• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PROSES BIODEGRADASI MAGNESIUM YANG TELAH MELALUI PROSES EQUAL CHANNEL ANGULAR

PRESSING (ECAP) DALAM CAIRAN FISIOLOGIS (In Vitro)

TESIS

ARFAN BADEGES 0706195895

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

JAKARTA DESEMBER 2012

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PROSES BIODEGRADASI MAGNESIUM YANG TELAH MELALUI PROSES EQUAL CHANNEL ANGULAR

PRESSING (ECAP) DALAM CAIRAN FISIOLOGIS (In Vitro)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial

ARFAN BADEGES 0706195895

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

JAKARTA DESEMBER 2012

(3)

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : Arfan Badeges NPM : 0706195895

Program Studi : Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial Judul Tesis :

Analisis proses biodegradasi magnesium yang telah melalui proses Equal Channel Angular Pressing (ECAP) dalam cairan fisiologis (in vitro)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial pada program studi Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Dr. drg. Corputty Johan EM, SpBM (...) Pembimbing I/penguji : Dr. drg. Chusnul Chotimah, SpBM(K) (...) Pembimbing II/penguji : Dr.rer.nat. Rahmana Emran Kartasasmita (...) Penguji : drg. Lilies Dwi Sulistyani, SpBM (...) Penguji : drg. Roberto MY Simandjuntak, MS, SpBM (...)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 20 Desember 2012

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salawat dan Salam penulis haturkan kepada Rasulullah beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penelitian pada tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan saya sebagai spesialis bedah mulut maksilofasial di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, tesis ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis menghaturkan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

 Dr. drg. Chusnul Chotimah, SpBM(K), selaku pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran, hingga memberikan motivasi untuk penulis hingga tesis ini terselesaikan.

 Dr.rer.nat. Rahmana Emran Kartasasmita, selaku pembimbing II yang dengan kesabaran dan ketelitian membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan dan melaksanakan penelitian ini di laboratorium analisis farmasi fisikokimia Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.

 Prof.Dr.drg. Benny S Latief, SpBM(K), selaku Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah memberikan ide, motivasi, dan masukan berharga kepada penulis dalam topik penelitian ini. Beliau juga telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengajarkan dan membimbing selama penulis mengikuti pendidikan spesialis bedah mulut dan maksilofasial.

 Ivan Karayan, ST, MT, selaku staf pengajar Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia atas ide dan masukannya dalam membuka wawasan penulis mengenai topik dalam penelitian ini.

 Dr. drg. Corputty Johan EM, SpBM selaku koordinator Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah meluangkan waktu dan

(6)

v

pikirannya untuk selalu direpotkan akan permasalahan-permasalahan yang dijumpai selama penulis mengikuti pendidikan spesialis bedah mulut dan maksilofasial.

 Yudha Pratesa, ST selaku staf pengajar Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia untuk waktu, masukan serta bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian ini.

 Ahmad Ashari, ST selaku kepala laboratorium Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia untuk bantuan dan waktunya sehingga memungkinkan penelitian ini terselenggara.

 Para staf pengajar di lingkungan Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah dengan sabar membimbing penulis selama menjalani pendidikan: Prof.

Drg. Iwan Tofani, SpBM, PhD, drg. Abdul Latief, SpBM(K), drg.

Pradono, SpBM, drg. Evy Eida Vitria, SpBM, drg.Lilies DS, SpBM, drg.

Vera Julia, SpBM, dan drg.Dwi Ariawan, SpBM. Selain itu juga untuk staf yang telah pensiun drg. HRM Zulkarnain Moertolo, SpBM(K), dan khususnya untuk (almarhum) drg. Teguh Imam Santoso, SpBM(K) yang telah memotivasi saya untuk menjadi seorang ahli bedah mulut.

 Para teknisi laboratium metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan para teknisi laboratorium analisis farmasi fisikokimia Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.

 Para konsulen di rumah sakit jejaring: Dr. drg. C Rini Suprapti, SpBM, drg. Deddy S. Sukardi, SpBM(K), drg. Retnowati, SpBM, drg. Syafruddin HAK, SpBM(K), dan drg. Etty Soenartini, SpBM dimana tempat penulis menimba ilmu dan ketrampilan klinis selama menjalani pendidikan.

 Para karyawan di lingkungan departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Sahir, Mba Supri, Mba Rani, Mba Yuni, dan Pak Dedi yang turut memudahkan saya dalam menjalani pendidikan.

 Para karyawan perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Asep, Pak Yanto, Pak Nuh, dan Pak Norman yang banyak

(7)

vi

memberikan bantuan dan sabar dalam menghadapi penulis selama menjalani pendidikan.

 Para karyawan di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Keri, Bu Dar, Pak Eko, dan pihak lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang banyak membantu kelancaran penulis selama menjalani pendidikan.

 Rasa cinta, hormat, dan terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, Zakiah Ali Thalib dan Husein Badeges, yang telah membesarkan, mendidik, dan membantu penulis hingga saat ini, serta senantiasa mendoakan dalam setiap langkah dan perbuatan penulis.

Kepada adik-adik tercinta Arsad, Aida, dan Asya, atas segala doa, motivasi, dan bantuannya selama penulis menjalani pendidikan.

 Rasa cinta dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada istri tercinta, drg. Anita Rosa Delima, SpKG, yang telah mendukung penulis dengan tulus dan sepenuh hati selama menjalani pendidikan, mendampingi saat suka maupun duka, menyemangati dan memotivasi, serta tak henti-hentinya mendoakan untuk kelancaran pendidikan penulis.

Kedua buah hati penulis, Rifda Syifa Aquila dan Rania Shafa Alisha, yang menjadi inspirasi dan kebahagiaan penulis. Mohon maaf jika terlalu banyak waktu kebersamaan yang tersita, semoga semua usaha ini dapat menjadi bekal hidup yang lebih baik di masa mendatang.

 Bapak dan Ibu mertua, Brigjen (Purn) dr. Harry Utomo, SpJP dan Agustina Suhaemi, serta Kakak dan Adik Ipar, Ayu Tari, Mas Zaenal, Karlina, Ika atas bantuan, motivasi dan doanya selama penulis menempuh pendidikan.

 Teman-teman tercinta, senasib dan seperjuangan residen bedah mulut FKG UI yang telah mewarnai hari-hari selama menjalani pendidikan. Teuku Ahmad Arbi, sebagai sahabat duet penulis selama menjalani pendidikan, semoga sukses menjadi dosen di tanah kelahirannya. Rahmi Syaflida dan Ninung, sebagai rekan penelitian dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga terasa lengkap sebagai trio logam. Wenny Yulvie, selaku ketua angkatan yang selalu direpotkan oleh penulis dan

(8)

vii

rekan-rekan residen lain. Dimas Maharddhika, selaku sahabat dalam berbagi pengetahuan mulai dari masa S1 hingga saat ini yang bisa di ibaratkan buku berjalan. Indira Inunu, selaku rekan yang bisa diandalkan ketika dibutuhkan. Kepada para senior residen: Bang Reza, Bang Andi, Mba Linda, Mba Iyeng, dan Mitha atas semua bantuan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan. Serta adik-adik residen yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua bantuannya selama penulis menjalani pendidikan.

 Para pasien yang telah ikhlas menerima perawatan selama penulis menyelesaikan pendidikan.

 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama menyelesaikan pendidikan dan penelitian penulis.

Semoga Allah SWT membalas segala amal dan budi baik, serta melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan baik yang disadari maupun yang tidak disadari selama pendidikan.

Penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial.

Jakarta, Desember 2012

Penulis

(9)

viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tanda di bawah ini :

Nama : Arfan Badeges

NPM : 0706195895

Program Studi : Spesialis

Departemen : Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas : Kedokteran Gigi

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia. Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS PROSES BIODEGRADASI MAGNESIUM YANG TELAH MELALUI PROSES EQUAL CHANNEL ANGULAR

PRESSING (ECAP) DALAM CAIRAN FISIOLOGIS (In Vitro)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan bentuk, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan juga sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya secara sadar tanpa paksaan dari pihak manapun

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 20 Desember 2012

Yang Membuat Pernyataan,

(Arfan Badeges)

(10)

ix ABSTRAK

Nama : Arfan Badeges

Program Studi : Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial

Judul : Analisis proses biodegradasi magnesium yang telah melalui proses Equal Channel Angular Pressing (ECAP) dalam cairan fisiologis (in vitro)

Latar Belakang: Dalam penatalaksanaan trauma maksilofasial diperlukan material implan sampai terjadi penyembuhan tulang. Magnesium memiliki potensi sebagai material implan tulang, dengan syarat memiliki laju biodegradasi yang baik. Proses equal channel angular pressing (ECAP) merupakan salah satu metode untuk memperbaiki sifat biodegradasi dari material logam. Tujuan:

Mengkaji proses biodegradasi magnesium ECAP pada cairan fisiologis. Metode:

Laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen didapatkan dari uji perendaman pada larutan DMEM dengan metode weight loss dan spektrometri dengan menggunakan dua belas spesimen magnesium ECAP dan enam spesimen magnesium murni sebagai kontrol. Pola biodegradasi didapatkan dari analisis struktur permukaan mikro. Analisis data menggunakan uji T independen. Hasil:

Terdapat perbedaan yang signifikan antara laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen antara magnesium ECAP dengan magnesium murni. Magnesium ECAP memiliki pola biodegradasi yang homogen Kesimpulan: Magnesium ECAP memiliki laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen yang lebih baik dibandingkan dengan magnesium murni.

Kata Kunci: Magnesium, ECAP, proses biodegradasi

(11)

x ABSTRACT

Name : Arfan Badeges

Study Program : Oral and Maxillofacial Surgery

Title : Analysis of Biodegradation Process of Magnesium after Processed by Equal Channel Angular Pressing (ECAP) in Physiological Fluid (in vitro)

Background: Implant material are used in the management of maxillofacial trauma until bone healing occur. Magnesium has the potential to be a bone implant material, but it requires a good biodegradation rate. The process of equal channel angular pressing (ECAP) is a method to improve the biodegradation properties of metallic materials. Purpose: To observe the biodegradation process of magnesium ECAP in physiological fluid. Method: The biodegradation and hydrogen evolution rate were obtained from immersion test in a DMEM solution, using weight loss and spectrometric method within twelve magnesium ECAP specimens and six specimens of pure magnesium as a control. Biodegradation pattern were obtained from the micro surface structures analysis. The result was statistically analyzed with independent T test. Results: There were significant difference between the biodegradation and hydrogen evolution rate between magnesium ECAP and pure magnesium. Magnesium ECAP has a homogeneous biodegradation pattern. Conclusion: Magnesium ECAP has better biodegradation and hydrogen evolution rate than pure magnesium.

Keywords: Magnesium, ECAP, degradation process

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI viii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR SINGKATAN xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 5

1.3. Tujuan Penelitian 5

1.4. Manfaat Penelitian 6

2. TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1. Biomaterial 7

2.2. Magnesium 8

2.3. Metode Equal Channel Angular Processing (ECAP) 10

2.4. Biodegradasi 12

2.4.1. Laju Biodegradasi 13

2.4.1.1. Uji Elektrokimia 13

2.4.1.2. Uji Perendaman 14

2.4.1.2.1.Metode Weight loss 15

2.4.2.2.2 Metode Spektrometri 15

2.4.2.2.3 Metode Evolusi Hidrogen 16

2.4.2. Pola Biodegradasi 17

2.4.3. Tubuh Manusia sebagai Lingkungan Korosif 17 2.5. Pengaruh ECAP terhadap Biodegradasi Magnesium 18

2.6. Kerangka Teori 20

3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL PENELITIAN

DAN DEFINISI OPERASIONAL 21

3.1. Kerangka Konsep 21

3.2. Hipotesis 21

3.3. Identifikasi Variabel 21

3.4. Definisi Operasional 22

4. METODE PENELITIAN 23

4.1. Jenis Penelitian 23

4.2. Tempat Penelitian 23

4.3. Waktu Penelitian 23

4.4. Sampel Penelitian 23

4.5. Alat dan bahan Penelitian 24

4.6. Cara Kerja 25

(13)

xii

4.6.1. Proses Perendaman Spesimen 25

4.6.2. Pemeriksaan Weight loss 26

4.6.3. Pemeriksaan Spektrometri 26

4.6.4. Pemeriksaan Struktur Mikro 27

4.7. Analisis Data 27

4.8. Masalah Etika Penelitian 28

4.9 Alur Penelitian 28

5. HASIL 29

6. PEMBAHASAN 37

7. KESIMPULAN DAN SARAN 43

7.1. Kesimpulan 43

7.2. Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

(14)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

Mg : Magnesium

Al : Aluminium

Zn : Zinc

Zr : Zirconium

Ca : Kalsium

BMG : Bulk metallic glass

ECAP : Equal channel angular pressing UFG : Ultra-fine grained

SPD : Severe plastic deformation

DMEM : Dulbecco’s moodified eagle medium PBS : Phosphate buffered saline

SBF : Simulated body fluid

HPT : High pressure torsion straining ARB : Accumulated roll bonding ECAE : Equal channel angular extrusion

ASTM : American Society of Testing and Materials AAS : Atomic Absorption Spectrometry

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Persyaratan material implan 7

Gambar 2.2. Ilustrasi skematik dari fasilitas ECAP 11 Gambar 2.3. Prinsip ECAP menunjukan bidang shearing pada die 11 Gambar 2.4. Reaksi korosi magnesium pada cairan 12 Gambar 2.5. Skema prosedur pemeriksaan evolusi hidrogen 17

Gambar 2.6. Skema kerangka teori 20

Gambar 3.1. Skema kerangka konsep 21

Gambar 4.1. Proses pembuatan spesimen melalui proses ECAP 24 Gambar 4.2. Peletakan spesimen dalam inkubator 26

Gambar 4.3. Proses Pemeriksaan Spektrometri 27

Gambar 5.1. Distribusi Laju biodegradasi magnesium berdasarkan

metode weight loss 29

Gambar 5.2. Distribusi Laju biodegradasi magnesium berdasarkan

Metode spektrometri 29

Gambar 5.3. Gambaran struktur Makro 36

Gambar 5.4. Gambaran struktur Mikro 36

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Konsentrasi ion pada larutan pseudo-fisiologis 14

Tabel 2.2. Konsentrasi ion pada plasma 18

Tabel 5.1. Sebaran dan uji normalitas data nilai dari masing-masing sampel 30 Tabel 5.2. Analisis Outlier pada pengukuran laju biodegradasi Magnesium

ECAP menggunakan metode weight loss 31

Tabel 5.3. Analisis Outlier pada pengukuran laju biodegradasi Magnesium

murni menggunakan metode weight loss 31

Tabel 5.4. Analisis Outlier pada pengukuran laju biodegradasi Magnesium

ECAP menggunakan metode spektrometri 32

Tabel 5.5. Analisis Outlier pada pengukuran laju biodegradasi Magnesium

murni menggunakan metode spektrometri 32

Tabel 5.6. Analisis Outlier pada pengukuran Evolusi Hidrogen Magnesium

ECAP 33

Tabel 5.7. Analisis Outlier pada pengukuran Evolusi Hidrogen Magnesium

murni 33

Tabel 5.8. Analisis perbedaan laju biodegradasi dan evolusi hidrogen antara

magnesium ECAP dan magnesium murni 34

Tabel 5.9. Analisis perbedaan pengukuran laju biodegradasi antara metode

weight loss dan spektrometri 35

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisa Univariat 46

Lampiran 2 Uji Distribusi Data Shapiro-Willks 48

Lampiran 3 Analisa Bivariat T test Independen 49

Lampiran 4 Analisa Bivariat T test Berpasangan 49 Lampiran 5 Gambaran SEM yang mewakili tiap skor 50

Lampiran 6 Certificate of Analysis 51

(18)

1 Universitas Indonesia BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam bidang ilmu Bedah Mulut, trauma maksilofasial merupakan salah satu kasus yang sering ditemui, hal ini seiring dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Dalam penanganan kasus trauma maksilofasial terdapat beberapa prinsip dasar, yaitu reposisi, fiksasi, dan immobilisasi.1 Dalam penatalaksanaannya, untuk melakukan fiksasi diperlukan material implan yang diaplikasikan pada tulang dalam jangka waktu tertentu, hingga proses penyembuhan tulang selesai. Saat ini terdapat berbagai macam material implan yang umum digunakan, mulai dari material logam seperti baja tahan karat, paduan logam kobalt, dan titanium, hingga material resorbable dengan berbahan dasar polimer. Setiap material tersebut memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan.

Material logam seperti baja tahan karat, paduan logam kobalt, dan titanium memiliki sifat mekanis yang baik seperti kekuatan, daktilitas, dan resistensi korosi, akan tetapi setelah proses penyembuhan selesai, implan akan terus berada dalam tubuh padahal keberadaannya sudah tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus, implan dapat menimbulkan reaksi inflamasi sehingga diperlukan pembedahan lanjutan untuk mengeluarkan implan tersebut. Sedangkan material resorbable berbahan dasar polimer memiliki sifat mekanis yang kurang memuaskan, walaupun implan tersebut akan di resorpsi dalam jangka waktu yang diperlukan.2

Secara umum, sebuah material biodegradable harus memiliki beberapa persyaratan, antara lain memiliki kekuatan mekanis yang mencukupi dalam jangka waktu tertentu sampai terjadi penyembuhan jaringan, memiliki kecepatan biodegradasi yang sesuai dengan kecepatan penyembuhan jaringan, memiliki biokompatibilitas dan keamanan yang baik, karena akan dipergunakan dalam jaringan tubuh manusia.3, 4

Magnesium merupakan bahan logam yang memiliki potensi dalam aplikasi implan jaringan keras, hal ini dikarenakan kemampuannya untuk biodegradasi dalam lingkungan biologis secara alamiah.5 Magnesium adalah unsur kimia yang

(19)

2

Universitas Indonesia memiliki simbol Mg dan merupakan elemen terbanyak keempat (setelah besi, oksigen, dan silikon) yang membentuk 13% massa bumi. Dalam tubuh manusia, magnesium elemen yang esensial dan secara alami sekitar 50% magnesium dalam tubuh manusia ditemukan dalam tulang, serta berperan terhadap kekuatan dan pertumbuhan tulang. Asupan harian rata-rata pada manusia dewasa adalah 300- 400 mg, dan ion magnesium dapat dengan aman dan efisien diekskresi oleh ginjal melalui urin.6

Penelitian terhadap magnesium sebagai implan pada jaringan tubuh diawali pada tahun 1900-an hingga 1920-an. Oleh karena perkembangan material logam biostabil yang telah jauh lebih maju dan mapan, maka penelitian implan logam biodegradable menjadi tidak populer.7 Pada beberapa tahun terakhir, magnesium menjadi perhatian kalangan peneliti, hal ini dikarenakan beberapa kelebihannya sebagai bahan dasar dibidang biomaterial. Beberapa kelebihan utama dari magnesium adalah sifat mekanis yang menyerupai tulang dan biokompatibilitas yang baik. Dalam tubuh manusia magnesium akan mengalami proses degradasi secara alami, sehingga tidak diperlukan tindakan pembedahan lanjutan untuk pengangkatan implan ketika tulang telah sembuh. Selain dari itu, bahan baku magnesium jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan biomaterial lain seperti titanium bahkan baja tahan karat. Oleh karena berbagai alasan tersebut, magnesium dapat digunakan sebagai biomaterial dalam tubuh manusia.2, 3, 5, 6, 8

Magnesium sebagai biomaterial juga memiliki keterbatasan, yaitu degradasi atau korosi yang sangat cepat. Hal ini terjadi terutama pada larutan yang mengandung ion klorida, termasuk didalamnya cairan tubuh manusia. Oleh karena itu, material ini sulit diaplikasikan secara klinis. Proses korosi ini menyebabkan implan magnesium terdegradasi dan kehilangan kekuatan mekanisnya sebelum jaringan keras mengalami proses penyembuhan yang memadai. Selain dari itu proses degradasi dari magnesium juga menghasilkan evolusi gas hidrogen yang dalam proses degradasi yang cepat, tidak dapat diimbangi oleh proses resorbsi- nya oleh jaringan tubuh. Dalam tubuh manusia, gas hidrogen yang terlepas akan terakumulasi diantara implan dan jaringan tubuh, sehingga akan menghambat proses penyembuhan dan pada akhirnya dapat menyebabkan nekrosis jaringan.5, 6

(20)

3

Universitas Indonesia Saat ini penggunaan magnesium sebagai bahan biomaterial masih terbentur oleh sebuah isu utama, yaitu kecepatan biodegradasi perlu diturunkan dan dikontrol sehingga sesuai kecepatan penyembuhan jaringan tubuh.2 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut dengan mengurangi kecepatan biodegradasi magnesium, antara lain dengan metode paduan logam selektif dengan menambahkan unsur paduan tertentu. Saat ini hampir seluruh paduan logam magnesium komersial mengandung Aluminium (Al) dan logam rare earth, dimana Al dapat menimbulkan efek neurotoksik dan beberapa bahan rare earth terdeteksi memiliki efek hepatotoksik. Oleh karena itu, saat ini terdapat beberapa penelitian yang mengeksplorasi kemungkinan sistem paduan logam magnesium yang mengandung bahan non-toksik, sebagai contoh Mg-Zn-Ca BMG (Bulk Metallic Glass), akan tetapi sampai saat ini belum terdapat tambahan paduan logam yang ideal dalam sudut pandang medis pada magnesium.

Prosedur lain yang dilakukan untuk mengurangi kecepatan biodegradasi adalah dengan metode modifikasi permukaan, antara lain dengan alkaline heat treatment, microarch oxidation, phosphating treatment, dan polymer coating.3, 5 Selain dari kedua metode tersebut, terdapat sebuah metode lain untuk mengurangi biodegradasi dari magnesium, yaitu grain refinement (perbaikan butir). Dalam beberapa penelitian, proses ini terbukti dapat meningkatkan sifat mekanis dan resistensi korosi dari magnesium dan paduan logam magnesium. Salah satu metode perbaikan butir yang paling banyak mendapatkan perhatian adalah metode equal channel angular pressing (ECAP). Metode ini telah di teliti secara intensif dalam dekade terakhir untuk mendapatkan material ultra-fine grained (UFG) melalui teknik severe plastic deformation (SPD).5

ECAP merupakan metode yang sederhana dan murah dalam mengurangi ukuran butir, sehingga menghasilkan peningkatan kekuatan mekanis dari magnesium.9 Proses ECAP merupakan sebuah metode pressing dari material dengan melalui die pada saluran yang bersudut, dan oleh karena dimensi cross sectional-nya yang tetap ketika ditekan melalui die, maka pressing yang berulang akan menghasilkan spesimen dengan tegangan yang sangat tinggi.

Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan sifat mekanis dari material yang sangat meningkat setelah dilakukan proses ECAP. Op’t Hoog, dkk

(21)

4

Universitas Indonesia (2008) merupakan salah satu publikasi yang menyatakan proses ECAP meningkatkan resistensi korosi dan secara bersamaan juga meningkatkan sifat mekanis dari magnesium murni.10 Ralston dan Birbilis (2010) juga menyatakan bahwa berkurangnya ukuran butir dari magnesium akan meningkatkan resistensi korosi dari magnesium, dan proses ECAP memberikan hasil terbaik bila dibandingkan metode SPD lain.11 Akan tetapi terdapat sebuah penelitian dari Song, dkk (2009) yang memberikan hasil sebaliknya dimana justru terjadi penurunan resistensi korosi pada magnesium murni setelah proses ECAP, hal ini dikarenakan butir yang tidak homogen.12 Karayan, dkk (2011) meneliti proses ECAP pada magnesium murni, dan didapatkan setelah dilakukan 6 kali pressing dengan suhu 573oK, ukuran butir akan jauh berkurang dari 700μm menjadi 10μm, dan memiliki butir yang homogen dan morfologi permukaan yang baik. Selain dari itu, dalam penelitian tersebut juga didapatkan peningkatan ketahanan terhadap korosi dari magnesium murni dalam larutan ringer.5

Terdapat beberapa penelitian in vitro yang menggambarkan laju biodegradasi dari material berbahan dasar magnesium, antara lain Wang dan Shi (2011) yang melakukan uji perendaman pada magnesium dengan pemurnian dan paduan logam magnesium AZ31 menggunakan larutan hank’s, hasilnya menunjukan adanya perbaikan laju biodegradasi yang signifikan. Huan, dkk (2010) dalam penelitiannya pada material paduan logam Mg-Zn-Zr dengan menggunakan uji perendaman pada larutan hank’s menunjukan laju biodegradasi dan evolusi hidrogen yang menjanjikan sebagai material implan.13 Xin, dkk (2011), dalam penelitiannya membandingkan laju biodegradasi material berbahan dasar magnesium, menyimpulkan bahwa material magnesium memiliki potensi sebagai biomaterial bila memiliki laju biodegradasi yang rendah, serta menekankan pemilihan larutan yang tepat dalam menggambarkan lingkungan fisiologis.4 Akan tetapi sampai saat ini belum pernah dilaporkan adanya penelitian mengenai laju biodegradasi dari magnesium yang telah melalui proses ECAP dalam bidang biomedis.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses biodegradasi dari material magnesium ECAP berdasarkan penelitian Karayan, dkk (2011) dalam

(22)

5

Universitas Indonesia kondisi fisiologis tubuh secara in vitro dengan pemeriksaan spektrometri absorbsi atom pelepasan ion magnesium dan cara mengukur tingkat weight loss pada uji perendaman larutan Dulbecco’s moodified eagle medium (DMEM). Pemilihan larutan DMEM dikarenakan larutan tersebut mengandung ion organik dan inorganik seperti cairan plasma tubuh, sehingga memiliki kelebihan dibandingkan larutan fisiologis lain seperti NaCl 0,9%, hanks solution, atau phosphate buffered saline (PBS).

Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk mengetahui proses biodegradasi material magnesium ECAP untuk dibandingkan dengan magnesium murni tanpa perlakuan sebagai kontrol, sehingga dapat menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya dalam rangka penggunaannya dalam bidang ilmu Bedah Mulut sebagai biomaterial implan tulang rahang.

1.2. Rumusan Masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang masalah diatas memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.2.1 Apakah terdapat perbedaan laju biodegradasi antara magnesium ECAP dengan magnesium murni sebagai kontrol pada perendaman dalam larutan DMEM?

1.2.2 Apakah terdapat perbedaan tingkat evolusi hidrogen antara magnesium ECAP dengan magnesium murni pada perendaman dalam larutan DMEM?

1.2.3 Bagaimana perubahan gambaran pola biodegradasi magnesium ECAP pada perendaman larutan dalam DMEM?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengkaji proses biodegradasi magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan DMEM.

1.3.2. Tujuan Khusus

(23)

6

Universitas Indonesia 1.3.2.1. Mengetahui perbedaan laju biodegradasi antara magnesium

ECAP dengan magnesium murni sebagai kontrol pada perendaman dalam larutan DMEM

1.3.2.2. Mengetahui perbedaan evolusi gas hidrogen antara magnesium ECAP dengan magnesium murni pada perendaman larutan dalam DMEM

1.3.2.3. Mengetahui gambaran pola biodegradasi magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan DMEM

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat memberi informasi mengenai proses biodegradasi dari magnesium ECAP secara in vitro.

1.4.2. Bagi Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lanjutan di bidang biomaterial, sehingga kelak memiliki manfaat klinis aplikatif bagi ilmu pengetahuan Bedah Mulut dan Maksilofasial khususnya pada bidang trauma maksilofasial.

Hasil yang ditemukan pada penelitian ini dapat berpotensi menjadi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang akan didaftarkan melalui Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI

(24)

7 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomaterial

Biomaterial adalah semua material yang digunakan untuk menggantikan atau memperbaiki fungsi jaringan tubuh, baik secara berkelanjutan atau sekedar bersentuhan dengan cairan tubuh. Biomaterial secara luas telah banyak digunakan dibidang kesehatan baik di bidang kedokteran maupun kedokteran gigi.

Biomaterial dapat berasal dari alam maupun sintetik. Tujuan penggunaan Biomaterial ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang sehingga mencapai taraf kesehatan yang lebih baik.14

Sebuah material dapat digunakan sebagai biomaterial harus memiliki beberapa persyaratan, yang utama dan terpenting adalah biomaterial tersebut harus biokompatibel, biomaterial ini harus tidak memperlihatkan respon yang merugikan dari tubuh, harus tidak beracun dan tidak karsinogenik. Persyaratan ini mengeliminasi banyak material teknik yang dapat digunakan. Selain itu, biomaterial harus memiliki sifat fisik dan mekanik yang memadai untuk berfungsi sebagai pengganti atau pengganda dari jaringan tubuh. Untuk aplikasi secara klinis, biomaterial tersebut harus dapat dengan mudah dibentuk atau dilakukan proses pemesinan kedalam beberapa bentuk, mempunyai harga yang relatif murah dan bahan bakunya banyak tersedia di pasaran. Secara garis besar persyaratan sebuah implan biomaterial tergambar pada gambar 2.1.14

Gambar 2.1 Persayaratan Material Implan14

Secara umum biomaterial dibagi menjadi 2 jenis, yaitu biomaterial sintetik dan biomaterial alami. Sebagian besar biomaterial sintetik yang digunakan untuk

(25)

8

Universitas Indonesia implantasi adalah material umum yang sudah lazim digunakan oleh para insiyur dan ahli material. Pada umumnya, material ini dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu : logam, keramik, polimer dan komposit. Sedangkan biomaterial alam memiliki beberapa keuntungan antara lain material ini sama atau hampir sama dengan material yang ada pada tubuh. Menyikapi hal ini, maka terdapat bidang lain yang cukup berkembang dan baik untuk dipahami yaitu bidang biomimetics. Material alam biasanya tidak memberikan adanya bahaya racun yang sering dijumpai pada material sintetik. Selain dari itu, material ini dapat membawa protein spesifik yang terikat didalamnya dan sinyal biokimia lainnya yang mungkin dapat membantu proses penyembuhan, pemulihan dan integrasi dari jaringan. Selain itu, material alam dapat juga digunakan untuk mengatasi masalah immunogenicity.14

Dalam bidang ilmu bedah mulut dan maksilofasial, biomaterial digunakan dalam beberapa kasus, yang paling sering adalah sebagai implan material fiksasi dalam kasus fraktur wajah. Pada penatalaksanaannya, fragmen tulang di fiksasi dengan menggunakan plate dan screw atau wire hingga tercapai penyembuhan tulang.15

2.2 Magnesium

Magnesium merupakan logam ringan (dua pertiga densitas aluminium), yang cukup kuat dan berwarna perak keputihan. Magnesium pertama kali ditemukan pada tahun 1755, ketika seorang ahli kimia berkebangsaan Skotlandia, Joseph Black, menemukan bahwa magnesia lithos (white stone) mengandung unsur baru, magnesium. Akan tetapi baru pada tahun 1808, ilmuwan Inggris, Sir Humprey Davy berhasil mengisolasi magnesium, sehingga diberi kehormatan sebagai penemu magnesium. Hampir 100 tahun kemudian, pada dekade perang dunia I dan II, magnesium banyak digunakan terutama untuk keperluan militer, dan bagian dari pesawat. Dalam perkembangan selanjutnya, magnesium banyak digunakan dalam bidang otomotif, peralatan rumah tangga, alat komunikasi, komputer, kamera, dan alat olah raga. Hampir seluruh penggunaan magnesium dalam aplikasinya tidak dalam bentuk magnesium murni, melainkan dalam bentuk paduan logam, dan sekitar 42,6% merupakan paduan logam dengan aluminium.16

(26)

9

Universitas Indonesia Magnesium adalah logam struktural ketiga yang paling umum digunakan, setelah besi dan aluminium.16 Magnesium diklasifikasikan dalam golongan alkali tanah dalam tabel periodik. Magnesium murni memiliki densitas (pada suhu 20oC) 1,738 g/cm2, titik leleh 650±2oC, titik didih 1107±10oC, kekuatan tarik 21-140 N/mm2, kekuatan tekan 21-115 N/mm2, dan kekerasan 30-47 HB. Selain dari itu, magnesium bereaksi dengan air pada suhu kamar, dimana apabila terendam air, gelembung hidrogen akan tanpa disadari mulai terbentuk pada permukaannya dan menyebabkan terdegradasi. Reaksi ini akan terjadi lebih cepat dengan suhu yang lebih tinggi.17

Karena interaksi yang penting antara fosfat dan ion magnesium, ion magnesium sangat penting untuk interaksi kimia dengan asam nukleat yang merupakan dasar kehidupan, sehingga memiliki peranan yang sangat penting untuk sel dari semua organisme hidup. Lebih dari 300 enzim membutuhkan keberadaan ion magnesium untuk kerja katalitik enzim tersebut, termasuk semua enzim yang memanfaatkan atau mensintesis ATP, atau enzim yang menggunakan nukleotida lain untuk mensintesis DNA dan RNA.8

Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 24 gram magnesium, dengan 60% berada dalam tulang, 39% intraseluler (20% di otot rangka), dan 1%

ekstraseluler. Tingkat serum biasanya 0,7-1,0 mmol / L atau 1,8-2,4 mEq/L.8 Selain dalam tubuh manusia, magnesium juga berperan sebagai ion logam pada pusat klorofil, sehingga dapat menstabilkan struktur klorofil tersebut melalui ikatan kovalen koordinasi. Senyawa magnesium juga digunakan dalam bidang kedokteran sebagai pencahar umum (magnesium sulfat), antasida (magnesium hidroksida), dan dalam sejumlah keadaan diperlukan stabilisasi dari eksitasi saraf dan spasme pembuluh darah yang abnormal dan spasme pembuluh darah.

2.3 Metode Equal Channel Angular Processing (ECAP)

Evolusi mikrostruktur dari material logam menjelang plastic deformation telah dipelajari dengan luas dalam beberapa dekade terakhir. Secara umum kesimpulan dari berbagai penelitian tersebut adalah, apabila material logam di deformasi pada suhu kamar, ukuran butir rata-rata akan menurun dalam tegangan.

Sehingga, pemrosesan plastic deformation dapat menjadi salah satu metode

(27)

10

Universitas Indonesia perbaikan butir yang dapat diterapkan. Material yang telah mengalami proses SPD tidak hanya menunjukan peningkatan sifat mekanis dan fisik yang melekat pada material tersebut, tetapi juga memberikan keuntungan selayaknya material dengan struktur nano yang diproduksi oleh metode lain melalui pemrosesan bubuk.18,19

Terdapat beberapa metode pemrosesan SPD, seperti equal channel angular pressing (ECAP), high pressure torsion straining (HPT), accumulated roll bonding (ARB), multiple forging, multipass coin-forging, repetitive corrugation and straightening, conshearing, continuous confined strip shearing, equal channel multi-angular pressing (ECMAP), dll yang dikembangkan untuk memroses berbagai material dengan UFG microstructure.18 Diantara berbagai metode tersebut, proses ECAP sejauh ini merupakan prosedur yang paling menjanjikan dalam penggunaannya dalam pressing material dengan menggunakan channel dies tanpa merubah bentuk yang substansial dan membentuk material UFG.20

Equal-channel angular pressing (ECAP), dikenal juga dengan equal- channel angular extrusion (ECAE), pertama kali diperkenalkan oleh Segal, dkk pada tahun 1970-an hingga 1980-an pada sebuah institut di Minsk, Uni Soviet.

Tujuan utama pada saat itu adalah untuk mengembangkan proses pembentukan logam dengan tegangan yang tinggi pada logam dengan potongan sederhana.

Bagaimanapun, walaupun tujuannya telah tercapai, perkembangan awal dari metode ini hanya mendapat perhatian yang terbatas dalam komunitas ilmuwan.19

Dalam dua dekade terakhir, ECAP telah berkembang dari teknik prosesing logam yang minor, menjadi teknik yang diakui dan terkenal untuk mendapatkan perbaikan butir yang sangat signifikan dari berbagai logam dan paduan logam.

Berawal dari pertengahan tahun 1990-an, pemrosesan ECAP telah menarik perhatian para peneliti dari berbagai laboratorium dan aktif diteliti dalam berbagai bidang. Perkembangan ini termasuk tidak hanya aplikasi ECAP dalam beberapa jenis logam dan paduan logam tetapi juga penetapan dari prinsip-prinsip dasar dari ECAP terhadap perbaikan mikrostruktur.19 Proses ECAP sampai saat ini merupakan prosedur ekstrusi material yang paling menjanjikan dengan menggunakan channel dies khusus tanpa adanya perubahan substansial dalam geometri untuk memproduksi material UFG.20

(28)

11

Universitas Indonesia Terdapat beberapa literatur yang menggambarkan proses fundamental dari aliran logam ketika proses ECAP. Gambar 2.2 menggambarkan secara skematis mengenai proses ECAP. Untuk die yang digambarkan dalam ilustrasi, saluran internal dibengkokan dengan sudut yang besar, hampir sebesar 90o dan terdapat sudut tambahan sejajar 00 seperti pada gambar 2.2, yang menggambarkan lengkung luar dari kurva dimana dua saluran bertemu. Sampel, dalam bentuk rod atau bar, dibuat sesuai dengan saluran dan die, kemudian diletakan sehingga dapat ditekan hingga masuk kedalam die menggunakan plunger. Bentuk dari deformasi yang terjadi merupakan potongan sederhana dimana muncul sebagai sampel yang keluar dari die, seperti yang tergambar dalam gambar 2.3.9, 19

Gambar 2.2 Ilustrasi skematik dari fasilitas ECAP 19

Gambar 2.3 Prinsip ECAP menunjukan bidang shearing pada die 19

2.4 Biodegradasi

Biodegradasi dalam bahasa teknik dikenal dengan istilah korosi. Pada umumnya korosi merupakan reaksi yang tidak diinginkan dari suatu material logam. Korosi merupakan proses elektrokimia dari oksidasi dan reduksi. Ketika reaksi korosi terjadi, elektron akan terlepas oleh material logam (oksidasi) dan didapatkan oleh elemen-elemen (reduksi) pada larutan tersebut. Proses ini terus berlanjut sampai logam tersebut habis, kecuali logam itu dapat membentuk lapisan permukaan protektif. Tingkat korosi logam dipengaruhi oleh komposisi

(29)

12

Universitas Indonesia material serta reaksi kimia dari cairan tempat ia dicelupkan atau lingkungan disekitarnya.21

Magnesium merupakan logam reaktif dan mengalami korosi dalam cairan dengan pH dibawah 11, dengan kata lain apabila magnesium berada dalam kondisi fisiologis seperti cairan tubuh, maka akan mengalami biodegradasi dengan reaksi sesuai gambar berikut (gambar 2.4):21, 22

Gambar 2.4 Reaksi korosi magnesium pada cairan

Produk biodegradasi yang umum adalah magnesium hidroksida. Lapisan ini berperan sebagai pelapis permukaan pada air murni, akan tetapi dengan kehadiran anion lain seperti klorida menyebabkan lapisan pasif film akan rusak, dan terbentuk senyawa magnesium klorida, dan proses degradasi akan terus terjadi karena magnesium klorida lebih larut dalam air dibanding dengan magnesium hidroksida. Gas hidrogen merupakan produk lain yang terjadi pada biodegradasi magnesium dan memberikan resiko kesehatan pada pasien. Pada magnesium murni proses korosi ini berlangsung dengan sangat cepat, sehingga gas hidrogen yang terlepas pun juga akan cepat dan mengalahkan kemampuan tubuh untuk meresorbsi produk sisa ini.6, 22

2.4.1 Laju Biodegradasi

Laju biodegradasi merupakan kecepatan sebuah material logam dalam mengalami proses biodegradasi biasanya dipaparkan dalam satuan luas area per satuan tahun. Terdapat beberapa metode untuk mengukur laju biodegradasi, uji elektrokimia dan uji perendaman. Pada uji elektrokimia, laju biodegradasi dinilai berdasarkan beda potensial yang terjadi antara anoda dan katoda ketika proses biodegradasi berlangsung, sedangkan pada uji perendaman pada prinsipnya adalah

(30)

13

Universitas Indonesia membandingkan material antara sebelum dan sesudah perendaman, yang paling mudah adalah dengan mengukur kehilangan bobot dari material logam tersebut.23

Wang dan Shi (2011) dalam penelitiannya mengenai laju biodegradasi dari magnesium dengan kemurnian tinggi dan paduan logam magnesium AZ31 pada keadaan statis dan dinamis mengungkapkan bahwa proses degradasi dari magnesium diawali dengan laju biodegradasi yang sangat tinggi pada 48 jam pertama, dan akan semakin lambat seiring dengan waktu perendaman.2

Terdapat beberapa metode untuk melakukan pengukuran laju degradasi pada material berbahan dasar magnesium, yaitu uji elektrokimia dan uji perendaman. Pada uji perendaman terdapat beberapa metode, antara lain: metode weight loss, metode spektrometri dan metode evolusi hidrogen.4, 24

2.4.1.1 Uji Elektrokimia

Uji elektrokimia memberikan informasi yang berkenaan dengan mekanisme korosi, rata-rata korosi dan tingkat ketahanan korosi material tertentu dengan mengubah potensial elektroda dan memonitor tegangan yang dihasilkan.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan elektroda yang merupakan bagian dari alat electrochemical analyzer. Karena pada reaksi korosi terdapat perpindahan elektron, maka pada uji ini dilakukan pengukuran beda potensial logam pada larutan korosi. Melalui uji ini dapat dihitung laju korosi (Vcorr).

Potensial korosi ini dapat digunakan untuk menghitung laju korosi dengan menggunakan persamaan berdasarkan standar ASTM G102-89 sebagai berikut:24

Vcorr = K1 x (Icorr/ρ) x EW; CR = K2 x Icorr x EW

Dimana Vcorr merupakan laju korosi dalam laju penetrasi, Icorr merupakan densitas korosi, CR merupakan laju korosi dalam laju weight loss, EW merupakan berat ekuivalen, K1 dan K2 merupakan konstanta, CR akan memiliki satuan mm/tahun.24

2.4.1.2 Uji Perendaman

Pada uji perendaman, laju korosi dihitung berdasarkan banyaknya ion logam yang terlepas pada medium perendamannya, dimana larutan perendaman

(31)

14

Universitas Indonesia dibuat menyerupai lingkungan tempat logam akan digunakan baik suhu maupun tingkat keasaman serta akselerasi korosi lainnya. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan larutan dalam penelitian in vitro magnesium.

Saat ini, terdapat beberapa jenis larutan pseudo-fisiologis yang menyerupai komposisi dari cairan tubuh yang dapat digunakan untuk penelitian in vitro, antara lain larutan NaCl 0.9%, simulated body fluid (SBF), hank’s solution, dulbecco minimal essensial medium (DMEM), phosphate buffered saline (PBS), dll. Tabel 2.1 menggambarkan komposisi dan konsentrasi ion dari lima larutan pseudo- fisiologis yang paling umum dipakai.

Tabel 2.1 Konsentrasi ion pada larutan pseudo-fisiologis yang umum dipakai 4

Ion Plasma 0.9% NaCl PBS Hanks DMEM SBF

Na+ 142 153 157 142 127.3 142

K+ 5 - 4.1 5.9 5.3 5.0

Ca2+ 2.5 - - 1.3 1.8 2.5

Mg2+ 1.5 - - 0.8 0.8 1.5

HCO3-

27 - - 4.2 44.1 4.2

Cl- 103 153 140 145 90.8 147

HPO42-

1 - 11.5 0.8 0.9 1

SO42-

0.5 - - 0.8 0.8 0.5

Protein 63-80 - - - - -

Asam Amino

- - - - 1.6 -

Glukosa 3.6-5.2 - - 1 4.5 -

Berdasarkan tabel diatas, walaupun hank’s solution memiliki ion inorganik dengan konsentrasi menyerupai cairan plasma tubuh, akan tetapi konsentrasi dapar (buffer) dan HCO3-

yang rendah menyebabkan larutan ini kurang akurat dalam pengukuran biodegradasi secara in vitro untuk menggambarkan simulasi dalam tubuh manusia. Sedangkan SBF memiliki komponen ion anorganik, dapar, dan HCO3- yang hampir sama dengan cairan tubuh, sehingga merupakan salah satu media yang cukup baik untuk digunakan dalam penelitian biodegradasi magnesium secara in vitro, akan tetapi SBF tidak mengandung protein, asam amino, dan glukosa yang menyebabkan ketidakakuratan dalam menggambarkan keadaan lingkungan fisiologis. Sedangkan DMEM mengandung ion organik dan inorganik seperti cairan plasma tubuh. 4

Terdapat beberapa metode untuk mengukur laju biodegradasi dengan uji perendaman, antara lain:

(32)

15

Universitas Indonesia 2.4.1.2.1 Metode Weight Loss

Pada metode weight loss perhitungan dilakukan dengan menggunakan selisih bobot yang ditemukan selama dilakukan perendaman. laju biodegradasi dapat dihitung berdasarkan ASTM G31-02 dengan persamaan dibawah ini:2, 25

DR = WL / A x t x ρ

Dimana DR merupakan laju degradasi, WL merupakan weight loss pada sampel, dan A dan t menggambarkan luas area dan waktu paparan pada cairan secara berurutan, dan ρ adalah berat jenis dari spesimen.2

2.4.1.2.2 Metode Spektrometri

Metode lain yang digunakan dalam uji perendaman adalah mengukur jumlah ion yang terlepas dari logam pada perendaman, ion ini dapat dideteksi dan ditentukan kadarnya menggunakan metode spektrometri. Terdapat beberapa metode spektrometri, antara lain Atomic Absorption Spectrometry (AAS). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. AAS banyak digunakan dalam analisis zat-zat pencemar seperti logam berat dalam air dengan tingkat deteksi part per million (ppm). Untuk mengukur laju biodegradasi magnesium, selain memperhatikan ion magnesium pada larutan diperlukan pula pelarutan dari lapisan pasif yang terbentuk pada permukaan. Setelah didapatkan konsentrasi ion magnesium, maka laju korosi didapatkan dengan persamaan:24

CR = cV / ST

Dimana CR merupakan laju korosi (gr/m2/hari), c merupakan konsentrasi ion Mg yang terlepas (gr/ml), s merupakan area permukaan spesimen (m2), dan t merupakan waktu (hari).24 Melalui ion Mg yang terlepas ini, dapat juga dilakukan penentuan angka evolusi hidrogen berdasarkan kesetaraan reaksi yang terjadi.

Sesuai dengan persamaan reaksi pada gambar 2.4, 1 mol magnesium setara dengan 1 mol gas H2. Dengan asumsi sifat gas H2 mendekati sifat gas ideal, berlaku persamaan sebagai berikut:26

PV = nRT

(33)

16

Universitas Indonesia P merupakan tekanan (diasumsikan = 1 atm = 101,3 kPa), V merupakan volume gas (liter), n merupakan mol gas, R adalah tetapan gas umum = 8,3145 J/mol K, dan T adalah suhu dalam K, 37 C = 273,15 + 37 K = 310,15 K. Menggunakan persamaan tersebut maka 1 mol gas H2 dapat dihitung, setara dengan 25,45649 Liter atau 254564,9 mL.

2.4.1.2.3 Metode Evolusi Hidrogen

Selain dari kedua metode tersebut, pada uji perendaman masih terdapat metode evolusi hidrogen. Metode ini hampir sama dengan metode weight loss dan dikonversi menjadi satuan yang sama. Cara ini dilakukan dengan menggunakan buret dan gelas ukur dimana tingkat evolusi hidrogen didapatkan dari banyaknya cairan yang berkurang pada buret sebagai kompensasi terlepasnya ion hidrogen yang menjadi gas H2 (gambar 2.5).21Namun pengukuran evolusi hidrogen ini tidak memberi informasi secara langsung mengenai laju biodegradasi, karena degradasi didefinisikan sebagai jumlah ion magnesium yang terlepas. Sedangkan proses oksidasi magnesium tidak hanya membuat ion magnesium terlarut dalam larutan, tetapi juga akan terbentuk lapisan film pasif yang lebih tahan terhadap korosi.

Lapisan ini terbentuk apabila ion magnesium berikatan dengan komponen lain seperti fosfat atau carbonat yang berasal dari larutan.17

Gambar 2.5 Skema prosedur pemeriksaan evolusi hidrogen

2.4.2 Pola Biodegradasi

Terdapat beberapa jenis biodegradasi yang dapat terjadi pada material implan, antara lain korosi homogen, merupakan korosi yang terjadi karena reaksi

(34)

17

Universitas Indonesia elektrokimia yang terjadi secara homogen pada seluruh bagian metal yang terbuka dengan sifat yang merata dan menipisnya material.23 Selain dari korosi homogen, pada material implan sering terjadi korosi yang bersifat lokal, antara lain korosi pit (celah), korosi crevise, korosi fretting, dan korosi galvanic.23

Untuk melihat gambaran pola biodegradasi magnesium diperlukan analisis mikrostruktur permukaan berdasarkan ASTM E407; standar practice for microetching metals and alloys. Pada skala mikroskopis, logam terbentuk dari grain yang bervariasi baik dalam bentuk maupun ukuran. Gambaran mikrostruktur ini dapat diuji dengan membelah logam tersebut secara potong lintang kemudian dilanjutkan dengan dilanjutkan dengan proses etching menggunakan asam. Pemeriksaan gambaran mikrostruktur penting apabila sebuah logam terpapar oleh zat yang korosif, untuk menentukan keadaan permukaan dan deformitas yang terjadi. Hasil uji mikrostruktur umumnya dilaporkan dalam bentuk gambar yang disetai analisis.27

2.4.3 Tubuh Manusia sebagai Lingkungan Korosif

Tubuh manusia mengandung plasma darah yang mempengaruhi sebagian besar logam dan paduan logam dengan sangat agresif, hal ini dikarenakan adanya komponen inorganik seperti ion klorida dengan konsentrasi yang sangat tinggi serta kemampuannya merangsang korosi lokal. Selain dari hal tersebut, masih terdapat ion lain yang juga memiliki peran dalam proses korosi, baik sebagai akselerator maupun inhibitor (tabel 2.2).23

Tabel 2.2 Konsentrasi ion pada plasma4 Konsentrasi

(mmolL-1)

Na+ K+ Ca2+ Mg2+ HCO3-

Cl- HPO42-

SO42-

Ion Inorganik 142 5 2.5 1.5 27 103 1 0.5

Konsentrasi Protein Asam Amino Glukosa Ion Organik 63-80 gL-1 Tdk diketahui 3.6-5.2 mmolL-1

Temperatur tubuh dengan nilai 37 oC juga dapat mengakselerasi reaksi kimia dan bahkan merubah mekanisme korosi bila dibandingkan dengan suhu kamar. Komponen organik dari plasma seperti biomolekul atau sel, dapat

(35)

18

Universitas Indonesia berikatan dengan permukaan biomaterial dan mempengaruhi reaksi pada permukaannya. Salah satu komponen yang penting adalah protein, dimana pembentukan protein-containing biofilm pada permukaan logam dapat meningkatkan proses korosi, walaupun juga dapat berfungsi sebagai lubrikan.23

Faktor lain yang juga signifikan dalam menentukan perilaku korosi dari logam adalah pH dari lingkungan. Secara umum, perubahan pH pada cairan tubuh relatif kecil dikarenakan sistem dapar yang baik dari tubuh. Ketika prosedur pemasangan implan terkadang pH disekitarnya akan menurun, dan biasanya seiring dengan waktu akan kembali ke pH awal. Terdapat beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap korosi antara lain kondisi hidrodinamik, mikroorganisme disekitar implan, jarak antara tulang dengan implan, desain implan serta permukaan implan.23

2.5 Pengaruh ECAP terhadap Proses Biodegradasi Magnesium

Beberapa literatur secara konsisten menyetujui bahwa dengan berkurangnya ukuran butir, maka korosi dari magnesium akan meningkat baik pada lingkungan netral, maupun pada lingkungan sodium klorida. Hal ini didapatkan karena beberapa hal antara lain lapisan pasif film yang lebih baik, adanya tingkat residual stres yang tinggi, dan ukuran butir yang baik dan homogen.11 Proses ECAP yang merupakan salah satu metode perbaikan butir yang saat ini populer juga terbukti secara signifikan meningkatkan resistensi korosi. Metode ini memberikan kemampuan peningkatan sifat korosi dan dalam waktu yang bersamaan meningkatkan sifat mekanis dari magnesium.10

Kwak, dkk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ECAP dari magnesium murni pada suhu 300oC memiliki hasil yang terbaik dalam hal evolusi fraktur mikrostruktur. Bagaimanapun, ukuran butirdan ketidak homogenitas akan meningkat karena rekristalisasi dinamis dan kekuatan akan berkurang dengan peningkatan temperatur pada proses ECAP.18

Karayan, dkk pada penelitiannya menemukan bahwa proses ECAP dari magnesium murni dengan ukuran grain awal sekitar 700 μm menggunakan die dengan sudut internal 120° dan the sudut siku (ψ) 20° dalam temperatur 300oC menghasilkan butir (10 μm ) yang homogen setelah 6 kali pressing. Butir tersebut

(36)

19

Universitas Indonesia awalnya dibentuk pada permukaan setelah dua kali pressing. Hasil ini sesuai dengan pemeriksaan morfologi permukaan dengan SEM yang menunjukan permukaan yang rata dan bebas celah. Proses ECAP dan perbaikan butir telah sukses menurunkan densitas korosi dari 172 μA pada sampel awal hingga menjadi 5 μA pada sampel ECAP setelah 6 kali pressing. Perbaikan butir juga mengurangi kerentanan dari magnesium murni terhadap korosi pada larutan ringer.5

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.6 Skema Kerangka Teori

(37)

20 Universitas Indonesia BAB 3

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis

3.2.1 Terdapat perbedaan laju biodegradasi antara magnesium ECAP dengan magnesium murni sebagai kontrol pada perendaman larutan DMEM

3.2.2 Terdapat perbedaan tingkat evolusi gas hidrogen antara magnesium ECAP dengan magnesium murni pada perendaman larutan DMEM 3.2.3 Magnesium ECAP memiliki gambaran pola biodegradasi yang

homogen

3.3 Identifikasi Variabel

3.3.1 Variabel independen : magnesium ECAP

3.3.2 Variabel dependen : laju biodegradasi, evolusi hidrogen, gambaran pola biodegradasi

3.3.3 Variabel yang dikendalikan : waktu perendaman, volume, suhu, dan derajat keasaman larutan DMEM

(38)

21

Universitas Indonesia 3.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara

Pengukuran

Hasil Pengukuran

Skala

Magnesium Merupakan bulk magnesium murni yang didapat dari PT. Baralogam Multi Jaya dengan

komposisi Mg:99.3%, Mn:0.592%, Sn:0.031%, Zn:0.028%, Cu:0.007%, Cd:0.002%, Ca:0.0008%, Sr:0.0006, Be:0.0001%, kemudian dibubut dengan bentuk silinder dengan diameter 12mm dan

tebal 40mm

- Luas dalam mm2

Rasio

Magnesium ECAP

Magnesium yang telah melewati proses equal channel angular pressing(ECAP) dengan 6 kali pressing pada kecepatan 0.1 mm/dtk dan suhu 300˚C untuk mendapatkan nanostructure

dari butir magnesium dengan bentuk silinder dengan diameter 12mm dan tebal 2mm

- Luas dalam mm2

Rasio

DMEM Cairan fisiologis steril merk Gibco yang didapat dari PT. Nutrilab Pratama, dengan

komposisi inorganik Calcium Chloride (CaCl2-2H2O), Ferric Nitrate (Fe(NO3)3"9H2O), Magnesium Sulfate (MgSO4-7H2O), Potassium Chloride (KCl),

Sodium Bicarbonate (NaHCO3), Sodium Chloride (NaCl), Sodium Phosphate monobasic (NaH2PO4-2H2O), asam amino,

vitamin, dan d-glukosa

dengan volume 50cc, suhu 37oC, dan pH 7

- mL Rasio

Waktu perendaman

Merupakan lama perendaman spesimen dalam cairan DMEM, yang dihitung sejak spesimen

direndam hingga pengangkatan. Pada penelitian ini dilakukan pada hari ke-1,2,3,5,7,

dan 14

- Hari Rasio

Laju biodegradasi

Merupakan kecepatan biodegradasi dari magnesium yang didapatkan berdasarkan

kehilangan berat dan perhitungan ion magnesium yang terlepas pada larutan hasil

perendaman spesimen dan lapisan korosi spesimen

Weight loss dan Spektrometri absorbsi atom

(AAS)

mm2/tahun Rasio

Evolusi hidrogen

Merupakan jumlah gas H2 yang terlepas dari spesimen dalam proses biodegradasi yang

didapatkan dari persamaan stoikiometri

Spektrometri absorbsi atom

(AAS)

ml/ m2/hari Rasio

Gambaran pola biodegradasi

Merupakan gambaran pola korosi magnesium ECAP yang telah dibelah dalam arah potong

melintang

Uji Struktur Mikro

Homogen / non- homogen

Nomi nal

(39)

22 Universitas Indonesia BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan uji perendaman dalam cairan fisiologis terhadap magnesium ECAP untuk mengetahui proses biodegradasi.

4.2 Tempat Penelitian

Pemrosesan ECAP dan pemeriksaan struktur mikro terhadap magnesium dilakukan pada Laboratorium Metalurgi FTUI. Pemeriksaan spektrometri dilakukan pada Laboratorium Analisis Farmasi Fisikokimia Sekolah Farmasi ITB.

4.3 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2012

4.4 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan didapatkan berdasarkan penelitian Karayan, dkk (2011) yang berasal dari magnesium murni dengan diameter 12 mm dan ketebalan 40 mm yang telah melalui proses ECAP dengan menggunakan die dengan sudut internal 120o dan sudut tepi 20o. Pressing dilakukan sebanyak 6 kali dengan plunger speed 0,1 mm/dtk pada suhu 3000C, dan rotasi 450 searah jarum jam.

Spesimen kemudian dipotong dengan ketebalan 2 mm dan dipoles menggunakan 1000 grid SiC paper dan ethanol untuk membersihkan permukaan.

Besar sampel berdasarkan standar ASTM G31-72 standard practice for laboratory immersion corrosion testing of metals dengan minimal menggunakan dua sampel dalam setiap waktu perlakuan. Pada penelitian ini akan menggunakan dua spesimen magnesium ECAP pada setiap waktu perlakuan. Dalam setiap waktu perlakuan spesimen akan ditimbang, kemudian pada larutannya akan

(40)

23

Universitas Indonesia dilakukan dua kali pengambilan sampel larutan untuk pemeriksaan spektrometri pelepasan ion Mg.

Gambar 4.1 Proses pembuatan spesimen melalui proses ECAP

Pada penelitian ini digunakan satu sampel magnesium murni pada setiap waktu perlakuan sebagai kontrol. Pada pemeriksaan struktur mikro juga akan digunakan satu sampel magnesium ECAP pada hari ke-1,3,7, dan 14 waktu perendaman.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah spesimen dengan diameter 12±0,5mm, ketebalan 2±0,2mm, dan berat 300±10mg. Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah spesimen dengan permukaan yang tidak rata seperti adanya celah atau retakan.

4.5 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah die dengan sudut internal 120o dan sudut tepi 20o, universal testing machine merk tarnogrocke, diamond disc cutter, polishing instrument dengan 1000 grid SiC paper dan ethanol, Mesin bubut merk Maruto, Conical tube polypropylene merk Blue Max, benang silk 3-0 merk Mersilk, plastik wrapping, larutan DMEM merk Gibco, pH meter merk Ezdo, inkubator merk Tesena, larutan kromium trioksida (CrO3), larutan perak nitrat (AgNO3), larutan barium nitrat (Ba(NO3)2), aquades, alat desikator merk Robusta dengan silika gel, alat timbangan merk DIGI, mikroskop

Gambar

Gambar 2.1 Persayaratan Material Implan 14
Gambar 2.2 Ilustrasi skematik dari fasilitas ECAP  19
Gambar 2.4 Reaksi korosi magnesium pada cairan
Tabel 2.1 Konsentrasi ion pada larutan pseudo-fisiologis yang umum dipakai  4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga hasil laju korosi eksperimental yang didapatkan dengan metode perhitungan weight-loss adalah 10.12 mm/tahun (398.03 mils/tahun), apabila merujuk kepada tabel

Laju pertumbuhan harian pada pengukuran terakhir pada keong sawah sebesar 0,188 g, perlakuan cacing sutera 0,213 g, laju pertumbuhan spesifik tertinggi pada keong sawah sebesar

Pada setiap penutupan lahan juga dilakukan pengukuran kondisi fisik lingkungan lain yang terdiri atas laju infiltrasi, suhu dan kelembapan udara, suhu dan kelembapan tanah,

Desain miniplate dan screw dari magnesium ECAP yang akan dibuat pada penelitian ini merujuk pada geometri atau bentuk desain miniplate dan screw dari bahan

Lahan vegetasi memiliki pola laju infiltrasi tertinggi kedua setelah pemukiman (kelas cepat sampai sangat cepat) pada saat pengukuran terdapat tanaman besar serta

Pada setiap penutupan lahan juga dilakukan pengukuran kondisi fisik lingkungan lain yang terdiri atas laju infiltrasi, suhu dan kelembapan udara, suhu dan kelembapan tanah,

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju infeksi, prevalensi, insiden penyakit karang Black Band Disease (BBD) pada karang keras di perairan Pulau Barranglompo.. Pengukuran

Sebagai contoh pada hasil pengujian yang sudah dilakukan, hasil laju korosi dari air laut Kabupaten Lamongan adalah yang paling cepat didapatkan pada lama waktu perendaman