• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media – Buku inspiratif yang mengulas peran perempuan untuk gerakan literasi media. Kaya akan pengalaman baru. Sayang, kurang jeli dalam membidik target ikhwal pihak mana yang harus bertanggungjawab memberikan pendidikan melek media. Jika dibekali kemampuan literasi media, perempuan [ baca: Ibu Rumah Tangga ] diyakini akan sanggup menjadi agent yang signifikan mengubah pola menonton yang tidak sehat. Begitu kira-kira pesan yang hendak disampaikan buku ini.

Pesan lain dari buku ini sebenarnya untuk melindungi anak-anak dari pengaruh tidak sehat, akibat paparan siaran televisi yang kurang mendidik. Namun tujuan tersebut akan bias tercapai secara efektif jika penyampaiannya tidak langsung ke anak-anak, melainkan melalui orang tua, terutama pihak ibu. Oleh karena itu, tepatlah buku ini menggunakan sosok Ibu sebagai agen centralnya, Ibu

Rumah Tangga Melawan Televisi.

Di tengah derasnya terpaan televisi di Indonesia, sudah semestinya khalayak, dan terutama para ibu dibekali pengetahuan agar dapat bersikap bijak. Pendidikan melek media, memiliki beberapa keuntungan, antara lain cita rasa beragam pesan media, memberdaya pengontrolan program media dan membantu mengenali tujuan media (Potter, 2008). Keperkasaan media secara kontinyu mengalami pilihan-pilihan khalayak sehingga media dapat membangun kebiasaan menonton (habitual axposure) hanya pada sejumlah media. Akibatnya, banyak orang dirugikan oleh karena tidak memiliki informasi atau tontonan yang beragam sekaligus mendidik.

Bukan tanpa alasan jika ibu sanggup menjadi agent yang efektif memberikan edukasi bagi anak, termasuk juga suami, agar memiliki kemampuan melek media. Jika para ibu dibekali kemampuan literasi, maka mereka akan melakukan pendampingan ketika anak-anak menonton televisi. Selain itu, posisi ibu dalam rumah tangga di Indonesia sangat strategis, mengingat ia dapat pula memengaruhi para suami dan anggota keluarga lainnya secara keseluruhan.

Multi player effect yang tinggi inilah yang menjadi dasar pijakan mengapa

ibu-ibu rumah tangga menjadi begitu penting dalam pendidikan melek media.

Berbagai analisis dampak siaran televisi bagi masyarakat menunjukkan adanya permasalahan yang cukup rumit. Kekerasan dan seksualitas di televisi, dikritik oleh berbagai kalangan sebagai penyebab berbagai kemerosotan moral dan kemanusiaan. Perilaku kekerasan, hedonisme, konsumerisme dan hilangnya insting kemanusiaan menjadi fenomena yang terus merebak. Limpahan tayangan di televisi tak kunjung mencerdaskan khalayak. Isi media tak lagi

(2)

dibarengi dengan siaran yang mendidik. Orientasi industri media diduga telah dikendalikan oleh penguasa media yang berkolaborasi dengan aktor-aktor politik dan ekonomi pasar [hal, 18].

Akibatnya, masyarakat sebagai penonton siaran televisi tidak mempunyai kuasa atas remote control pesawat televisi yang dipegangnya. Tidak ada pilihan untuk menonton siaran televisi yang baik. Nyaris semua siaran televisi swasta menyuguhkan nilai yang telah dibaurkan dalam berbagai program siaran hiburan dan informasi yang bahkan kerap diubah menjadi panggung atraksi politik semata [Hermanto, 2010].

source: google

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Menuju Keluarga Melek Media Dipilihnya ibu [perempuan] sebagai agent dalam proses pengenalan literasi dan melek media bertujuan utama untuk membentuk keluarga melek media. Dalam kaitan ini, ibu diposisikan sebagai kelompok yang memiliki peran penting dalam interaksi dan manajemen keluarga. Pandangan ini menempatkan ibu sebagai pelaku aktif dalam pembelajaran melek mediadi tengah masyarakat. Tipologi masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh warna dan corak keluarga juga menjadi alasan mengapa agenda ini diarahkan untuk mendorong terbentuknya keluarga melek media dan bukan semata perseorangan.

Keluarga sebagai unit sosial terkecil,berpotensi menjadi satuan yang mengontrol anggotanya dalam melakukan aktifitas menonton televise. Terbentuknya keluarga melek media akan lebih mudah mempengaruhi perubahan pola menonton dan cara pandang terhadap tayangan televisi dibandingkan jika perubahan yang bersifat individual semata. Pengakuan dari beberapa peserta program menunjukkan bahwa pengetahuan melek media tidak hanya dipahami sebagai pengetahuan personal oleh ibu-ibu, namun sedapat mungkin diupayakan menjadi pemahaman berbasis keluarga [hal, 128].

(3)

Perubahan pola menonton dan pembentukan aturan menonton televisi misalnya, tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan semua atau sebagian anggota keluarga. Pemahaman yang terbatas pada sebagin anggota keluarga tentang melek media serta keterlibatan yang hanya melibatkan ibu, cenderung akan menghambat penerapan aturan menonton. Penerapan peraturan menonton hanya atau penyaringan tontonan TV hanya akan efektif dengan pelibatan seluruh anggota keluarga. Ayah, anak dan orang tua yang tinggal dalam keluarga perlu memiliki kesepahaman yang sama tentang tayangan televisi. Ketidaksamaan paham tentang tayangan televisi dan dominasi, menjadi faktor pengahambat dalam penerapan peraturan keluarga. Sebaliknya, keterlibatan aktor inti keluarga [suami-isteri] menjadi aktor penentu utama. Sebagaimana diketahui bersama bahwa di Indonesia, televisi hadir di ruang keluarga, di mana anggota keluarga biasa berkumpul dan berbagi satu sama lain. Bagi kalangan masyarakat menengah ke atas, selain di ruang keluarga, televisi bahkan hadir di kamar pribadi tiap-tiap anggota keluarga. Aktivitas menonton televisi berlangsung dalam ranah keluarga, antara orang tua, anak dan anggota keluarga lainnya.

Begitulah kekuatan utama televisi: kehadirannya di tengah-tengah keluarga, mulai dari masyarakat miskin perkotaan, masyarakat desa yang bersahaja, hingga kaum menengah ke atas di kota-kota besar [Ibrahim, 1997: 255-261]. Kekuatan selanjutnya terletak pada karakter audiovisual yang ditampilkan di dalam masyarakat Indonesia, citra audio visual ini menempati posisi sentral karena televisi hadir ketika budaya baca masyarakat yang belum terbentuk. Fenomena ini yang kemudian menciptakan budaya menonton yang kuat, di mana salah satu karakternya adalah mudah terbawa oleh citra-citra audiovisual tersebut. Oleh karena itu, perlu kiranya ada kekuatan tandingan yang mampu mengontrol atau mengimbangi keperkasaan tv, yakni sosok kekuatan Ibu.

Keperkasaan televisi benar-benar tanpa penghalang ketika berhadapan dengan anak-anak dan remaja. Dengan tingkat pemahaman yang relatif masih lemah dan emosi yang labil, visualisasi televisi secara langsung akan menerpa mereka. Perilaku, gaya berpakaian, gaya berbicara dan gaya hidup mereka berasal dari televise, entah dari iklan, infotainment, sinetron dan film.

Anak-anak merupakan korban pertama yang terpapar oleh pengaruh televisi. Celakanya, ibu-ibu rumah tangga, secara tidak sadar telah memercayai televisi sebagai ‘pengasuh’ yang baik. Jika dihadapkan dengan televisi, anak-anak cenderung diam dan asyik menikmati siaran sehingga dapat ditinggalkan sendirian, sementara sang ibu dapat menyelesaikan pekerjaan rumah yang lain.

(4)

Lain halnya bagi para remaja. Meski lebih baik dalam proses memahami acara-acara yang ditayangkan televisi, remaja berada dalam situasi psikologis yang kritis. Awalnya, tayangan-tayangan televisi mereka pandang sebagai hiburan semata, atau rekaan citra-citra semu. Namun seiring semakin tingginya intensitas menonton televisi bersamaan dengan semakin rendahnya intensitas sosial langsung di masyarakat, citra-citra yang tadinya semua perlahan menjadi sesuatu yang nyata-nyata diimpikan, yang pada akhirnya menjelma menjadi realitas [fact] itu sendiri [Gerbner, 1967]. Batas antara citra [image] dengan realitas [fact] pun menjadi kabur. Pada titik inilah, televisi akan menjadi guru yang mengajarkan bahwa cerita-cerita yang mereka sajikan merupakan realitas yang senyatanya [hal, 20].

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagai Kendala

Gerakan melek media, sejatinya bukanlah gerakan yang seksi dan mendapat dukungan media itu sendiri. Sangat sedikit media [khususnya televisi] yang bersedia mempublikasikan gerakan melek media di kalangan masyarakat. Sebagai sebuah gerakan, tantangan ke depan adalah memperluas dukungan publik, mengingat dibutuhkan strategi kampanye yang efektif termasuk penggunaan media yang tepat guna memperluas dukungan terhadap gerakan melek media. Dengan demikian, gerakan melek media akan mampu berkontribusi dalam pengembangan masyarakat, khususnya demokratisasi penyiaran di Indonesia. Gerakan ini juga sekaligus merupakan upaya melindungi konsumen dari dampak buruk media [televisi] terhadap khalayak. Berbagai manfaat, seperti pengetahuan tentang cara fasilitasi diskusi, pengetahuan tentang media massa, pengenalan lebih mendalam terhadap media televisi, pengetahuan dunia anak dari berbagai sudut pandang hingga cara mengembangkan interaksi dalam kelompok dipaparkan dengan lugas dalam buku ini. Bahkan peserta juga dibekali pengetahuan akan proses pembuatan acara televisi. Bekal yang sangat bermanfaat bagi peserta untuk memahami perbedaan jenis tayangan program televisi yang termasuk kategori fiksi [rekaan] dan fakta [sungguh-sungguh terjadi], yang diharapkan dapat ditransformasikan kepada anggota keluarga dan lingkungan sekitar mereka. Bekal pengetahuan tersebut akan meningkatkan kemampuan dalam memilih tayangan program yang berkualitas [mendidik] berkualitas, memilih dan memilah acara-acara yang patut ditonton sekaligus membangun daya kritis terhadap semua informasi yang berasal dari televise.

Ditulis berdasarkan pengalaman para peserta program literasi media, buku ini juga menyuguhkan testimoni untuk memberikan gambaran mengenai pengaruh

(5)

yang dapat ditimbulkan oleh program literasi dari sudut pandang subjek yang menjadi sasaran. Dengan demikian, diharapkan keaslian pendapat bisa lebih ditampilkan dan sangat berguna untuk memberi banyak masukan yang lebih inspiratif, terutama bagi pengembangan program literasi media televisi di Indonesia ke depan.

Dengan format penulisan popular dengan lebih mengedepankan gagasan, ide serta pemikiran ibu-ibu peserta program, buku ini justeru lebih aplikatif. Penyajian yang ringkas dengan tata letak yang sederhana namun menarik, buku ini akan mudah dicerna oleh ibu oleh ibu-ibu rumah tangga yang pada umumnya telah suntuk dengan tugas-tugas domestik.

Beberapa hal yang menjadi catatan kritis terhadap penulisan buku ini ada pada aspek metodologi. Dengan menggunakan sample masyarakat kota [urban] dan pedesaan [rural], apakah permasalahan literasi media bagi masyarakat kota lebih kompleks bagi masyarakat desa, atau justeru sebaliknya?; Apakah dibutuhkan pendekatan yang juga berbeda dalam penyelenggaraan literasi media untuk kedua basis masyarakat yang berbeda karakter sosialnya itu?; Jika iya/tidak, bagaimana model pendekatannya yang seharusnya diambil?; Bagaimana membangun gerakan literasi media agar terjaga kesinambungannya?

Betapapun, buku ini telah memberikan sumbangan pemikiran berbasis pengalaman lapangan bagi kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang literasi media.

Judul: Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media Penulis: Darmanto dkk. Tebal: xii + 142 halaman. Penerbit: Matamedia Press

Referensi

Dokumen terkait

“Devlet” yerine kullandığı “devlet-toplum kompleksi” (state-society complex) kavramıyla Cox (1981), devleti kendi başına eyle- yen bir “aktör” olarak değil,

Ketinggian tempat lokasi penelitian yang berbeda tidak berpengaruh terhadap bobot pucuk total per plot pada masing-masing klon yang diuji, tetapi terdapat kecenderungan bobot pucuk

Alimuddin Sa'ban Miru, M.Pd Nurul Mukhlisah Abdal, S.Si., M.Si Selasa VII-VIII Tek... Kamis

Tahun 1951 atas prakarsa Bapak Ong Eng Lan dibuka Sekolah Menengah Kristen (SMPK) berlokasi di SRK pada siang hari dengan kepala sekolah di rangkap oleh oleh Bapak Liem

Dari pembahasan terdahulu dapat disimpulkan sebagai berikut; Dakwah dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu; secara lisan, tulisan, lukisan atau fotografi, audio visual

Catatan Praktik 10 Toolkit Gender dan RSK P erusahaan-perusahaan DAFTAR ISI Mengapa gender penting bagi perusahaan- perusahaan militer dan keamanan swasta (PMSC, Private

(Sumber : Desain Struktur Beton Prategang, T.Y Lins & H. Sistem Prategang Untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton. Konsep ini mempertimbangka beton prategang sebagai

Dapat dikatakan bahwa strategi pesantren adalah taktik atau rencana yang ditentukan khusus oleh pesantren. Jadi strategi pesantren dalam mengatasi gangguan kejiwaan adalah