• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih variabel pengganggu (Intriligator, 1978).

Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) terhadap variabel endogen (dependent

variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign)

dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R²) serta nyata secara statistik (statistically

significant) sedangkan kriteria ekonometrika menetapkan apakah suatu taksiran

memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency,

sufficiency, efficiency. Statisitk Dw adalah salah satu kriteria ekonometrika yang

digunakan untuk menguji taksiran, yaitu menguji validitas dari asumsi

autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977).

Menurut Koutsoyiannis (1977) dalam tahapan spesifikasi model terdiri dari : (1) penentuan variabel dependen (dependent variable) dan variabel penjelas (explanatory variable) yang diterapkan dalam model, (2) harapan secara teoritis mengenai tanda dan besaran parameter (sign dan magnitude) dari setiap persamaan, dan (3) membuat model matematis. Dalam kaitan pembentukan model

(2)

tersebut perlu diperhatikan jumlah persamaan, bentuk persamaan linear atau non linear dan lain-lain.

Spesifikasi model yang dirumuskan dalam studi ini adalah sangat terkait dengan tujuan penelitian yaitu merumuskan model penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dalam konteks ekonomi terbuka. Model yang dibangun adalah model persamaan simultan. Adapun model penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dibagi menjadi 3 blok yaitu blok perkebunan kelapa sawit, blok minyak sawit, dan blok minyak goreng sawit.

4.1.1. Blok Perkebunan Kelapa Sawit

Blok perkebunan kelapa sawit hanya terdiri dari 1 persamaan yaitu persamaan luas areal tanaman yang menghasilkan. Persamaan tersebut didisagregasi berdasarkan wilayah (Sumatera dan Kalimantan) dan berdasarkan status atau bentuk pengusahaan perkebunan (perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta).

4.1.1.1. Luas Areal Kelapa Sawit Menghasilkan

Luas areal tanaman kelapa sawit yang menghasilkan merupakan fungsi dari harga riil minyak sawit domestik, harga riil minyak kelapa domestik, harga riil pupuk, upah riil pada sub sektor perkebunan, suku bunga Bank Indonesia (BI) riil domestik, harga tanaman lain sebagai kompetitif dari kelapa sawit (dalam studi ini adalah tanaman karet), dan teknologi yang diproksi melalui tren waktu. Persamaan luas areal kelapa sawit menghasilkan dirumuskan sebagai berikut.

LAKSMij

t = a0 + a1 HRMSDt-3 + a2 HRMKDt-3 + a3 HRKDt-3 + a4 HRFt + a5 UPRBUNt + a6 SBRt

+ a7 TREN + U1 ………...(43) dimana :

(3)

LAKSMijt = Luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan i (Perkebunan Rakyat = R, Perkebunan Besar Negara = N, dan Perkebunan Besar Swasta = S) di wilayah j (Sumatera = S dan Kalimantan = K) pada tahun ke-t (000 ha)

HRMSDt-3 = Harga riil minyak sawit domestik pada lag 3 tahun (Rp/kg) HRMKDt-3 = Harga riil minyak kelapa domestik pada lag 3 tahun (Rp/kg) HRKDt-3 = Harga riil karet domestik pada lag 3 tahun (Rp/kg)

HRFt = Harga riil pupuk (Rp/kg)

UPRBUNt = Upah riil pada sub sektor perkebunan (Rp/hari) SBRt = Suku bunga BI riil domestik (%)

TRENt = Teknologi yang diproksi melalui tren waktu U1 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : a1, a7 > 0 ; a2, a3, a4, a5, a6 < 0

4.1.2. Blok Minyak Sawit

Blok minyak sawit Indonesia terdiri dari persamaan produktivitas, produksi, penawaran, dan permintaan minyak sawit domestik, juga ekspor minyak sawit oleh Indonesia, dan persamaan harga. Ekspor minyak sawit Indonesia di pasar dunia menghadapi saingan dari ekspor minyak sawit negara pengekspor lainnya. Dalam penelitian ini negara pesaing ekspor tersebut hanya dibatasi pada Malaysia, sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia kedua setelah Indonesia namun merupakan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia.

Konsumen minyak sawit domestik adalah industri minyak goreng yang berbahan baku minyak sawit dan industri lainnya, seperti industri oleokimia, margarine, dan sabun. Untuk pasar dunia, konsumen minyak sawit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Cina sebagai negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia dengan pangsa impor sekitar 20 persen, diikuti India dengan pangsa

(4)

impor sekitar 12 persen, dan Pakistan sebagai pengimpor urutan ketiga terbesar di dunia dengan pangsa impor sekitar 6 persen.

4.1.2.1. Produktivitas Minyak Sawit

Pada dasarnya, produktivitas suatu produk pertanian dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas input yang digunakan, teknologi produksi (tren), kondisi agroklimat dan tingkat penerimaan yang diharapkan. Dalam perumusan persamaan produktivitas pada penelitian ini, kualitas dan kuantitas penggunaan input diproksi melalui harga-harga input tersebut (tingkat upah dan harga pupuk) serta luas areal kelapa sawit menghasilkan, sedangkan penerimaan diproksi melalui harga output (harga minyak sawit) dan kondisi agroklimat melalui curah hujan. Pada penelitian ini, harga minyak sawit dengan harga pupuk digabung menjadi rasio harga minyak sawit dengan harga pupuk. Persamaan produktivitas minyak sawit memiliki karakteristik yang sama dengan persamaan luas areal kelapa sawit menghasilkan, yaitu didisagregasi berdasarkan wilayah (Sumatera dan Kalimantan) dan berdasarkan status atau bentuk pengusahaan perkebunan (perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta). Persamaan produktivitas minyak sawit berdasarkan status dan wilayah pengusahaannya per hektar dirumuskan sebagai berikut.

YMSijt = b0 + b1 RHMSFt + b2 LAKSMijt-1 + b3 UPRBUNt

+ b4 CURAHt + b5TRENt+ b6YMSijt-1 + U2 ...………...(44) dimana :

YMSijt = Produktivitas minyak sawit pada perkebunan i di wilayah j (ton/ha)

RHMSFt = Rasio harga minyak sawit dengan harga pupuk

LAKSMijt-1 = Luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan i (Perkebunan Rakyat = R, Perkebunan Besar Negara = N, dan Perkebunan Besar Swasta = S) di wilayah j (Sumatera

(5)

= S dan Kalimantan = K) pada tahun ke-t-1 (000 ha) CURAHt = Curah hujan (hari hujan per tahun)

YMSijt-1 = Lag dari YMSijt (ton/ha) U2 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : b1, b2, b5 > 0 ; b3, b4 < 0 ; 0 < b6 < 1

4.1.2.2. Produksi Minyak Sawit (CPO) Indonesia

Jumlah produksi minyak sawit Indonesia merupakan penjumlahan dari hasil perkalian antara luas areal tanaman kelapa sawit yang menghasilkan minyak sawit dengan produktivitas minyak sawit pada masing-masing wilayah dan status pengusahaan perkebunan kelapa sawit, kemudian hasilnya tersebut dijumlahkan dengan produksi minyak sawit di wilayah lain (selain Sumatera dan Kalimantan). Secara matematis persamaan produksi minyak sawit Indonesia, seperti yang terlihat pada persamaan identitas berikut.

QMSIt = ∑ (LAKSMijt * YMSijt)+ QMSL ………....….…....(45) dimana :

QMSIt = Produksi minyak sawit Indonesia (000 ton)

QMSL = Produksi minyak sawit di wilayah selain Sumatera dan Kalimantan (000 ton)

4.1.2.3. Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Jumlah ekspor minyak sawit Indonesia diduga dipengaruhi oleh harga ekspor minyak sawit Indonesia, jumlah produksi minyak sawit Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan jumlah ekspor minyak sawit Indonesia tahun sebelumnya. Persamaan ekspor minyak sawit Indonesia diformulasikan sebagai berikut.

(6)

XMSIt = c0 + c1 HRXMSIt + c2 QMSIt + c3 NTERIt

+ c4 XMSIt-1 + U3……...….(46) dimana :

XMSIt = Ekspor minyak sawit Indonesia (000 ton)

HRXMSIt = Harga riil ekspor minyak sawit Indonesia (US.$/ton) NTERIt = Nilai tukar efektif riil rupiah terhadap dollar (Rp/US.$) XMSIt-1 = Lag ekspor minyak sawit Indonesia (000 ton)

U3 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c1, c2, c3 > 0 ; 0 < c4 < 1

4.1.2.4. Permintaan Minyak Sawit Domestik

Produksi minyak sawit Indonesia sebagian dialokasikan untuk konsumsi domestik dan sebagian lagi untuk tujuan ekspor. Konsumsi domestik sebagian besar diserap oleh industri minyak goreng, sedangkan sebagian lagi dikonsumsi oleh industri lain seperti industri oleokimia, industri margarine dan shortening, industri kosmetika, industri sabun serta industri biodiesel. Dengan demikian, permintaan minyak sawit domestik dapat dituliskan sebagai berikut :

DMSDt = DMSIMGt + DMSILt ….…..….……....………...…(47) dimana :

DMSDt = Permintaan minyak sawit domestik (000 ton)

DMSIMGt = Permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng (000 ton) DMSILt = Permintaan minyak sawit oleh industri lainnya (000 ton)

4.1.2.5. Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Minyak Goreng

Pada penelitian ini, permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng diduga dipengaruhi oleh harga input (harga minyak sawit domestik), harga input substitusinya (harga minyak kelapa domestik), harga output (harga minyak goreng

(7)

sawit domestik), tren yang merupakan proksi dari teknologi, dan lag dari permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng.

DMSIMGt = d0 + d1 HRMSDt + d2 HRMKDt + d3 HRMGSDt

+ d4 TRENt + d5 DMSIMGt-1 + U4 ….……...…………...(48) dimana :

HRMSDt = Harga riil minyak sawit domestik (Rp/kg) HRMKDt = Harga riil minyak kelapa domestik (Rp/kg) HRMGSDt = Harga riil minyak goreng sawit domestik (Rp/kg)

DMSIMGt-1 = Lag permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng (000 ton)

U4 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : d1 < 0 ; d2, d3, d4 > 0 ; 0 < d5 < 1

4.1.2.6. Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Lain

Penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri lain bersubstitusi dengan minyak kelapa. Harga minyak mentah dunia yang fluktuatif diduga juga berpengaruh terhadap penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri lain seperti industri biodiesel. Disamping itu, upah pada sektor industri, suku bunga BI, dan tren (proksi dari teknologi) juga berpengaruh terhadap permintaan minyak sawit oleh industri lain. Oleh karena itu persamaan permintaan minyak sawit oleh industri lain dituliskan sebagai berikut :

DMSILt = e0 + e1 HRMSDt + e2 HRMKDt + e3 HRMMWt + e4 UPRINt + e5 SBRt + e6 TREN

+ e7 DMSILt-1 + U5….………...(49) dimana :

HRMMWt = Harga riil minyak mentah dunia (US.$/barrel) UPRINt = Upah riil pada sektor industri (Rp/hari)

DMSILt-1 = Lag permintaan minyak sawit oleh industri lainnya (000 ton) U5 = Variabel pengganggu

(8)

e1, e4, e5 < 0 ; 0 < e7 < 1

4.1.2.7. Penawaran Minyak Sawit Domestik

Peningkatan harga minyak sawit dunia yang semakin cepat, menstimulus produsen minyak sawit domestik untuk mengekspor minyak sawit yang dihasilkannya. Akibatnya, ketersediaan (penawaran) minyak sawit domestik akan bersifat residual, yaitu sisa produksi setelah dikurangi ekspor. Indonesia juga mengimpor minyak sawit dan sebagian penawaran juga berasal dari stok tahun lalu, sehingga persamaan penawaran domestik dapat dituliskan sebagai berikut :

SMSDt = QMSIt - XMSIt + MMSIt + STKMSt-1 ………...…...…..(50) dimana :

SMSDt = Penawaran minyak sawit domestik (000 ton) MMSIt = Impor minyak sawit Indonesia (000 ton) STKMSt-1 = Lag stok minyak sawit domestik (000 ton)

4.1.2.8. Harga Minyak Sawit Domestik

Sebagaimana dikemukakan bahwa minyak sawit diproduksi berorientasi ekspor, sehingga perilaku harga minyak sawit domestik disamping dipengaruhi oleh kekuatan penawaran, permintaan dan kebijakan tataniaga di pasar domestik, juga dipengaruhi oleh perubahan harga minyak sawit dunia yang ditransmisikan melalui harga ekspor minyak sawit Indonesia. Persamaan harga minyak sawit domestik dirumuskan sebagai berikut.

HRMSDt = f0 + f1 SMSDt + f2 DMSDt + f3 HRXMSIt

+ f4 HRMSDt-1 + U6………...……..(51) dimana :

HRMSDt-1 = Lag harga riil minyak sawit domestik (Rp/kg)

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f2, f3 > 0 ; f1 < 0 ; 0 < f4 < 1

(9)

4.1.2.9. Harga Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Dalam upaya menjaga kecukupan pasokan bahan baku untuk industri minyak goreng, pemerintah menggunakan berbagai instrumen kebijakan diantaranya adalah pajak ekspor. Sesuai dengan kerangka teori, pemberlakuan pajak ekspor akan menyebabkan harga yang diterima produsen menjadi lebih rendah dari harga dunia. Disamping dipengaruhi oleh pajak ekspor, harga ekspor minyak sawit Indonesia dipengaruhi pula oleh harga minyak sawit dunia, harga minyak mentah dunia, jumlah ekspor minyak sawit Indonesia, dan harga ekspor minyak sawit Indonesia tahun sebelumnya. Perilaku harga ekspor minyak sawit Indonesia dirumuskan sebagai berikut.

HRXMSIt = g0 + g1 HRMSWt + g2 HRMMWt + g3 XMSIt +

g4 PXMSIt + g5 HRXMSIt-1 + U7 ……… (52) dimana :

HRMSWt = Harga riil minyak sawit dunia (US.$/ton) PXMSIt = Pajak Ekspor minyak sawit Indonesia (%)

HRXMSIt-1 = Lag harga riil ekspor minyak sawit Indonesia (US.$/ton) U7 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : g1, g2 > 0 ; g3, g4 < 0 ; 0 < g5 < 1

4.1.2.10. Ekspor Minyak Sawit Malaysia

Persamaan ekspor minyak sawit Malaysia adalah fungsi dari harga ekspor minyak sawit Malaysia, harga substitusi dari minyak sawit (harga minyak kelapa dunia), produksi minyak sawit Malaysia, nilai tukar efektif kurs Malaysia terhadap US.$, dan lag dari ekspor minyak sawit Malaysia.

XMSMt = h0 + h1 HRXMSMt + h2 HRMKWt + h3 QMSMt +

h4 NTERMt + h5 XMSMt-1 + U8……..………...…….(53) dimana :

(10)

XMSMt = Ekspor minyak sawit Malaysia (000 ton)

HRXMSMt = Harga riil ekspor minyak sawit Malaysia (US.$/ton) HRMKWt = Harga riil minyak kelapa dunia (US.$/ton)

QMSMt = Produksi minyak sawit Malaysia (000 ton)

NTERMt = Nilai tukar efektif riil kurs Malaysia terhadap US.$ (Ringgit/US.$)

XMSMt-1 = Lag ekspor minyak sawit Malaysia (000 ton) U8 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : h1, h2, h3, h4 > 0 ; 0 < h5 < 1

4.1.2.11. Ekspor Minyak Sawit Dunia

Ekspor minyak sawit dunia merupakan penjumlahan dari semua ekspor minyak sawit Indonesia dan Malaysia, ditambah dengan ekspor minyak sawit negara-negara lain yang tidak termasuk ke dalam model.

XMSWt = XMSIt + XMSMt + XMSRWt ……..…...………..……..(54) dimana :

XMSWt = Ekspor minyak sawit dunia (000 ton)

XMSRWt = Total ekspor minyak sawit sisa dunia selain Indonesia dan Malaysia (000 ton)

4.1.2.12. Impor Minyak Sawit Cina

Sejalan dengan perkembangan ekspor minyak sawit dunia, permintaan impor minyak sawit dunia juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia adalah Cina. Pada umumnya, hampir di semua negara importir minyak sawit, minyak kedele telah digunakan sebagai komoditi substitusi minyak sawit. Di samping itu, minyak nabati lainnya seperti minyak kelapa, minyak lobak, dan minyak bunga matahari dianggap sebagai komoditi alternatif. Oleh karena itu, dalam persamaan impor minyak

(11)

sawit Cina perlu dimasukkan variabel yang dapat menangkap perubahan-perubahan pada pasar minyak nabati tersebut yang direfleksikan melalui perubahan harga. Faktor lain yang dianggap juga mempengaruhi impor minyak sawit Cina adalah pendapatan per kapita, nilai tukar, dan impor minyak sawit Cina tahun sebelumnya. Adapun perilaku impor minyak sawit Cina yaitu :

MMSCt = i0 + i1 HRMSWt + i2 HRMKDWt + i3 INCRCt

+ i4 NTERCt + i5 MMSCt-1 + U9………..…….(55) dimana :

MMSCt = Impor minyak sawit Cina (000 ton) HRMSWt = Harga riil minyak sawit dunia (US.$/ton) HRMKDWt = Harga riil minyak kedele dunia (US.$/ton) INCRCt = Pendapatan riil per kapita Cina (US.$)

NTERCt = Nilai tukar efektif riil Cina terhadap US.$ (Yuan/US.$) MMSCt-1 = Lag impor minyak sawit Cina (000 ton)

U9 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : i2, i3, > 0 ; i1, i4 < 0 ; 0 < i5 < 1

4.1.2.13. Impor Minyak Sawit India

Pangsa impor minyak sawit (CPO) India terhadap impor minyak sawit dunia sekitar 12 persen, yaitu sebagai negara urutan kedua pengimpor minyak sawit terbesar di dunia. Perilaku impor minyak sawit India dihipotesiskan dipengaruhi oleh harga minyak sawit dunia, harga minyak kedele dunia (sebagai substitusi minyak sawit), pendapatan per kapita, dan impor minyak sawit India tahun sebelumnya.

MMSINDt = j0 + j1 HRMSWt + j2 HRMKDWt + j3 INCRINDt

+ j4 MMSINDt-1 + U10…………...……...(56) dimana :

(12)

INCRINDt = Pendapatan riil per kapita India (US.$) MMSINDt-1 = Lag impor minyak sawit India (000 ton)

U10 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : j2, j3, > 0 ; j1 < 0 ; 0 < j4 < 1

4.1.2.14. Impor Minyak Sawit Pakistan

Pangsa impor minyak sawit Pakistan terhadap impor minyak sawit dunia sekitar 6 persen, yaitu sebagai negara urutan ketiga pengimpor minyak sawit terbesar di dunia. Perilaku impor minyak sawit Pakistan dihipotesiskan dipengaruhi oleh harga minyak sawit dunia, harga minyak kedele dunia (sebagai substitusi minyak sawit), pendapatan per kapita, nilai tukar, dan impor minyak sawit Pakistan tahun sebelumnya.

MMSPt = k0 + k1 HRMSWt + k2 HRMKDWt + k3 INCRPt

+ k4 NTERPt + k5 MMSPt-1 + U11……….(57) dimana :

MMSPt = Impor minyak sawit Pakistan (000 ton) INCRPt = Pendapatan riil per kapita Pakistan (US.$) NTERPt = Nilai tukar efektif riil Pakistan terhadap US.$ MMSPt-1 = Lag impor minyak sawit Pakistan (000 ton)

U11 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : k2, k3, > 0 ; k1, k4 < 0 ; 0 < k5 < 1

4.1.2.15. Impor Minyak Sawit Dunia

Impor minyak sawit dunia merupakan penjumlahan dari semua impor minyak sawit Cina, India, Pakistan, dan Indonesia ditambah dengan impor minyak sawit negara-negara lain yang tidak termasuk ke dalam model.

MMSWt = MMSCt + MMSINDt + MMSPt + MMSIt + MMSRWt ……...(58) dimana :

(13)

MMSWt = Impor minyak sawit dunia (000 ton)

MMSRWt = Total impor sisa dunia selain Cina, India, dan Pakistan (000 ton)

4.1.2.16. Harga Minyak Sawit Dunia

Fluktuasi harga minyak sawit di pasar dunia pada dasarnya disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada total ekspor dan total impor minyak sawit dunia. Dalam persamaan matematis dirumuskan sebagai berikut :

HRMSWt = l0 + l1 XMSWt + l2 MMSWt + l3 HRMSWt-1 + U12 …..…(59) dimana :

HRMSWt-1 = Lag harga riil minyak sawit dunia (US.$/ton)

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : l2 > 0 ; l1 < 0 ; 0 < l3 < 1

4.1.3. Blok Minyak Goreng Sawit

Blok minyak goreng sawit terdiri dari persamaan-persamaan produksi, penawaran dan permintaan domestik, ekspor dan impor serta integrasi harga. Mengingat pangsa ekspor minyak goreng sawit Indonesia relatif kecil yang mencerminkan produksi minyak goreng sawit lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, maka komoditi ini hanya dianalisis pada tingkat domestik.

4.1.3.1. Produksi Minyak Goreng Sawit Indonesia

Produksi minyak goreng sawit oleh industri minyak goreng pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku (minyak sawit), sedangkan ketersediaan bahan baku tersebut dipengaruhi oleh harga ekspor minyak sawit, karena sesuai dengan fenomena selama ini produsen minyak sawit lebih berorientasi pada ekspor. Namun pengaruh harga ekspor minyak sawit terhadap

(14)

produksi minyak goreng sawit di Indonesia adalah melalui harga input dari minyak goreng sawit yaitu harga minyak sawit domestik.

Disamping itu, produksi minyak goreng sawit Indonesia diduga juga dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit domestik, teknologi yang diproksi dari tren waktu, dan produksi minyak goreng sawit Indonesia tahun sebelumnya. Fungsi dari persamaan produksi minyak goreng sawit Indonesia dapat diformulasikan seperti pada persamaan berikut.

QMGSt = m0 + m1 HRMGSDt + m2 HRMSDt + m3 TREN

+ m4 QMGSt-1 + U13…...….(60) dimana :

QMGSt = Produksi minyak goreng sawit domestik (000 ton) QMGSt-1 = Lag produksi minyak goreng sawit domestik (000 ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : m1, m3 > 0 ; m2 < 0 ; 0 < m4 < 1

4.1.3.2. Ekspor Minyak Goreng Sawit Indonesia

Persamaan ekspor minyak goreng sawit Indonesia adalah fungsi dari harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia, harga minyak goreng sawit domestik, produksi minyak goreng sawit domestik, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan ekspor minyak goreng sawit Indonesia tahun sebelumnya. Perilaku ekspor minyak goreng sawit Indonesia dirumuskan sebagai berikut :

XMGSt = n0 + n1 HRXMGSIt + n2 HRMGSDt

+ n3QMGSt + n4NTERIt + n5 XMGSt-1+ U14………..…(61) dimana :

XMGSt = Ekspor minyak goreng sawit Indonesia (000 ton)

HRXMGSIt = Harga riil ekspor minyak goreng sawit Indonesia (US.$/ton) XMGSt-1 = Lag ekspor minyak goreng sawit Indonesia (000 ton)

U14 = Variabel pengganggu

(15)

n2 < 0 ; 0 < n5 < 1

4.1.3.3. Penawaran Minyak Goreng Sawit Domestik

Penawaran minyak goreng sawit domestik dipandang sebagai residual yang dibentuk dari sisa produksi minyak goreng sawit Indonesia setelah dikurangi dengan ekspor minyak goreng sawit Indonesia.

SMGSt = QMGSt - XMGSt .……...(62) dimana :

SMGSt = Penawaran minyak goreng sawit domestik (000 ton)

4.1.3.4. Permintaan Minyak Goreng Sawit Domestik

Permintaan minyak goreng sawit domestik diturunkan dari fungsi utilitas konsumen, dimana permintaan selain dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri (harga minyak goreng sawit domestik), juga dipengaruhi oleh harga barang substitusinya, dalam hal ini minyak goreng kelapa di pasar domestik. Disamping itu, permintaan minyak goreng sawit domestik juga dipengaruhi oleh pendapatan per kapita Indonesia dan lag dari permintaan minyak goreng sawit domestik tersebut. Persamaan permintaan minyak goreng sawit Indonesia dirumuskan sebagai berikut.

DMGSt = o0 + o1 HRMGSDt + o2 HRMGKDt

+ o3 INCRIt + o4 DMGSt-1 + U15…...(63) dimana :

DMGSt = Permintaan minyak goreng sawit domestik (000 ton) HRMGKDt = Harga riil minyak goreng kelapa domestik (Rp/kg) INCRIt = Pendapatan riil per kapita Indonesia (Rp/tahun)

DMGSt-1 = Lag permintaan minyak goreng sawit domestik (000 ton) U15 = Variabel pengganggu

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : o2, o3 > 0 ; o1 < 0 ; 0 < o4 < 1

(16)

4.1.3.5. Harga Minyak Goreng Sawit Domestik

Harga minyak goreng sawit domestik diduga dipengaruhi oleh permintaan minyak goreng sawit Indonesia, penawaran minyak goreng sawit Indonesia, dan harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia serta harga minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya. Pada penelitian ini permintaan dan penawaran minyak goreng sawit Indonesia digabung menjadi variabel excess demand minyak goreng sawit. Fungsi dari persamaan harga minyak goreng sawit domestik dapat diformulasikan seperti pada persamaan berikut.

HRMGSDt = p0 + p1 EXDMGSt + p2 HRXMGSIt

+ p4 HRMGSDt-1 + U16……….…....(64) dimana :

EXDMGSt = excess demand minyak goreng sawit (000 ton)

HRMGSDt-1 = Lag harga riil minyak goreng sawit domestik (Rp/kg) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : p1, p2 > 0 ; 0 < p3 < 1

4.1.3.6. Harga Ekspor Minyak Goreng Sawit Indonesia

Harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia diduga dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit dunia dan ekspor minyak goreng sawit Indonesia. Fungsi dari persamaan harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia dapat diformulasikan seperti pada persamaan berikut.

HRXMGSIt = q0 + q1 HRMGSWt + q2 XMGSt + U17 …………..…...(65) dimana :

HRMGSWt = Harga riil minyak goreng sawit dunia (US.$/ton) HRXMGSIt-1 = Lag harga riil ekspor minyak goreng sawit Indonesia

(US.$/ton)

U17 = Variabel pengganggu

(17)

4.2. Prosedur Analisis

Prosedur analisis dalam penelitian ini meliputi identifikasi model, metode pendugaan model, validasi model, simulasi model, perubahan kesejahteraan, dan jenis, sumber, dan pengolahan data. Metode pendugaan (estimasi) yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 2 Stage Least Squares. Berikut adalah uraian lengkap mengenai prosedur analisis dalam penelitian ini.

4.2.1. Identifikasi Model

Indentifikasi model ditentukan atas dasar “order condition” sebagai syarat keharusan dan “rank condition” sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh :

(K - M) > (G - 1) ………..………..(66) dimana :

K = Total variabel dalam model, yaitu variabel endogen dan

predetermined variable (current exogenous variable, lagged exogenous variable, dan lagged endogenous variable).

M = Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model, dan

G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah variabel endogen dalam model.

Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut. ( K – M ) > ( G – 1 ) = maka persamaan dinyatakan teridentifikasi

secara berlebih (overidentified)

(K – M ) = ( G – 1 ) = maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified), dan

(18)

(K – M ) < (G – 1 ) = maka persamaan tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified).

Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya.

Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank

condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan

teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural variabel yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977)

Pada penelitian ini, model yang telah dirumuskan terdiri dari 39 persamaan atau 39 variabel endogen (G), dan 46 predetermined variable terdiri dari 28 variabel eksogen dan 18 lag endogenous variable, sehingga total variabel dalam model (K) adalah 85 variabel. Kemudian diketahui bahwa jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model (M) adalah maksimum 8 variabel. Berdasarkan kriteria order condition disimpulkan setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over

identified.

4.2.2. Metode Pendugaan Model

Berdasarkan hasil identifikasi model, maka model dinyatakan over

(19)

(Two Stage Least Squares), 3SLS (Three Stage Least Squares), LIML (Limited

Information Maximum Likelihood) atau FIML (Full Information Maximum Likehood).

Pada penelitian ini metode pendugaan model yang digunakan adalah 2SLS, dengan beberapa pertimbangan, yaitu penerapan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode 3SLS dan FIML menggunakan informsi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model (Gujarati, 1999).

Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t.

4.2.2.1. Uji Statistik-F

Uji statistik-F adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977).

Hipotesis:

H0 : β1 = β2 ….. = βi = 0 H1 : minimal ada satu βi ≠ 0 Keterangan:

i = banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan

Apabila nilai peluang (P-value) uji statistik-F < taraf α = 5% maka tolak H0. Tolak H0 berarti variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.

(20)

4.2.2.2. Uji Statistik-t

Uji statistik-t adalah persamaan yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel eksogen berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977).

Hipotesis:

Ho : βi = 0 H1 : Uji satu arah

a) βi > 0; b) βi < 0

Uji dua arah c) βi ≠ 0

Kriteria uji:

Jika H1: a) βi > 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak Ho H1: b) βi < 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak Ho H1: c) βi ≠ 0, bila P-value uji t < α/2maka disimpulkan tolak Ho

Pada penelitian ini menggunakan uji satu arah dan taraf α = 15% sehingga jika nilai peluang (P-value) uji statistik-t < taraf α = 15% maka tolak H0. Tolak H0 berarti suatu variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.

4.2.2.3. Uji Statistik Durbin-h

Apabila dalam persamaan terdapat variabel bedakala (lag endogenous

variable) maka uji serial korelasi dengan menggunakan statistik dw

(Durbin-Waston Statistics) tidak valid untuk digunakan (Pindyc dan Rubinfeld, 1991).

Sebagai penggantinya untuk mengetahui apakah terdapat serial korelasi (autocorrelation) atau tidak dalam setiap persamaan maka digunakan statistik dh

(21)

(Durbin-h statistics). Persamaan 67 berikut merupakan formula untuk memperoleh nilai dh atau hhitung (Durbin-h statistics).

1 1 2 1 [(var )] hitung n h d n β ⎛ ⎞ = − ⎝ ⎠ ...……….(67) dimana: d = dw statistik,

n = jumlah observasi, dan

var (β) = varians koefisien regresi untuk lagged dependent variable. Jika ditetapkan taraf α = 0.05, diketahui -1.96 ≤ hhitung ≤ 1.96, maka disimpulkan persamaan tidak mengalami serial korelasi. Selanjutnya jika diketahui nilai hhitung < -1.96, maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui nilai hhitung > 1.96, maka terdapat autokorelasi positif (Pindyc dan Rubinfeld, 1991).

4.2.3. Validasi Model

Untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif kebijakan atau non kebijakan dan peramalan, maka perlu dilakukan suatu validasi model, dengan tujuan untuk manganalisis sejauhmana model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Pada penelitian ini, kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah: Root Means

Square Percent Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U Theil)

(Pindyck and Rubinfield, 1991). Kriteria-kriteria dirumuskan sebagai berikut :

= ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = n t ta a t s t Y Y Y n RMSPE 1 2 1 ……….………(68)

(22)

(

)

( )

( )

= = = + − = n t a t n t s t n t a t s t Y n Y n Y Y n Theil U 1 2 1 2 1 2 1 1 1 ….……….(69) dimana : s t

Y = nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi a

t

Y = nilai aktual variabel observasi n = jumlah tahun observasi

Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Nilai statistik U Theil bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai statistik U Theil berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna, jika U =1 maka pendugaan model naif.

Adapun untuk melihat keeratan arah (slope) antara aktual dengan hasil yang disimulasi dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R²). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSPE dan U Theil dan makin besar nilai R², maka pendugaan model semakin baik.

4.2.4. Simulasi Model

Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Peramalan dapat dapat dibedakan beberapa jenis dan tujuan simulasi, diantaranya adalah ramalan berdasarkan horison waktu, yang dibedakan menjadi ex post forecast, ex ante

(23)

Pada periode t1 menunjukkan batas waktu dari model yang dihitung dengan data yang ada. Simulasi yang dibuat diantara t1 ke t2 disebut dengan ex-post

simulation atau historical simulation. Nilai historical series yang dimulai tahun t1

dan berakhir tahun t2, digunakan untuk variabel eksogen, sedangkan nilai

historical dalam t1 merupakan keadaan awal dari variabel endogen.

Sumber : Pindick dan Rubinfeld, 1998

Gambar 11. Horison Waktu Simulasi

Ex-post forecast menunjukkan kalau periode dugaan t2 < t3 maka peramalan

dapat dilakukan di akhir periode. Adapun pada ex-ante forecast yang dimulai dari t3 adalah simulasi atau perkiraan nilai dependent variabel yang didasarkan pada variabel bebas dan dapat diteruskan hingga pada tahun-tahun berikutnya. Analisis kebijakan dilakukan untuk melihat dampak kebijakan domestik terhadap semua variabel endogen. Dengan demikian kita dapat mengetahui bagaimana reaksi variabel endogen terhadap perubahan variabel eksogen.

Menurut Pindick dan Rubinfeld (1991), tujuan simulasi model pada dasarnya adalah untuk (1) mengevalusi kebijakan pada masa lampau, dan (2) membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Simulasi model diperlukan untuk mempelajari sejauh mana dampak dari perubahan variabel-variabel eksogen

Forecasting t2 t1 t3 (today) Estimation period Ex-ante forecast Ex-post forecast Backcasting Ex-post simulation or historical simulation

(24)

terhadap variabel-variabel endogen di dalam model. Dalam kajian ini simulasi dilakukan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal melalui simulasi historis (ex-post simulation) dan untuk mengkaji ramalan dampak alternatif kebijakan dan perubahan faktor eksternal melalui simulasi peramalan (ex-ante simulation).

4.2.4.1. Simulasi Historis

Simulasi historis dilakukan untuk menjawab tujuan kedua, yaitu mengevaluasi dampak kebijakan domestik maupun perubahan faktor eksternal terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia, tahun 2003-2007. Kebijakan domestik merupakan kebijakan pemerintah (pengenaan pajak ekspor minyak sawit, kuota domestik berupa peningkatan penawaran minyak sawit, dan kuota ekspor minyak sawit) dan kebijakan Bank Indonesia (penurunan Suku Bunga Bank Indonesia/SBI).

Adapun perubahan faktor eksternal merupakan perubahan selain kebijakan pemerintah yang terjadi di pasar domestik maupun dunia. Pada penelitian ini yang dimaksud perubahan faktor eksternal adalah perubahan harga minyak sawit dan harga minyak mentah dunia. Skenario simulasi historis yang dilakukan adalah tiga skenario kebijakan domestik dan dua skenario perubahan faktor eksternal.

Skenario Kebijakan Domestik

1. Peningkatan pajak ekspor minyak sawit, sebesar 50 persen

Peningkatan pajak ekspor minyak sawit merupakan upaya pemerintah untuk menanggulangi arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar yang dapat menyebabkan pasokan untuk industri hilirnya terutama industri minyak

(25)

goreng sawit menjadi berkurang. Dengan peningkatan pajak ekspor minyak sawit tersebut diharapkan dapat menanggulangi masalah tersebut.

2. Penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia domestik sebesar 20 persen Dari sisi permodalan, dengan tingkat suku bunga pinjaman sekarang ini (16-17 persen per tahun) dirasa masih kurang kondusif untuk usaha perkebunan, termasuk kelapa sawit. Suku bunga yang ideal untuk usaha perkebunan adalah sekitar 12 persen per tahun. Melalui simulasi ini akan dianalisis dampak dari penurunan suku bunga BI terhadap industri kelapa sawit domestik.

3. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 25 persen

Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan setiap pengusaha minyak sawit untuk menyuplai minyak sawit untuk kebutuhan industri hilir minyak sawit domestik, terutama untuk industri minyak goreng.

Skenario Perubahan Faktor Eksternal

1. Peningkatan harga minyak sawit dunia 25 persen

Pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku berbagai industri terus meningkat dari tahun ke tahun, mendorong peningkatan harga minyak sawit di pasar dunia. Peningkatan harga minyak sawit dunia dapat memicu peningkatan ekspor oleh negara produsen, termasuk Indonesia, sehingga mempengaruhi ketersediaan bahan baku industri domestik.

2. Peningkatan harga minyak mentah dunia 10 persen

Harga minyak mentah dunia yang semakin meningkat diduga dapat mempengaruhi industri kelapa sawit karena konsumen akan lebih tertarik dengan bahan bakar substitusinya, yaitu biodiesel, dimana biodiesel menggunakan bahan baku minyak sawit. Indonesia yang merupakan negara

(26)

penghasil minyak sawit terbesar di dunia berpeluang untuk memenuhi kebutuhan minyak sawit di pasar dalam negeri dan pasar dunia yang semakin meningkat tersebut.

4.2.4.2. Simulasi Peramalan

Salah satu tujuan penelitian ini adalah mengkaji ramalan dampak kebijakan domestik terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia, tahun 2012-2016.

Skenario Kebijakan Domestik

1. Pajak ekspor minyak sawit ditetapkan sebesar 20 persen. Penetapan pajak ekspor yang sering menjadi dilema antara kepentingan untuk melindungi konsumen domestik dan kepentingan untuk memperoleh devisa. Peningkatan pajak ekspor minyak sawit merupakan upaya pemerintah untuk menanggulangi arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar yang dapat menyebabkan pasokan untuk industri hilirnya terutama industri minyak goreng sawit menjadi berkurang. Dengan peningkatan pajak ekspor minyak sawit tersebut diharapkan dapat menanggulangi masalah tersebut.

2. Pelarangan Ekspor

Apabila semua produksi minyak sawit tidak ada yang diekspor maka secara otomatis kebutuhan minyak sawit domestik akan tercukupi.

3. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 50 persen

Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan setiap pengusaha minyak sawit dalam menyuplai minyak sawit untuk kebutuhan industri hilir minyak sawit domestik, terutama untuk industri minyak goreng.

(27)

4. Penetapan kuota ekspor sebesar 40% dari total produksi minyak sawit

Kebijakan ini diharapkan dapat menanggulangi masalah arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar yang dapat menyebabkan pasokan untuk industri hilirnya terutama industri minyak goreng sawit menjadi berkurang. Penetapan kuota membuat pengusaha sawit harus menyisihkan minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan domestik.

4.2.5. Perubahan Kesejahteraan

Dalam penelitian ini alternatif simulasi kebijakan juga digunakan untuk menghitung dan menganalisis perubahan kesejahteraan masyarakat. Indikator yang dijadikan sebagai perubahan kesejahteraan dari masyarakat adalah surplus produsen, surplus konsumen dan penerimaan pemerintah. Indikator perubahan kesejahteraan tersebut akan digunakan sebagai dasar evaluasi dan penentu arah kebijakan yang akan diambil. Analisis perubahan kesejahteran dapat dirumuskan sebagai berikut (Sinaga, 1989).

1. Perubahan Surplus Produsen Minyak Sawit

QMSIB (HRMSDS – HRMSDB) + ½ (QMSIS – QMSIB) (HRMSDS – HRMSDB)

2. Perubahan Surplus Konsumen Minyak Sawit

DMSDB (HRMSDS – HRMSDB) + ½ (DMSDS – DMSDB) (HRMSDS – HRMSDB)

3. Perubahan Surplus Produsen Minyak Goreng Sawit

QMGSB (HRMGSDS – HRMGSDB) + ½ (QMGSS – QMGSB) (HRMGSDS – HRMGSDB)

4. Perubahan Surplus Konsumen Minyak Goreng Sawit

DMGSB (HRMGSDS – HRMGSDB) + ½ (DMGSS –DMGSB) (HRMGSDS – HRMGSDB)

(28)

5. Perubahan Penerimaan Pemerintah dari Pajak Ekspor Minyak Sawit

(PXMSIS * XMSIS * HRXMSIS) * ERRIS - (PXMSIB * XMSIB * HRXMSIB) * ERRIB

6. Perubahan Kesejahteraan Netto Industri Minyak Sawit

(Perubahan Surplus Produsen Minyak Sawit + Perubahan Surplus Konsumen Minyak Sawit + Perubahan Surplus Produsen Minyak Goreng Sawit + Perubahan Surplus Konsumen Minyak Goreng Sawit + Perubahan Penerimaan Pemerintah dari Pajak Ekspor Minyak Sawit)

7. Perubahan Kesejahteraan Netto Industri Minyak Goreng Sawit

(Perubahan Surplus Konsumen Minyak Sawit + Perubahan Surplus Produsen Minyak Goreng Sawit)

Keterangan :

Subcript B = nilai dasar Subcript S = nilai akhir

4.2.6. Jenis, Sumber, dan Pengolahan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2007. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait yaitu Biro Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Perdagangan. Untuk kelengkapan serta penyesuaian data juga dilakukan pengambilan data dari publikasi seperti Oils Annual World serta publikasi-publikasi lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer yaitu : SAS for Windows 9.0.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel computer experience dan variabel usia dengan variabel computer

Berdasarkan dapatan kajian ini maka kombur jenaka dianggap sebagai suatu jenis wacana cerita jenaka berbentuk dongeng, humor, dan anekdot yang berkesan

Penelitian ini dilandasi dengan pemikiran bahwa penerapan model pembelajaran Jigsaw kolaborasi dengan model TGT pada mata pelajaran IPS Ekonomi yang diolah dan

E. Pertimbangan Lingkungan Hidup adalah Aspek-aspek yang mengintegrasikan kepentingan lingkungan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang Pemda/Pemprop pada tingkatan

Saya menjadikan Laptop Acer sebagai pilihan pertama saya dalam memilih Laptop dibandingkan dengan produk lain yang sejenis.. Saya merasa

Lebih lanjut kata Bernard, produksi minyak sawit Asian Agri telah mencapai 1,1 juta ton CPO per tahun, dan telah menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang

Pengembangan media ini bertujuan untuk menghasilkan Virtual Laboratory berbasis multimedia interkatif pada sub materi penanaman dan pengecatan bakteri yang layak

Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai pada siswa, baik secara iluminatif-observatif maupun secara struktural-obyektif, guru Madrasah