoh’ dalam sebuah kisah harus memiliki dua sisi, yaitu: zhahir dan bathin. Adapun sisi zhahir

adalah:

ﻮهﺮهﺎ

مﺎ ا

او

ا

سﺎ

/Jānibu zāhirin huwa wāḍihun amāma an-nāsi/. ’Sisi zahir adalah sisi tokoh yang tampak secara jelas dalam pandangan manusia atau penonton.’

Sedangkan sisi bathin adalah:

نﻮ ﺮ ا

ا

ﻪ ﻜ

ﻮه

/Jānibu khafiyyin huwa lā yaksyifuhu illa al-muqarrabūna/.’Sisi bathin adalah sisi tokoh yang tidak terlihat jelas kecuali hanya diketahui oleh orang-orang tertentu.’

Jaudah (1991:45) menyebutkan bahwa pembagian tokoh berdasarkan

aliran Romantisme sastra ada dua, yaitu:

/syakhṣiyyatun musaţahatun/ ‘tokoh datar’.Tokoh ini biasanya diperankan untuk sifat, kepribadian dan pikiran yang

tetap dari awal sampai akhir. Tokoh seperti ini sudah sempurna

sejak awal kisah.

ﺔ ﺎ

/syakhṣiyyatun nāmiyatun/ ‘tokoh berkembang’. Tokoh ini adalah tokoh yang belum diketahui ciri-cirinya pada

awal kisah akan tetapi sedikit demi sedikit terlihat, sesuai dengan

peristiwa yang ditampilkan, sehingg ia semakin jelas dan

(22)

Kemudian Jaudah (1991:45-46) menambahkan bahwa tokoh

ﺔ ﺎ

/syakhṣiyyatun nāmiyatun/ ‘tokoh berkembang’ dikategorikan menjadi dua bagian

lagi, yaitu:

/syakhṣiyyatun manţiqiyyatun/ ‘tokoh logis’ adalah sifat dan gaya hidup tokoh dapat diterima oleh akal. Tokoh ini

berkembang dan berubah-ubah sesuai dengan peristiwa yang

dialaminya, berdasarkan pengaruh kausalitatif dan lingkungannya

/syakhṣiyyatu ghairu manţiqiyyatin/ ‘tokoh tidak logis’ adalah sifat dan gaya hidup tokoh yang tidak dapat

diterima oleh akal. Tokoh ini memiliki dua sisi sifat yang berbeda

dalam dirinya dan saling bertolak belakang.

Menurut Khalafullah (2000:207) salah satu dari unsur terpenting dalam kisah adalah ’tokoh’. Tokoh-tokoh yang dimaksudkan dalam kisah sastra bukanlah tokoh-tokoh yang berwujud manusia saja, akan tetapi lebih luas dan umum. Artinya setiap tokoh dalam kisah adalah para pemeran utama kisah di mana semua pembicaraan, peristiwa dan pemikiran-pemikiran, hal-hal yang terjadi dalam kisah terkait dan berputar pada dirinya. Maka dengan demikian tokoh-tokoh dalam Al-Qur’an termasuk di dalamnya para malaikat, jin, berbagai jenis hewan seperti burung dan hewan melata, manusia baik dia laki-laki maupun perempuan.

Tokoh manusia laki-laki dalam kisah-kisah Al-Qur’an sangat banyak,

termasuk di dalamnya para nabi dan rasul seperti: Nabi Adam as, Nabi Nuh as,

Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Muhammad saw, dan lain-lainnya. Selain itu

ada juga tokoh-tokoh manusia biasa atau para raja misalnya, Lukman, Fir‘aun,

Azar, dan putra Nabi Nuh.

Tokoh utama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tokoh laki-laki

yang diperankan oleh Nabi Musa as.

Allah swt menceritakan tentang keberadaan Nabi Musa dalam Al-Qur’an

terdapat pada surat Al-A’raaf ayat 103:



































(23)

utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.’

2.2

ﺔ ﻘﻟا

عاﻮ ا

/anwā‘u al-qiṣṣati/ ’Model-Model Kisah’

Menurut Khalafullah (2002:101) ada tiga model dalam menganalisis

kisah-kisah Al-Qur’an yang berlaku pada dunia sastra yaitu :

ا

رﺎ ا

/al-qiṣṣatu al-tārikhiyyatu/ ’model kisah sejarah’ yaitu suatu kisah yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu

seperti para nabi dan rasul dan beberapa kisah yang diyakini

orang-orang terdahulu sebagai sebuah realitas sejarah. a.

ا

ا

/al-qiṣṣatu al-ma aliyyatu/ ’Model kisah perumpamaan’ yaitu kisah-kisah yang menurut orang terdahulu, kejadiannya

dimaksudkan untuk menerangkan dan menjelaskasn suatu hal atau

nilai-nilai sebagai sebuah realitas sejarah.. b.

c.

ﺔ رﻮ

ا

ا

/al-qiṣṣatu al-usţūriyyaţu/ ’Model kisah legenda atau mitos’ yaitu kisah yang diambil dari mitos-mitos yang dikenal

dan berlaku dalam sebuah komunitas sosial.

Dari ketiga model kisah di atas, hanya dua model kisah saja yang bisa

dianalisis sesuai dengan kisah dalam Al-Qur’an, yaitu:

رﺎ ا

ا

/al-qiṣṣatu

al-tārikhiyyatu/ dan

ﺔ ا

ا

/al-qiṣṣatu al-ma aliyyatu/. Sedangkan model kisah

ﺔ رﻮ

ا

ا

/al-qiṣṣatu al-usţūriyyaţu/, tidak ditemukan dalam Al-Qur’an.

Dalam menganalisis kisah Nabi Musa as versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an

ini, penulis lebih menfokuskan pada

ﺔ رﺎ ا

ا

/al-qiṣṣatu al-tārikhiyyatu/

’model kisah sejarah’.

ا

ﺔ رﺎ ا

/al-qiṣṣatu al-tārikhiyyatu/ ’model kisah sejarah’ adalah suatu kisah yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu seperti para nabi dan

rasul dan beberapa kisah yang diyakini orang-orang terdahulu sebagai sebuah

realitas sejarah. Maksud dari model kisah ini adalah kisah dari kejadian sejarah

(24)

menceritakan sebuah kejadian sejarah dan pendeskripsian tokoh-tokohnya, dengan

tujuan untuk memberikan pelajaran dan petunjuk atau untuk menceritakan sebuah

realitas sejarah kepada generasi berikutnya. (Khalafullah, 2002:101)

Sementara itu Jaudah (1991:46) menambahkan satu model kisah lagi,

yaitu:

ا

ا

/

al-qiṣṣatu al-syakhṣiyyatu/ ‘model kisah tokoh’. Model kisah ini maksudnya adalah sebuah kisah dimana tokohnya menjadi poros utama

dalam kisah tersebut dan pengikat di antara tokoh-tokoh lainnya, juga antar semua

peristiwa penting dalam kisah tersebut.

Setiap alur cerita sebuah kisah dalam Al-Qur’an disusun berdasarkan

situasi dan tujuan kisah itu sendiri. Misalnya susunan alur kejadian yang ada

dalam kisah-kisah surat Al-Baqarah disesuaikan dengan tujuan dasarnya yaitu

sebagai peringatan bagi kaum Yahudi atas nikmat Allah swt yang telah

dianugerahkan kepada mereka sebelumnya agar mereka mau mengakui kerasulan

Nabi Muhammad saw dan terdorong untuk masuk Islam. Maka dari itu, dalam

surat Al-Baqarah tidak ditemukan kejadian yang pernah dialami bangsa Yahudi

secara runtut dan detail.

2.3.

ﺔ ﻘﻟا فﺪه

/hadfu al-qiṣṣati/ ’Tujuan Kisah’

Khalafullah (2002:162-164) mengatakan tujuan kisah dalam Al-Qur’an

adalah :

a. Meringankan beban jiwa atau tekanan jiwa Nabi Muhammad saw

dan orang-orang beriman.

Adakalanya beban yang diemban oleh para nabi sangat berat, seperti

ucapan kasar orang-orang musyrik dan perilaku serta sikap mereka yang suka

mendustakan para nabi dan Al-Qur’an yang berarti juga mendustakan ajaran

agama Allah.

Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dimaksudkan untuk menghibur hati para

nabi dan hati orang-orang yang beriman dan juga memotifasi sikap percaya diri

dalam diri mereka dan menumbuhkan ketenangan pada jiwa-jiwa mereka,

sehingga hilanglah keraguan dan kegundahan yang membebani hati mereka,

(25)

mengantarkan mereka meraih sebuah kemenangan atas orang-orang yang

menentang.

Misalnya firman Allah swt dalam surat Huud ayat 110:







































/Wa laqad ātaynā mūsa al-kitāba fa ikhtulifa fīhi. Wa lawlā kalimatun sabaqat min rabbika laquḍiya baynahum. Wa innahum lafī syakkin minhu murībin/ ’Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kitab (Taurat) kepada Musa, lalu diperselisihkan tentang kitab itu. Dan seandainya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Tuhanmu, niscaya telah ditetapkan hukuman di antara mereka, dan sesungguhnya mereka (orang-orang kafir Mekah) dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap Al Quran.’

Ayat ini bertujuan untuk menghibur dan meringankan beban jiwa Nabi

Muhammad saw sewaktu beliau menghadapi tantangan terhadap Al-Qur`an oleh

orang kafir Mekah. Allah menceritakan bahwa Taurat yang dibawa Nabi Musa as

dahulupun juga mendapat tantangan oleh orang-orang Yahudi.

b. Menguatkan keimanan dan keyakinan terhadap akidah Islam,

sekaligus mengobarkan semangat berkorban baik jiwa maupun raga

di jalan Allah swt.

Firman Allah swt dalam surat Al-Qashash ayat 3-4:





























































(26)

sebagian dari kisah Nabi Musa dan Fir‘aun dengan benar bagi orang-orang yang beriman.(3) Sesungguhnya Fir‘aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya terpecah belah, dengan menindas sebagian dari mereka dan membiarkan anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir‘aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.(4)’

Ayat di atas bertujuan untuk menguatkan keimanan dan keyakinan kepada

Allah swt karena apabila tidak mengikuti petunjuk-Nya, maka akan menerima

hukuman seperti yang diterima oleh Fir‘aun dan kaumnya yang ingkar dan

berbuat kerusakan.

Al-Qur’an adalah cahaya dan petunjuk. Sebagian isi Al-Qur’an

menjelaskan tentang permisalan yang terdapat pada setiap surat dan ayat-ayatnya.

Kilauan mutiara pemisalan yang ada di dalamnya seakan-akan hadir dan begitu

nyata dalam kehidupan kita. Sehingga bagi orang yang hatinya hidup,

pendengarannya tidak tuli, dan matanya tidak buta, Allah akan memudahkan

baginya untuk mengambil pelajaran. Sungguh, benar- benar dalam kisah-kisah

para nabi terdapat ibrah (cerminan hidup) bagi orang-orang yang memiliki mata

(27)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. ﺔ ﺨ ﻟا /al-syakhṣiyyatu/ ’Tokoh’

3.1.1 ﺔ ﺎ ﺔ ﺨ /syakhṣiyyatun nāmiyatun/ ‘Tokoh Berkembang’

ﺔ ﺎ /syakhṣiyyatun nāmiyatun/ ‘tokoh berkembang’. Tokoh ini adalah tokoh yang belum diketahui ciri-cirinya pada awal kisah akan tetapi sedikit

demi sedikit akan diketahui, sesuai dengan peristiwa yang ditampilkan, sehingga

semakin lama semakin jelas dan berkembang. (Jaudah, 1991:45)

Tokoh Nabi Musa as dalam Al-Qur’an tergolong ﺔ ﺎ ﺔ ﺨ /syakhṣiyyatun

nāmiyatun/ ‘Tokoh Berkembang’, karena kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur’an

diceritakan secara detail dalam berbagai peristiwa yang terjadi pada dirinya sejak

ia dilahirkan, diangkat menjadi nabi dan rasul hingga akhirnya ia berhadapan

dengan Fir‘aun dan kaumnya bani Israil yang ingkar kepada Allah swt dan

kepadanya, sehingga tokoh Nabi Musa as sedikit demi sedikit mulai terlihat dan

semakin jelas perkembangannya sesuai dengan peristiwa yang dialaminya.

3.1.1.1 Keadaan Bani Israil sebelum Kelahiran Nabi Musa as

Sebelum lahirnya Nabi Musa as, Bani Israil hidup dalam perbudakan dan

penindasan Fir‘aun sebagai penguasa Mesir. Ia membunuh setiap anak laki-laki

yang lahir dari kaum Bani Israil karena takut akan munculnya seseorang yang

akan mengambil alih tahta kerajaannya dan menggantikannya sebagai penguasa

Mesir sebagaimana hal ini diprediksikan oleh para dukun-dukun kepercayaan

Fir’aun yang juga diyakini oleh Bani Israil. Bani Israil adalah anak cucu Nabi

Ya’qub dan Ibrahim as. Namun apa yang dikhawatirkan oleh Fir‘aun tetap terjadi

karena Allah swt telah menjanjikan hal tersebut sebagaimana diceritakan dalam

Al-Qur’an meskipun Fir’aun telah membunuh semua anak laki-laki dari kalangan

(28)

Firman Allah swt dalam surat Al-Qashash ayat 3-6 menjelaskan tentang hal

tersebut:

















































































































(29)

3.1.1.2 Nabi Musa as Dihanyutkan oleh Ibunya atas Perintah Allah swt

Ibu Nabi Musa as bernama Ayarikha dan sebagian ‘ulama ada yang

menyebutkan Ayadzikha. (Al-Marghubi, 2009:381)

Ibu Nabi Musa as begitu takut dan sedih apabila kelahiran putranya

diketahui oleh Fir‘aun, maka pastilah ia akan membunuhnya. Namun Allah swt

telah menetapkan bahwa kelak putranya akan diangkat menjadi Rasul untuk

memberi petunjuk dan peringatan kepada Fir‘aun dan pengikut-pengikutnya. Oleh

karena itu, Allah swt mengilhamkan kepada ibu Nabi Musa as untuk

menghanyutkan putranya ke sungai Nil dengan meletakkannya dalam sebuah peti

dan tidak perlu takut dan khawatir karena Allah swt akan kembali

mempertemukan ia dengan putranya.

Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Qashash ayat 7:















































/Wa `auḥaynā ilā `ummi mūsā an arḍi’iīhi fa `iżā khifti ‘alaihi fa `alqīhi fī al-yammi wa lā takhāfī wa lā taḥzanī `innā rāddūhu` ilaiki wa jā’ilūhu min al-mursalīna/ ‘Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil), dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari para rasul.’

Kemudian dijelaskan juga dalam surat Thaha ayat 38-39:





























































(30)

/Iż `auḥaynā `ilā `ummika mā yūā (38) `an iqżifīhi fī al-tābūti fa iqżifīhi fī al-yammi fa al-yulqihi al-yammu bi al-sāḥili ya`khużhu ’aduwwun lī wa ’aduwwun lahū wa `alqaitu ’alaika maabbatan minni wa litușna’a alā ’aynī (39)/ ‘Yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan,(38) Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya. dan aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.(39)

3.1.1.3 Nabi Musa as Diasuh oleh Fir‘aun

Al-Marghubi (2009:387) menyebutkan bahwa Fir‘aun mempunyai isteri yang bernama Asiah binti Muzahim bin Asad bin Ar-Rayyan Al-Walid yang merupakan raja Fir‘aun pada masa Nabi Yusuf as. Para pelayan dari isteri Fir‘aun inilah yang menemukan Nabi Musa as (Musa kecil) yang dihanyutkan oleh ibunya dalam peti yang terkunci, lalu diserahkannya kepada Asiah. Ia lalu membuka peti tersebut dan ketika ia melihat wajah Nabi Musa as (Musa kecil) yang bersih dan bersinar dengan cahaya kenabian dan keagungan, ia pun jatuh hati dan ingin mengasuhnya. Namun Fir‘aun menolaknya dan segera akan membunuhnya karena ia takut kalau anak inilah yang akan mengambil alih kekuasaannya, hingga akhirnya Asiah memohon kepada suaminya, Fir‘aun, agar diperkenankan untuk memelihara Nabi Musa as (Musa kecil) sebagai anak mereka karena mereka saat itu belum memiliki keturunan.

Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 8-9:



































































(31)

3.1.1.4 Nabi Musa as Bertemu Kembali dengan Ibunya atas Kehendak Allah swt

Pertemuan antara Nabi Musa as dengan ibunya berawal dari tidak adanya

seorangpun yang bisa menyusui Musa kecil, karena ia tidak mau makan dan

minum dari apa yang mereka berikan, hingga akhirnya ia dibawa ke pasar untuk

mencari orang yang bisa menyusukannya. Ketika itu, kakak Nabi Musa as (Musa

kecil) melihat hal tersebut, ia segera menunjukkan orang yang bisa

menyusukannya, yaitu ibunya sendiri, namun mereka tidak mengetahuinya. Maha

suci Allah swt, sesungguhnya Allah swt tidak pernah menyalahi janji-janji-Nya.

Kisah di atas sesuai dengan Firman Allah swt dalam lanjutan surat

Al-Qashash ayat 10-13:

































































































































(32)

perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; Maka berkatalah saudara Musa: "Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? (12) Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.’(13)

Al-Marghubi (2009:389) menjelaskan bahwa ibu Nabi Musa as bersama

suami dan anak-anaknya tinggal di kerajaan Fir‘aun, mereka diberikan fasilitas

dan pelayanan yang baik, hingga akhirnya Nabi Musa as (Musa kecil) pun

kembali berkumpul dengan keluarganya dan hidup bahagia.

3.1.1.5 Nabi Musa as Beranjak Dewasa

Setelah Bani Israil mengetahui bahwa salah satu keturunan mereka yakni

Nabi Musa as beserta keluarganya tinggal di kerajaan Fir‘aun, mereka menjadi

mulia dan memiliki derajat yang tinggi, sehingga ketika Bani Israil menghadapi

kesulitan dari orang Qibthy/Koptik (penduduk asli Mesir), mereka meminta

pertolongan kepada Nabi Musa as. Salah satu bentuk pertolongan yang diberikan

Nabi Musa as adalah ketika Nabi Musa as berjalan-jalan di kota Memphis dan ia

melihat adanya perkelahian antara dua orang yang berasal dari bani Israil dan

orang Qibthy. Kemudian seseorang yang berasal dari bani Israil itu meminta

pertolongan kepada Nabi Musa as dan ia pun menolongnya. Tanpa disadari oleh

Nabi Musa as, pertolongannya itu menyebabkan kematian bagi orang Qibhty

hingga Nabi Musa as merasa bersalah dan memohon ampunan kepada Allah swt

karena ia sama sekali tidak bermaksud untuk membunuhnya.

Sebagaimana dikisahkan dalam surat Al-Qashash ayat 14-19:





















































(33)















































(34)

/Qāla rabbi `innīalamtu nafsī fagfir lī fa gafara lahū `innahū huwa al-gafūru al-rahīmu (16) qāla rabbi bimā `an’amta ‘alayya fa lan `akūna ahīran li al-mujrimīna (17) fa așbaḥa fī al-madīnati khā`ifan yataraqqabu fa `iżā al-lażi istanșarahū bi al-`amsi yastașrikhuhū qāla lahū mūsā innaka lagawiyyun mubīnun (18) fa lammā `an `arada `an yabṭisya bi al-lażī huwa ‘aduwwun lahumā qāla yā mūsā `aturīdu `an taqtulanī kamā qatalta nafsan bi al-amsi `in turīdu illā `an takūna jabbāran fī al-`arḍi wa mā turīdu `an takūna min al-mușliḥīna (19)/

‘Musa mendoa: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’(16)‘Musa berkata: "Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerah kan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang- orang yang berdosa".(17) Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: "Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya) (18) Maka tatkala Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: "Hai Musa, Apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.’(19)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Musa as merasa bersalah dan takut

atas apa yang telah dilakukannya sehigga ia meminta ampunan pada Allah swt

dan mohon diberi petunjuk. Allah swt mengabulkan permohonan Nabi Musa as

dan memberikan ilham padanya agar menyelamatkan diri ke negeri Madyan.

3.1.1.6 Nabi Musa as Menyelamatkan Diri ke Negeri Madyan

(35)

Hal tersebut dijelaskan Allah swt dalam surat Al-Qashash ayat 20-22:





















































































/Wa jā`a rajulun min `aqșā al-madīnati yas’ā qāla yā mūsā `inna al-mala`a ya`tamirūna bika li yaqtulūka fa ukhruj `innī laka min al-nāșiḥīna (20) fa kharaja minhā khā`ifan yataraqqabu qāla rabbi najjinī min al-qaumi al-ẓālimīna (21) wa lammā tawajjaha tilqā`a madyana qāla ‘asā rabbī `an yahdiyanī sawā`a al-sabili (22)/ ‘Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu. (20) Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, Dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu"(21)‘Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar".(22)

3.1.1.7 Nabi Musa as Bertemu dengan Nabi Syu‘aib as

Ketika Nabi Musa as tiba di negeri Madyan, ia mendapati dua orang wanita

yang ingin memberi minum ternaknya. Ternyata kedua wanita tersebut adalah

putri Nabi Syu‘aib as. Karena Nabi Musa as melihat mereka kesulitan dalam

memberikan minum ternaknya, Nabi Musa as pun menolongnya hingga akhirnya

ketika mereka pulang dan menceritakan perihal pertolongan yang mereka dapati

dari seorang pemuda yang tidak mereka kenal namun begitu baik dan sopan. Nabi

Syu‘aib as pun menyuruh putrinya memanggil pemuda itu ke rumah mereka dan

(36)

Firman Allah swt dalam surat Al-Qashash ayat 23-25 menjelaskan hal

tersebut:















































































































































(37)

(mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu".(25)

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Musa as bertemu dengan dua

orang puteri Nabi Syu’aib as terlebih dahulu sebelum ia bertemu dengan Nabi

Syu’aib as.

3.1.1.8 Nabi Musa as Menikah dengan Putri Nabi Syu‘aib as

Nabi Musa as menikah dengan putri Nabi Syu‘aib as setelah permintaan

putri Nabi Syu‘aib as kepada ayahnya agar menjadikannya sebagai pekerja bagi

mereka, karena Nabi Musa as merupakan sosok yang kuat dan dapat dipercaya.

Hal tersebut dijelaskan Al-Marghubi (2009:400), bahwa kuatnya Nabi Musa as dikarenakan ia bisa mengangkat batu dari sebuah sumur yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang saat membantu putri Nabi Syu‘aib as memberi minum ternak mereka. Sedangkan Nabi Musa as seorang yang dapat dipercaya adalah karena ketika putri Nabi Syu‘aib as mengajak Nabi Musa as menemui ayahnya. Nabi Musa as meminta ia (putri Nabi Syu‘aib as) berjalan di belakangnya dan apabila sampai di persimpangan maka lemparkanlah kerikil agar ia tahu bagaimana memilih jalan.

Kisah tersebut terdapat dalam lanjutan surat Al-Qashash ayat 26-28:



















































































































(38)

fa lā ‘udwāna ‘alayya wa Allahu ‘alā mā naqūlu wakīlun (28)/ ‘Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (26) Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.(27) Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.’(28)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Musa as tinggal di negeri Madyan

untuk beberapa tahun bersama isterinya puteri Nab Syu’aib as.

3.1.1.9 Nabi Musa as Kembali ke Negeri Mesir

Referensi

Dokumen terkait

Solusi persamaan gelombang medan listrik dari gelombang medan magnetik ini yaitu kuat medan listrik yang periodik fungsi aktu dan 'arak dan kuat medan magnetik yangg 'uga

Pengaruh Penggunaan Jenis Umpan terhadap Hasil Tangkapan Ikan Karang pada Alat Tangkap Bubu (Trap) di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.. [Skripsi] (Tidak

Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai salah satu mukjizat kerasulannya. Al- Qur‟an merupakan

Beranjak dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang penerapan permainan tradisional untuk

Kisah-kisah kalau ditinjau dari sisi pelaku, terbagi menjadi tiga bagian: Kisah para Nabi terdahulu, Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, antara lain: (1) Menentukan kelas riset; (2) Memberikan tes kepada siswa yang menjadi subjek penelitian

39 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Makasar pada pasien yang berkunjung ke Poli Paru RSUP Denpasar didapatkan angka 76,1% pasien yang sebelumnya pernah

BAB IV, Setelah melihat dari latar belakang pada bab I, mengumpulkan teori-teori konflik yang dianggap relevan pada bab II dan mengumpulkan ayat-ayat yang akan menjadi bahan untuk