• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun demikian, manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier tidak semuanya dapat terpenuhi, karena tidak memilki dana yang cukup, sehingga tidak jarang karena tidak ada barang yang dijual, dan terpaksa mencari pinjaman kepada orang lain.

Dengan berkembangnya perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, maka seorang dapat mencari uang pinjaman melalui jasa pembiayaan baik melalui lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank, diantaranya adalah Lembaga Pegadaian. Namun ternyata karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah penganut agama Islam, maka Perum Pegadaian meluncurkan sebuah produk gadai yang berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis dan menentramkan. Cepat karena hanya membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk prosesnya, praktis karena persyaratannya mudah, jangka waktu fleksibel dan terdapat kemudahan lain, serta menentramkan karena sumber dana berasal dari sumber yang sesuai dengan syariah begitu pun dengan proses gadai yang diberlakukan. Produk yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah.

(2)

Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaidah-kaidah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia, baik dalam ibadah maupun

muammalah (hubungan antar makhluk). Setiap orang membutuhkan interaksi dengan

orang lain untuk saling menutupi kebutuhan dan tolong-menolong di antara mereka. Karena itulah, kita sangat perlu mengetahui aturan Islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, di antaranya tentang interaksi sosial dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan perpindahan harta dari satu tangan ke tangan yang lain.

Utang-piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak muncul fenomena ketidakpercayaan di antara manusia, khususnya di zaman ini. Sehingga orang terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan hartanya. Realita yang ada tidak dapat dipungkiri, suburnya usaha-usaha pegadaian, baik dikelola pemerintah atau swasta menjadi bukti terjadinya kegiatan gadai ini Ironisnya, banyak kaum muslim yang belum mengenal aturan indah dan adil dalam Islam mengenai hal ini. Padahal perkara ini bukanlah perkara baru dalam kehidupan mereka, sudah sejak lama mereka mengenal jenis transaksi seperti ini. Sebagai akibatnya, terjadi kezaliman dan saling memakan harta saudaranya dengan batil.

Hukum-hukum syari’ah adalah kaidah-kaidah yang mengatur cara beribadah,

(3)

metode atas kejadian-kejadian tertentu. Oleh karenanya, hal ini disebut penerapan syariah, dan bukan syariah itu sendiri.1

Salah satu bentuk muammalah yang mudah dipraktekkan adalah rahn, dalam

Fiqh muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn secara bahasa berarti

“menahan”. Maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan jaminan utang.2 Dapat dikemukakan bahwa gadai menurut ketentuan syariat Islam adalah merupakan kombinasi pengertian gadai yang terdapat dalam KUHPerdata, yaitu menyangkut obyek perjanjian gadai menurut syariat Islam itu meliputi barang yang mempunyai nilai harta, dan tidak dipersoalkan apakah dia merupakan benda bergerak atau tidak bergerak.3

Pengertian gadai syariah (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di atas adalah tetap, kekal, dan jaminan; sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta yang dimaksud sesudah ditebus.

Benda rahn yang digadai, dalam konsep Fiqh merupakan amanat yang ada pada murtahin yang harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, dan untuk menjaga serta merawat agar benda (barang) gadai tersebut tetap baik, kiranya diperlukan biaya, yang tentunya dibebankan kepada orang yang menggadai atau dengan cara memanfaatkan barang gadai tersebut. Dalam hal pemanfaatan barang gadai, beberapa

1M. Lukman, Syari’ah Sosial Menuju Revolusi Kultural, UMM Press, Cetakan Pertama,

Malang, tahun 2004, hal. 15.

2Burhanuddin S, Fiqh Muamalah Pengantar Kuliah Ekonomi Islam, The Syariah Institute,

Tahun 2009,Yogyakarta, hal. 175.

3Chairuman Pasaribu dan Sahrawadi K, Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika,

(4)

ulama berbeda pendapat karena masalah ini sangat berkaitan erat dengan hakikat barang gadai, yang hanya berfungsi sebagai jaminan utang pihak yang menggadai.

Bisnis gadai syariah yang dijalankan Perum Pegadaian dapat dikatakan terus berkembang pesat. Pegadaian syariah sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat guna menetapkan pilihan dalam pembiayaan disektor riil. Karena itulah pegadaian syariah lebih akomodatif dalam menyelesaikan persoalan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat. Secara formal, keberadaan pegadaian syariah berada dalam lingkup perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Karena Perum Pegadaian merupakan satu-satuya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.4

Dengan demikian, sistem keuangan syariah diformulasikan dari kombinasi kekuatan sekaligus, pertama prinsip syar’i yang diambil dari Al-Quran dan sunnah dan kedua prinsip-prinsip tabi’i yang merupakan hasil interpretasi akal manusia dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi seperti prinsip-prinsip ekonomi lainnya yang relevan. Sistem keuangan pada syariah tidak hanya sekedar memperhatikan aspek return (keuntunggan) dan resiko, namun juga ikut mempertimbangkan nilai-nilai Islam didalamnya.5

Secara kelembagaan, Gadai Syariah (rahn) merupakan bagian perum pegadaian yang mengemban misi syiar Islam. Dalam hal ini, praktik gadai yang

4Burhanuddin S, Op.Cit, hal.170. 5Burhanuddin S, Ibbid. hal. 171.

(5)

dilakukan semaksimal mungkin menghindari pratik bisnis yang mengandung unsur

gharar (ketidakpastian), maisir dan riba. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan

operasional yang diberlakukan dalam praktik gadai syariah dikonsultasikan kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang juga badan pengawas dalam lingkungan bank muamalat Indonesia.6

Adapun tujuan dan manfaat pegadaian yaitu sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, perum pegadaian khususnya pegadaian syariah bertujuan sebagai berikut :

1. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai. 2. Pencegahan praktik gelap, dan pinjaman yang tidak wajar lainnya.

3. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengamanan sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga.

4. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.7 Adapun manfaat pegadaian, antara lain :

1. Bagi nasabah, tersediannya dana dengan prosedur yang lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit

6

Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, Sinar Grafika, Cetakan Pertama, Jakarta, Tahun 2008, hal. 56. 7

(6)

perbankan. Di samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara profesional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.

2. Bagi perusahaan pegadaian;

a. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana;

b. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi pegadaian syariah yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat atau jasa penitipan dan lain-lain.

c. Serta membantu di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan proses mudah dan sederhana.8

Berdirinya pegadaian syariah bersamaan dengan berkembangnya Bank dan Asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka hal ini mengilhami di bentuknya pegadaian syariah. Pegadaian syariah menerapkan beberapa sistem pembiayaan, antara lain Pinjaman kebajikan (Qardhul Hasan) dan bagi hasil (Mudharabah). Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah porsi

(7)

bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal maka kalau rugi pihak pertama akan kehilangan sebahagian imbalan dari hasil kerja keras selama berlangsung.

Pada sistem-sistem ekonomi konvensional tidaklah berbicara mengenai konsep halal, tetapi hanya terkait dengan keabsahan atau legitimasi sebuah perusahaan dan hasil usahanya. Legitimasi itupun bukan didasarkan pada nilai ilahiah, melainkan hanya diberikan oleh negara atau pihak otoritas yang berkuasa, bukan dalam konteks halal dan haramnya sebuah proses.

Dalam perspektif konvensional, legitimasi itu hanya sampai pada tataran kedua, yakni pada proses usaha yang harus sah dan memberikan nilai kemanfaatan. Sementara hasil usaha berupa keuntungan atau barang merupakan hak milik, di mana penggunaan dan pengelolaannya menjadi hak pemilik sepenuhnya. Oleh karena itu, ia berkuasa penuh atas haknya itu. Inilah konsekuensi paham liberalisme yang mendewakan individu dan hak-haknya di atas segala-galanya. Dengan memposisikan sistem ekonomi syariah sebagai sebuah sistem yang bersifat terbuka dan tidak bersifat eksklusif, maka tidak hanya dijalankan oleh umat muslim semata. Namun, terbuka kepada seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat secara aktif maupun pasif ke dalam sistem ekonomi syariah tanpa pertimbangan etnis, agama, ras dan diskriminasi.

Pada Perum Pegadaian tertarik untuk menerapkan pola syariah tersebut, karena pola pegadaian syariah memungkinkan perusahaan untuk dapat proaktif dan lebih produktif untuk menghasilkan berbagai produk jasa keuangan modern, seperti jasa sewa beli. Pada lembaga gadai model yang dimaksud, nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah dalam hal gadai dapat diimplementasikan.

(8)

Keberadaan pegadaian syariah didorong oleh perkembangan dan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Di samping itu, juga dilandasi oleh kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah pegadaian yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Transaksi hukum gadai dalam Fiqh Islam disebut Ar- Rahn. Ar- Rahn adalah suatu jenis perjanjian suatu barang sebagai tanggungan utang.9

Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam diatas, berpendapat bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditentukan, maka sesuatu yang telah digadaikan itu akan dilelang. Karena itu, tampak bahwa gadai syariah (rahn) merupakan perjanjian, antara seseorang untuk menyerahkan harta benda berupa emas/ perhiasan/ kendaraan/ dan/atau harta benda lainnya sebagai jaminan dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau lembaga pegadaian syariah berdasarkan hukum gadai syariah (rahn); sedangkan pihak lembaga pegadaian syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan jumlah 90% dari nilai taksir terhadap barang yang diserahkan oleh penggadai.

9Rahmat Syafei, Konsep Gadai; Ar-Rahn dalam Fiqh Islam Antara Nilai Sosial dan Nilai Komersial dalam Huzaimah T Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer III, Jakarta; Lembaga

(9)

Rahn mempunyai fungsi sosial yang sangat besar dalam sistem perekonomian

Islam, karena bukan mencari keuntungan semata, akan tetapi lebih dominan sifat tolong-menolongnya, tentunya berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang semua semata-mata untuk mencari keuntungan atau bersifat bisnis, sedangkan sifat tolong menolong tersebut hanya sebagai kedok untuk mempopulerkannya dimata masyarakat.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas, sangat jelas bahwa keberadaan Pegadaian Syariah sangat memiliki peran penting, sebab tidak jarang terjadi dikehidupan dimana keperluan akan dana tunai selalu dibutuhkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan permasalahan adalah sebagai berikut;

1. Bagaimanakah Prinsip Gadai (Rahn) Berdasarkan Hukum Islam?

2. Bagaimanakah Pelaksanaan Prinsip Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe?

3. Bagaimanakah Cara Penyelesaian Sengketa Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

(10)

2. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Prinsip Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe.

3. Untuk Mengetahui Cara Penyelesaian Sengketa Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengembangan atau kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya kepada kepada masyarakat agar mengetahui gadai syariah (Rahn) pada Pegadaian Syariah.

2. Secara praktik, diharapkan hasil penelitian ini memberikan sumbangan kepada Perusahaan Umum (Perum) khususnya Gadai Syariah pada Kantor Pegadaian Syariah di Lhokseumawe terkait apakah telah melaksanakan Prinsip gadai syariah (Rahn).

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan infomasi, data yang ada dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara. Diketahui bahwa belum pernah ada penelitian sebelumnya yang berjudul ”TINJAUAN YURIDIS TENTANG GADAI SYARIAH (RAHN) PADA KANTOR PEGADAIAN SYARIAH DI LHOKSEUMAWE”. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan.

(11)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah pemikiran atau pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.10Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu. 11 Sedang dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.

Jadi kerangka yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maqasid

Al-Syariah. Teori ini dikemukakan dan dikembangkan oleh Abu Ishaq al-Syathibi, yaitu

tujuan akhir hukum adalah maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tidak satu pun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Teori maqasid al-syariah hanya dapat dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan masyarakat yang mengetahui dan memahami bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah SWT. Demikian juga yang menciptakan hukum-hukum yang termuat di dalam Al-quran adalah Allah SWT. Berdasarkan pemahaman tersebut, akan mucul kesadaran bahwa Allah SWT yang paling mengetahui berkenaan hukum yang dibutuhkan oleh manusia, baik yang berhubungan dengan kehidupannya di dunia maupun akhirat.

10

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Cet ke I (Bandung : Bandar Maju) tahun 1994. 11

(12)

Adapaun inti dari konsep maqasid al-syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari maqasid al-syariah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara pada kemaslahatan.12

Rahn adalah suatu istilah yang terdapat dalam hukum Islam, oleh karena itu

apabila berbicara mengenai rahn, tidak terlepas dari konsepsi rahn dari hukum Islam. Hukum Islam adalah yang mewujudkannya kemaslahatan bagi umat manusia. Sejalan dengan hal tersebut, maka teori yang digunakan dalam ini, adalah teori kemaslahatan.

Secara sederhana maslahat (al- maslahah) diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu bermanfaat. Secara lesikal, menuntut ilmu itu menggandung kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu merupakan penyebab diperolehnya manfaat secara lahir dan bathin.13 Al Ghazali memformasikan teori kemaslahatan dalam kerangka “mengambil manfaat dan menolak kemudaratan untuk memelihara tujuan-tujuan syara”.14 Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap kegiatan manusia harus bermanfaat bagi umat, namun demikian tidak boleh bertentangan dengan tujuan dari Syariat Islam.

Teori kemaslahatan diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang bermanfaat. Misalnya menuntut ilmu dalam Islam itu mengandung suatu

12Ahmad Zaenal Fanani,

http://www.badilag.net/data/artikel/wacana%20hukum%20islam/teori%20keadilan%20perspektif%20f ilsafat%20hukum%20islam.pdf, hal. 11, diakses tanggal 17 maret 2012.

13Husain Hamid hasan, Nadzariah al- Mashalahah fi al Fiqh al Islamy, (Kairo: dar

Al-Naahdhah Al- Arabiyah), hal. 3-4.

14Abu Hamid Al- Ghazali, Al- Mustashfa fi’ilm al Ushul, (Beirut al-Kutub al- Ilmiyah- 1983),

(13)

kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu penyebab diperolehnya manfaat secara lahir dan bathin. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari pada kedatangan Hukum Islam adalah memperoleh kemaslahatan serta menghindarkan kemudharatan. Hukum Islam memelihara 3 hal, yaitu :15

a. Memelihara yang paling penting, bila hal itu diabaikan maka akan terjadi kekacauan dalam masyarakat. Ketentuan yang paling penting ini ada 6 macam : 1. Memelihara jiwa

Islam sangat melindungi jiwa seseorang, jiwa seseorang tidak boleh direnggut begitu saja karena jiwa dapat dinilai dengan benda apapun.

2. Memelihara akal

Sehubungan dengan memelihara akal, hukum Islam menetapkan hukum dera (dipukul 40 kali) bagi orang yang merusakkan akalnya.

3. Memelihara agama

Yang dimaksud dengan memelihara agama adalah memelihara keimanan. Iman adalah suatu hal yang sangat mulia, sehingga dengan bermodalkan iman seseorang tidak akan kekal dalam neraka.

4. Memelihara kehormatan

Islam sangat memelihara kehormatan seorang muslim. Islam tidak membenarkan menuduh orang lain melakukan kejahatan tanpa adanya suatu bukti yang benar, tuduhan tanpa alasan berarti penghinaan.

15Hasballah Thaib, Falsafah Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa

(14)

5. Memelihara harta

Untuk memilihara harta (hak milik) ini ditetapkan hukum jual beli, hutang piutang, dan lain-lain. Islam melarang perampasan harta, pembinasaan harta, dan cara-cara lain yang tidak sah.

6. Memelihara keturunan

Islam menganjurkan untuk memelihara keturunan, bahkan salah satu dari pada hikmah perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan.

b. Memelihara yang diperlukan bila hal ini tidak dilaksanakan akan membawa kesulitan dalam pelaksanaanya;

c. Memelihara yang dianggap baik, bila hal ini tidak diatur maka nampaklah kerendahan islam.

Menurut Imam Al-Ghazali, suatu kemaslahatan harus seiring dengan tujuan-tujuan manusia. Atas dasar ini, yang menjadi tolak ukur dari maslahat itu adalah tujuan dan kehendak syara’, bukan didasarkan pada kehendak hawa nafsu manusia. Tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu pada prinsipnya mengacu pada aspek perwujudan kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Muatan maslahat itu mencakup kemaslahatan hidup di dunia maupun kemaslahatan hidup akhirat. Atas dasar ini, kemaslahatan bukan hanya didasarkan pada pertimbangan akal dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu itu baik atau buruk, tetapi lebih jauh dari itu ialah sesuatu yang baik secara rasional juga harus sesuai dengan tujuan syara’.16

16http://efrinaldi.multyply.com/journal/item6?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2journal%

(15)

Dasar hukum yang digunakan para ulama untuk membolehkannya rahn yakni bersumber pada Al-Qur’an (2): 283 yang menjelaskan tentang diizinkannya

bermuamalah tidak secara tunai. Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim dari Aisiyah binti Abu Bakar, yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai jaminan.17Landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.

Dalam Surat Al-Baqarah 282 artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuammalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan Hadits Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah, “Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”.

“Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang

17 http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/07/Konsep Gadai Syariah Ar-Rahn dalam Fiqh.html.

(16)

Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”. (HR.Anas Ra).18

Dan yang terakhir Ijtihad, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya, namun demikian perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam dengan melakukan Ijtihad.

Berdasarkan landasan hukum tersebut ulama bersepakat bahwa rahn merupakan transaksi yang diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur) ulama, ada beberapa rukun bagi akad rahn yang terdiri dari, orang yang menggadaikan (rahn), barang-barang yang digadai (marhun), orang yang menerima gadai (murtahin) sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad

rahn. Sedangkan untuk sahnya akad rahn, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi

oleh para pihak yang terlibat dalam akad ini yakni; berakal, baligh, barang yang dijadikan jaminan ada pada saat akad, serta barang jaminan dipegang oleh orang yang menerima gadai (murtahin) atau yang mewakilinya.19

Adapun aturan yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Rahn sebagaimana dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN- MUI/III/2002 tertanggal 26 Juni 2002 (Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal 158-159) sebagai berikut;

Pertama; Hukum

18Ibbid, http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/07/Konsep Gadai Syariah Ar-Rahn dalam Fiqh.html.

(17)

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut;

Kedua ; Ketentuan Umum

1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) lunas. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya,

marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin,

dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban

Rahin.

4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan Marhun;

a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya.

b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual/ diesekusi atau dilelang sesuai syariah.

c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

(18)

d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.20

Dalam keadaan tidak normal di mana barang yang dijadikan jaminan hilang, rusak, sakit atau mati yang berada diluar kekuasaan murtahin tidak menghapuskan kewajiban rahin melunasi hutangnya. Namun dalam praktek pihak murtahin telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menutup asuransi kerugian sehingga dapat dilakukan penyelesaian yang adil.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berpikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.21 Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.22 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.23Oleh karena itu, kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi yang menjadi pegangan kongkrit dalam proses penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.

20Muhammad Yusuf dan Wiroso, Bisnis Syariah, Mitra Wacana Media, Edisi Pertama,

Jakarta, tahun 2007, hal. 162.

21Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulisan Ilmiah,

Bumi Aksara, 2000, hal. 122.

22Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, tahun 1989, Jakarta. Hal. 34. 23Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo, tahun 1998, Jakarta. Hal. 34.

(19)

Untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian tentang konsep yang dipakai dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan mengenai pengertian konsep yang dipakai, sebagai berikut:

1. Rahn adalah menahan salah satu harta milik di peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.

2. Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan

al-tsubut wa al-dawam (tetap dan kekal) sebagian Ulama Luhgat memberi arti al-hab (tertahan). Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.

3. Syariah adalah secara harfiah berarti jalan Allah seperti yang ditunjukkan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad. Istilah ini dipakai untuk yang berhubungan dengan prinsip Islam.

4. Kantor pegadaian syariah adalah kegiatan usaha atau unit kerja yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah.

5. Lhokseumawe Aceh adalah salah satu daerah yang terletak dalam Wilayah Pemerintahan Kota Provinsi Aceh yaitu tempat dimana Kantor Cabang Pegadaian Syariah menjalankan kegiatan usahanya.

(20)

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada hakekatnya, mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.24Kata metode berasal dari yunani “Methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.25

1. Sifat Metodelogi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah, bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan empiris yang mengacu pada norma-norma hukum yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat indonesia.

Empiris yang dimaksud pada penelitian ini adalah, berusaha melakukan pendekatan terhadap dasar hukum dan menganalisa permasalahan yang ada. Menganalisa hukum baik yang tertulis, maupun yang di putuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Sedangkan sifat deskriptif analitis dalam penelitian ini deskiptif bertujuan untuk, mendeskripsikan secara sistimatis, faktual dan akurat, maksudnya bahwa penelitian ini menelaah dan menjelaskan serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan analitis di artikan sebagai kegiatan menganalisa data secara konferenshif, dan ditujukan untuk membatasi kerangkan studi pada suatu pemberian, suatu analisis, atau suatu klasifikasi tanpa secara

24Jujun S.Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, Hal. 328.

25Koenjtraranigrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, 1997

(21)

langsung bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori. Secara langsung penelitian ini memaparkan mengenai, Rahn pada Gadai Syariah dengan pendekatan terhadap prinsip syariah yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

2. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul ini yaitu Tinjauan Yuridis Tentang Gadai Syariah (Rahn) pada Kantor Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe, maka penelitian ini dilakukan berdasarkan kenyataan dilapangan. Maka dalam melakukan penelitian ini didukung dengan 1 (satu) orang Nasabah pada Pegadaian Syariah dan, 1 (satu) orang Manager Usaha Rahn pada Kantor Pegadaian Syariah, yang beralamat di Jalan pasar Inpres, Nomor. 10 Telepon (0645) 45303, Kode Pos 24313, Lhokseumawe.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field

Research).

a. Penelitian kepustakaan

Yaitu untuk mendapat konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan, objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan-peraturan lainnya.

b. Penelitian lapangan

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung penelitian lapangan (field research) untuk mendapatkan data primer guna akurasi

(22)

terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat informan, laporan-laporan perusahaan dan lain-lain yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu peneliti juga melakukan penelitian langsung ke tempat penelitian yakni kantor Pegadaian Syariah Lhokseumawe.

4. Metode Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam peneltian ini adalah, dengan menggunakan studi dokumen dan wawancara.

a. Studi Dokumen, Sumber utama penulisan tesis ini diperoleh dari data sekunder, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu :

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru maupun pengertian baru mengenai studi gagasan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Pegadaian. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan pelajaran

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahwa hukum penunjang yang memberi

penunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupun internet.

b. Wawancara, kegiatan wawancara dilakukan terhadap responden serta narasumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan rinci

(23)

tentang hal-hal yang tidak mungkin dijelaskan dan akan ditemukan jawaban nantinya. Sehingga dengan adanya wawancara, diharapkan dapat memperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti.

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya di pilih guna memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian permasalahan dalam tesis ini, sehingga klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang di teliti dalam tesis ini.

Walaupun dalam penelitian ini nantinya akan bersinggungan dengan perspektif ilmu lain, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena perspektif hukum disiplin ilmu hanya sekadar alat bantu.

5. Analisa Data

Sesuai dengan sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maka setelah diperoleh data sekunder, dilakukanlah pengumpulan data, mensistemasi, menganalisis serta menarik kesimpulan data sesuai dengan kategori yang ditemukan. Setelah itu dengan menggunakan metode deduktif-induktif, ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah selesai dianalisis dimaksud yang merupakan hasil dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Ingin menembusi pasaran tempatan dan antarabangsa dalam sektor industri daging Ingin menembusi pasaran tempatan dan antarabangsa dalam sektor industri daging  puyuh setanding

Untuk pengendali 2 derajat kebebasan tipe paralel, jenis – jenis pengendali yang dirancang meliputi pengendali Proporsional Derivative (PD), pengendali

Beberapa pengunjung berkomentar sama bahwa desain dan arsitektur Masjid Islamic Center Dato Tiro ini telah banyak mengundang daya tarik bagi masyarakat lokal

trn darr kulit ikan patin sebagai bahan baku dengan melakukan penelitian terhadap penanganan bahan baku, penentuan kondisi yang terbaik untuk proses pengembangan kulit

Berdasarkan dari penjelasan di atas tersebut, maka yang boleh mengambil manfaat dari barang gadaian (borg) adalah orang yang menggadaikan (rahin) bukan orang

Dapat disimpulkan bahwa mobile XXX handal dan dapat dipercaya, mobile XXX dapat menjaga janji dan komitmennya terhadap konsumen, mobile XXX selalu mengedepankan konsumen

“Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan adalah wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang

Namun begitu, Henkel Corporation dan sekutunya ("Henkel") tidak bertanggungjawab ke atas sebarang hasil yang diperoleh oleh orang yang kaedahnya disebutkan di dalam ini