• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS SIFAT MEKANIS MAGNESIUM EQUAL CHANNEL

ANGULAR PRESSING (ECAP) SEBAGAI BAHAN PLATE PADA

FRAKTUR MANDIBULA MELALUI UJI BENDING DAN UJI

KEULETAN DALAM CAIRAN FISIOLOGIS DULBECCO’S

MOODIFIED EAGLE MEDIUM (DMEM)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam

Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial

Novianto Agung Cahyono

0806390396

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

JAKARTA

AGUSTUS 2014

(2)
(3)
(4)

 

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sholawat dan salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Karena atas rahmat dan karunia Allah SWT hingga penelitian yang berjudul “ Analisis Sifat Mekanis Magnesium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) sebagai Bahan Plate pada Fraktur Mandibula Melalui Uji Bending dan Uji Keuletan Dalam Cairan Fisiologis

Dulbecco’s Moodified Eagle Medium (DMEM).” dapat penulis selesaikan. Penelitian ini

adalah syarat untuk menyelesaikan pendidikan penulis sebagai spesialis bedah mulut maksilofasial di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penelitian penelitian ini tidak dapat selesai tanpa bimbingan serta bantuan dari banyak pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan penghargaan dan rasa terima kasih secara khusus kepada:

1. Dr. drg. Lilies Dwi Sulistyani, SpBM, selaku pembimbing I dan koordinator Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran, hingga memberikan motivasi untuk penulis hingga tesis ini terselesaikan.

2. Drg. Andi Soufyan Santosa, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membimbing penulis.

3. Prof.Dr.drg. Benny S Latief, SpBM(K), selaku Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah memberikan ide, motivasi, dan masukan berharga kepada penulis dalam topik penelitian ini.

4. Staf pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah dengan sabar membimbing penulis selama menjalani pendidikan: Prof. Drg. Iwan Tofani, SpBM, PhD, Dr. drg. Pradono, SpBM, drg. Abdul Latief, SpBM(K), drg. Evy Eida Vitria, SpBM, drg. Vera Julia, SpBM, dan drg. Dwi Ariawan, MARS, SpBM, drg Rachmitha Anne SpBM. Selain itu juga untuk staf yang telah purnabakti drg. HRM Zulkarnain Moertolo, SpBM(K) serta (almarhum) drg. Teguh I.S. SpBM(K). 5. Konsulen di rumah sakit jejaring: Dr. drg. C. Rini S. SpBM, drg. Deddy S. Sukardi, SpBM, drg. Retnowati, SpBM, drg. Syafruddin HAK, SpBM(K), dan drg. Etty Soenartini, SpBM dimana tempat penulis menimba ilmu dan ketrampilan klinis selama menjalani

pendidikan.

(5)

 

6. Teknisi Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta dan teknisi Laboratorium B2TKS, BPPT, Puspitek Serpong.

7. Karyawan Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Sahir, Mba Supri, Mba Rani, dan Mba Yuni dan karyawan perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Asep, Pak Yanto, Pak Nuh, dan Pak Norman yang terus memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalani pendidikan.

6. Bapak Sutoyo,BA dan Ibu Kasirah (Alm), orang tua penulis yang tanpa henti memberikan bantuan moril, materil, doa serta cintanya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan pendidikan ini. Kakak adik penulis yang turut memberikan doa dan motivasinya, Mbak Wiwiek, Mbak Ita dan Wahyu.

7. Rasa sayang dan terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada istri tercinta, drg. Wahyuning Ratnawidya, yang terus mendampingi, mendukung, menyemangati penulis dengan tulus dan sepenuh hati, serta senantiasa mendoakan penulis serta menjadi sumber inspirasi dan kebahagiaan terbesar bagi penulis. Kedua buah hati penulis, Cahaya Mutiara Salamah dan M. Afif Rahman mohon maaf apabila selama ini banyak waktu bersama yang tersita.

8. Bapak dan ibu mertua penulis, Dr. Suhardjo Poertadji dan Ibu dr. Sri Sugiarti, MARS (Alm), rasa terimakasih yang mendalam atas bantuan doa, moril dan materiil hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

11. Teman-teman terhebat, residen bedah mulut FKG UI, Eky, Marik, Semi, Bayu, Bang Dani, Bang Kadri, Mbak Dian, Hetty dan Kak Revo rekan seangkatan dalam menyelesaikan pendidikan Bedah Mulut FKG UI atas semua bantuannya selama penulis menjalani pendidikan. Para senior Bang Arfan, Bang Arbi, Bang Dimas, Mbak Rahmi, Mbak Ninung dan Mbak Indira atas bantuan dan dukungannya selama penulis menjalani pendidikan ini. 11. Rekan adik kelas Stefani atas pencerahan ilmunya, Johan Edward atas bantuan dan dukungannya selama pendidikan ini, dan Hanan atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Para pasien yang telah ikhlas menerima perawatan selama penulis menyelesaikan pendidikan.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.

(6)

 

Semoga Allah SWT membalas segala amal dan budi baik, serta melimpahkan berkah, hidayah dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan baik yang disadari maupun yang tidak disengaja selama pendidikan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial

Jakarta, Agustus 2014

Penulis

(7)
(8)

 

ABSTRAK

Nama : Novianto Agung Cahyono

Program Studi : Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial

Judul : Analisis Sifat Mekanis Magnesium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) Sebagai Bahan Plate Pada Fraktur Mandibula Melalui Uji Bending dan Uji Keuletan Dalam Cairan Fisiologis Dulbecco’s Moodified Eagle Medium (DMEM).

Latar Belakang: Magnesium merupakan biomaterial logam yang berpotensi digunakan sebagai material implan tubuh yang dapat terdegradasi. Syarat magnesium dapat digunakan sebagai material implan biodegradasi adalah laju degradasi magnesium harus memiliki kekuatan mekanis yang cukup dalam jangka waktu tertentu, sampai terjadi penyembuhan tulang, kecepatan resorbsi yang sesuai dengan kecepatan penyembuhan tulang. Aplikasi magnesium sebagai implan yang terdegradasi terhambat karena tingkat tinggi degradasi lingkungan fisiologis. Dengan adanya sifat biodegradasi magnesium maka diperlukan cara bagaimana mencegah atau menekan kecepatan laju biodegradasi sehingga dapat disesuaikan dengan proses penyembuhan tulang. Beberapa penelitian tentang magnesium telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut, antara lain dengan prosedur Equal

Channel Angular Pressing ( ECAP), merupakan salah satu prosedur dari grain refinement

yang dapat menurunkan laju degradasi dan meningkatkan sifat mekanis magnesium. Tujuan: Menganalisa sifat mekanis magnesium ECAP dalam perendaman dalam larutan DMEM. Metode: Sifat mekanis magnesium ECAP dianalisis setelah dilakukan perendaman dalam larutan DMEM dengan menggunakan masing-masing sepuluh sampel magnesium ECAP untuk uji bending dan sepuluh sampel magnesium ECAP uji keuletan. Sifat mekanis di analisis menggunakan nilai bending pada uji bending dan nilai keuletan pada uji keuletan. Hasil: Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending magnesium ECAP, nilai keuletan magnesium ECAP dan penurunan nilai bending juga nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis DMEM.

Kata Kunci: Magnesium ECAP, sifat mekanis, nilai bending , nilai keuletan.

(9)

 

ABSTRACT

Name : Novianto Agung Cahyono Study Programme : Oral Surgery and Maxillofacial

Title : Analysis of The Mechanical properties of Magnesium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) as A Plate on A Mandibular Fracture through Bending Test and Ductility Test in Physiological Fluids of Dulbecco’s Moodified Eagle Medium (DMEM)

Background: Magnesium is a metal biomaterials that could potentially be used as an implant

material which can be decomposed body. Requirement of magnesium can be used as an implant material is the biodegradation rate of degradation must possess sufficient mechanical strenght in a certain period of time until the healing bone resorption speed corresponding to speed bone healing, generally magnesium has a rapid rate of degradation, it is undesirable magnesium deficiency. Application of magnesium as the implant is degraded hampered by high levels of physiological environmental degradation. With the biodegradation rate of speed so it can be adapted to the bone healing process. Several studies on magnesium have been made to overcome these limitations. Among others, the ECAP procedure which is one of the grain refinement procedure that can decrease the rate of degradasi and improve the mechanical properties of magnesium. Objective: To analyze the mechanical properties of magnesium ECAP in DMEM solution immersion. Methods: Mechanical properties of magnesium ECAP analyzed after immersion in DMEM solution by using each of the ten samples of magnesium ECAP for bending test and ten samples of magnesium ECAP for ductility test. Result: There is the effect of immersion time on the value of ECAP bending magnesium, magnesium ECAP ductility value and impairment bending ductility also magnesium ECAP on immersion in physiological solution of DMEM.

Keywords: Magnesium ECAP, mechanical properties, bending values, the value of ductility.

(10)

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR SINGKATAN xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv 1. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 4 1.3. Tujuan Penelitian 5 1.4. Manfaat Penelitian 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Fraktur Maksilofasial 2.1.1 Definisi Fraktur dan Jenis Fraktur 6 2.1.2 Penatalaksanaan Fraktur 7

2.1.3 Proses Penyembuhan Fraktur 7

2.1.3.1 Proses Penyembuhan Fraktur Primer 7 2.1.3.2 Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder 7 2.1.4 Komplikasi Penyembuhan 10 2.2 Biomaterial 11

2.2.1.Polimer 12 2.2.2. Titanium 12

(11)

 

2.2.3. Magnesium 13

2.2.4. Magnesium ECAP 14

2.3. Uji Mekanis Biomaterial 15

2.4. Kerangka Teori 16

3. KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS, VARIBEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 17 3.1 Kerangka Konsep 17 3.2 Hipotesis 17 3.3 Identifikasi Variabel 18 3.4 Definisi Operasional 18 4. METODOLOGI PENELITIAN 19 4.1 Desain Penelitian 19 4.2 Tempat Penelitian 19 4.3 Waktu Penelitian 19 4.4 Sampel Penelitian 19

4.5 Alat dan Bahan 20

4.6 Cara Kerja 21 4.6.1 Uji Bending 21 4.6.2 Uji Keuletan 21 4.7 Analisa Data 21 4.8. Alur Penelitian 23 5. HASIL PENELITIAN 24 6. PEMBAHASAN 28

7. KESIMPULAN DAN SARAN 31

7.1 Kesimpulan 31

7.2 Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

(12)

 

DAFTAR SINGKATAN

Mg : Magnesium PLA : Polylactite acid PGA : Polyglicoic acid Gpa : Gigapascal Mpa : Megapascal

ECAP : Equal channel angular pressing DMEM : Dulbecco’s moodified eagle medium Nacl : Natrium-chlorida

PBS : Phosphate buffered saline HAKI : Hak atas kekayaan Intelektual MMF : Maxillo- Mandibulare Fixation TGF-B1 : Transforming Growth Factor-Beta 1 VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor PCL : Poly Caprolatone

PLLA : Poly L-Lactide TiO2 : Titanium dioxide

FeTiO3 : Ferrum Titanium trioxide

SPD : Severe Plastic Deformation

ASTM : American Society of Testing and Materials UPM : Universal Machine Testing

B2TKS : Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(13)

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar. Ilustrasi skematik dari prosedur ECAP 14

Gambar. Ilustrasi mesin uji three point bending 15

Gambar. Skema Kerangka Teori 16

Gambar. Skema Kerangka Konsep 17

Gambar 4.a. Contoh sampel uji bending 20

Gambar 4.b. Contoh sampel uji keuletan 20

Gambar 4.c. Skema alur penelitian 23

Gambar 5.1. Distribusi nilai bending Mg ECAP terhadap waktu perendaman DMEM 25 Gambar 5.2. Distribusi nilai tarik Mg ECAP terhadap waktu perendaman DMEM 26 Gambar 5.3. Distribusi rerata nilai elongasi sampel Mg ECAP pada waktu perendaman 27

(14)

 

DAFTAR TABEL

Tabel 51 Nilai Bending Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman 24

Tabel 5.2 Nilai tarik Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman 25

Tabel 5.3 Nilai Elongasi Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman 26

Tabel 6.1 Nilai bending Mg ECAP, polimer dan titanium 29 Tabel 6.2. Nilai tarik Mg ECAP, polimer dan titanium 29

(15)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisa Statistik Uji Bending dan Uji Keuletan 35 Lampiran 2. Uji lolos kode etik 37

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .

Dengan semakin meningkatnya mobilitas, semakin tinggi pula resiko terjadinya trauma. Salah satu trauma yang sering terjadi adalah trauma maksilofasial, yang sering dijumpai seiring meningkatnya kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, olah raga , trauma akibat senjata api, fraktur patologis akibat odontektomi gigi. Trauma maksilofasial merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai di bidang bedah mulut. Kasus fraktur tulang rahang merupakan kasus umum yang sering dijumpai dalam bidang bedah mulut dan maksilofasial. Prinsip dasar penanganan fraktur pada maksilofasial adalah reposisi, fiksasi dan imobilisasi. Pada penanganan fraktur maksilofasial diperlukan alat fiksasi berupa implan yang diaplikasikan pada tulang dalam jangka waktu tertentu. Implan yang diaplikasikan pada fragmen tulang yang fraktur diimobilisasi sampai proses penyatuan tulang selesai.1

Terdapat beberapa jenis material implan tulang dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Material implan tulang harus memiliki kekuatan mekanis yang cukup dalam jangka waktu tertentu, sampai terjadi penyembuhan tulang, kecepatan resorbsi yang sesuai dengan kecepatan penyembuhan tulang, memiliki biokompatibilitas

serta biosafety yang baik, karena akan dipergunakan dalam jaringan tubuh manusia.2,3 Material implan yang sering digunakan adalah titanium, paduan logam cobalt,

stainless steel.² Titanium saat ini merupakan pilihan utama sebagai material implan tulang.

Titanium memiliki sifat mekanis dan resistensi korosi yang baik. Titanium dapat menerima beban dengan kekuatan mekanis yang tinggi, namun material ini memiliki modulus elastisitas yang tidak sesuai dengan tulang sehingga dapat menimbulkan shear strength, dan menyebabkan kegagalan fungsi fiksasi serta imobilisasi. Harga titanium yang tinggi dapat menjadi kendala bagi pasien untuk mendapatkan perawatan fraktur yang ideal. Selain itu titanium material implan yang tidak dapat diresorbsi oleh tubuh sehingga kadangkala diperlukan operasi kedua untuk pengangkatan material tersebut. 4

Dengan adanya keterbatasan material logam, maka dikembangkan material implan yang dapat diresorbsi tubuh sehingga tidak memerlukan operasi lagi untuk pengangkatan material implan setelah terjadi penyembuhan tulang. Magnesium (Mg) merupakan salah satu logam yang sedang dikembangkan penggunaannya sebagai material implan.

(17)

2

Magnesium merupakan bahan logam yang memiliki potensi dan aplikasi implan jaringan keras , dan di dalam tubuh manusia , magnesium elemen yang esensial dan secara alami ditemukan sekitar 50% terdapat di tulang. Sebagai bahan yang mengalami degradasi magnesium memiliki ketahanan patah yang lebih besar bila dibandingkan dengan polimer seperti Polylactite acid (PLA) dan Polyglicoic acid (PGA). Magnesium termasuk logam ringan dengan modulus elastisitas dan compressive yield strenght yang paling mirip dengan tulang bila dibandingkan dengan bahan logam lainnya. Magnesium memiliki fracture

toughnes lebih tinggi bila dibandingkan dengan biomaterial keramik, serta memiliki modulus of elasticity (41-45 Gpa) yang mendekati tulang sehingga mencegah efek stress shielding. Sebagai material implan magnesium juga memiliki beberapa kekurangan

diantaranya korosi dan degradasi, hal ini menyebabkan magnesium kehilangan kekuatan mekanisnya dan terdegradasi sebelum penyembuhan tulang selesai. Dikarenakan sifat magnesium tersebut maka diperlukan cara untuk mengkontrol kecepatan biodegradasinya sehingga dapat disesuaikan dengan lamanya proses penyembuhan tulang yang adekuat. 4,5 Proses penyembuhan fraktur pada tulang antara 4 sampai 8 minggu tulang baru mulai menjembatani fraktur (soft callus berubah menjadi hard callus ) dan dapat dilihat secara radiologis, terdiri dari 5 fase yaitu : Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek . Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot). Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Setelah hari ke-6 yaitu tahap proliferasi sel, akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoklast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Pada hari ke- 12 yaitu tahap pembentukan kalus , pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Sampai hari ke-24 yaitu pada tahap penulangan kalus (osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses penulangan

(18)

3

endokondral. Tahap menjadi tulang dewasa (Remodeling). Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang

melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang. 6 Dengan adanya sifat biodegradasi magnesium maka diperlukan cara bagaimana

mencegah atau menekan kecepatan laju biodegradasi sehingga dapat disesuaikan dengan proses penyembuhan tulang. Beberapa penelitian tentang magnesium telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut, antara lain dengan prosedur equal channel angular

pressing ( ECAP) , merupakan salah satu prosedur dari grain refinement .7 ECAP

merupakan suatu prosedur yang cukup sederhana, ekonomis untuk mengurangi ukuran grain, akan tetapi bisa meningkatkan kekuatan mekanis magnesium. Oleh Karayan,dkk (2011) melakukan penelitian mengenai proses ECAP pada magnesium, proses melalui ECAP ini dilakukan 6 kali pressing dengan suhu 300ºC, ukuran grain berkurang dari 700 µm menjadi 10 µm, dan didapatkan morfologi permukaan yang baik. Selain itu pada penelitian tersebut diperoleh peningkatan terhadap korosi dari magnesium murni dalam larutan ringer. 7

Penelitian Orlov dkk (2010) menyatakan magnesium alloy ZK60 ECAP semakin bertambah

kuat dengan didapatkannya peningkatan sifat mekanis dari 264 MPa menjadi 351 MPa.8

. Beberapa kelebihan dari magnesium adalah sifat mekanis dari magnesium yang

banyak kemiripan dengan tulang , merupakan elektrolit normal di dalam tubuh dan cukup ekonomis, dan juga memiliki sifat mudah diresorbsi tubuh sehingga tidak memerlukan operasi lagi untuk pengangkatan material implan tersebut. 7 .

Salah satu syarat yang dibutuhkan suatu material implan adalah memiliki sifat mekanis yang sesuai dengan tulang, sifat mekanis merupakan suatu respon atau perilaku material terhadap gaya yang diberikan. Suatu uji mekanis dilakukan untuk mendapatkan sifat mekanis dari material implan tersebut. Pengujian material ini pada prinsipnya bersifat merusak (destructive test), dan hasil dari uji material ini dapat berupa data atau kurva sesuai dengan ciri dan sifat dari material tersebut. 9,10,11 .

Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang sifat mekanis magnesium ECAP berupa uji bending dan uji keuletan secara in vitro. Uji bending ( bending test ) merupakan uji untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Uji keuletan adalah uji untuk menunjukkan kemampuan bahan untuk bertambah panjang ketika diberi beban atau gaya tarik.7 Penelitian tentang magnesium terselenggara atas ide awal dari Prof. DR. Drg. Benny S . Latief SpBM(K), selaku Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

(19)

4

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, yang mengusulkan Magnesium ECAP sebagai material implan. Penelitian sebelumnya telah dilakukan Rahmi dkk tentang analisis sifat mekanis magnesium ECAP melalui uji tarik dan uji kekerasan dengan hasil magnesium yang melalui proses ECAP akan mengalami peningkatan sifat mekanis dan kekerasan.12 Penelitian ini merupakan penelitian mengenai sifat mekanis magnesium ECAP, penulis melakukan penelitian mengenai sifat mekanis magnesium ECAP meliputi uji bending dan uji keuletan secara in vitro pada perendaman larutan Dulbecco’s moodified

eagle medium (DMEM) yaitu, larutan yang mengandung ion organik dan inorganik yang

menyerupai cairan plasma tubuh. Larutan DMEM dipilih karena memiliki kelebihan dibandingkan larutan fisiologis lain seperti NaCl 0,9%, hanks solution, atau Phosphate

Buffered Saline (PBS)2 , sehingga dapat diaplikasikan sebagai material implan dalam bidang

bedah mulut dan maksilofasial khususnya di bidang fraktur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

Masalah Umum:

Bagaimana sifat mekanis magnesium ECAP Masalah Khusus:

1.2.1 Bagaimana nilai uji bending (bending test) magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis ( DMEM) .

1.2.2 Bagaimana nilai keuletan (ductility) magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis ( DMEM) .

1.2.3 Bagaimana pengaruh waktu perendaman pada nilai bending dari magnesium ECAP. 1.2.4 Bagaimana pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan dari magnesium ECAP.

(20)

5

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Menganalisa sifat mekanis magnesium ECAP dalam perendaman dalam larutan DMEM.

Tujuan Khusus:

1.3.1 Menganalisa nilai bending magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan DMEM sebelum direndam, pada hari ke 3,6,12, dan 24.

1.3.2 Menganalisa nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan DMEM ECAP sebelum direndam, pada hari ke 3,6,12, dan 24.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan dari penelitian ini dapat memberi informasi mengenai sifat mekanis magnesium ECAP melalui uji bending dan uji keuletan.

1.4.2 Penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian lanjutan di bidang biomaterial , sehingga dapat bermanfaat buat keperluan aplikatif di klinik terutama di bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial terutama di bidang fraktur.

1.4.3 Hasil dari penelitian ini ikut mendukung untuk menjadi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang akan didaftarkan melalui Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI.

(21)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur Maksilofasial

2.1.1 Definisi Fraktur dan Jenis Fraktur

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, baik sebagian atau seluruhnya, yang biasanya disebabkan oleh trauma mekanik ataupun patologis. 14

Jenis fraktur:

1. Simple or closed fracture: Fraktur yang tidak berhubungan dengan keadaan eksternal tulang

2. Compound or open fracture: Fraktur yang berhubungan dengan keadaan eksternal tulang, seperti kulit, mukosa atau ligamen periodontal

3. Comminuted fracture: Fraktur pada tulang berupa patah menjadi beberapa bagian 4. Greenstick fracture: Fraktur hanya pada salah satu sisi tulang

5. Pathologic fracture: Fraktur yang terjadi pada daerah yang lemah karena adanya suatu penyakit

6. Complicated fracture: Fraktur dengan luka parah pada jarigan lunak atau pada struktur di atasnya

7. Direct fracture: Fraktur yang terjadi pada lokasi yang terkena impact

8. Indirect fracture: Fraktur yang terjadi berada di lokasi beberapa jaraknya pada site impact 9. Impacted fracture: Fraktur di mana satu fragmen menjadi beberapa fragmen

10. Incomplete fracture: Fraktur dimana garis fraktur tidak mengenai seluruh bagian tulang 11. Multiple fractures: Dua atau lebih garis fraktur yang terjadi pada tulang namun tidak saling berhubungan

12. Unstable fracture: Fraktur dengan kecenderungan untuk slip out setelah reduksi.15

(22)

7

2.1.2 Penatalaksanaan Fraktur

Prinsip dasar penanganan trauma maksilofasial adalah reposisi, fiksasi dan immobilisasi. Penanganan fraktur bisa dengan reduksi terbuka atau reduksi tertutup. Penanganan fraktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 2 metode, yaitu metode tertutup dan metode terbuka. Metode tertutup (closed reduction) yaitu penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan melakukan immobilisasi interdental wiring atau eksternal pin fixation. Metode terbuka (open

reduction) : tindakan operasi untuk melakukan koreksi deformitas – maloklusi dikarenakan

fraktur dengan melakukan fiksasi interosseus wiring serta imobilisasi dengan plate dan screw. Pada reduksi terbuka diperlukan fiksasi dengan plate dan screw yang diaplikasikan pada fragmen tulang yang fraktur dan immobilisasi dengan MMF ( Maxillo- Mandibulare

Fixation) dipertahankan sampai proses penyatuan tulang selesai.14,15

2.1.3 Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal: lokasi fraktur, jenis tulang yang mengalami fraktur, reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil, adanya kontak antar fragmen, ada tidaknya infeksi, tingkatan dari fraktur. Adapun faktor sistemik adalah : keadaan umum pasien, umur, malnutrisi dan penyakit sistemik. Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder. 16,17

2.1.3.1 Proses Penyembuhan Fraktur Primer

Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah .

2.1.3.2 Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder

Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni

(23)

8

fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.16,17 1. Fase inflamasi:

Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk : menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran pada tempat fraktur, menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya.18 Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu. 16,17

2. Fase proliferasi

Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8. 19

3. Fase pembentukan kalus

Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan

(24)

9

tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan

woven bone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai

sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.20

4. Fase konsolidasi

Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature (woven

bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat

sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal. 20

5. Fase remodeling

Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan -bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.19,20

(25)

10

2.1.4 Komplikasi Penyembuhan

Komplikasi soft tissue berakibat dari kesalahan teknis atau masalah dalam penyembuhan luka. Umumnya, pembentukan jaringan parut yang tidak diinginkan dapat dihindari dengan menutup insisi di wajah dengan dua lapis, jahitan subkutan dengan benang

absorbable yang lebih dalam untuk menghilangkan tension dari penutupan kulit. Penutupan

luka seharusnya dilakukan dengan membuat tepi-tepi luka sedikit eversi, serta penanganan tepi luka secara nontraumatik. Pada insisi intraoral, dapat terjadi dehiscence parsial atau komplit karena penutupan luka yang tidak adekuat, oral hygiene yang buruk, trauma lokal atau gerak berlebihan. Saat mendesain insisi gingivobukal, selapis mukosa seharusnya dipertahankan di gingival agar tersedia soft tissue yang adekuat untuk dijahit. Hal ini bisa dicapai dengan melakukan insisi lebih ke labial sampai bagian terdalam sulkus gingivolabial. Jika terjadi dehiscence, akhirnya akan sembuh juga dengan hanya menjaga hygiene lokal.21,22

Cedera saraf dapat ditemukan sebelum pembedahan karena efek langsung dari trauma. Karena itu, status saraf motorik dan sensorik wajah serta dahi harus dicatat sebelum operasi. Cedera nervus supraorbital sering diakibatkan peregangan saraf pada saat meretraksi

soft tissue dan jaringan lunak mata untuk mendapatkan akses ke rima orbita superior dan

medial. Cabang frontalis dari nervus fasialis dapat cedera karena traksi berlebihan dari flap dahi. Gangguan anatomis nervus dapat terjadi jika menggunakan bidang yang salah untuk mengakses arkus zygoma. Nervus ini berjalan superficial menyeberangi arkus sampai lapisan superficial fasia temporalis profunda. Karena itu pada lapisan ini diseksi seharusnya dilakukan dengan dalam. Bidang yang tepat dapat diakses dengan menginsisi fasia temporalis jauh diatas arkus dan mendiseksi dalam sampai ke fasia dan sampai ke arkus yang patah. Cedera saraf misalnya parestesia sering ditemukan inkomplit dan sementara. 21,22 Cedera akar gigi dari screw holes yang dipasang dengan salah letak dapat mengakibatkan

nonviable teeth. Jika garis fraktur terletak rendah dan tidak tersisa area yang cukup untuk

menghindari gigi ketika memasang plate, pertimbangkan untuk menggunakan fiksasi

suspension atau wire. 21,22

Infeksi post operatif cenderung lebih sering terjadi pada fraktur dengan cedera soft

tissue yang luas, luka terkontaminasi, fraktur terbuka, fraktur yang mempunyai hubungan

dengan rongga intranasal atau intraoral, atau darah di rongga sinus yang tidak terevakuasi. Jika terapi antibiotika empirik tidak dapat mengeliminasi infeksi, mungkin diperlukan

debridement dan drainase. Kultur dilakukan jika ditemukan materi yang purulen. Infeksi

yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan osteomielitis di sekitar area yang dipasangi screw atau wire. 21,22 Pengangkatan implant dan debridement tulang

(26)

11

dapat diperlukan jika terapi antibiotika saja tidak cukup.21,22 Malunion dan maloklusi serta deformitas dapat terjadi bila reduksi tidak dilakukan dengan tepat atau terjadi pelonggaran fiksasi selama masa post operatif. Hal ini dapat dihindari dengan teknik operasi yang teliti dan fiksasi adekuat, lebih baik lagi dengan

miniplate yang dipasang dengan tepat. Pasien yang non-compliant dengan MMF dan tidak

melaksanakan latihan mengunyah dini dapat berakibat gerak rahang yang terbatas (micromotion), yang selanjutnya dapat mengakibatkan penyembuhan tulang yang buruk. Jika malunion ditemukan lebih dini, dapat dilakukan usaha mengoptimalkan reduksi dengan melonggarkan tension MMF dan menyesuaikan kekencangan wire atau elastics agar diperoleh oklusi yang normal. Bila hal ini gagal, fiksasi rigid (wire atau plate) harus dilepas dan diganti untuk stabilisasi yang lebih baik.21,22 ..

Pada kasus yang terlambat datang di mana tulang ditemukan telah menyembuh menjadi suatu malposition, harus dilakukan osteotomi di area sekitar lokasi fraktur dan tulang direposisi dengan fiksasi rigid. Pada kasus tertentu, terjadi resorpsi tulang karena adanya

malunion dan gerakan; dalam hal ini diperlukan interposition grafts atau overlay grafts. Split

calvarial graft sesuai digunakan untuk area midface, namun rib graft juga dapat menjadi alternatif.21,22

Total nonunion dapat ditemui meski jauh lebih jarang dibanding malunion. Pada

kebanyakan kasus, memperlama periode fiksasi dan imobilisasi pada akhirnya juga menghasilkan penyembuhan. Namun jika nonunion tetap terjadi, area fraktur harus dieksplorasi dan difiksasi ulang. Celah atau gap antar tulang perlu ditatalaksana dengan bone

graft.21,22

2.2 Biomaterial

Syarat utama material implan yang digunakan di dalam jaringan tubuh sebagai

plate dan screw pada tulang adalah biokompatibel, biomaterial ini harus tidak

memperlihatkan respon yang merugikan tubuh, tidak toksik dan tidak karsinogenik. Selain itu pada biomaterial ini harus memiliki sifat fisik dan mekanik yang sesuai dengan fungsi aplikasi material tersebut di dalam jaringan tubuh.23

Biomaterial telah banyak digunakan dibidang Kedokteran Gigi, biomaterial ini bisa berasal dari alam maupun sintetik. Tujuan pemakaian biomaterial ini di dalam jaringan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan derajat kesehatan seseorang. Biomaterial sebaiknya memiliki sifat fisik dan mekanik yang memadai sehingga bisa

(27)

12

menjadi pengganti dari jaringan tubuh. Biomaterial tersebut bila diaplikasikan secara klinis harus dapat dengan mudah dibentuk, mempunyai harga yang ekonomis, dan bahan bakunya

dapat dengan mudah ditemukan di pasaran.23 Di bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial, biomaterial ini umumnya digunakan untuk

kasus perawatan fraktur. Pemakaian biomaterial, misalnya penggunaan plate dan screw harus diperhatikan juga mengenai waktu penyembuhan tulang. Fragmen tulang di fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dipertahankan sampai penyatuan tulang selesai.23

Biomaterial dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain : logam , keramik, polimer dan komposit. Magnesium sebagai biomaterial alam memiliki beberapa keuntungan diantaranya memiliki banyak kesamaan seperti material yang terdapat di dalam tubuh, tidak toksik dan tidak karsinogenik. Material plate dan screw yang umum digunakan diantaranya cobalt alloy, baja tahan karat, titanium dan juga material resorbable berbahan dasar polimer.23

2.2.1.Polimer

Polimer adalah molekul rantai panjang dari bahan organik atau campuran berbasis karbon. Polimer ini terdiri atas dua macam yaitu thermoplastic dan thermosets. Bahan

thermoplastic mudah dicetak dan akan mencair kembali jika dipanaskan. Adapun material thermoset akan mengalami ikatan silang pada saat pertama kali dipanaskan dan akan terbakar

bila dipanaskan ulang. Vroman dan Tighzert (2009) yang mendapatkan rerata nilai tarik material polimer polyglicolyde (PGA) adalah 32.22 MPa, poly L-lactide (PLLA) 45 – 70 MPa dan polycaprolatone (PCL) sebesar 23 MPa.26 Pada penelitian Buijs dkk (2007)

didapatkan rerata nilai tarik plate dan screw PGA dan PLLA antara 57.05 MPa sampai 156.81 Mpa.27

2.2.2. Titanium

Titanium merupakan logam transisi yang bewarna putih keperakan. Titanium bersifat ringan dan kuat. Selain itu, titanium memiliki massa jenis yang rendah, keras dan mudah diproduksi. Titanium juga tidak larut dalam larutan asam kuat dan tidak reaktif di udara karena memiliki lapisan oksida dan nitrida sebagai pelindung. Titanium merupakan logam yang memiliki kekuatan tinggi, kelenturan tinggi, resistan terhadap korosi. Kekurangan logam ini adalah sulit menghantarkan listrik dan panas (konduktor jelek). Logam ini memiliki

(28)

13

besar daripada logam campuran tembaga nikel. Nomor atom titanium adalah 22 dengan massa atom relatifnya adalah 47,88 gr/mol. Titanium memiliki titik lebur 1.660*C dan titik didih 3.287*C.Titanium di alam berbentuk bijih seperti rutil (TiO2) dan ilmenit (FeTiO3). Meskipun melimpah di bumi, tetapi untuk mendapatkan unsur ini harus melalui proses yang panjang dan biaya yang mahal. Salah satu cara yang digunakan dalam proses pembuatan titanium adalah Metode Kroll yang banyak menggunakan klor dan karbon. Hasil reaksinya adalah titanium tetraklorida yang kemudian dipisahkan dengan besi triklorida dengan menggunakan proses distilasi. Senyawa titanium tetraklorida, kemudian direduksi oleh magnesium menjadi logam murni. Lalu, udara dikeluarkan agar logam yang dihasilkan tidak dikotori oleh unsur oksigen dan nitrogen. Sisa reaksi adalah antara magnesium dan magnesium diklorida yang kemudian dikeluarkan dari hasil reaksi menggunakan air dan asam klorida sehingga meninggalkan spons titanium. Spon ini akan mencair dibawah tekanan helium atau argon yang pada akhirnya membeku dan membentuk batangan titanium murni. Untuk bidang kedokteran, titanium digunakan untuk bahan implan gigi, penyambung tulang, pengganti tulang tengkorak, struktur penahan katup jantung.9,10David JR (2003) menyatakan

pure titanium memiliki rerata nilai tarik sebesar 240 – 550 MPa, sedangkan titanium alloy

sebesar 795 – 1100 Mpa dan nilai bending titanium 450 MPa.23 2.2.3. Magnesium

Magnesium adalah unsur ke delapan yang paling berlimpah di kulit bumi. Magnesium merupakan logam yang sangat reaktif lebih reaktif dari alumunium. Magnesium merupakan logam ringan ( dua pertiga densitas alumunium), yang cukup kuat dan berwarna putih keperakan. Di dalam tubuh manusia magnesium ini merupakan kation ke-4 terbesar dan diperkirakan 1 mol magnesium terdapat dalam 70 kg manusia dewasa. Merupakan logam ketiga yang umum digunakan setelah besi dan alumunium. Magnesium murni memiliki kekuatan tarik 21-140 MPa, kekuatan tekan 21-115 MPa, kekerasan 30-47 HB dan densitas ( suhu 20º) 1,738 g/cm²). Magnesium juga bisa bereaksi dengan air pada suhu kamar dan apabila magnesium terendam air akan terbentuk gelembung hidrogen yang menyebabkan magnesium terdegradasi. Karena mengalami degradasi, magnesium ini memiliki ketahanan fraktur yang lebih besar bila dibandingkan dengan polimer. Magnesium dengan densitas 1,738 g/cm², merupakan logam ringan dan memiliki modulus elastisitas yang mendekati sifat natural tulang normal manusia dibandingkan material implan lainnya. Dikarenakan magnesium memiliki peranan dalam metabolisme tubuh, hal ini memberikan

(29)

14

kelebihan magnesium sebagai fiksasi internal dalam penanganan fraktur di bidang bedah mulut. 10

2.2.4. Magnesium ECAP

Magnesium memiliki sifat korosi sangat cepat dalam PH fisiologis (7,4- 7,6) dan kondisi fisiologis klorida mengurangi integritas mekanik material sebelum jaringan sembuh dan memproduksi gas hidrogen dengan laju yang terlalu cepat untuk diproses jaringan tubuh. Equal Channel Angular Pressing (ECAP) adalah suatu proses inovatif untuk memperoleh deformasi plastis menyeluruh (severe plastic deformation, SPD) dan

menghasilkan sifat mekanis yang unggul melalui teknik penghalusan butir.7 Metode yang dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanis magnesium antara lain

dengan metode penghalusan bulir, pelapisan dan teknik logam campuran. Menurut Karayan dkk (2011) disebutkan bahwa dilakukan ECAP magnesium pada suhu 300º C dapat menurunkan tingkat korosi magnesium dan menghasilkan ukuran grain yang lebih kecil dari 700 µm menjadi 10 µm . Teknik ini menggunakan die dengan sudut internal 120° dan dengan sudut siku (Ψ) 20° dalam temperatur 573°K atau 300°C sebanyak 6 kali pres (Gambar 2.2.3). Proses ECAP ini dapat menurunkan densitas korosi dari 172 μA menjadi 5 μA7

(30)

15

2.3. Uji Mekanis Biomaterial

a. Uji Bending

Dalam prakteknya masih sedikit para peneliti melakukan pengujian bahan yang memperhatikan aspek dan pengaruh variasi dimensi benda uji terhadap data hasil bending. Untuk mengetahui sifat mekanik suatu bahan maka dilakukan pengujian bahan diantaranya dengan uji bending. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji bending sistem hidrolik terhadap magnesium ECAP sedangkan metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah three point bending. Data tekanan dongkrak, simpangan dan waktu diambil hingga spesimen/benda uji mendapatkan tekanan maksimal dari gaya tekan hidrolik.

Gambar. Ilustrasi mesin uji three point bending

b. Uji Keuletan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keuletan dari material, kemampuan bahan bertambah panjang ketika diberi beban gaya tarik, pada berbagai kondisi dari perlakuan tertentu sehingga dapat diketahui apakah terjadi pengurangan nilai keuletannya, pengujian ini dilakukan pada temperatur ruang. Standar pengujian keuletan biasanya menggunakan standar uji American Standard Testing and Materials (ASTM), sedangkan metode yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan ASTM E-190 dengan test berbentuk U dan alat uji yang dipakai adalah mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000 yang dapat

digunakan sebagai mesin kompresi. Mekanisme uji tarik adalah dengan cara meletakkan sampel uji tarik pada alat pemegang ulir di kedua ujungnya, kemudian diberikan beban tarik searah sumbu sampel, laju pembebanan diatur melalui panel kontrol hidrolik, penarikan dilakukan hingga tegangan maksimum.23

(31)

16

2.4. Kerangka Teori

Gambar. Skema Kerangka Teori Plate dan screw

Material

Bahan resorbable Bahan non - resorbable

Mg Polimer Titanium Stainless steel

Fraktur

Reposisi dan Fiksasi

Open reduction Closed reduction

(32)

17

BAB III

KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS, VARIBEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Gambar. Skema kerangka konsep

3.2 Hipotesis Hipotesis Umum

Terdapat perbedaan sifat mekanis magnesium ECAP terhadap waktu perendaman larutan fisiologis.

Hipotesis Khusus

3.2.1 Terdapat perbedaan nilai bending magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis (DMEM).

3.2.2 Terdapat perbedaan nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis (DMEM)

3.2.3 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending ECAP

3.2.4 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan magnesium ECAP Larutan DMEM

Nilai bending

Nilai Keuletan Magnesium ECAP

(33)

18

3.3 Identifikasi Variabel

3.3.1 Variabel independen : Magnesium ECAP

3.3.2 Variabel dependen : nilai bending dan nilai keuletan

3.3.3 Variabel yang dikendalikan : larutan DMEM dan lama perendaman

3.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara /Hasil

Pengukuran

Skala

Magnesium

ECAP Magnesium yang telah melalui proses Equal channel angular pressing (ECAP) dengan 6 kali pressing pada

kecepatan 0,01 mm/detik dan suhu 300ºC untuk mendapatkan nanostructure dari butir magnesium dengan bentuk plate ukuran 50x30mm

Luas dalam

mm² Rasio

Larutan DMEM

Cairan fisiologis steril dengan merk Gibco dari PT Nutrilab Pratama dengan Komposisi inorganik Calcium Chloride,Ferric Nitrate, Magnesium Sulfate,PotassiumChloride,Sodium

Bicarbonate,Sodium Phosphate monobasic,asam amino,vitamin dan d-glukosa dengan volume 30 mm, suhu 37ºC, dan pH 7

mL Rasio

Nilai

Bending Uji bending untuk menentukan flexural strength komponen. Pengujian ini dilakukan dengan menumpu batang dengan tumpuan sederhana dan kemudian membebani batang tersebut secara transversal pada bagian tengahnya. Bila materialnya ulet, kegagalan yang terjadi berupa luluh sedangkan bila materialnya getas kegagalannya adalah berupa patahan.

Mpa Rasio

Nilai Keuletan (elongasi)

Nilai keuletan adalah kecenderungan material untuk mengalami deformasi secara signifikan sebelum patah. Adapun ukuran keuletan suatu material diukur dengan menggunakan persen perpanjangan sebelum patah atau persen pengurangan luas sebelum patah. Material dengan perpanjangan lebih dari 5% pada saat patah dianggap sebagai material ulet.

% Rasio

Lama Perendaman

Sampel direndam pada 5 waktu perlakuan, yaitu sebelum

(34)

19

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Tempat Penelitian

Pemrosesan Magnesium ECAP dilakukan di Politeknik Negeri Jakarta dan Uji bending dan uji keuletan dilakukan di Laboratorium B2TKS, BPPT Kawasan Puspitek Serpong .

4.3 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Juni- Agustus 2014. 4.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian berupa spesimen magnesium Ecap yang dibentuk menjadi bentuk sesuai standar uji ASTM E8-04 . Pada magnesium tersebut dilakukan equal channel

angular pressing (ECAP) dengan 6 x pressing kecepatan 0,1 mm/detik dan suhu 300º C.

Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah three point bending. Pada penelitian ini material yang digunakan pada sampel ini, merupakan material

logam magnesium yang homogen, yaitu memiliki struktur kimiawi dan fisik yang sama. Untuk kontrol akan digunakan titanium . Total sampel yang akan digunakan untuk sampel adalah 20 sampel magnesium ECAP. Masing- masing sampel direndam pada 5 waktu perlakuan, yaitu sebelum direndam, hari ke 3, 6,12 dan 24. Sebagai kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini sampel uji bending berupa spesimen magnesium ECAP berdiameter 6,7± 0,43 mm dengan jarak tumpuan 18 mm dan dapat diuji bending dengan menggunakan ASTM D790 : “Standard Test Methods For Flexural Properties of

unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials” dengan mesin three point bending. Sedangkan untuk sampel uji keuletan terhadap bahan uji magnesium

ECAP berdiameter 3,33± 0,08 mm dengan luas penampang 8,72 ± 0,38 mm2 , metode yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan ASTM E-190 dengan test berbentuk U dan alat uji yang dipakai adalah mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000 yang

dapat digunakan sebagai mesin kompresi.

(35)

20

Gambar 4a.Contoh sampel uji

bending Gambar 4b. Contoh sampel uji keuletan

4.5 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No Prosedur Kerja Alat/ Bahan Merk Suplier Jumlah

1 Proses ECAP -Dies dengan

sudut 120º dan sudut tepi 20 º -Universal testing machine - Mesin bubut Tarnogrocke Maruto PNJ 1 buah 1 buah 2 Perendaman -Steril Container

-Benang silk 3.0 -Larutan DMEM -Syringe 50 ml -pH meter -Inkubator -Selotip -Plastik wrapping Gibco Terumo Ezdo Tesena BPPT

3 Uji Bending Mesin uji three

point bending

UPM 1000

UPM 1000 BPPT

4 Uji Keuletan Mesin uji tarik UPM 1000 BPPT

(36)

21

4.6 Cara Kerja

4.6.1 Uji Bending

Sampel magnesium ECAP diuji berdasarkan ASTM D 790 : “Standard Test

Methods For Flexural Properties of unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials” yaitu standar uji bending material logam. Magnesium ECAP

dibentuk sesuai bentuk dies dan direndam dalam larutan DMEM 50 cc pada suhu 37º C. Sampel dicuci dengan cairan cromate acid, metode perendaman ini dilakukan berdasarkan pada standar ASTM G 31-72 : “Standard practice for laboratory immersion corrosion

testing of metals”, yaitu dengan merendam spesimen dalam larutan DMEM dengan volume

sekitar 50 cc dan pH 7. Kemudian pada sampel dilakukan uji bending dengan menggunakan mesin uji three point bending. Penelitian ini menggunakan 2 sampel untuk setiap waktu perendaman, sehingga pencatatan dari hasil uji bending merupakan rerata dari kedua sampel tersebut.

4.6.2 Uji Keuletan

Sampel magnesium ECAP diuji berdasarkan ASTM E 190 yaitu standar uji keuletan material logam. Magnesium ECAP dibentuk sesuai bentuk dies dan direndam dalam larutan DMEM 50 cc pada suhu 37º C. Sampel dicuci dengan cairan cromate acid, metode perendaman ini dilakukan berdasarkan pada standar ASTM G 31-72 : “Standard practice for

laboratory immersion corrosion testing of metals”, yaitu dengan merendam spesimen dalam

larutan DMEM dengan volume sekitar 50 cc dan pH 7. Kemudian pada sampel dilakukan uji keuletan dengan menggunakan mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000.

Penelitian ini menggunakan 2 sampel untuk setiap waktu perendaman, sehingga pencatatan dari hasil uji keuletan merupakan rerata dari kedua sampel tersebut.

4.7 Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dicatat dan dikumpulkan sebagai data primer. Kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif untuk menentukan rata-rata dan simpang baku. Distribusi data awal diuji dengan menggunakan uji Saphiro-wilk, data dikatakan normal apabila nilai probabilitasnya lebih dari 0,05. Data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p <0.05), sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Anova.

(37)

22

Data akan dianalisis dengan uji nonparamaetrik yaitu Kruskal-Wallis. Komputasi dilakukan dengan program SPSS dan tingkat kemaknaan ditentukan pada P < 0,05.

(38)

23

4.8. Alur Penelitian

Gambar 4.6 Skema alur penelitian

Magnesium ECAP

Sampel sesuai standar ASTM D790 dan ASTM E 190

Sampel uji perendaman

Perendaman sampel di dalam larutan DMEM dengan suhu 37º C Magnesium ECAP sebelum direndam Pengambilan sampel pada hari ke 3, 6, 12 dan 24 Pencucian sampel dengan cromate acid selama 5-10 menit Uji Bending Magnesium ECAP sebelum direndam Pengambilan sampel pada hari ke 3, 6, 12 dan 24

Pencucian sampel dengan

cromate acid selama 5-10 menit

Uji Keuletan

Pengolahan data dengan menghitung hasil uji keuletan dan uji bending

(39)

24

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan nilai keuletan dan bending magnesium ECAP dalam perendaman larutan DMEM. Uji keuletan dan uji bending menggunakan universal machine testing UPM 1000 pada masing-masing sampel penelitian

sebelum direndam, dan yang sudah direndam pada hari ke 3, 6,12 dan 24.

Tabel 51 Nilai Bending Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman

Lama perendaman dalam DMEM nilai p* 0 hr 3 hr 6 hr 12 hr 24 hr

Nilai bending 83,25 95,6 102,4 129,4 81 0,199 (MPa)

Keterangan : * Uji normalitas Shappiro-Wilk p > 0,05

Tabel 5.1 Dapat dilihat rerata nilai bending masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman. Berdasarkan sebaran distribusi data menggunakan Shappiro-Wilk didapatkan data tersebut terdistribusi dengan normal, hal ini menunjukkan dengan nilai p dari Shappiro-Wilk di atas 0,05. Karena data terdistribusi dengan normal dan data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p< 0,05) sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji

Anova. Data akan dianalisis dengan uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Hasil statistik

nilai bending magnesium ECAP didapatkan nilai p= 0,199 (p> 0,05), sehingga tidak terdapat perbedaan nilai bending yang bermakna pada setiap perlakuan.

(40)

25

Gambar 5.1 Distribusi nilai bending magnesium ECAP terhadap waktu perendaman larutan DMEM

Pada gambar 5.1 Terdapat gambaran nilai bending tertinggi pada magnesium ECAP pada perendaman selama 12 hari (129,375 MPa) dan mengalami penurunan nilai bending pada lama perendaman selama 24 hari (81,00 MPa).

Tabel 5.2 Nilai tarik Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman

Lama perendaman dalam DMEM nilai p* 0 hr 3 hr 6 hr 12 hr 24hr

Nilai tarik (MPa) 133 137 156 148 111 0,166

Keterangan : * Uji normalitas Shappiro-Wilk p>0,05

Pada tabel 5.2 Dapat dilihat rerata nilai tarik masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman. Berdasarkan sebaran distribusi data menggunakan Shappiro-Wilk didapatkan data tersebut terdistribusi dengan normal, hal ini menunjukkan dengan nilai p dari uji Shappiro-Wilk di atas 0,05. Karena data terdistribusi dengan normal dan data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p< 0,05) sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji

Anova. Data akan dianalisis dengan uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Hasil statistik

nilai tarik magnesium ECAP didapatkan nilai p= 0,263 (p> 0,05), sehingga tidak terdapat perbedaan nilai tarik yang bermakna pada setiap perlakuan

(41)

26

Gambar 5.2 Distribusinilai tarikmagnesium ecap terhadap waktu perendaman larutan DMEM

Pada gambar 5.2 Terdapat nilai tarik tertinggi magnesium ECAP pada lama perendaman selama 6 hari (155,5 MPa) dan mengalami penurunan nilai tarik pada lama perendaman hari ke 24 (111,5 MPa).

Tabel 5.3 Nilai Elongasi Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman

Lama perendaman dalam DMEM nilai p* 0 hr 3 hr 6 hr 12 hr 24 hr

Elongasi(%) 3,7 7,05 5,8 6,4 5,55 0,166

Keterangan : * Uji normalitas Shappiro-Wilk p>0,05

Pada tabel 5.3 Dapat dilihat rerata nilai elongasi masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman. Berdasarkan sebaran distribusi data menggunakan Shappiro-Wilk didapatkan data tersebut terdistribusi dengan normal, hal ini menunjukkan dengan nilai p dari uji Shappiro-Wilk di atas 0,05. Karena data terdistribusi dengan normal dan data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p< 0,05) sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji

Anova. Data akan dianalisis dengan uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Hasil statistik

nilai elongasi magnesium ECAP didapatkan nilai p= 0,166 (p> 0,05), sehingga tidak terdapat perbedaan nilai elongasi yang bermakna pada setiap perlakuan

(42)

27

Gambar 5.3 Distribusi rerata nilai elongasi masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman.

Pada gambar 5.3 Terdapat nilai elongasi tertinggi pada waktu perendaman hari ke-3(7,05 %) dan relatif stabil sampai hari ke-12 .Terlihat mulai mengalami penurunan pada hari ke 24.(5,55%).

(43)

28

BAB VI PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk menilai kekuatan mekanis magnesium ECAP melalui uji bending dan uji keuletan sebagai salah satu material yang bisa berpotensi sebagai biomaterial implan tulang di bidang bedah mulut dan maksilofasial. ECAP merupakan suatu prosedur yang cukup sederhana, ekonomis untuk mengurangi ukuran grain, akan tetapi bisa meningkatkan kekuatan mekanis magnesium. Karayan, dkk (2011) melakukan penelitian mengenai proses ECAP pada magnesium, proses melalui ECAP ini dilakukan 6 kali pressing dengan suhu 300ºC, ukuran grain berkurang dari 700 µm menjadi 10 µm, dan didapatkan morfologi permukaan yang baik. Selain itu pada penelitian tersebut diperoleh peningkatan terhadap korosi dari magnesium murni dalam larutan ringer. 7 Penelitian Orlov dkk (2010) menyatakan magnesium alloy ZK60 ECAP semakin bertambah kuat dengan didapatkannya peningkatan sifat mekanis dari 264 MPa menjadi 351 MPa.8

Salah satu syarat yang dibutuhkan suatu material implan adalah memiliki sifat mekanis yang sesuai dengan tulang, sifat mekanis merupakan suatu respon atau perilaku material terhadap gaya yang diberikan. Suatu uji mekanis dilakukan untuk mendapatkan sifat mekanis dari material implan tersebut. Pengujian material ini pada prinsipnya bersifat merusak (destructive test), dan hasil dari uji material ini dapat berupa data atau kurva sesuai dengan ciri dan sifat dari material tersebut. 9,10,11 Syarat utama material implan yang digunakan di dalam jaringan tubuh sebagai plate dan screw pada tulang adalah biokompatibel, biomaterial ini diharapkan tidak memperlihatkan respon yang merugikan tubuh, tidak beracun dan tidak karsinogenik. Selain itu pada biomaterial ini harus memiliki sifat fisik dan mekanik yang sesuai dengan fungsi aplikasi material tersebut di dalam jaringan tubuh.23 Terdapat beberapa penelitian mengenai peningkatan kekuatan mekanis pada magnesium ECAP pada kekuatan tarik. Berdasarkan penelitian Orlov dkk (2010) menyatakan magnesium alloy ZK60 ECAP semakin bertambah kuat dengan didapatkannya peningkatan kekuatan tarik dari 264 MPa menjadi 351 MPa.8 Pada penelitian ini juga

didapatkan nilai tarik magnesium ECAP yang meningkat dari 15 Kgf/mm2 (147.09 MPa) menjadi 19 Kgf/mm2 (186.33 MPa). Fang dkk (2006) didapatkan peningkatan kekuatan tarik Al-Cu alloy ECAP dari 83 MPa menjadi 239 MPa.7 Penelitian Bin Chen dkk (2006) juga mendapatkan peningkatan kekuatan tarik magnesium alloy AZ91 menjadi sebesar 417 MPa dari kekuatan awal.24 Hasil penelitian ini membuktikan bahwa proses ECAP pada suatu

material logam dapat meningkatkan kekuatan mekanisnya. Penelitian Kannan dan Raman

(44)

29

(2003) mendapatkan penurunan kekuatan tarik kalsium (Ca) alloy Z91yang direndam dalam larutan simulated body fluid (SBF) dari 126 MPa menjadi 106 MPa atau sebesar 15%.25

Hasil penelitian ini menghasilkan nilai tarik magnesium ECAP lebih baik dari polimer dan mendekati kekuatan tarik titanium. Vroman dan Tighzert (2009) yang mendapatkan rerata nilai tarik material polimer polyglicolyde (PGA) adalah 32.22 MPa, poly L-lactide (PLLA) 45 – 70 N/ MPa dan polycaprolatone (PCL) sebesar 23 MPa.26 Pada penelitian Buijs dkk (2007) didapatkan rerata nilai tarik plate dan screw PGA dan PLLA antara 57.05 MPa sampai 156.81 MPa, sedangkan rerata nilai tarik plate dan screw titanium 1.5 mm dan 2.0 mm adalah 251.21 MPa dan 369.84 MPa.27 David JR (2003) menyatakan pure titanium memiliki rerata nilai tarik sebesar 240 – 550 MPa, sedangkan titanium alloy sebesar 795 – 1100 MPa. Nilai bending polimer 12,4 MPa dan nilai bending titanium 450 MPa.23 Pada

penelitian ini menghasilkan nilai bending magnesium ECAP tertinggi pada magnesium ecap pada perendaman selama 12 hari (129,375 MPa) dan mengalami penurunan nilai bending pada perendaman selama 24 hari (81 MPa). Pada penelitian ini menghasilkan nilai tarik magnesium ECAP tertinggi pada magnesium ecap pada perendaman selama 12 hari (156 MPa) dan mengalami penurunan nilai tarik pada perendaman selama 24 hari (111 MPa). Penelitian ini terdapat nilai elongasi tertinggi pada waktu perendaman hari ke-3 (7,05 %) dan relatif stabil sampai hari ke-12 .Terlihat mulai mengalami penurunan pada hari ke 24 (5,55%). Hal ini menunjukkan keuletan magnesium ECAP mengalami penurunan pada hari ke- 24.

Tabel 6.1 Nilai bending Mg ECAP, polimer dan titanium

Polimer Titanium Mg ECAP Nilai bending (MPa) 12,4 450 81 -129,4

Tabel 6.2. Nilai tarik Mg ECAP, polimer dan titanium

Polimer Titanium Mg ECAP Nilai tarik (MPa) 23-156,8 240-550 111-156

(45)

30

Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan, magnesium ECAP memiliki sifat kelenturan dan keuletan yang relatif stabil pada perendaman larutan DMEM sampai hari ke- 12 dan mengalami penurunan sifat mekanis pada hari ke-24. Kekuatan serta ketahanan magnesium ECAP terhadap deformasi plastis maupun permanen yang dinyatakan dengan kekuatan tarik , masih lebih baik dari material polimer dan mendekati material titanium. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka didapatkan peningkatan sifat mekanis material magnesium ECAP.

(46)

31

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending magnesium ECAP dan penurunan nilai bending magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis DMEM.

7.1.2 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan magnesium ECAP dan penurunan nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis DMEM.

7.2 Saran

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan mengenai sifat mekanis material magnesium ECAP. Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat mekanis magnesium ECAP yang disimulasikan dalam larutan fisiologis DMEM mengalami penurunan kekuatan sesuai dengan waktu perlakuan, namun masih diperlukan penelitian lanjut baik secara in vitro maupun in vivo sampai material ini menjadi sebuah produk berupa

plate dan screw dan dapat di aplikasikan secara klinis di bidang bedah mulut dan

maksilofasial.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat mekanis magnesium ECAP antara lain : uji puntir dan uji fatigue.

(47)

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Prein J. Manual of Internal Fixation in the Cranio-Facial Skeleton:Techniques Recommended by the Ao/Asif-Maxillofacial Group: Springer;19983.

2. Xin Y, Hu T, Chu PK. In vitro studies of biomedical magnesium alloys in a simulated physiological environment: A review. Acta Biomaterialia 2011;7(4):1452-9.

3. Gu Xuen-Nan, Zheng Y-F. A review on magnesium alloys as biodegradable materials. Heidelberg, ALLEMAGNE: Springer; 2010; 4(2) : 111-5.

4. Wang H, Shi Z. In vitro biodegradation behavior of magnesium and magnesium alloy. Journal of Biomedical Materials Research Part B: Applied Biomaterials 2011;98B(2):203-09.

5. Song G. Control of Biodegradation of Biocompatible Magnesium Alloys.Corrosion Science 2007;49: 1696-701.

6. Karayan AI, Pratesa Y, Ashari A, Fadli E, Nurjaya DM. Corrosion Resistance Improvement of ECAP-Processed Pure Magnesium in Ringer's Solution. Jakarta: Department of Metalurgy Engineering, Universitas Indonesia; 2011.

7. Fang DR, Zhang ZF, Wu SD, Huang CX, et al. Effect of equal channel angular pressing on tensile properties and fracture modes of casting Al–Cu alloys. Journal of Materials Science and Engineering A 2006; 426:305-13

8. Orlov D, Raab G, Lamark T.T, Popov M, Estrin Y. Improvement of mechanical properties of magnesium alloy ZK60 by integrated extrusion and equal channel angular pressing. Acta Materialia 2011;59:375-385.

9. Sofyan B. Pengantar Material Teknik. Jakarta; 2011:25-34 10. Zainuri M. Kekuatan Bahan. Yogyakarta; 2008:101-5

11. William D. Callister J. Materials Science and Engineering An Introduction

12. Rahmi dkk: Analisis Sifat Mekanis Magnesium setelah melalui proses Equal Channel

Angular Pressing (ECAP) melalui uji tarik dan uji kekerasan dalam cairan fisiologis (

In Vitro).2012

13. Argie D. Trauma kepala. 2008 ( updated 2008 ; cited 2013 February 2); Avaible from :http://argie-nc.blogspot.com/2008/10/trauma-kepala.html.

14. Ochs MW, Tucker MR. Management of Facial Fractures. In : Petterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, editors. Contemporary of Oral and Maxillofacial Surgery. 4 ed. Philadelphia: CV Mosby; 2003.p. 527-58

(48)

33

15. Fonseca RJ, Turvey TA, Marciani RD. Oral and Maxillofacial Surgery. 2 ed. Philadelpia: Elsevier ;2008.

16. Buckley, R., . General Principle of Fracture Care, Department of Surgery, Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada:4-32,2004

17. Buckwalter, J. A.,et al . Orthopaedic Basic Science – Biology and Biomechanics of The Musculoskeletal System, Second Edition, American Academy of Orthopaedic Surgeons, United States of America.320-382,2000

18. Kaiser . Cracking Bone Repair.Vol 271,Iss 3. Washington, United States of America:763,1996

19. Canale, S. T. Fracture Healing ( Bone Regeneration ), In: Campbell’s Operative Orthopaedic, Tenth Edition, Vol : 3, Mosby, United States of America.2686-2693,2003

20. Chen, C.E . et al. Bone Growth Stimulators are a noninvasive option for Fracture Treatment: 419:21-29,2004

21. Manson PN. Facial fractures. In Mathes SJ, ed: Mathes Plastic Surgery, 2nd edition, vol.3, part 2. Philadelphia; Saunders Elseviers, 2006 : 77 – 366.

22. McMahon JD, Koppel DA, Devlin M, Moos KF. Maxillary and panfacial fractures. In Booth PW, Eppley BL, Schmelzeisen R, eds : Maxillofacial Trauma and Esthetic Facial Reconstruction. London, Philadelphia; Churchill-Livingstone, 2003 : 237 – 258.

23. Davis JR, International A. Handbook of materials for medical devices: ASM International; 2003.

24. Chen Bin, Lin D-L, Jin Li, Zeng Q-Z, Lu Chen. Equal-channel angular pressing of magnesium alloy AZ91 and its effects on microstructure and mechanical properties. Journal of Materials Science and Engineering A 2008;483-484:113-6.

25. Kannan B.M, Raman S.R.K. In vitro degradation and mechanical integrity of calcium-containing magnesium alloys in modified-simulated body fluid. Biomaterials

2008;29:2306-14.

(49)

34

27. Buijs GJ, Houwen E, Stegenga B, et al. Mechanical Strength and Stiffness of Biodegradable and Titanium-Osteofixation Systems. J Oral Maxillofac Surg

2007:65:2148-2158.

Gambar

Gambar 4.a. Contoh sampel uji bending  20
Tabel 51 Nilai Bending Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman  24  Tabel 5.2 Nilai tarik Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman    25  Tabel 5.3 Nilai Elongasi Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman  26  Tabel 6.1 Nilai bending Mg ECAP
Gambar 4a.Contoh sampel uji
Gambar 4.6 Skema alur penelitian Magnesium ECAP
+6

Referensi

Dokumen terkait

Material komposit (A-MMCs) yang digunakan untuk produk otomotif, akan mampu mengurangi bobot namun memiliki kekuatan yang lebih baik, sehingga performa produk

Untuk pengembangan penelitian kedepannya, dari hasil yang didapat bahwa material komposit serat Nata De Cassava yang dihasilkan memiliki kekuatan tarik spesifik yang tinggi dengan

Pengontrolan laju pendinginan menjadi faktor utama pada proses pengelasan pelat tebal baja paduan rendah kekuatan tinggi untuk mendapatkan hasil lasan yang bebas