• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ia kekurangan dana, maka salah satu alternatifnya adalah dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ia kekurangan dana, maka salah satu alternatifnya adalah dengan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di dalam kehidupan ini, manusia tidak dapat melepaskan diri dari orang lain dan saling ketergantungan dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemajuan di berbagai sektor kehidupan dan persaingan yang semakin ketat dalam kehidupan, menyebabkan setiap orang berusaha untuk menciptakan peluang demi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Ada kalanya seseorang pada saat tertentu membutuhkan dana untuk kepentingan mendesak misalnya untuk berobat, sedangkan ia kekurangan dana, maka salah satu alternatifnya adalah dengan meminjam uang atau berhutang untuk memperoleh tambahan uang.

Keberadaan hutang piutang cukup diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan sangat diperlukan dalam keadaan mendesak. Tetapi dalam kenyataannya, untuk memperoleh pinjaman berupa uang tidaklah mudah. Adapun lembaga-lembaga kredit dibentuk bertujuan untuk mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhannya, sehingga dibentuklah lembaga perkreditan, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun swasta, dalam bentuk bank maupun non bank. Adapun lembaga-lembaga keuangan bank dapat diklarifikasikan menjadi : Bank Indonesia, Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Lembaga keuangan nonbank seperti : Asuransi

(2)

2

(Insurance), Pegadaian (Pownshop), Dana Pensiunan (Pension Fund), Reksa Dana

(Investment Fund), Bursa Efek (Stock Exchange).1

Salah satu lembaga keuangan nonbank yang ada di Indonesia adalah PT. Pegadaian (Persero), yang bergerak di bidang jasa penyaluran pinjaman uang kepada masyarakat atas dasar hukum gadai dengan jaminan benda bergerak. PT Pegadaian (Persero) tidak bersedia memberikan pinjaman tanpa adanya kepastian tentang pelunasan pinjaman tersebut. Oleh karena itu, biasanya pihak kreditur akan meminta jaminan kepada pihak peminjam atau debitur, sehingga mendapat kepastian untuk pelunasan atau pinjaman yang telah diberikan.

Meminjam uang dengan cara gadai di PT. Pegadaian (Persero) banyak dipilih sebagian orang disebabkan karena perolehan kredit dengan cara gadai adalah cara alternatif yang paling cepat dan tepat karena prosedur nya yang mudah dan efisien sehingga seorang debitur dapat dengan segera merealisasikan kepentingannya tanpa adanya hambatan. Sesuai dengan motto nya yaitu “Mengatasi Masalah tanpa Masalah”. Biasanya peminjaman uang dengan cara gadai ini, digunakan untuk jenis pinjaman yang tidak terlalu besar jumlahnya.

Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya, fidusia adalah jaminan dimana terhadap benda jaminan hanya terjadi penyerahan hak kepemilikan tetapi secara fisik benda tersebut masih dalam penguasaan debitur, sedangkan hak tanggungan merupakan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Jaminan dengan

1

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, 2000, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.17.

(3)

3

menguasai bendanya bagi kreditur akan lebih aman, karna mengingat pada benda bergerak mudah dipindah tangankan dalam arti dijual lelang jika debitur wanprestasi walaupun mudah untuk berubah nilainya.

Terjadinya gadai didalam suatu PT. Pegadaian ( Persero ) yaitu apabila barang gadai diserahkan kepada PT. Pegadaian ( Persero ) dan selanjutnya melaksanakan penandatanganan SBK ( Surat Bukti Kredit ). Penyerahan barang tersebut terjadi pada saat yang bersamaan dengan penandatangan SBK. Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara

hukum bagi para pihak yang membuatnya.2

Akan tetapi walaupun gadai telah membantu debitur secara cepat mewujudkan kepentingannya, namun dalam pelaksaannya sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan permasalahan. Setiap nasabah yang memberikan barang jaminan untuk digadaikan dianggap sebagai pemilik barang. Itu merupakan dasar dari peneriman barang gadai oleh PT.Pegadaian. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata yang menentukan bahwa barang siapa yang menguasai benda bergerak maka dianggap sebagai pemiliknya. Jadi, PT. Pegadaian

2

Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.1

(4)

4

menduga, bahwa siapapun yang datang ke PT. Pegadaian dengan membawa barang jaminan untuk di gadaikan adalah sebagai pemilik sebenarnya dari barang tersebut.

Dalam menerima barang jaminan PT. Pegadaian selalu didasarkan pada etikad baik. Ukuran etikad baik menjadi faktor penting dalam hal perjanjian gadai antara pihak yang berhutang dan berpiutang. Untuk itu dalam pemberian gadai PT. Pegadaian mengharuskan debitur atau nasabah melampirkan identitas diri atau Kartu Tanda Penduduk. Barang yang digadaikan juga harus memenuhi standard dan persyaratan formalitas yaitu sertifikat maupun surat bukti kepemilikan. Meskipun PT. Pegadaian telah berusaha mengantisipasi segala kemungkinan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi apabila dalam kenyataannya ada kasus yang terjadi bahwa barang yang digadaikan bukan merupakan barang milik nasabah sendiri, melainkan barang yang didapatkan dari hasil kejahatan, maka pihak pegadaian dan pemilik barang yang sebenarnya merasa dirugikan.

Tindakan apa yang harus dilakukan PT. Pegadaian (Persero) agar tidak menderita kerugian karena debitur yang menggadaikan barang jaminan tersebut meminjam sejumlah uang dan sewa modal yang harus dilunasi. Serta bagaimanakah akibat hukum dari perjanjian gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas serta untuk mengetahui penyelesaian permasalahan-permasalahan yang timbul, maka akan diteliti dan dibahas

(5)

5

Yang berasal Dari Hasil Kejahatan : Studi pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang Sesetan”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah akibat hukum perjanjian gadai terhadap jaminan yang berasal dari hasil kejahatan ?

2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dapat ditempuh dalam penyelesaian

permasalahan terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan di PT. Pegadaian (Persero) ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Walaupun gadai telah membantu debitur secara cepat mewujudkan kepentingannya, namun dalam pelaksaannya sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan permasalahan. Setiap nasabah yang memberikan barang jaminan untuk digadaikan dianggap sebagai pemilik barang. Itu merupakan dasar dari peneriman barang gadai oleh PT.Pegadaian. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata yang menentukan bahwa barang siapa yang menguasai benda bergerak maka dianggap sebagai pemiliknya. Jadi, PT. Pegadaian menduga, bahwa siapapun yang datang ke PT. Pegadaian dengan membawa barang jaminan untuk di gadaikan adalah sebagai pemilik sebenarnya dari barang tersebut.

Dalam menerima barang jaminan PT. Pegadaian selalu didasarkan pada etikad baik. Ukuran etikad baik menjadi factor penting dalam hal perjanjian gadai antara pihak yang berhutang dan berpiutang. Untuk itu dalam pemberian gadai PT. Pegadaian mengharuskan debitur atau nasabah melampirkan identitas diri atau Kartu

(6)

6

Tanda Penduduk. Barang yang digadaikan juga harus memenuhi standard dan persyaratan formalitas yaitu sertifikat maupun surat bukti kepemilikan. Meskipun PT. Pegadaian telah berusaha mengantisipasi segala kemungkinan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi jika dalam kenyataannya ada kasus yang terjadi bahwa barang yang digadaikan bukan merupakan barang milik nasabah sendiri, melainkan barang yang didapatkan dari basil pencurian dan pinjam meminjam, maka pihak pegadaian dan pemilik barang yang sebenarnya merasa dirugikan.

Jika pemilik barang jaminan sebenarnya itu menuntut barang nya itu kembali, dan melaporkan ke polisi bahwa barangnya yang hilang telah digadaikan di PT. Pegadaian. Tindakan apa yang harus dilakukan PT. Pegadaian (Persero) agar tidak menderita kerugian karena debitur yang menggadaikan barang jaminan tersebut meminjam sejumlah uang dan sewa modal yang harus dilunasi. Karena sebelum uang pinjaman itu dilunasi, PT. Pegadaian tidak dapat mengembalikan barang jaminan. Hapusnya gadai itu apabila uang pinjaman dan sewa modal telah dibayar lunas oleh debitur. Sehingga untuk menghindari kerugian, antara pemilik barang sebenarnya dan PT. Pegadaian tindakan apa yang harus dilakukan serta upaya-upaya apa saja yang dapat ditempuh.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Tulisan ini merupakan benar dari pemikiran sendiri. Sebagai referensi sekaligus menghindari plagiasi pada tulisan ini, maka menggunakan skripsi lain dengan kasus sejenis, yang mana akan membantu dalam menyelesaikan tulisan ini.

(7)

7

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil penelitian tentang “Perjanjian Gadai Yang Dijamin Dengan Barang Yang Berasal Dari Hasil Kejahatan : Studi Pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang Sesetan“, belum pernah ada yang melakukan penelitian ini sebelumnya. Akan tetapi pernah ada yan gmeneliti tentang gadai yang terkait dengan wanprestasi dalam gadai, sebagai acuan kerangka berfikir maka penulis menggunakan3 skripsi terdahulu yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.4.1 Daftar Penelitian Sejenis

No Judul Skripsi/Jurnal Penulis Rumusan Masalah

1 Skripsi : Wanprestasi

dalam Gadai dan

Penyelesaiannya di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Tabanan Anak Agung Raka Putra Dharmana (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar 1999 ) 1. Bagaimanakah cara penentuan besarnya

ganti rugi jika benda

jaminan hilang atau

rusak di Perusahaan

Umum Pegadaian

Cabang Tabanan ?

2. Upaya-upaya apa

sajakah yang dapat

ditempuh dalam

(8)

8 di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Tabanan ? 2 Skripsi : Akibat Hukum Wanprestasi

dalam Gadai dan

Penyelesaiannya di

PT. Pegadaian (

Persero ) Cabang

Negara

Ni Gusti Ayu Putu Sri Ratna Mutiari (Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Tabanan, tahun 2014). 1. Bagaimanakah bisa

dikatakan pemberi gadai atau debitur melakukan

ingkar janji (

Wanprestasi ) ?

2. Bagaimanakah wujud

ganti rugi dan tanggung

jawab kreditur atau

penerima gadai apabila

barang jaminan

mengalami kerusakan

atau kehilangan ?

3 Skripsi : Eksistensi

perjanjian gadai pada

I Nyoman Alit Adiana

1. Apakah bentuk

(9)

9

perusahaan PT.

Pegadaian ditinjau

dari Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, tahun 2013 ) tersebut telah memenuhi unsur kesepakatan yang

merupakan salah satu

syarat mengikatnya

perjanjian ?

2. Bagaimanakah akibat hukum yang timbul dari adanya perjanjian Gadai ?

Tabel 1.4.2 Daftar Penelitian Penulis

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

1 Perjanjian Gadai

Yang Dijamin

Dengan Barang

Yang Berasal Dari Hasil Kejahatan : Studi Pada PT. Pegadaian (Persero) I Gede Putu Aditya Surya Bratha (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Tahun 2016) 1.Bagaimanakah akibat hukum perjanjian gadai terhadap jaminan yang berasal dari hasil kejahatan ?

2.Bagaimanakah

upaya-upaya yang dapat ditempuh

(10)

10

Cabang Sesetan permasalahan terhadap

barang jaminan yang

berasal dari hasil kejahatan di PT. Pegadaian (Persero) ?

1.5 Tujuan Penelitian

Pada penulisan suatu karya tulis ilmiah, haruslah mempunyai tujuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Adapun tujuan penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus :

a. Tujuan umum

1. Untuk mengetahui akibat hukum dari perjanjian gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat ditempuh oleh PT. Pegadaian (Persero) dalam menyelesaikan permasalahan terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan sehingga pihak-pihak yang terlibat tidak dirugikan.

b. Tujuan khusus

1. Untuk memahami akibat hukum yang timbul dari perjanjian gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan.

(11)

11

2. Untuk memahami upaya-upaya apa saja yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan perjanjian gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan sehingga pihak-pihak yang terlibat tidak dirugikan.

1.6 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Manfaat teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dan merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di masyarakat serta guna menambah pustaka hukum yang berkaitan dengan hukum perdata.

Hasil penelitian ini merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kemampuan para mahasiswa dalam menganalisis serta memecahkan permasalahan secara ilmiah dalam rangka menerapkan ilmu di bangku kuliah serta sebagai bahan bacaan tambahan dalam perpustakaan.

b. Manfaat praktis.

Sebagai bentuk nyata kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang akibat hukum perjanjian gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan. Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang akibat hukum perjanjian

(12)

12

gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan serta bagaimana upaya penyelesaiannya sehingga pihak-pihak yang terlibat tidak dirugikan.

Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai penyampaian informasi terhadap masyarakat dalam melakukan gadai khususnya di PT. Pegadaian ( Persero ) Cabang Sesetan. Serta untuk memberikan sumbangan pemikiran khususnya dalam pelaksanaan gadai khususnya di PT. Pegadaian ( Persero ) Cabang Sesetan.

1.7 Landasan Teoritis

Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHPerdata Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal 1150. Pasal 1150 merumuskan :

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang untuk berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu di gadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Jadi gadai itu adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dulu dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya yang

(13)

13

telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus

didahulukan.3

Gadai merupakan perjanjian riil, yaitu perjanjian yang disamping kata sepakat, diperlukan suatu perbuatan nyata (penyerahan kekuasaan atas barang gadai). Dalam hal ini yang bertindak sebagai kreditur ialah Pegadaian. Di dalam perjanjian tersebut, akan ditentukan beberapa klausul-klausul yang memuat kesepakatan mengenai hutang piutang antara debitur dan kreditur. Apabila pinjaman tersebut tidak dapat dilunasi tepat pada waktunya, maka penerima atau pemegang gadai yang bertindak sebagai kreditur berhak untuk menjual barang

gadai sebagai pelunasan dari pinjaman kredit tersebut.4

Terjadinya gadai didalam suatu PT. Pegadaian ( Persero ) yaitu apabila barang gadai diserahkan kepada PT. Pegadaian ( Persero ) dan selanjutnya melaksanakan penandatanganan SBK ( Surat Bukti Kredit ). Penyerahan barang tersebut terjadi pada saat yang bersamaan dengan penandatangan SBK.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saat terjadinya gadai adalah pada saat SBK ditandatangani. Dalam perjanjian kredit di PT. Pegadaian ( Persero ), apabila telah terjadi persetujuan atau ada kesepakatan antara kedua belah pihak, maka pihak debitur menyerahkan barang jaminan dan barang jaminan ada dalam kekuasaan kreditur dan sebagai imbalannya kreditur memberikan pinjaman uang dan

3

H. Hari Saherodji, 1980, Pokok-pokok Hukum perdata, Aksara Baru, Jakarta, hal.19

4

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2010, Seri Hukum Bisinis Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.88.

(14)

14

memberikan Surat Bukti Kredit ( SBK ) sebagai bukti adanya perjanjian gadai dan sebagai alat bukti untuk mengambil barang jaminan apabila hutang debitur telah dilunasi.

Perjanjian adalah sumber perikatan, menurut Pasal 1313 KUHPerdata dirumuskan bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut dengan perikatan yang didalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Ada beberapa kelemahan dari pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan diatas, seperti yang dinyatakan oleh Mariam Darius Badrulzaman (dkk) yaitu :

Definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak lengkap dan terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan-perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata buku III, perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain

dinilai dengan uang.5

Beberapa sarjana hukum juga memberikan definisi mengenai perjanjian antara lain sebagai berikut : Menurut Sri Soedewi Masychon Sofyan, perjanjian adalah

5

Mariam Darius Badrulzaman, dkk, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal.65

(15)

15

suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.6

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut, secara jelas terdapat consensus antara para pihak, yaitu persetujuan antara pihak satu dengan yang lainnya. Selain

itu juga, perjanjian yang dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan.7

Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian maksudnya adalah hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memberi

hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.8

Menurut Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan perikatan.9

Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu pihak berjanji untuk

6

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1982, Hukum Perjanjian, Universitas Gadjah Maja, Yogyakarta, hal.8

7

Abdul Kadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal. 14

8 M. Yahya Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal.6 9 Subekti, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata Cetakan ke 31, Intermasa, Jakarta, hal.5

(16)

16

melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak

menuntut pelaksanaan janji itu.10

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata dirumuskan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya yang dimaksud kesepakatan disini adalah adanya rasa iklas atau saling memberi dan menerima atau sukarela diantara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, artinya kecakapan disini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Sedangkan yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum yaitu anak-anak, orang-orang dewasa yang ditempatkan dibawah pengawasan, dan orang sakit jiwa.

3. Suatu hal tertentu, artinya obyek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Obyek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini

10

Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Jakarta, hal.11

(17)

17

penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.

4. Suatu sebab yang halal, artinya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan atau kesusilaan. Sebab yang dimaksud disini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian, melainkan tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak.11

Ada beberapa asas yang dapat ditemukan dalam hukum perjanjian, namun ada 3 (tiga) diantaranya yang merupakan asas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:

1. Asas konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Asas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan berkontrak.

2. Asas kebebasan berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan isi dari perjanjian tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Asas ini tercermin jelas dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai

11Salim H.S. dkk, 2007, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU),

(18)

18

undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas dari sifat Buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat mengesampingkannya, kecuali

terhadap pasal-pasal tersebut sifatnya memaksa.12

3. Asas Pacta Sunt Servanda atau asas kepastian hukum

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” pada akhir Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Jadi perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatnya sebagai undang-undang. Oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum.

Untuk sahnya suatu perjanjian gadai, pemberi gadai haruslah seorang yang berwenang menguasai bendanya. Benda itu kemudian bisa dipegang oleh kreditur atau si penerima gadai.Karena benda gadai ada di tangan pemegang gadai, seakan-akan benda gadai ada di dalam genggaman pemegang gadai. Jadi benda

gadai pada asasnya ada dalam kekuasaan pemegang gadai.13

Apabila dalam perjanjian gadai tersebut dijanjikan bahwa gadai tetap berada dibawah kekuasaan debitur walaupun atas kemauan kreditur, maka perjanjian gadai tersebut tidak sah dan dianggap batal demi hukum, perjanjian

12Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hal. 4.

(19)

19

gadai tersebut dianggap tidak pernah ada. Penyerahan ini menjadi syarat mutlak dalam perjanjian gadai. Alasan pengaturan ini sebenarnya demi keamanan hak kreditur atas pelunasan utang – utang debitur. Apabila debitur masih menguasai barang – barang yang menjadi obyek gadai, dikawatirkan debitur dengan mudah dapat mengalihkan dan menyerahkan barang gadainya kepada pihak lain walaupun pihak lain ini memiliki itikad baik yang perlu dilindungi secara hukum.

Di dalam pelaksaan gadai, yang menjadi obyek dalam gadai ini adalah jaminan yang berupa benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud. Mengenai sifat perjanjian jaminan lazimnya dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat accessoir yaitu senantiasa merupakan perjanjian yang dikaitkan

dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian pokok.14 Dalam KUHPerdata,

pengaturan mengenai jaminan secara umum terhadap pelunasan hutang dapat dilihat pada Pasal 1131 dan Pasal 1132. Pasal 1131 merumuskan :

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk perikatan perseorangan”.

Selanjutnya dalam Pasal 1132 KUHPerdata merumuskan :

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi

14

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum

(20)

20

menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali bila diantara kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”.

1.8 Metode Penelitian

Metodologi penelitian merupakan ilmu mengenai jenjang-jenjang yang harus dilalui dalam proses penelitian, ilmu yang membahas metode ilmiah, mencari,

mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. 15 Penelitian

digunakan untuk mengkaji permasalahan dari segi hukum dan segi sosiologisnya yang artinya membahas penelitian tersebut didasarkan pada kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Tanpa adanya penelitian hukum maka pengembangan

hukum tidak akan berjalan maksimal.16

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan karya tulis skripsi ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang dilakukan dengan melihat kesenjangan teori dan praktek yang sesuai dengan hasil di lapangan karena data-data yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi.17

b. Jenis pendekatan.

15

Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Edisi 1, Granit, Jakarta, hal. 1.

16Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal Research),

Cetakan pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 7.

17Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metode Penulisan Hukum, Cetakan pertama, Ghalian

(21)

21

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu :

a. Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.18

b. Pendekatan fakta (fact approach)yang artinya bahwa pendekatan yang di lakukan berdasarkan fakta – fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan isu hukum yang sedang di tangani. c. Sifat penelitian

Penelitian hukum empiris yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam karya tulis ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini pada penelitian secara umum, termasuk pula dalam penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya

hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya di dalam masyarakat.19

d. Sumber data

18

Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Cetakan ke-VI, Kencana, Jakarta, hal.133.

19

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 25

(22)

22

Pada umumnya, data dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan bahan pustaka.Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat disebut dengan data primer (data dasar) dan data yang diperoleh dari bahan pustaka disebut data sekunder.

Untuk menunjang pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan, data yang didapatkan bersumber dari data berikut :

- Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh oleh hasil penelitian lapangan. Adapun sumber utama dalam penulisan penelitian ini adalah data yang diperoleh dari PT. Pegadaian (persero) Cabang Sesetan.

- Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan yang dimaksud antara lain : dokumen – dokumen resmi, buku – buku, hasil - hasil penelitian yang berwujud laporan yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian serta untuk menyempurnakan data yang di dapat dari lapangan.

Untuk sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

1) Bahan hukum primer

Dalam penulisan skripsi ini bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti : Kitab

(23)

Undang-23

Undang Hukum Perdata serta pedoman operasional Pegadaian (Persero).

2) Bahan hukum sekunder

Sumber bahan hukum sekunder merupakan bahan yang bersumber dari buku – buku atau literatur – literatur hukum, artikel, jurnal – jurnal hukum,laporan penelitian, internet, dan karya tulis hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diangkat.

3) Bahan hukum tersier

Bahan-bahan non hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum tersier yang digunakan seperti kamus hukum, ensiklopedia dan buku pegangan lainnya.

e. Teknik pengumpulan data

Dalam mendapatkan data praktis, dapat menggunakan dua cara dalam mendapatkan data yang relevan dalam pengumpulan data. Antara lain :

a. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah teknik studi dokumen, yaitu dalam pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder terhadap sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara membaca, mengklarifikasi, mengutip, dan menganalisis aturan-aturan terkait dengan gadai dan pegadaian, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang di bahas.

(24)

24

b. Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun secara langsung dilapangan untuk mendapatkan data primer ( basic data primary data ). Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data primer dilakukan pada PT. Pegadaian (persero) Cabang Sesetan.

f. Teknik pengolahan dan analisis data

Dalam penelitian empiris dikenal dengan adanya analisis data yang diperoleh dan telah dikumpulkan serta diolah dengan menganalisa secara kualitatif karena di lihat sifat dari data dan penelitiannya yang berupa deskriptif. Kemudian hasil pengolahan dan analisa ini disajikan secara

deskriptif kualitatif.yaitu dengan menggambarkan secara lengkap

sebagaimana adanya tentang aspek – aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran.

Gambar

Tabel 1.4.1 Daftar Penelitian Sejenis
Tabel 1.4.2 Daftar Penelitian Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Dalam PPI tujuan seluruh proses pembelajaran adalah agar siswa menjadi manusia yang utuh, menjadi manusia bagi dan bersama orang lain.. Secara lebih jelas itu diungkapkan dalam 4

Dari tabel presentase kesalahan siswa diperoleh bahwa soal nomor 1 aspek menganalisis, jenis kesalahan yang dilakukan siswa yaitu siswa tidak memahami informasi apa yang

Dalam kegiatan analisis mengenai tingkat bahaya erosi multitemporal dilakukan perhitungan melalui model USLE dengan beberapa variabel penyusunnya yaitu erosivitas

Tidak terpenuhinya nilai OEE di perusahaan tersebut karena nilai dari Quality Rate pada pperusahaan tersebut yang sangat rendah yaitu sebesar 50,1%sehingga perlu dilakukan

pada tahun itu kata kurik un itu kata kurikulum ulum di gunakan dala di gunakan dalam bidang olah raga yakni m bidang olah raga yakni suatu alat yang membawa

Adhedhasar andharan wonten ing nginggil saged kapundhut dudutan bilih sajen ingkang dipunginakaken wonten ing upacara Kirab Brata Metri Bumi ing Dusun Kaliurang, Desa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Samalantan, peneliti ingin memberikan beberapa saran sebagai berikut: (1)