RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS KISAH NABI MUSA DENGAN BANI ISRAIL PASCA FIR’AUN)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Ibadurrahman Al Bayhaki 1113034000091
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Ibadurrahman Al Bayhaki 1113034000091
Pembimbing
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ibadurrahman Al Bayhaki
NIM : 1113034000091
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/ Prodi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Judul Skripsi : Resolusi Konflik dalam al-Qur’an (Kajian Analisis Kisah Nabi Musa dengan Bani Israil Pasca Fir’aun).
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang ini merupakan hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 10 Agustus 2020
Ibadurrahman Al Bayhaki NIM 1113034000091
v ABSTRAK Ibadurrahman Al Bayhaki
Resolusi Konflik dalam al-Qur’an (Kajian Analisis Kisah Nabi Musa dengan Bani Israil Pasca Fir’aun).
Penelitian ini ingin menunjukkan bahwa, teori-teori konflik yang dikemukakan oleh para sosiolog telah digambarkan di dalam al-Qur’an melalui gambaran kisah-kisah yang termaktub di dalamnya. Resolusi dari konflik tersebut seperti konflik dalam Kisah Nabi Musa dengan Bani Israil Pasca Fir’aun peristiwa tersesatnya di padang Tīh.
Tujuan penelitian ini ialah menggambarkan konflik dan resolusi yang terdapat pada kisah Nabi Musa dengan Bani Israil Pasca Fir’aun peristiwa tersesatnya di padang Tīh sehingga al-Qur’an sangat relevan dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi di dalam masyarakat sekarang maupun yang akan datang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan menggunakan teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak jauh dari objek yang dituju, yaitu menggambarkan konflik dan memunculkan resolusi dari konflik yang ada, dalam menganlisa konflik Nabi Musa dengan Bani Israil Pasca Fir’aun pada peristiwa tersesatnya di padang Tīh, juga dengan mengaplikasikan teori dari ahli sosiolog sesuai dengan konflik yang terjadi.
Maka dalam penelitian ini penulis menemukan dalam kisah Nabi Musa dan Bani Israil terdapat tahap-tahap konflik yaitu: Akar konflik (QS. al-A’rāf [7]: 137-139), Eskalasi (QS. al-Mā’idah [5]: 21-24), Deeskalasi (QS. al-Mā’idah [5]: 25-26) yang sekaligus menjadi resolusi konflik.
vi
ميحهرلا نحمهرلا هللّا مسب
Tiada kata yang pantas untuk dihaturkan selain rasa syukur atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa penulis rasakan setiap waktu. Hanya Dia Tuhan Maha Kasih yang telah memberikan nikmat sehat dan iman, serta petunjuk kepada penulis sehingga kata demi kata bisa penulis rangkum menjadi sebuah karya tulis ilmiah (skripsi) yang akan penulis serahkan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dialah Tuhan Maha Sayang yang senantiasa memberikan kekuatan kepada penulis disaat penulis merasa lelah bahkan frustasi untuk menyelesaikan penelitian ini.
Shalawat serta salam seiring kerinduan akan senantiasa tercurahkan ke haribaan baginda Rasul Muhammad saw. beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah memperjuangkan Kalamullah yang sempurna sehingga dapat tersampaikan pula dengan begitu sempurna kepada kita sebagai ummatnya sampai akhir zaman.
Dengan ini, penulis menyadari betul bahwa skripsi yang berjudul “RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS
KISAH NABI MUSA DENGAN BANI ISRAIL PASCA FIR’AUN)”
tidak akan terselesaikan tanpa adanya banyak sosok yang senantiasa mendampingi baik secara langsung dan tidak langsung, memberikan semangat dengan penuh cinta dan kasih sayang, memberikan sumbangsih moral ataupun moril kepada penulis dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati, penulis rasa wajib kiranya untuk mengungkapkan rasa terimakasih itu kepada mereka:
vii
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir, dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH, selaku Sekertaris Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir beserta segenap jajaran pengurus Fakultas Ushuluddin yang telah banyak membantu mempermudah proses administrasi dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.
4. Hasanuddin Siaga, MA selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah membuka wawasan dan memberikan judul skripsi ini, ucapan terimakasih saja belum cukup untuk menggantikan jasa – jasa yang diberikan, akan tetapi hanya doa terbaik yang bisa saya panjatkan, terimakasih untuk semua yang telah bapak berikan kepada saya, dan terimakasih sudah menjadi pendidik sekaligus menjadi orang tua kedua, semua jasa-jasa bapak tidak akan saya lupakan.
5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan kebaikan dan kemurahan hatinya baik secara sadar dan tidak sadar telah mendorong penulis untuk pantang menyerah sebelum menang dalam menggali kedalaman dan keindahan kitab suci al-Qurān serta ke-Uswah-an Nabi Muhammad saw.
6. Kedua orang tua tercinta, sepertinya ucapan terimakasih tidaklah cukup atas semua yang telah diberikan, sejak lahir sampai beranjak dewasa, anakmu ini terlalu sering mengecewakan mu, anakmu selalu berdoa akan kesehatan mu dan segalanya yang terbaik untukmu, terimakasih Bapak dan Mamah sudah bersabar untuk mendidik dan membesarkan anakmu ini.
viii
dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terimakasih selalu mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan sudah membantu dalam penulisan skripsi ini, Reza Bakoye, Veve Zulkifli Daud Sulaiman, Rifqi, Fajril Islam, Amier Balido dan Alif Wibianto terimakasih telah menjadi sahabat terbaik, dan semoga skripsi ini menjadi acuan buat kelulusan kalian.
8. Organisasi, komunitas, dan lembaga, terutama untuk Lembaga yang telah memberikan wawasan yang sangat luas juga pengalaman yang begitu banyak, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik berkenaan tentang konflik.
Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya tulis ini senantiasa dapat memberikan wawasan mengenai Quran dan bermanfaat bagi semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Āmīn yā rabb
Ciputat, 10 Agustus 2020 Hormat saya
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا
Tidak dilambangkanب
b Beت
t Teث
ṡ es dengan titik atasج
J Jeح
ḥ ha dengan titik bawahخ
kh ka dan haد
d Deذ
Ż zet dengan titik atasر
r Erز
z Zetس
s Esش
sy es dan yex
ط
ṭ te dengan titik bawahظ
ẓ zet dengan titik bawahع
„ Koma terbalik di atas hadapkanan
غ
gh ge dan haؼ
f Efؽ
q Qiؾ
k Kaؿ
l Elـ
m Emف
n Enك
w Weق
h Haء
‟ Apostrofي
y Ye 2. VokalVokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal rangkap. Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
xi
ﹻ i Kasrah
ﹹ u Ḍammah
Adapun vokal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﹷ
ي
ai a dan iﹷ
ك
au a dan u3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab dilambangakan dengan harkat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َى
Ā a dengan topi di atasيِى
Ī i dengan topi di atasوُـى
Ū u dengan topi di atas4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf اؿ dialih aksarakan menjadi huruf „l‟ baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (ﹽ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah
xii
Misalnya, kata
ةركرضلا
tidak ditulis ad-ḍarūrah tapi al-ḍarūrah. 6. Tā’ MarbūṭahKata Arab Alih Aksara Keterangan
ةقيرط
Ṭarīqah Berdiri sendiriةيلماسلإا ةعملاجا
Al-jāmi„ah al- islāmiyyahDiikuti oleh kata sifat
دوجولا ةدحك
waḥdat al-wujūd Diikuti oleh kata benda7. Huruf Kapital
Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih aksara huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permukaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang, dan lain-lain. Jika nama seseorang didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal nama tersebut. Misalnya: Abū ‘Abdullāh Muhammad al-Qurṭubī bukan Abū
‘Abdullāh Muhammad Al-Qurṭubī
Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Contoh: Nuruddin al-Raniri tidak ditulis dengan Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
xiii 8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:
Kata Arab Alih Aksara
اَن ـثَر وَأَو
َم وَق لٱ
َنيِذَّلٱ
Wa auraṡnal-qaumallażīnaاَمَو
اوُناَك
َنوُشِر عَـي
Wa mā kānụ ya'risyụnُديِرُنَو
نَأ
َّنَُّنَّ
Wa nurīdu an namunnaُمُهَلَع َنََو
َيِثِرََٰو لٱ
Wa naj'alahumul-wāriṡīn 9. SingkatanHuruf Latin Keterangan
Swt, Subḥāh wa ta‘ālā
Saw, Ṣalla Allāh ‘alaih wa sallam
QS. Quran Surah
M Masehi
H Hijriyah
xiv
COVER ... i
LEMBANG PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
D. Tinjauan Pustaka ... 6
E. Metodologi Penelitian ... 8
1. Jenis Penelitian ... 8
2. Teknik Pengumpulan Data ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORI KONFLIK PERSPEKTIF SOSIOLOGI DAN AGAMA ISLAM ... 13
A. Konflik Perspektif Sosiologi ... 13
1. Pengertian Konflik ... 13
2. Tipe-tipe Konflik ... 14
B. Akar Konflik ... 15
C. Teori Konflik Dahrendorf ... 16
xv
1. Konflik Potensial ... 17
2. Konflik Aktual ... 19
E. Resolusi Konflik ... 22
BAB III GAMBARAN UMUM KISAH NABI MUSA DAN BANI ISRAIL PASCA FIR’AUN ... 25
A. Versi Penggambaran Kisah Nabi Musa ... 25
B. Nabi Musa dan Bani Israil Setelah Keluar dari Mesir ... 28
C. Bani Israil Diperintahkan Untuk Berjihad Di jalan Allah ... 30
D. Bani Israil Disesatkan di Padang Tih ... 31
BAB IV KONFLIK DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM KISAH NABI MUSA DAN BANI ISRAIL PASCA FIR’AUN ... 33
A. Akar Konflik ... 33 B. Proses Konflik ... 37 1. Eskalasi Konflik ... 39 2. Deskalasi Konflik ... 44 BAB PENUTUP ... 49 A. Kesimpulan ... 49 B. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA ... 51
xvi
Tabel 3.1 Versi Kisah Nabi Musa ... 26
Tabel 4.1 Akar Konflik ... 33
Tabel 4.2 Eskalasi ... 39
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik terjadi manakala ada perbedaan; perbedaan tafsir, perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan, dan perbedaan persepsi. Perbedaan ditolerir oleh agama. Agama juga membolehkan adanya persaingan, bahkan dianjurkan, yakni bersaing dalam kebajikan (fastābiq al-khairāt). Dalam agama, perbedaan pendapat itu tertampung dalam apa yang disebut mazhab-mazhab.1
Secara bahasa, “konflik” berasal dari bahasa latin conflic yang berarti saling memukul. Itulah mengapa ketika terjadi ketegangan dan konflik, biasanya memicu tindakan brutal, saling pukul, bahkan tidak mustahil terjadi pula pembunuhan.2
Tidak berlebihan jika sebagian ahli berkata bahwa sejarah manusia adalah sejarah konflik. Namun demikian, apabila manusia mampu meredam dan mengelolanya, niscaya suasana kehidupan yang damai, penuh kasih sayang, toleran, saling menghargai dan tolong-menolong akan menjadi kenyataan dalam kehidupan.3
Konflik yang tidak terkelola akan menjadi destruktif. Sedang konflik yang terkelola dengan baik dan benar, akan memantik pemahaman yang lebih dalam dari anggota masyarakat tentang peradabannya. Konsep ini menegaskan dampak konflik yang kerap dijustifikasi sebagai hal negatif
1 Abdul Jamil Wahhab, manajemen konflik keagamaan (analisis latar belakang
konflik keagamaan aktual) (Jakarta: Kompas-Gramedia, 2014), xii.
2 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:
2014, Vol. 9, No. 1, 157.
3 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:
tanpa melihat sisi positifnya. Padahal, jika dilihat dari sudut pandang agama, agama dapat menjadi manajer dari sebuah konflik.4
Dalam ajaran agama, pluralitas atau kebhinekaan kehidupan ini adalah sunnatullah (QS. al-Māidah [5]: 48). Sebagai implikasinya, perbedaan pandangan dan kepentingan antara masing-masing kelompok agama, suku, bangsa menjadi tidak terelakkan; walikullin wijhatun huwa muwallīha (QS. al-Baqarah [2]: 148) dan perbedaan kepentingan tersebut akan memicu ketegangan dan gesekan. Untuk itu manusia harus banyak belajar dan terus berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqū al-khairāt) agar perbedaan itu membawa kepada kehidupan yang beradab.5
Gambaran tentang keniscayaan konflik antara lain dalam firman-Nya QS. al-Baqarah [2]: 213:
َيِ يِبَّنلا َُّللَّا َثَعَ بَ ف ًةَدِحاَو ًةَّمُأ ُساَّنلا َناَك
ِرِذنُمَو َنيِرِ شَبُم
ُمُهَعَم َلَزنَأَو َني
ِ قَْلِْبِ َباَتِكْلا
ْخا اَمَو ِِۚهيِف اوُفَلَ تْخا اَميِف ِساَّنلا َْيَ ب َمُكْحَيِل
َ ب نِم ُهوُتوُأ َنيِذَّلا َّلَِّإ ِهيِف َفَلَ ت
ُمُهْ تَءاَج اَم ِدْع
آ َنيِذَّلا َُّللَّا ىَدَهَ ف
ْمُهَ نْ يَ ب اًيْغَ ب ُتاَنِ يَ بْلا
ْۖ
ُفَلَ تْخا اَمِل اوُنَم
ِِب ِ قَْلْا َنِم ِهيِف او
يِدْهَ ي َُّللَّاَو ِِۗهِنْذ
ٍميِقَتْسُّم ٍطاَرِص َٰلَِإ ُءاَشَي نَم
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”.
Menurut QS. al-Baqarah [2]: 213, al-Zamakhsyarī mengutip Ibn Abbas, menyatakan bahwa manusia dulunya berada dalam satu kebenaran syariah
4 Bernard Raho, Agama dalam Perspektif Sosiologi (Jakarta: Obor, 2013), 46. 5 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:
3
agama selama kurang lebih sepuluh abad, yakni era antara Nabi Adam dan Nabi Nuḫ. Ada pula yang berkata bahwa umat Wahidah (satu agama) terjadi ketika manusia hanya tinggal satu perahu di zaman Nabi Nuh a.s, yang diselamatkan akibat banjir bandang. Namun setelah itu, mereka berselisih.6
Tampak bahwa al-Qur’an pun bisa multitafsir. Artinya, padahal ketuhanan (teologis), perbedaan pendapat adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan. Fakta tersebut dapat menimbulkan konflik teologis. Konflik teologis bernilai negatif manakala masing-masing pihak saling memaksakan pendapat, saling menghina, merendahkan dan berujung pada tindak kekerasan atas nama agama.7
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa aspek penting yang salah satunya yaitu kisah. Kisah merupakan isi kandungan lain dalam al-Qur’an. Kitab samawi terakhir ini menaruh perhatian serius akan keberadaan masalah kisah di dalamnya. Dalam al-Qur’an tersebut 26 kali kata qaṣah dan yang seakar dengannya, tersebar dalam 12 surat dan 21 ayat, lebih dari itu, dalam al-Qur’an ada surat khusus yang dinamakan surat al-Qaṣaṣ, yakni surat ke-28 yang terdiri atas 88 ayat, 1.441 kata.8
Al-Qur’an dalam pemaparan kisahnya tidak seperti dengan kisah-kisah yang ada dalam kitab-kitab sebelumnya (Taurat dan Injil). Al-Qur’an dalam memaparkan kisahnya hanya mengambil bagian-bagian yang memberi kesan, tidak menyebutkan semua nama-nama tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Al-Qur’an memilih beberapa fragmen yang berkaitan dengan substansi tema dan berisi pelajaran.9
6 Lihat al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, Juz I, 187. Lihat pula al-Rāzī, Tafsīr al-Kabīr,
Juz III, 246.
7 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:
2014, Vol. 9, No. 1, 159.
8 Muḥammad al-Ghāzalī, Berdialog Dengan al-Qur’an (Bandung: Mizan), 108. 9 Mursalim, “Gaya Bahasa Pengulangan Kisah Nabi Musa Dalam al-Qur’an: Suatu
Al-Qur’an juga menceritakan kisah dalam sejarah yang mengandung pesan moral yang penting bagi manusia. Salah satu kisah yang terkenal dan berulang kali dijelaskan dalam al-Qur’an adalah kisah Nabi Musa bagi Iskafi, fenomena pengulangan kisah dalam al-Qur’an bukanlah pengulangan literal yang tanpa arti, tetapi memiliki kedalaman makna yang harus digali dan diniscayakan adanya penjelasan-penjelasan tertentu.10
Kisah Musa merupakan salah satu kisah di dalam al-Qur’an yang paling banyak pengulangannya di beberapa surat di dalam al-Qur’an, sehingga menarik untuk dikaji dari segi uslub bahasanya. Pengulangan ini dapat dilihat pada surat al-Baqarah, Ali ’Imrān. al-’Arāf, al-Naml, al-Syu’arā, Ṭāhā dan beberapa surat yang lainnya.11
Kisah Nabi Musa di dalam al-Qur’an di tampilkan sebanyak 189 ayat (kecuali kisah Nabi Musa bersama al-Khidir dan Qarun) yang tersebar dalam 10 surat, yaitu Baqarah, Māidah, A’rāf, Yūnus, Ṭāha, al-Mu’minūn, al-Syu’arā’, al-Qaṣaṣ, al-Zukhruf, al-Nāzi’āt.12
Berbagai macam pendekatan dan metode muncul untuk berusaha memahami dan mendalami al-Qur’an, hal ini membuktikan betapa luas dan tingginya al-Qur’an, walaupun banyak nya metode dan pendekatan yang digunakan, kedalaman makna dan keilmuan al-Qur’an seakan tak berujung sampai hari ini, maka dari itu penulis merasa terpacu untuk mempelajari salah satu kisah yang terdapat dalam al-Qur’an yaitu kisah Nabi Musa dengan metode yang dipakai para sosiolog dalam memandang jenis-jenis konflik dan resolusi konflik yang berbeda-beda, tentu saja al-Qur’an yang mencangkup segala aspek keilmuan memiliki pandangan tentang konflik
10 Al-Khātib Iskafi, Durrat Tanzīl wa Gurrat Ta’wīl fī Bayān āyat
al-Mutasyābihat fī Kitāb Allah al-‘Azīz (Beirut: Dār al-Kutb al-‘Ilmiyah, 1990), 23.
11 Mursalim, “Gaya Bahasa Pengulangan Kisah Nabi Musa AS. Dalam al-Qur’an:
Suatu Kajian Stilistika” Jurnal Lentera: 2017, Vol. I, No. I, 86.
12 Ahmad Zubeir, “Analisis Kisah Nabi Musa ‘Alaihi al-Salam Versus Fir’aun
5
dan resolusi tersendiri, karena al-Qur’an adalah pedoman sekaligus petunjuk bagi seluruh manusia (Lil Hudā).
Di sini penulis mencoba melakukan satu penelitian ilmiah yang berkenaan dengan konflik yang ada dalam al-Qur’an, penulis mengkaji konflik dalam kisah Nabi Musa dengan kaum Bani Israil pasca Fir’aun, karena kisah sendiri mempunyai peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan atau perkataan dari Allah Swt. Karya ilmiah ini penulis beri judul “RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN
ANALISIS KISAH NABI MUSA DENGAN BANI ISRAIL PASCA FIR’AUN)”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, konflik adalah suatu hal yang tidak bisa terlepas dalam kehidupan masyarakat, begitu banyak yang mengkaji dan meneliti tentang konflik dan resolusi konflik, namun belum terdapat karya ilmiah yang berusaha untuk menganalisa kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang konflik dan resolusi konflik.
Oleh karena itu, penulis akan membatasi penelitian ini dengan hanya membahas kisah Nabi Musa dengan Bani Israil pasca Fir’aun dalam al-Qur’an peristiwa tersesatnya Bani Israil di padang Tīh. Maka penelitian ini akan difokuskan pada rumusan masalah berikut: bagaimana gambaran konflik dan resolusi konflik pada kisah Nabi Musa dengan Bani Israil pasca Fir’aun peristiwa tersesatnya Bani Israil di padang Tīh (QS. al- A’rāf [7]: 137-139 dan QS. al-Maidah [5]: 21-26)?
C. Tujuan dan Manfaat Peneletian
1. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
a. menggambarkan konflik Nabi Musa dengan Bani Israil pasca Fir’aun peristiwa tersesatnya Bani Israil di padang Tīh yang terdapat di dalam al-Qur’an dan memunculkan resolusi konflik tersebut.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademis, penelitian ini menguatkan Karlina Rizki Rosadi, Abdul Muhyi Wijaya Kusuma Atmaja, dan Abdul Baary tentang konflik yang terdapat di dalam kisah al-Qur’an
b. Secara praktis, skripsi ini dapat digunakan sebagai rujukan alternatif dan bahan bacaan dalam mendukung mata kuliah Pendekatan Modern dalam al-Qur’an, dan Kajian Barat Terhadap al-Qur’an.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis pada kajian terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan. Adapun kajian terdahulu yang menulis antara lain:
Karlina Rizki Rosadi dalam skripsinya, penelitian ini membahas tentang pesan moral dan konflik kisah Nabi Musa dan Khidir pada surat al-Kahfi ayat 60-82 dalam al-Qur’an yang menggunakan teori Burhan Nurgiyantoro.
Sedangkan skripsi ini memfokuskan pada konflik yang terjadi antara Nabi Musa dengan Bani Israil dan memunculkan konfliknya secara utuh dan menganalisa dengan teori sosiolog sebagai resolusi konflik yang ditawarkan al-Qur’an.13
Abdul Muhyi Wijaya Kusuma Atmaja dalam Skripsinya, peneliti hanya melihat konflik yang terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani dengan Umat Islam, dan mengkaji satu surah yang menjadi pondaso analisa dan memakai salah satu tokoh mufassir.
13 Karlina Rizki Rosadi,Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa dan Khidir Pada Surat
7
Sedangkan skripsi ini membahas relevansi al-Qur’an sebagai resolusi konflik, dan menganalisa konflik yang terjadi pada kisah Nabi Musa dengan Bani Israil dengan menggunakan teori sosiolog.14
David Fatakhulloh dalam Skripsinya, penelitian ini membahas tentang Membangun dan Menggali unsur-unsur kisah Nabi Musa dan Khidir dan menganalisa pesan-pesan yang terdapat di dalamnya, dengan cara memaparkan kisah Nabi Musa dan Khidir dengan analisa struktural, dan menganalisa melalui semiotika.
Sedangkan skripsi ini akan membahas tentang unsur-unsur konflik yang terjadi pada kisah Nabi Musa dengan Bani Israil dengan analisa menggunakan teori sosiolog dan relevansinya pada masa kini.15
Nurlaili Abdul Azis dalam Skripsinya, membahas tentang bagaimana penafsiran tentang kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir menurut Hamka dan M. Quraish Shihab tentang QS. al-Kahfi [18]: 66-82.
Sedangkan skripsi ini membahas tentang relevansi al-Qur’an sebagai resolusi konflik yang terdapat pada kisah Nabi Musa dan Fir’aun dengan manganalisa konflik dalam kisah Nabi Musa dengan Bani Israil menggunakan teori sosiolog.16
Abdul Baary dalam Skripsinya, penelitian ini membahas konflik yang terdapat pada kisah Nabi Musa dengan Fir'aun dengan mengaplikasikan teori-teori sosiolog dan berusaha memunculkan resolusi-resolusi konflik yang diberikan di dalam al-Qur’an.
14 Abdul Muhyi Wijaya Kusuma Atmaja, Konflik Yahudi dan Nasrani terhadap
Umat Islam: Kajian Surah al-Baqarah: 120 Menurut Tafsir fi Zilal Al-Qur’an (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2012).
15 David Fatakhulloh, Analisis Struktural Semiotik Kisah Nabi Musa AS dan Khidir
AS Dalam al-Kahfi (Malang: Universitas Negeri Malang, 2014).
16 Nurlaili Abdul Azis, Penafsiran Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir Dalam
al-Qur’an Menurut Hamka dan M. Quraish Shihab: Surat al-Kahfi ayat 66-82 (Surabaya:
Skripsi ini mencoba meneruskan skripsi yang di tulis oleh nya, yaitu konflik antara Nabi Musa dengan Kaumnya Yaitu Bani Israil pasca selamatnya dari Fir'aun.17
Fathur Rozaq dalam tesisnya, penelitian ini membahas bagaimana pandangan ulama terhadap ayat-ayat tentang konflik yang terjadi antara umat muslim terhadap bani israil, dan mencoba menghilangkan stigma negatif terhadap kaum bani israil.
Sedangkan pada skripsi ini mencoba untuk melihat kisah dalam al-Qur’an sebagai resolusi konflik yang marak terjadi, dengan cara melihat konflik dengan utuh dan menganalisa dengan teori sosiolog tentang konflik.18
E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang dipakai untuk mencari. Mencatat, menemukan, dan menganalisis sampai menyusun laporan guna mencapai tujuan.19 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian library research, merupakan penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber, baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri atau disebut dengan sumber primer, maupun sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai yang ditelitinya. Karena penelitian ini
17 Abdul Baary, Resolusi Konflik Dalam al-Qur’an (Kajian Analisis Konflik Nabi
Musa dengan Fir'aun) (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019).
18 Fathur Rozaq, Ibrah Kisah Konflik Bani Isra’il Dalam al-Qur’an (Telaah
Penafsiran Ulama Atas Ayat Konflik Bani Isra’il Dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah Ayat 243-252) (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2016).
19 Cholid Nur Boko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara
9
bertujuan menelaah atau mengkaji suatu kitab atau buku mengenai kisah Nabi Musa dengan Bani Israil pasca Fir’aun dalam al-Qur’an, maka jenis penelitian yang sesuai adalah penelitian pustaka yang bercorak deskriptif-analitis.20
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk keperluan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan.21
Data primer ini merupakan sumber utama yang berperan dalam pengumpulan data untuk kepentingan peneliti untuk penelitiannya. Karena penelitian ini berjenis kajian pustaka, maka sumber utamanya yaitu al-Qur’an dan kitab, Kisah-Kisah Para Nabi karya Abu Abdurrahman Muhammad Daz bin Munir al-Maghrubi, yang di mana memuat tentang kisah Nabi Musa dan Bani Israil.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dijadikan penunjang dalam pengumpulan data yang peneliti butuhkan. Data sekunder yang penulis gunakan berupa buku-buku atau sumber-sumber tertulis lainnya adalah segala yang berkaitan tentang kisah Nabi Musa dan Bani Israil, buku, jurnal,
20 Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi
(Jakarta: PT. Renika Cipta, 2006, Cet. I), 95-96.
21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung:
buku tafsir-tafsir terjemahan dan yang lainnya yang berkaitan dengan konflik dan resolusi konflik.
c. Pengolahan Data
Dalam penelitia ini, data-data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan cara-cara berikut:
1. Deskripsi
Yaitu mengumpulkan dan mengelompokkan ayat-ayat yang menjadi bagian dari konflik dan resolusi konflik serta menguraikan tentang konflik pandangan ahli sosiolog dan Islam.
2. Analisis
Analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.22 Setelah mendeskripsikan teori konflik, langkah selanjutnya adalah menganalisa teori konflik yang nantinya mendapatkan kesimpulan teori siapa yang paling tepat untuk menggambarkan konflik Nabi Musa dengan Bani Israil dan juga dapat diketahui resolusi dari konflik yang terjadi.
F. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis menjadikan sistematika penulisan ini dalam lima bab, yang mana ke lima bab tersebut terdiri dari sub-sub yang terkait. Sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I, adalah latar belakang yang menjelaskan mengapa penelitian ini dilakukan, rumusan masalah yang berfungsi sebagai fokus penelitian yang disajikan dalam berbentuk pertanyaan, tujuan penelitian yang berfungsi sebagai penguraian dari yang akan dijadikan untuk apa penelitian ini, tinjauan pustaka, yang didalamnya berbagai penelitian sehingga penulis
22 Sedarmayanti dan Syarifuddin Hidayat, Metodologi penelitian (Bandung: CV.
11
dapat menemukan bahan peneliti yang relevan dan sesuai dengan fokus masalah yang dituju. Lalu kerangka teoritis yaitu metodologi penulisan yang berfungsi sebagai penjelasan dari cara mengumpulkan data dari sebuah penelitian, sistematika penulisan.
BAB II, setelah menjelaskan latar belakang pada bab I maka dibutuhkan landasan teori, dalam bab ini memuat pengertian konflik, jenis-jenis konflik, resolusi konflik, pandangan Islam tentang konflik dan resolusi konflik.
BAB III, setelah terkumpulnya teori-teori pada bab II maka perlu mengumpulkan ayat-ayat yang akan dianalisa dan dalam bab ini penulis akan membahas tentang gambaran umum tentang konflik dalam kisah Nabi Musa dengan Bani Israil pasca Fir’aun.
BAB IV, Setelah melihat dari latar belakang pada bab I, mengumpulkan teori-teori konflik yang dianggap relevan pada bab II dan mengumpulkan ayat-ayat yang akan menjadi bahan untuk di Analisa pada bab III maka pada bab ini Analisa, penelitian ini membahas tentang konflik dalam Kisah Nabi Musa dengan Bani Israil pasca Fir’aun yang terdapat dalam al-Qur’an, yang kemudian memilih ayat-ayat yang berkaitan tentang konflik Nabi Musa dan Bani Israil, dan menganalisis pola, tahapan, hingga resolusi dari konflik.
BAB V setelah menganalisa dan mengaplikasikan teori-teori yang terdapat pada bab IV maka pada bab ini adalah penutup, dalam bab ini merupakan penutup kajian ini yang mana penulis akan menyimpulkan berkaitan dengan pembahasan yang penulis lakukan sekaligus menjawab rumusan masalah yang penulis gunakan dalam bab ini. Uraian terakhir adalah saran yang dapat dilakukan untuk kegiatan lebih lanjut berkaitan dengan apa yang telah penulis kaji.
13 BAB II
LANDASAN TEORI
KONFLIK PERSPEKTIF SOSIOLOGI DAN AGAMA ISLAM
A. Konflik Perspektif Sosiologi 1. Pengertian Konflik
Konflik merupakan bagian dari dinamika sosial yang lumrah terjadi dalam pergaulan bermasyarakat. Konflik dapat berperan sebagai pemantik keseimbangan sosial melalui proses tawar-menawar, sehingga tercapai kesepakatan bersama atau secara demokrasi. Apabila konflik dapat dikelola dengan baik, jadilah ia alat perekat kehidupan masyarakat (kehidupan berbangsa).1
Dari berbagai sumber dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konflik adalah:2
a. Bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok, karena mereka terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai atau kebutuhan.
b. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki, sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan.
c. Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, motivasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya.
d. Suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan dan fisik orang lain terganggu.
1 Agus Surata, Atasi Konflik Etnis (Yogyakarta: Global Pustaka Utama), 4-5. 2 Alo Liliweri, Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
e. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional, karena pertentangan semacam itu mendukung tujuan kelompok dan membarui tampilan, namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok.
f. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan menyingkirkan atau melemahkan para pesaing.
g. Suat bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis h. Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dilihat bahwa dalam setiap konflik terdapat beberapa unsur, yaitu:3
a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat. Jadi, ada interaksi antara mereka yang terlibat.
b. Ada tujuan yang dijadikan sasaran konflik. Tujuan itulah yang menjadi sumber konflik.
c. Ada perbedaan pikiran, perasaan, tindakan di antara pihak yang terlibat untuk mendapatkan atau mencapai tujuan/sasaran.
d. Ada situasi konflik antara dua pihak yang bertentangan. Ini meliputi situasi antarpribadi, antarkelompok, dan antarorganisasi.
2. Tipe-Tipe Konflik
Seperti kata Loomis, “Konflik memang terjadi dalam setiap proses dari peristiwa hubungan antarmanusia”, mulai dari level antarpribadi, antarkelompok, antarkomunitas, sampai antarbangsa. Dengan demikian, frekuensi konflik selalu mungkin terjadi pada semua elemen masyarakat. Baik karena didorong oleh faktor perbedaan etnik, ras, agama, ataupun
3 Alo Liliweri, Prasangka & Konflik :Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
15
ekonomi. Semua ini tumbuh karena perbedaan nilai, keyakinan dan kepercayaan, serta sikap kita terhadap isu.4
Oleh sebab beragamnya lapisan masyarakat, dan bermacam pula cara menanggapinya, konflik terbagi pada beberapa tipe, yaitu sebagai berikut:5
1. Konflik Sederhana 2. Konflik dalam Organisasi 3. Konflik berdasarkan sifat
4. Konflik berdasarkan jenis peristiwa dan proses 5. Konflik berdasarkan faktor pendorong
6. Konflik berdasarkan jenis ancaman
7. Konflik berdasarkan apa, kapan, di mana ia terjadi 8. Konflik berdasarkan cara memandang peristiwa atau isu 9. Konflik berdasarkan level pemerintahan.
B. Akar Konflik
Menurut para sosiolog, konflik timbul karena adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial dan kekuasaan yang jumlah ketersediaanya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di masyarakat.6
Pada dasarnya, penyebab konflik dibagi dua, yaitu: (a) Kemajemukan horizontal, yaitu perbedaan suku, ras, agama, pekerjaan dan profesi ; dan
4 Alo Liliweri, Prasangka & Konflik :Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur (Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2005), 263-264.
5 Alo Liliweri, Prasangka & Konflik :Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur (Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2005), 264.
6 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana
(b) kemajemukan vertikal, yaitu perbedaan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan.7
C. Teori Konflik Dahrendorf
Dahrendorf memiliki anggapan bahwa suatu kelompok terbentuk secara kebetulan (byhance) sangat mungkin akan terhindar dari konflik. Sebaliknya, apabila kelompok yang bentukannya ditentukan secara struktur, maka akan memungkinkan untuk terbentuk menjadi kelompok kepentingan yang dapat menjadi sumber konflik atau pertentangan.
Dahrendorf menambahkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara konflik dengan perubahan sosial. Konflik akan menyebabkan terciptanya perubahan sosial. Dalam pandangan Dahrendorf, masyarakat memiliki dua muka yaitu konsensus dan konflik. Teorinya tentang konflik dialetik ini dianggap masih mendapat pengaruh dari Marx.8 Menurutnya, setiap organisasi sosial akan menunjukkan realita:
1. Setiap sistem sosial akan menampilkan konflik yang berkesinambungan
2. Konflik dimunculkan oleh kepentingan oposisi yang tidak terhindarkan
3. Kepentingan oposisi tersebut merupakan refleksi dari perbedaan distribusi kekuasaan di antara kelompok dominan dan kelompok lapisan bawah
4. Kepentingan akan selalu membuat polarisasi ke dalam dua kelompok yang berkonflik
7 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011), 345.
17
5. Konflik selalu bersifat dialektik, karena resolusi terhadap suatu konflik akan menciptakan serangkaian kepentingan oposisi yang baru, dan dalam kondisi tertentu, akan memunculkan konflik berikutnya.
6. Perubahan sosial selalu ada pada setiap sistem sosial, dan hal ini merupakan hasil yang tidak terhindarkan dari konflik dialektik, dan aneka tipe pola insititusional.9
D. Konflik dalam al-Qur’an
Manusia digambarkan dalam al-Qur’an selalu melakukan pertikaian, baik pertikaian antar personal, keluarga, dan sosial. Al-Qur’an menggambarkan konflik sosial dalam dua bentuk, yaitu bentuk potensial dan bentuk aktual. Konflik dalam bentuk potensial disebutkan al-Qur’an dengan menggunakan kata
ٌّ وُدَع
(permusuhan), sedangkan konflik aktual digambarkan dengan menggunakan kataٌّ لَدَج(
perselisihan/pertengkaran) danٌَّلَتَ ق
(pembunuhan).10 Berikut rinciannya.1. Konflik Potensial
Dari hasil analisis terhadap beberapa ayat al-Qur’an, ditemukan bahwa secara umum potensi konflik dapat dibagi pada potensi konflik universal. Potensi konflik universal ialah potensi berselisih yang dimiliki setiap individu dalam berinteraksi.11 Potensi konflik seperti ini dimiliki oleh setiap
manusia, sekalipun tidak saling mengenal antara satu dengan lainnya. Misalnya dapat dirasakan ketika bertemu dengan orang untuk pertama kalinya dalam sebuah perjamuan malam. Akan tetapi karena satu hal yang
9 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 81. 10 M.F. Zenrif., Realitas & Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif al-Qur’an
(Malang: UIN Malang Press, 2006), 50-51.
tidak kita sukai, baik prilaku, tutur kata, maupun warna dan busana yang dipakainya, kita dapat saja mempunyai kesan tidak senang padanya. Tegasnya, potensi konflik universal tidak membutuhkan adanya interaksi atau kontak sosial sebelumnya, sebab potensi ini melekat dalam diri setiap individu.12
Potensi konflik universal dapat berbentuk konflik intrapersonal dan interpersonal. Konflik intrapersonal adalah potensi konflik yang muncul dalam “diri” setiap orang, yakni potensi perselisihan antara dorongan-dorongan kebaikan dengan keburukan. Konflik intrapersonal ini sering dialami ketika kita menghadapi pilihan untuk melakukan atau menolak suatu pekerjaaan. Dalam kondisi seperti ini, kita dapat saja menyalahkan dan membenci, bahkan menyakiti dan membunuh diri sendiri.13
Sedangkan konflik interpersonal, ialah potensi yang ada dalam “diri” setiap orang untuk membenci dan memusuhi hal lain. Konflik ini dapat berbentuk individu-individu, antar individu dalam keluarga, antar individu yang terjalin dengan komitmen persahabatan, antar etnis atau komunitas masyarakat yang diikat dengan komitmen, baik komitmen kebangsaan atau kenegaraan, maupun komitmen keagamaan..
Dilihat dari pandangan strukturalis, ada potensi konflik antara pimpinan dan yang dipimpin, seperti konflik antara bos dan buruh. Potensi “konflik struktural” ini merupakan akibat dari ketidakadilan, kedhaliman, dan bentuk lain dari penindasan kaum elit terhadap masyarakat alit (kecil). Dalam pandangan struktur agama, potensi konflik dapat terjadi antara nabi, kyai, pendeta, pastur, biksu atau missionaris (da’i), dengan umatnya.
12 M. F. Zenrif., Realitas & Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif al-Qur’an
(Malang: UIN Malang Press, 2006), 51.
13 Akhmad Rifa’i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:
19
Potensi konflik yang terakhir ini disebabkan oleh sifat munafik suatu golongan melalui demagog (penghasut), yakni seseorang yang mampu mempengaruhi kebanyakan masyarakat dan pimpinan dengan keindahan bahasa dan rasionalisasi analitis terhadap sebuah realitas. Meskipun seringkali rasionalisasi itu tidak berdasarkan data, tapi karena retorikanya baik, para demagog berhasil menghasut audience-nya, sehingga tindakan yang berangkat dari hasil analisis para demagog telah mengakibatkan kaum elit mengambil kebijakan yang kurang tepat. Sementara sebaliknya, sebagian masyarakat memberikan penilaian terhadap pimpinan dengan salah disebabkan informasi yang tidak benar dari demagog.14
2. Konflik Aktual
Konflik potensial yang disebut di atas, apabila diorganisir untuk memobilisasi massa, maka ia akan menjadi konflik aktual, yakni realitas konflik sosial. Dalam hal ini al-Qur’an menggambarkan konflik model ini dengan mengunakan kata, pada tingkat konflik yang paling rendah, dan kata untuk tingkat konflik yang tinggi.
Konflik sosial yang terendah ditunjukkan dalam berbagai model konflik; Pertama, dengan hadirnya demagog yang memberikan rasionalisasi yang menakjubkan tentang keberhasilan kehidupannya dan ditampakkan di depan orang banyak atas nama Tuhan, walaupun sesungguhnya yang berada di dalam jiwanya adalah kebalikan dari apa yang ada pada permukaannya. Salah satu ciri dari perilaku konflik yang disebabkan perbuatan demagog ialah; (a) sesuatu yang ada dalam hatinya jauh dari kenyataan yang ditampakkannya di depan orang banyak, (b) Apabila dia berada di belakang
14 Akhmad Rifa’i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:
orang banyak, dia justru membuat kerusakan di atas bumi; (c) Apabila diingatkan, dia menunjukkan kesombongan dan keangkuhan.15
Kedua, konflik sosial yang didahului oleh perdebatan (mujadalah), yaitu perdebatan antara logika yang benar dan yang salah, kebaikan dengan keburukan, dan antara keadilan dengan kebatilan. Konflik seperti ini sering terjadi antara mereka yang mengajak kepada kebenaran dan mereka yang mempertahankan tradisi yang salah.16
Ketiga, konflik keluarga disebabkan permasalahan kekeluargaan, seperti pengasuhan anak, pemilikan terhadap harta waris, kecemburuan terhadap pasangannya, dan segala bentuk konflik keluarga.17 Konflik seperti ini
banyak terjadi di negara-negara maju maupun berkembang yang fenomenanya dapat dilihat dari meningkatnya angka perceraian dan gugat cerai.18
Keempat, “perang dingin” antar umat beragama, yaitu konflik antarumat beragama, kelompok mukmin pada satu sisi dan kelompok kafir pada sisi lain.19
Kelima, konflik antara orang yang melakukan perserikatan tanpa manajemen yang baik. Sistem kerjasama ini dapat terjadi dalam skala personal, regional, nasional bahkan internasional. Setiap hubungan kerjasama atau perserikatan yang dilakukan dengan tidak professional, adalah potensi konflik yang membahayakan apabila meledak.20
Keenam, konflik sosial diakibatkan perbedaan pandangan tentang kekayaan dan konservasi alam. Perbedaan itu akan berujung kepada makar
15 Qs. al-Baqarah [2]: 204-206. 16 Qs. al-Zukhruf [43]: 58 17 Qs. Āli Imrān [3]: 44.
18 Akhmad Rifa’i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, 2010), 178.
19 Qs. al-Naml [27]: 45, dan Qs. al-Ḥajj [22]: 19.
20 Akhmad Rifa’i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:
21
jika masing-masing kelompok atau individu bersikukuh dengan pandangan sendiri-sendiri tanpa mau melihat sudut pandang yang lain Makar ini ditunjukkan dengan cara mengeksploitasi alam untuk menunjukkan kebenaran dan kemenangannya sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem dan makrokosmik.
Pada dunia kita sekarang, kita melihat bagaimana Barat (negara-negara industri) telah menghabiskan seluruh kekayaan alamnya untuk dieksploitasi demi kepentingan industrialisasi, namun pada sisi lain Barat meminta agar negara-negara tertinggal di Timur melakukan konservasi alam demi keutuhan ekosistem dan makro kosmik. Konflik seperti ini sering tampak kepermukaan dalam bentuk “perang dingin” antara Barat (negara kaya) dan Timur (negara miskin).
Ketujuh, bentuk konflik sosial diakibatkan oleh mengambil sesuatu yang bukan haknya, seperti kasus pencurian, korupsi, manipulasi, dan pengurangan timbangan atau ukuran. Korupsi dan manipulasi yang terjadi di beberapa negara berkembang, khususnya Indonesia, telah mengakibatkan terjadinya konflik sosial, baik vertikal maupun horisontal.
Sementara itu, kata yang menunjukkan pada tingkatan konflik aktual yang tinggi dapat terjadi antar personal yang diakibatkan permasalahan keluarga, baik karena permasalahan perkawinan yang tidak disetujui maupun disebabkan masalah warisan, antar etnis dan agama yang disebabkan fitnah, antar negara (pemerintahan), atau peperangan antar agama (perang suci). Bentuk-bentuk konflik ini hingga kini dapat kita amati dengan jelas dalam berbagai kehidupan sosial, sekalipun dengan motif dan dorongan yang berbeda dengan apa yang ada dalam setiap ayat secara tekstual.
Fenomena konflik sosial ini dapat dilihat dari terjadinya pembunuhan yang tidak disengaja atau melakukan sesuatu dengan tidak bermaksud untuk
membunuh, akan tetapi secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya pembunuhan, atau pembunuhan terhadap individu atau perusakan terhadap alam semesta, pembunuhan terhadap pimpinan (negara maupun agama), atau pembunuhan terhadap anak sendiri.
Banyaknya teori yang menjelaskan tentang konflik, akan tetapi hal ini masih menjadi perdebatan tentang keobjektifitasan dari teori-teori yang dicetuskan, dalam hal ini al-Qur’an adalah jalan keluar yang paling tepat, walaupun tidak bisa menghilangkan konflik secara sepenuhnya, al-Qur’an dapat meminimalisir konflik yang terjadi, karena di dalam al-Qur’an mencangkup segala aspek dan kisah-kisah orang terdahulu yang di dalamnya terdapat unsur-unsur konflik yang terjadi, dan setiap konflik al-Qur’an selalu memberikan resolusi, yang bisa dijadikan pembelajaran dan bisa diaplikasikan di setiap konflik yang terjadi.
E. Resolusi Konflik
Dalam Perspektif Islam Resolusi konflik harus dipahami sebagai suatu penyelesaian secara kolektif, yakni pihak-pihak yang berkonflik maupun yang bukan, harus saling membantu dan mengarahkan konflik yang negatif menjadi konflik yang positif. Hal ini sangat penting, karena terkadang pihak-pihak yang tidak berkonflik bukannya membantu, tetapi malah menjadi a part of problem.
Misalnya dalam konflik keagamaan, terkadang pihak-pihak yang mengatasnamakan agama, malah bertindak tidak sesuai dengan norma agama. Misalnya seseorang akan membantu jika mereka seagama, padahal semestinya, membantu itu haruslah atas dasar salah benar yang logis sesuai akal sehat.
Selain itu, istilah “pencegahan konflik” mengungkapkan penekanan yang diberikan oleh pengelakan terhadap pergolakan, sebagai perlawanan terhadap aktivitas untuk mempertentangkan dan mencegah segala bentuk
23
kekerasan dan menanggulangi eksploitasi, diskriminasi, pengusiran, serta penindasan. Oleh karena itu, dengan sedikit keadilan, resolusi konflik dipandang sebagai alat dari sebuah pengamanan sebagai senjata baru yang lebih kokoh dalam kekuatan mereka yang diuntungkan oleh status quo, daripada sebuah sarana demi mencapai perdamaian yang disertai dengan keadilan. Maka peran dari ‘pihak ketiga’ adalah membantu pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan.21
Dalam sebuah konflik mungkin ada beberapa alasan kedua pihak yang terlibat tidak cukup mampu untuk keluar dari apa yang mereka perselisihkan, karena mereka tidak cukup rasional, oleh karenanya membutuhkan pihak diluarnya. Pihak luar atau pihak ketiga kehadirannya sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik agar konflik dapat dikelola dan dihindari dari tindak diskriminasi, kekerasan, dan lainnya. Sebagaimana al-Qur’an menegaskan untuk menghadirkan pihak ketiga, “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai) itu bermaksud mengadakan perbaikkan, niscaya Allah memberikan taufik kepada suami-istri tersebut. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”22
21 Diana Francis, Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial (Yogyakarta: Penerbit
Quills, 2006), 56-57.
25 BAB III
GAMBARAN UMUM KISAH NABI MUSA DAN BANI ISRAIL PASCA FIR’AUN
A. Versi Penggambaran Kisah Nabi Musa
Al-Qur’an menyebut nama Nabi Musa dalam 34 surah,1 dan memberikan informasi historis tentangnya jauh lebih banyak ketimbang nabi lain manapun. Beberapa surah hanya berisi penyebutan singkat atau detail yang sangat singkat, seperti dalam surah Maryam, Anbiyā’, Ahzāb, dan al-Ṣaffāt, sementara yang lain memberikan penjelasan yang lebih panjang, seperti dalam surah al-Baqarah, Yūnus, Ṭāhā, dan al-Syu’arā.2 Akan tetapi dalam hal ini Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli dalam bukunya
“Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan al-Qur’an” tidak mencantumkan
QS. al-Qaṣaṣ [28] yang di mana dalam pengkisahan QS. al-Qaṣaṣ [28] ini menjadi bagian terpenting, karena QS. al-Qaṣaṣ [28] banyak memuat kisah Nabi Musa. Sebelum mengutip teks al-Qur’an tentang kisah Nabi Musa, dalam bagian ini akan diberikan gambaran umum kisah Nabi Musa dan Bani Israil pasca terbebas dari Fir’aun, mulai dari keluarnya Nabi Musa dan kaum Bani Israil dari Mesir, Nabi Musa bermunajat kepada Allah SWT, Kaum Bani israil Kembali Menyembah Berhala.
Sejumlah orang yang melakukan penelitian tentang kisah nabi musa membaginya ke dalam sejumlah fragmen (Lihat Tabel 3.1), Bila diringkas akan ada 2, pertama versi kisah dengan cuplikan/fragmen lengkap dan kedua versi ringkas.
1 Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan
Al-Qur’an (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), 143.
2 Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan
Tabel 3.1 Versi Kisah Nabi Musa
No Versi 1 Versi 2 Ket
1.
Ahmad Zubeir, “Analisis Kisah Nabi
Musa Versus Fir`aun dalam al-Qur’an”
Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli,
“Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan al-Qur’an”
Versi 1:
mengumpulkan ayat-ayat dengan menggunakan kata kunci Musa dan mengklasifikasik an hingga menjadi 17 fragmen Versi 2: menceritakan secara umum kisah Nabi Musa dan mengumpulkan ayat sehingga menjadi rangkaian kisah 2.
Moh. Fahrur Rozi,
“Kisah Nabi Musa Dalam Perspektif Studi Stilistika al-Qur’an” M. Faisol, “Interpretasi Kisah Nabi Musa Persepektif Versi 1: membaginya menjadi 21 fragmen
27 Naratologi al-Qur’an” Versi 2: menggambarkan secara umum kisah Musa a.s dan memunculkan bentuk Narasi Allah yang terdapat dalam al-Qur’an.
Versi 1, Ahmad Zubeir, dalam memaparkan kisah Nabi Musa dalam al-Qur’an dengan cara mencari kata kunci “Musa” dari al-al-Qur’an digital, dan mengklasifikasi ayat-ayat yang terkumpul menjadi 17 fragmen didukung dari buku-buku yang menjelaskan tentang kisah Musa seperti karya al-Maghrubi yaitu “kisah-kisah para Nabi” dan lain-lain.3 dan Moh. Fahrur Rozi, memaparkan kisah dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang terkait kisah Musa dalam al-Qur’an dan membaginya menjadi 21 fragmen.4
Versi 2, Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, dalam memaparkan kisah, menceritakan peristiwa-peristiwa yang penting dari kisah Musa dan menceritakan secara umum, membagi menjadi beberapa sub tema, lalu mengumpulkan ayat yang banyak termuat kisah Musa dalam satu surah.5 M. Faisol memaparkan kisah secara umum dan memunculkan Firman-firman Allah dalam al-Qur’an.
3 Ahmad Zubeir, “Analisis Kisah Nabi Musa Versus Fir`aun dalam al-Qur’an”.
(Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2009), 16-72.
4 Moh. Fahrur Rozi, “Kisah Nabi Musa Dalam Perspektif Studi Stilistika
al-Qur’an”. (Skripsi, UIN Sunan Ampel), 60-110.
5 Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan
Dari versi yang telah disebutkan dan dipakai para peneliti tentang kisah Nabi Musa dalam al-Qur’an saya menggunakan versi yang digunakan oleh Abdul Baary6 dalam skripsinya, hanya akan menggambarkan kisah Nabi Musa dengan Bani Israil pasca Fir’un saja secara umum dan membaginya dalam 3 bagian, dengan perincian sebagai berikut:
1. Nabi Musa dan Bani Israil setelah keluar dari Mesir QS. al-A’rāf [7]: 138-140, QS. al-A’rāf [7]: 160, QS. al-Baqarah [2]: 61.
2. Bani Israil diperintahkan untuk berjihad dijalan Allah QS. al-Maidah [5]: 21-24.
3. Bani Israil disesatkan di Padang Tīh QS. al-Maidah [5]: 25-26.
B. Nabi Musa dan Bani Israil Setelah Keluar dari Mesir
QS. al-A’rāf [7]: 138-140, QS. al-A’rāf [7]: 160, QS. Al-Baqarah [2]: 61 menceritakan Setelah Allah SWT menyelamatkan bani Israil dari siksaan Fir‘aun dan mewarisi negeri Mesir dan negeri Syam untuk mereka, namun sebagian mereka tetap tidak mau beriman dan mereka meminta Nabi Musa as untuk membuat patung berhala sebagai sembahan, sebagaimana yang dilakukan oleh umat-umat sebelum mereka.
1. QS. al-A’rāf [7]: 138-140
َر ۡحَب
ۡلٱ
َليِءََٰٓرۡسِإ ِٓنَِبِب َنَۡزَوََٰجَو
َلَع ْاۡوَ تَأَف
ۡوَ ق َٰى
ِم
َنوُفُكۡعَ ي
َٰٓىَلَع
ِماَنۡصَأ
ۡمُهلَّ
ْاوُلاَق
ىَسوََُٰيَ
لَع ۡجٱ
ََٰلِإ ٓاَنهل
ه ا
اَمَك
ۡمَُلَّ
ةَِلَّاَء
َلاَق
ۡمُكهنِإ
ۡوَ ق
م
َنوُلَهَۡتَ
هنِإ
ِءَٓلَُؤََٰٓه
ره بَ تُم
اهم
ۡمُه
ِهيِف
ِطََٰبَو
ل
اهم
ْاوُناَك
َنوُلَمۡعَ ي
َلاَق
َأ
ِهللّٱ َرۡ يَغ
ََٰلَِّإ ۡمُكيِغۡبَأ
ا
َوُهَو
ۡمُكَلهضَف
ىَلَع
َينِمَلََٰع
ۡلٱ
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan) ˮ.
6 Abdul Baary, Resolusi Konflik Dalam al-Qur’an (Kajian Analisis Konflik Nabi
29
139. Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan.
140. Musa menjawab: "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.
138. Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)".
139. Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan.
140. Musa menjawab: "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. 2. QS. al-A’rāf [7]: 160
ُمُهاَنْعهطَقَو
َأَو ا َمَُأ ا طاَبْسَأ َةَرْشَع َْتََ نْ ثا
ْوَ ق ُهاَقْسَتْسا ِذِإ َٰىَسوُم ََٰلَِإ اَنْ يَحْو
ْبِرْضا ِنَأ ُهُم
َةَرْشَع اَتَ نْ ثا ُهْنِم ْتَسَجَبْ ناَف ۖ َرَجَْلْا َكاَصَعِب
َ بَرْشَم ٍسَنَُأ ُّلُك َمِلَع ْدَق ۖ ا نْ يَع
اَنْلهلَظَو ْمُه
َماَمَغْلا ُمِهْيَلَع
لاَو هنَمْلا ُمِهْيَلَع اَنْلَزْ نَأَو
َنْ قَزَر اَم ِتاَبِ يَط ْنِم اوُلُك ۖ َٰىَوْلهس
َنَوُمَلَظ اَمَو ْمُكا
َنوُمِلْظَي ْمُهَسُفْ نَأ اوُناَك ْنِكََٰلَو
“dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu". mereka tidak Menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu Menganiaya dirinya sendiri.7
3. QS. al-Baqarah [2]: 61
ْرَْلْا ُتِبْنُ ت اهِمَ اَنَل ْجِرُْيُ َكهبَر اَنَل ُعْداَف ٍدِحاَو ٍماَعَط َٰىَلَع َِبِْصَن ْنَل َٰىَسوُم َيَ ْمُتْلُ ق ْذِإَو
ُض
َوُه يِذهلِبِ ََٰنَْدَأ َوُه يِذهلا َنوُلِدْبَ تْسَتَأ َلاَق ۖ اَهِلَصَبَو اَهِسَدَعَو اَهِموُفَو اَهِئاهثِقَو اَهِلْقَ ب ْنِم
7 Lihat QS. al-A’rāf [7]: 160َخ
ٍبَضَغِب اوُءَبَِو ُةَنَكْسَمْلاَو ُةهلِ ذلا ُمِهْيَلَع ْتَبِرُضَو ۗ ْمُتْلَأَس اَم ْمُكَل هنِإَف ا رْصِم اوُطِبْها رْ ي
ِلََٰذ ۗ ِ قَْلْا ِْيَْغِب َينِ يِبهنلا َنوُلُ تْقَ يَو ِهللّا ِتَيَِبِ َنوُرُفْكَي اوُناَك ْمُهه نَِبِ َكِلََٰذ ۗ ِهللّا َنِم
َِب َك
اْوَصَع ا
َنوُدَتْعَ ي اوُناَكَو
“dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, Kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. sebab itu mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi Kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, Yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang memang tidak dibenarkan. demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.8
C. Bani Israil Diperintahkan Untuk Berjihad Dijalan Allah
QS. al-Maidah [5]: 21-24 menceritakan tentang diperintahkan nya Bani Israil untuk masuk tanah suci yang di janjikan Allah untuk Bani Israil, akan tetapi Bani Israil menolak perintah tersebut karena merasa takut kepada penjaga pintu masuk yang berbadan besar.9
1. QS. al-Maidah [5]: 21-24
َبَتَك ِتَهلا َةَسهدَقُمْلا َضْرَْلْا اوُلُخْدا ِمْوَ قَيَ
ا
َبِْدَأ َٰىَلَع اوُّدَتْرَ ت َلََو ْمُكَل ُهللّ
اوُبِلَقنَتَ ف ْمُكِر
يِراهبَج ا مْوَ ق اَهيِف هنِإ َٰىَسوُمَيَ اوُلاَق َنيِرِساَخ
ُجُرَْيُ َٰهتََّح اَهَلُخْدهن نَل هنَِإَو َن
نِإَف اَهْ نِم او
ُرَْيُ
َنِم ِن َلَُجَر َلاَق َنوُلِخاَد هنَِإَف اَهْ نِم اوُج
ا
ِهْيَلَع ُهللّا َمَعْ نَأ َنوُفاََيُ َنيِذهل
ُمِهْيَلَع اوُلُخْدا اَم
َلَعَو َنوُبِلاَغ ْمُكهنِإَف ُهوُمُتْلَخَد اَذِإَف َباَبْلا
َينِنِمْؤُّم مُتنُك نِإ اوُلهكَوَ تَ ف ِهللّا ى
هنَِإ َٰىَسوُمَيَ اوُلاَق
َتنَأ ْبَهْذاَف اَهيِف اوُماَد اهم ا دَبَأ اَهَلُخْدهن نَل
ُدِعاَق اَنُهاَه هنَِإ َلَِتاَقَ ف َكُّبَرَو
َنو
21. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi
8 Lihat QS. al-Baqarah [2]: 61 9 Lihat QS. al-Maidah [5]: 21-24.
31
22. Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya"
23. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman"
24. Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja"
D. Bani Israil Disesatkan di Padang Tīh
QS. al-Maidah [5]: 25-26 menceritakan karena pembangkangan nya kepada Nabi Musa atas perintah Allah untuk berjihad, maka Nabi Musa berdoa kepada Allah untuk memisahkan orang-orang yang fasiq diantaranya, dan karna itulah Allah mengharamkan tanah suci yang di janjikan kepada Bani Israil dan lalu menyesatkan nya selama 40 tahun.10
1. QS. al-Maidah [5]: 25-26:
اَف ۖ يِخَأَو يِسْفَ ن هلَِإ ُكِلْمَأ َلَ ِ نِّإ ِ بَر َلاَق
ِساَفْلا ِمْوَقْلا َْينَ بَو اَنَ نْ يَ ب ْقُرْ ف
اَهه نِإَف َلاَق َينِق
وُهيِتَي ۛ ةَنَس َينِعَبْرَأ ۛ ْمِهْيَلَع ةَمهرَُمُ
ِفِ َن
ا
اَفْلا ِمْوَقْلا ىَلَع َسَْتَ َلََف ِضْرَْلْ
َينِقِس
25. Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”.
26. Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (Padang Tīh) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu”.