• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI PROFIL TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI MENURUT TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF VERBALIZER DAN VISUALIZER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI PROFIL TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI MENURUT TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF VERBALIZER DAN VISUALIZER"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

PROFIL TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI

MENURUT TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI

GAYA KOGNITIF VERBALIZER

DAN VISUALIZER

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Pendidikan Matematika

Oleh:

Nama Mahasiswa : Amalina Nur Azizah

NIM : 1684202103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Amalina Nur Azizah Nomor Pokok Mahasiswa : 1684202103

Program Studi : Pendidikan Matematika

Judul Proposal Skripsi : Profil Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele Ditinjau Dari Gaya Kognitif Verbalizer Dan Visualizer

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Skripsi untuk mengikuti Sidang Proposal Skripsi.

Tangerang, April 2020

Tim Pembimbing: Tanda Tangan:

Pembimbing I, Dr. Warsito, M.Si ... NBM. 114 6132 Pembimbing II, Retno Andriyani, M.Pd ... NBM. 126 3878

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Hairul Saleh, M.Si NBM. 113 9236

(3)

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I ... 7 PENDAHULUAN ... 7 A. Latar Belakang ... 7 B. Fokus Penelitian ... 12 C. Rumusan Masalah ... 13 D. Tujuan Penelitian ... 13 E. Manfaat Penelitian ... 13 BAB II ... 15 Landasan Teori ... 15

A. Landasan Teori Berpikir Geometri ... 15

B. Landasan Teori Van Hiele dan Gaya Kognitif ... 17

C. Penelitian Relevan ... 36

BAB III ... 39

METODE PENELITIAN ... 39

Daftar Pustaka ... 58

(4)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 43

Tabel 3.2 Indikator Tes Tingkat Berpikir Geometri ... 47

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri ... 48

Tabel 3. 4 Skala Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer ... 51

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jawaban Pada Soal Nomor 1 ... 9 Gambar 1. 2 Jawaban Pada Soal Nomor 2 ... 9 Gambar 2.1 Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele...20

(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Teks Asli Angket Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer . 62

Lampiran 2 Terjemahan Teks Asli Verbalizer dan Visualizer ... 63

Lampiran 3 Angket Gaya Kognitf Verbalizer dan Visualizer ... 64

Lampiran 4 Kisi-Kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele ... 66

Lampiran 5 Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele ... 68

Lampiran 6 Pedoman Penskoran Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele ... 73

(7)

7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari, sebagaimana tertuang adalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB X Pasal 37 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah wajib memuat pelajaran matematika. Melalui matematika peserta didik dapat berpikir logis dan sistematis. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Selama proses pembelajaran matematika, peserta didik tentunya memerlukan kegiatan berpikir agar dapat memperoleh perkembangan ide atau pengetahuan baru. Begitu pula dalam mempelajari geometri, peserta didik memerlukan kegiatan berpikir guna memahami konsep – konsep geometri. Tidak semua peserta didik memiliki cara yang sama dalam berpikir mengenai konsep – konsep geometri, sebab kemampuan serta tingkat pemahaman peserta didik dalam memahami konsep geometri juga berbeda. Teori belajar Van Hiele merupakan sebuah teori yang menjelaskan mengenai tingkat berpikir geometri peserta didik. Teori ini menggambarkan bagaimana peserta didik berpikir, bukan seberapa banyak pengetahuan geometri yang dimiliki.

(8)

8 Walle (2008) menyebutkan jika teori Van Hiele membagi tingkat berpikir geometri peserta didik menjadi 5, yaitu : Tingkat 0 (Visualisasi), Tingkat 1 (Analisis), Tingkat 2 (Deduksi informal), Tingkat 3 (Deduksi), Tingkat 4 (Rigor).

Geometri merupakan salah satu materi yang penting dipelajari peserta didik. Walle mengungkapkan pentingnya mempelajari geometri, sebab geometri sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari, geometri dapat mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, serta geometri memainkan peran penting dalam mempelajari cabang matematika lainnya (Suwito, 2018, hal. 64). National Council of Teachers Mathematics (NCTM) juga menyebutkan jika pada pembelajaran geometri peserta didik mampu memvisualisasikan, menggambar serta membandingkan bangun-bangun geometri dalam berbagai posisi sehingga mampu memahaminya (Suwito, 2018). Selain itu geometri juga menjadi salah satu domain pada konten

Programme for International Student Assessment (PISA), yaitu space and shape. Namun pada kenyataannya banyak peserta didik yang merasa

kesulitan dalam materi geometri.

Berdasarkan hasil PISA 2018 kemampuan matematika Indonesia berada pada peringkat 73 dari 79 negara dengan skor rata-rata 379. Hasil tersebut mengalami penurunan dari PISA 2015 dengan skor rata – rata 386. Menurut Fista (2018) konten space and shape merupakan salah satu konten PISA yang dinilai sebagai salah satu konten sulit untuk diselesaikan oleh peserta didik. Penelitian yang dilakukan oleh Nursyam (2012, hal. 45)

(9)

9 mengenai kemampuan pemahaman geometri peserta didik SMP menunjukkan bahwa dari 97 peserta didik, 48 peserta didik atau 49,48% memperoleh kualifikasi gagal, 42 peserta didik atau 43,29% yang memperoleh kualifikasi kurang, dan 7 peserta didik atau 7,44% yang memperoleh kualifikasi cukup. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis pada saat Magang 3 di SMPN 17 Tangerang menunjukkan bahwa hanya 7 peserta didik dari 38 peserta didik yang mampu mencapai tingkat deduksi informal. Sedangkan 15 peserta didik berada pada tingkat analisis dan 16 lainnya berada pada tingkat visualisasi.

Gambar 1.1 Jawaban Pada Soal Nomor 1

(10)

10 Berdasarkan jawaban diatas, menunjukkan bahwa peserta didik belum memahami dengan betul kelompok-kelompok bangun segiempat dan segitiga, Peserta didik menjawab bangun nomor 6 sebagai bangun segiempat dan nomor 2 sebagai bangun segitiga. Selain itu beberapa peserta didik memberi alasan bahwa sebuah bangun termasuk segiempat dikarenakan berbentuk kotak. Hal ini menunjukkan pemahan peserta didik mengenai bentuk segiempat dan segitiga hanya terbatas secara visual. Peserta didik juga belum mampu menyebutkan sifat-sifat bangun segiempat secara benar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan jika peguasaan peserta didik dalam memahami konsep geometri, khususnya segiempat dan segitiga masih rendah.

Rendahnya penguasaan peserta didik dalam memahami konsep geometri dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Rohimah (2016) dan Huzaifah (2011) salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan belajar geometri adalah perkembangan intelektual. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan belajar geometri, meliputi metode pengajaran, serta sarana dan prasarana pembelajaran. Selain itu materi segiempat dan segitiga merupakan salah satu materi geometri yang penting untuk dipahami oleh peserta didik. Sebab bangun segiempat dan segitiga merupakan dasar untuk mempelajari bangun lainnya seperti bangun ruang. Oleh karena itu agar siswa tidak kesulitan memahami bangun-bangun lainnya, penting bagi peserta didik memahami konsep bangun segiempat dan segitiga.

(11)

11 Peserta didik tentunya memiliki karakteristik atau sebuah cara yang berbeda-beda untuk memahami dan mengolah sebuah pengetahuan. Peserta didik cenderung akan memilih cara yang paling disukai dalam memahami dan mengolah sebuah pengetahuan. Menurut Messick cara yang konsisten dilakukan oleh seorang peserta didik dalam menangkap, mengatur dan memproses informasi dikenal sebagai gaya kognitif (Eko, 2018, hal. 6). Perbedaan gaya kognitif setiap peserta didik tentunya akan menghasilkan pemahaman konsep yang berbeda – beda, sehingga hasil belajar peserta didikpun berbeda-beda. Artinya, gaya kognitif berpengaruh pada hasil berlajar peserta didik.

Selain disebabkan karena gaya kognitif, perbedaan hasil belajar peserta didik khususnya geometri juga disebabkan oleh tingkat perkembangan berpikir geometri, yaitu tahapan peserta didik dalam memahami konsep-konsep geometri. Menurut Nurhidayah (2017) berpikir geometri adalah kemampuan peserta didik dalam megamati objek membangun definisi berdasarakan sifat bangun, mengenali hubungan satu objek dengan objek lainnya serta menerapkannya dalam pemecahan masalah geometri. Perdikaris (2011) menyatakan jika gaya kognitif merupakan variabel kuat yang mempengaruhi pemikiran, pembelajaran, dan pengembangan akademik peserta didik, oleh karena itu gaya kognitif memiliki peranan yang besar dengan tingkat perkembangan berpikir geometri. Sejalan dengan hal tersebut Hidayat, Zubaidah, dan Mirza (2015) menyatakan bahwa gaya kognitif dan tingkat berpikir geometri berpengaruh pada hasil belajar peserta didik.

(12)

12 Salah satu apek yang mendasari perbedaan cara mengolah sebuah pengetahuan adalah aspek perseptual dan intelektual, dimana setiap individu memiliki ciri khas tersendiri. Perseptual merupakan kemampuan individu untuk mengolah informasi melalui alat indera. Menurut McEwan dan Reynolds ada dua gaya kognitif berdasarkan kebiasaan seseorang menggunakan alat indera, yaitu verbalizer dan visualizer (Winarso & Dewi, 2017, hal. 177-133). Peseta didik dengan gaya verbalizer mudah Menerima dan memproses pengetahuan secara verbal atau linguistik. Sedangkan, peserta didik dengan gaya visualizer mudah menerima dan memproses pengetahuan secara visual, dengan melihat grafik, tabel dan lainnya.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tingkat berpikir geometri peserta didik masih rendah. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Profil Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele Ditinjau dari Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang agar penelititian ini terarah dan tidak terlalu luas ruang lingkupnya, maka peneliti memfokuskan masalah pada deskripsi tingkat berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele pada materi segitiga dan segiempat berdasarkan pada gaya kognitif verbalizer dan visualizer.

(13)

13 C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana tingkat berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele pada materi segitiga dan segiempat berdasarkan gaya kognitif visualizer dan verbalizer ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya kognitif visualizer dan verbalizer peserta didik.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele pada materi segitiga dan segiempat berdasarkan gaya kognitif visualizer dan verbalizer. E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan mengenai ilmu pendidikan, khusunya dalam pembelajaran geometri.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi guru, penelitian ini memberi informasi sejauh mana tingkat berpikir geometri peserta didik, serta gaya kognitif verbalizer dan visualizer yang dimiliki setiap peserta didik. Sehingga diharapkan

(14)

14 dapat menjadi referensi guru dalam merancang pembelajaran matematika, khususnya pada materi geometri.

b) Bagi peserta didik, penelitian ini dapat memberi informasi sejauh mana tingkat kemampuan berpikir geometri yang dimilikinya sehingga mendorong peserta didik lebih meningkatkan kemampuan berpikir geometri. Serta memberikan infromasi kepada peserta didik jenis gaya kognitif yang dimiliki.

c) Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan informasi tentang kemampuan geometri berdasarkan gaya kogntif visulizer dan verbalizer, serta bekal bagi peneliti sebagai calon guru.

(15)

15

BAB II

Landasan Teori

A. Landasan Teori Berpikir Geometri 1. Definisi Bepikir Geometri

Berpikir berasal dari kata pikir, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berpikir adalah segala sesuatu yang menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Dewey dan Wertheimer memandang berpikir sebagai sebuah proses (Slameto, 2018, hal. 144). Sejalan dengan hal tersebut berpikir geometri adalah kemampuan peserta didik untuk melakukan proses transformasi informasi geometri dalam memori, untuk membentuk konsep, pemecahan masalah, bernalar, membuat kesimpulan dan menghubungkan ide-ide geometri (Setiana, 2017).

Assessment Resource Banks menjelaskan bahawa berpikir geometri

berkaitan dengan bagaimana pemahaman peserta didik menggunakan sifat-sifat dari bidang-bidang geometri dan hubungan-hubungan spasial (Nurhidayah, Perkembangan Kemampuan Berpikir Geometri Peserta Didik Berdasarkan Teori Van Hiele Pada Materi Segiempat Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning, 2017). Hal ini berarti jika geometri berhubungan dengan kecerdasan spasial peserta didik, yaitu kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Sebab materi geometri meliputi bangun datar maupun ruang. Sedangkan Van De Walle menjelaskan bahwa berpikir geometri adalah penalaran

(16)

16 tentang bentuk dan hubungan antar bentuk geometri (Suwito, 2018).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disumpulkan jika berpikir geometri adalah sebuah proses transformasi informasi mengenai sifat-sifat garis, sudut, bidang, ruang, dan hubungan antar bentuk geometri yang dimiliki peserta didik untuk menghasilkan representasi mental baru.

2. Kriteria Berpikir Geometri

Adapun kriteria berpikir secara geometri menurut Suwito (2018), yaitu sebagi berikutt :

a. Peserta didik dapat menyeleksi bangun geometri

b. Dalam mengkarakterisasi bangun geometri peserta didik berpatokan pada bentuk dasar

c. Peserta didik menggunakan sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh bangun – bangun yang diseleksi

d. Peserta didik menunjukkan bentuk geometri dalam objek-objek fisik e. Peserta didik membandingkan bangun geometri berdasarkan

sifat-sifatnya

f. Peserta didik mendeskripsikan bangun geometri dengan menyebut sifat-sifatnya

g. Peserta didik dapat membuat definisi bangun geometri secara lengkap h. Peserta didik mampu menyatakan bentuk- bentuk definisi yang

ekuivalen

(17)

17 j. Peserta didik dapat mensketsa bangun geometri menurut deskripsi

verbalnya

k. Peserta didik mampu mengkonstruksi gambar berdasarkan sifat-sifat yang diberikan

l. Peserta didik mampu mengenal perbedaan dan persamaan bangun geometri

Duval juga menyatakan jika proses berpikir geometri melibatkan tiga aktivitas (Fajriah, 2015), yaitu:

a. Proses visualisasi, yaitu proses representasi yang berupa visual dari pernyataan geometri.

b. Proses kontruksi, yaitu penggunaan alat suatu kegiatan untuk mengkontruksi suatu onfigurasi sesuai dengan alat yang digunakan misalnya penggaris, jangka, atau busur derajat.

c. Proses penalaran, yaitu sebuah proses yang diperlukan untuk sebuah bukti dan penjelasan.

Ketiga aktivitas tersebut dapat dilakukan secara terpisah. Misalnya visual tidak selalu tergantung pada konstruksi, dan pada proses konstruksi sebenarnya hanya tergantung pada koneksi antara sifat matematika yang relevan dan kendala alat yang digunakan.

B. Landasan Teori Van Hiele dan Gaya Kognitif 1. Landasan Teori Van Hiele

(18)

18 Teori Van Hiele merupakan teori yang dikembangkan oleh sepasang suami istri sekaligus peneliti dan guru di Belanda, yaitu Dina van Hiele-Geldof dan Pierre Marrie van Hiele. Teori ini berasal dari tesis mereka di Universitas Utrecht pada tahun 1957. Penelitian berdasarkan Teori Van Hiele dilakukan di Uni Soviet pada 1960-an dan hasilnya digunakan untuk merancang sebuah kurikulum yang juga mendapatkan hasil bagus.

Teori Van Hiele merupakan salah satu teori dalam aliran kognitif yang menjelaskan tentang tahap-tahap perkembangan mental anak dalam pembelajaran geometri. Terdapat 5 tahapan berpikir geometri Van Hiele, yaitu (Amir & Risnawati, 2015, hal. 94-96) : 1) Tingkat 0 (Visualisasi)

Peserta didik pada tingkat awal, mengenal dan memberi nama bentuk – bentuk geometri berdasarkan karakteristik tampilan nyata bentuk tersebut, seperti balok, kubus, bola, persegi, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, disajikan sebuah gambar persegi dan persegi panjang, peserta didik akan memberikan alasan atau sifat kotak pada bangun tesebut. Hasil pemikiran pada tingkat 0 adalah peserta didik dapat mengelompokkan bentuk-bentuk bangun yang terlihat mirip.

2) Tingkat 1 (Analisis)

Peserta didik pada tingkat analisis sudah dapat memahami sifat-sifat bangun geometri. Peserta didik sudah mampu berpikir

(19)

19 bagaimana sebuah persegi dapat terbentuk, yaitu memiliki empat sisi yang sama panjang, empat titik sudut, dan sebagainya. Pada tingkat ini peserta didik juga sudah memahami jika kumpulan bangun geometri dikelompokkan berdasarkan sifatnya.

3) Tingkat 2 (Deduksi Informal)

Pada tahap ini peserta didik memahami hubungan antara bangun geometri yang memiliki keterkaitan. Peserta didik dapat mengklasifikasikan bangun – bangun geometri secara hierarki, misalnya jika sebuah bangun berbentuk persegi maka sudah pasti sudutnya siku-siku, pesergi merupakan persegi panjang, jajargenjang adalah trapesium, belah ketupat adalah layang – layang, dan kubus adalah balok. Akan tetapi pada tahap ini peserta didik belum memahami secara rinci deduksi logis, misalnya alasan mengapa dua diagonal persegi panjang itu sama. Mungkin peserta didik dapat menjelaskan alasan hal tersebut tetapi tidak secara rinci. 4) Tingkat 3 (Deduksi)

Peserta didik pada tahap deduksi sudah mampu bekerja dengan pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat geometri dan membuat kesimpulan lebih berdasarkan logika. Bukan hanya menegnal sifat-sifat bentuk saja, tetapi peserta didik mampu meneliti hubungan antara sifat-sifat bangun. Misalnya, peserta didik dapat membuktikan secara deduktif bahwa garis diagonal dari sebuah persegi panjang saling berpotongan.

(20)

20 5) Tingkat 4 (Ketepatan atau Rigor)

Rigor merupakan tahapan atau tingkat teringgi pada teori Van Hiele. Peserta didik sudah memahami betapa pentingnya ketepatan sebuah teorema, postulat dan dalil dalam penggunaanya. Pembelajaran geometri pada tingkat ini sangat abstrak dan tidak harus melibatkan model konkrit atau gambar. Oleh karena itu jarang sekali peserta didik yang dapat mencapai tahap ini sekalipun mereka adalah peserta didik SMA.

Gambar 2.1 Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele

Menurut Walle (2008) terdapat empat karakteristik tingkat-tingkat Van Hiele yang membutuhkan perhatian khusus, yaitu :

1) Tingkatan-tingkatan tersebut bertahap. Peserta didik untuk mencapai tahap tertinggi harus melalui tahap-tahap sebelumnya. 2) Tingkatan-tingkatan tersebut tidaklah bergantung pada usia

(21)

21 menegah yang seharusnya berada pada tahap 3, yaitu deduksi dapat berada pada tingkat 0.

3) Pengalaman geometri merupakan faktor terbesar dalam mempengaruhi perkembangan tingkat-tingkatan tersebut. Kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik menelusuri, berdiskusi, dan berinteraksi, dengan materi pada tingkat selanjutnya memberikan kesempatan peserta didik dalam mengembangan tingkat pemikiran.

4) Ketika instruksi atau bahasa yang digunakan terletak pada tingkatan yang lebih tinggi daripada yang peserta didik miliki maka akan ada komunikasi yang kurang.

b) Indikator Tingkat Bepikir Geometri Van Hiele

Setiap peserta didik berpikir tentang ide-ide geometri dengan cara yang berbeda-beda. Namun setiap peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir geometri yang dimiliki. Pada setiap tingkatan berpikir geometri Van Hiele peserta didik memiliki karakteristik tersendiri, sesuai dengan pemikirannya mengenai ide-ide geometri. Menurut Crowley (1987) karakteristik peserta didik dalam setiap tingkatan berpikir geometri, yaitu :

1) Level 0 (Visualisasi)

Peserta didik menyadari ruang hanya sebagai sesuatu yang ada di sekitar mereka. Objek geometri hanya dikenali dari penampilan fisiknya saja, bukan dari bagian atau sifatnya.

(22)

22 Seseorang yang mencapai level ini dapat mempelajari kosakata geometris, dapat mengidentifikasi bentuk yang ditentukan, dan memberikan nama, dapat mereproduksinya.

2) Level 1 (Analisis)

Analisis konsep geometris dimulai, peserta didik mulai membedakan karakteristik objek. Misalnya peserta didik dapat membuat generalisasi untuk kelompok jajaran genjang. Namun, hubungan antar bangun belum dapat dijelaskan oleh peserta didik pada level ini, hubungan timbal balik antar objek masih belum terlihat, dan definisi belum dipahami.

3) Level 2 (Deduksi Informal)

Peserta didik dapat membangun hubungan sifat baik di dalam bangun (dalam segi empat, sisi yang berlawanan sejajar membutuhkan sudut yang berlawanan sama) di antara bangun (persegi adalah persegi panjang karena memiliki semua sifat persegi panjang). Dengan demikian mereka dapat menyimpulkan sifat-sifat bangun dan mengenali kelas-kelas bangun. Bukti formal dapat diikuti, tetapi peserta didik tidak melihat bagaimana urutan logis dapat diubah atau melihat bagaimana membangun bukti mulai dari sesuatu yang tidak dikenal.

4) Level 3 (Deduksi)

Peserta didik pada level ini dapat membuat, bukan hanya menghafal, bukti, kemungkinan mengembangkan bukti dalam

(23)

23 lebih dari satu cara terlihat,interaksi kondisi yang diperlukan dan cukup dipahami; perbedaan antara pernyataan dan kebalikannya dapat dibuat.

5) Level 4 (Rigor)

Pada tahap ini pelajar dapat bekerja dalam berbagai sistem aksiomatik, yaitu geometri non-euclidean dapat dipelajari, dan sistem yang berbeda dapat dibandingkan. Geometri terlihat secara abstrak.

Adapun karakteristik peserta didik dalam setiap tingkatan berpikir geometri menurut J. K. Alex & K. J. Mammen (2012), yaitu :

1) Level 0 (Visualisasi)

Peserta didik pada tingkat ini mengenali bentuk geometris dengan penampilannya saja. Peserta didik dapat mengidentifikasi, memberi nama, dan membandingkan bentuk-bentuk geometris seperti segitiga, bujur sangkar, dan persegi panjang dalam bentuknya yang terlihat

2) Level 1 (Analisis)

Peserta didik dapat mengenali dan memberi nama sifat-sifat bangun geometris, tetapi mereka belum memahami perbedaan antara sifat-sifat ini dan antara bangun yang berbeda 3) Level 2 (Deduksi Informal)

Peserta didik tidak lagi menganggap bangun – bangun sebagai terdiri dari kumpulan sifat-sifat yang terpisah dan tidak

(24)

24 terkait. Sebaliknya, mereka sekarang mengakui bahwa satu bagian dari suatu bentuk berasal dari yang lain. Mereka juga memahami hubungan antara bangun – bangun yang berbeda 4) Level 3 (Deduksi)

Peserta didik pada tingkat ini membuktikan teorema secara deduktif dan memahami struktur sistem geometris. Mereka memahami kondisi yang diperlukan dan dapat mengembangkan bukti daripada mengandalkan hafalan. Mereka dapat membangun definisi bangun mereka sendiri.

5) Level 4 (Rigor)

Peserta didik pada tingkat ini dapat membangun teorema dalam sistem postulat yang berbeda dan dapat membandingkan dan menganalisis sistem deduktif

Sedangkan karakteristik peserta didik dalam setiap tingkatan berpikir geometri menurut. Burger dan Shaughnessy (1986) , yaitu :

1) Level 0 (Visualisasi)

Pemahaman peserta didik tentang konsep-konsep dasar geometris, seperti bentuk-bentuk sederhana, terutama dengan pertimbangan visual dari konsep secara keseluruhan tanpa memperhatikan sifat-sifat komponennya.

2) Level 1 (Analisis)

Pada level ini peserta didik memahami konsep-konsep geometris melalui analisis informal dari bagian – bagian bangun.

(25)

25 Sudah dapat menentukan sifat – sifat yang diperlukan dari konsep.

3) Level 2 (Deduksi Informal)

Peserta didik secara logis dapat mengurutkan konsep dari suatu bangun-bangun, membentuk definisi abstrak, dan dapat membedakan antara kebutuhan dan kecukupan seperangkat bagian dalam menentukan konsep.

4) Level 3 (Deduksi)

Peserta didik beralasan secara formal dalam konteks sistem matematika, lengkap dengan istilah yang tidak ditentukan, aksioma, sistem logis yang mendasari, definisi, dan teorema 5) Level 4 (Rigor)

Peserta didik dapat membandingkan sistem bedasarkan aksioma yang berbeda dan dapat mempelajari berbagai geometri dengan tidak adanya model nyata.

Berdasarkan ketiga karakteristik Crowley (1987), J. K. Alex & K. J. Mammen (2012), dan Burger dan Shaughnessy (1986), maka indikator tingkat berpikir geometri Van Hiele yang peneliti gunakan, yaitu :

1) Level 0 (Visualisasi)

Pada tingkat ini peserta didik dapat memberikan nama, megindentifikasi, membandingkan dan membuat bentuk –bentuk

(26)

26 geometri sederhana melalui penampilan fisik tanpa memahami sifat dan konsep bentuk.

2) Level 1 (Analisis)

Pada tingkat ini peserta didik dapat menentukan sifat – sifat dari bangun geometri, namun belum dapat memahami hubungan antara bangun geometri.

3) Level 2 (Deduksi Informal)

Pada tingkat ini peserta didik dapat membangun hubungan sifat antar bangun geometri, mengenali kelas-kelas bangun, dan dapat mengetahui definisi abstrak.

4) Level 3 (Deduksi)

Pada tingkat ini peserta didik dapat membuat bukti dan mengembangkannya lebih dari satu cara. Peserta didik juga dpaat mengaitkan istilah yang tidak ditentukan, aksioma, sistem logis yang mendasari, definisi, dan teorema.

5) Level 4 (Rigor)

Pada tingkat ini peserta didik dapat membandingkan sistem dari aksioma yang berbeda, seperti geometri non-euclidean, dan dapat mempelajari berbagai geometri dengan tidak adanya model nyata.

c) Hubungan Berpikir Geometri dengan Teori Van Hiele

Berpikir geometri adalah sebuah proses transformasi informasi mengenai sifat-sifat garis, sudut, bidang, ruang, dan hubungan antar

(27)

27 bentuk geometri yang dimiliki peserta didik untuk menghasilkan representasi mental baru. Proses ini dilakukan untuk membentuk sebuah pemahaman konsep, serta menggunakannya untuk memecahkan suatu permasalahan. Desmita (2014) menyatakan jika sejumalah ahli psikologi juga menggunakan istilah pikiran untuk menunjuk pengertian yang sama dengan kognitif, yaitu mencakup berbagai aktivitas mental seperti penalaran, pemecahan masalah, serta pembentukkan konsep. Sejalan dengan hal tersebut juga Solso mengungkapkan jika ada 3 ide dasar mengenai berpikir, yaitu 1) berpikir adalah kognitif, 2) berpikir adalah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, 3) berpikir bersifat langsung dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah (Mariam, 2015). Oleh karena itu dapat dinyatakan jika berpikir merupakan sebuah proses kognitif, sebab melalui berpikir seseorang juga bernalar, serta memecahkan masalah. Kognitif sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, dan memecahkan masalah (Desmita, 2014, hal. 97).

Jean Piaget merupakan seseorang psikologi yang berjasa mengemukakan perkembangan kognitif peserta didik. Jean Piaget menyatakan jika anak mengorganisasikan apa yang mereka pelajari dari pengalamannya (Desmita, 2014, hal. 98). Sejalan dengan

(28)

28 karakteristik teori Van Hiele, jika pengalaman peserta didik merupakan sebuah faktor yang paling besar dalam pembelajaran geometri. Pada tingkatan berpikir Van Hiele seorang peserta didik akan membangun sebuah kesatuan dari fakta atau informasi yang terpisah. Seperti halnya seorang peserta didik yang mengamati jika persegi, persegi panjang, serta jajar genjang memiliki empat sisi dan sudut sama besar. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik mulai membangun pemahaman mengenai sifat-sifat bangun segiempat. Pada hakikatnya, peserta didik dalam membangun pengetahuan tersebut memerlukan proses berpikir, perlu adanya penalaran, serta penggabungan informasi-informasi yang telah didapat sebelumnya.

Tahapan berpikir geometri pada teori Van Hiele juga sudah memuat kriteria berpikir geometri. Berdasarkan kriteria berpikir geometri menurut Suwito, yaitu peserta didik dapat menunjukkan bentuk geometri dalam objek-objek fisik, dapat memvisualisasikan bangun geometri secara verbal serta dapat mensketsa bangun geometri menurut deskripsi verbalnya termasuk kedalam tingkat visualisasi pada tahapan berpikir geometri Van Hiele. Peserta didik mampu mengkonstruksi gambar berdasarkan sifat-sifat yang diberikan, membandingkan bangun geometri berdasarkan sifat-sifatnya, mendeskripsikan bangun geometri dengan menyebut sifat-sifatnya, peserta didik dapat membuat definisi bangun geometri secara lengkap, serta menggunakan sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh bangun –

(29)

29 bangun yang diseleksi termasuk ke dalam tingkat analisis. Sedangkan kriteria berpikir geometri, yaitu peserta didik dapat menyeleksi bangun geometri, mampu menyatakan bentuk- bentuk definisi yang ekuivalen, serta mampu mengenal perbedaan dan persamaan bangun geometri termasuk ke dalam tingkat deduksi informal.

2. Landasan Teori Gaya Kognitif a) Definisi Gaya Kognitif

Gaya koginitif menurut Desmita (2014) adalah karakteristik individu dalam pengggunaan fungsi kognitif yang bersifat terus menerus dan berlangsung lama. Fungsi kognitif dalam hal ini berupa berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi. Adapun menurut Slameto (2018) gaya kognitif merupakan perbedaan antar individu yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman. Sedangkan Ausburn menyatakan jika gaya kognitif mengacu pada proses kognitif seseorang yang berhubungan dengan pemahaman, pengetahuan, persepsi, pikiran, imajinasi dan pemecahan masalah (Uno, 2010, hal. 186).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai gaya kognitif, maka dapat disimpulkan jika gaya kognitif adalah perbedaan seseorang dalam berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi yang bersifat terus menerus. Perbedaan, dalam hal ini bukanlah menunjuukan

(30)

30 tingkat inteligensi atau kemampuan peserta didik. Sebab peserta didik yang memiliki gaya kognitif sama belum tentu memiliki tingkat kemampuan yang sama pula.

b) Jenis-Jenis Gaya Kognitif

Adapun jenis-jenis gaya kognitif, yaitu sebagai berikut : 1. Field Independence (FI) Dan Field Dependence (FD)

Uno (2010) menyatakan bahwa gaya kognitif field

independence (FI) dan field dependence (FD) adalah gaya kognitif

yang menggambarkan cara seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Uno juga menjelaskan bahwa individu dengan gaya kognitif field dependence (FD) cenderung akan menerima suatu pola sebagai suatu keseluruhan, orang dengan gaya ini akan mengalami kesulitan memfokuskan pada satu aspek dalam satu situasi, sedangkan individu dengan gaya kognitif field independence (FI) lebih menerima bagian terpisah dari pola

menyeluruh dan mampu menganalisa pola ke dalam komponenya. Desmita (2014) juga menyebutkan jika peserta didik dengan gaya kognitif field dependence (FD) kesulitan dalam memproses, namun mudah mempersepsi apabila informasi dimanipulasi sesuai dengan konteksnya, sehingga dapat memisahkan stimuli dalam konteksnya tepai persepsinya lemah ketika terjadi perubahan konteks. Sedangkan peserta didik dengan

(31)

31 internal sebagai arahan dalam memproses informasi dan dalam mengerjakan tugas secara tidak berurut.

Sehingga dapat disimpulkan jika peserta didik dengan gaya kognitif field dependence (FD) cenderung memproses infromasi secara menyeluruh, serta memiliki kesulitan memfokuskan dan memproses satu aspek atau informasi dalam satu situasi. Sedangkan peserta didik dengan field independence (FI) cenderung memproses informasi secara terpisah, sehingga memungkinkan mengerjakan tugas secara tidak berurut dan peserta didik lebih menerima bagian terpisah dari pola menyeluruh dan mampu menganalisa pola ke dalam komponenya.

2. Gaya Kognitif Impulsif dan Reflektif

Gaya kognitif impulsif dan reflektif merupakan gaya kognitif yang menunjukkan kecepatan berpikir. Desmita (2014) menyatakan bahwa peserta didik dengan gaya kognitif impulsif akan cenderung cepat, namun melakukan sedikit kesalahan dalam proses tersebut. Sedangkan peserta didik dengan gaya kognitif reflektif akan cenderung menggunakan waktu lebih banyak untuk merespon dan merenungkan akurasi jawaban, tetapi cenderung memberikan jawaban yang benar. Nasution mengungkapkan jika akan peserta didik dengan gaya impulsif akan mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkan secara mendalam, sedangkan perserta didik gaya reflektif akan mempertimbangkan

(32)

32 segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian mudah (Nasriadi, 2019). Sejalan dengan Desmita dan Nasution, Arifin menjelasan jika peserta didik dengan gaya reflektif lebih lambat dalam memberi reaksi terhadap stimulus yang diberikan, sedangkan perserta didik dengan gaya impulsif cenderung lebih cepat dalam memeberi reaksi (Nasriadi, 2019).

Dapat disimpulkan jika peserta didik dengan gaya kognitif impulsif cenderung cepat memberi reaksi terhadap stimulus yang diberikan namun tanpa memikirkan secara mendalam sehingga melakukan sedikit kesalahan. Sedangkan peserta didik dengan gaya kognitif reflektif cenderung lebih lambat dalam memberi reaksi terhadap stimulus yang diberikan namun mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan.

3. Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer

McEwan & Reynolds menyatakan bahwa gaya kognitif yang berkaitan dengan kebiasaan seseorang menggunakan alat indranya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu visualizer dan

verbalizer (M. Syahid, 2019, hal. 52). Menurut Sari dan Budiarto

(2016) peserta didik dengan gaya kognitif visualizer cenderung lebih mudah untuk menerima, memproses, menyimpan, dan menggunakan informasi dalam bentuk gambar maupun grafik. Sedangkan seseorang dengan gaya kognitif verbalizer cenderung

(33)

33 lebih mudah untuk menerima, memproses, menyimpan, dan menggunakan informasi dalam bentuk teks atau tulisan.

c) Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer

Gaya kognitif verbalizer dan visualizer, pertama kali dikembangkan oleh Paivio. Menurut Paivo “Informasi yang masuk diproses dan direpresentasikan secara mental dalam dua cara: secara verbal dan visual” (Kameliani, 2019). Menurut Uno (2010) gaya kognitif yang berkaitan dengan kebiasan dan kesukaan seseorang dalam menggunakan alat inderanya, khususnya pada kemampuan melihat gerakan secara visual dan pemahaman auditori atau verbal termasuk ke dalam dimensi gaya kognitif perceptual modality

preference.

Peserta didik dengan gaya kognitif verbalizer cenderung lebih mudah mengolah, dan menyimpan informasi berupa teks atau tulisan, sedangkan peserta didik dengan gaya kognitif visualizer akan cenderung mengolah, dan menyimpan informasi berupa gambar, seperti grafik, tabel dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mandelson bahwa individu yang memiliki gaya kognitif

visualizer cenderung lebih banyak dalam gambar, lebih lancar dengan

ilustrasi dan terjemahan, serta memahami dan menyukai permainan yang lebih visual, seperti teka-teki, sedangkan individu yang memiliki gaya kognitif verbalizer lebih cenderung mengatakan dan akan lebih

(34)

34 memilih untuk berkomunikasi kepada seseorang dengan menunjukkan bagaimana mereka melakukannya (Fatri, Maison, & Syaiful, 2019).

Sejalan dengan Mandelson, Mayer dan Massa juga menyatakan peserta didik dengan gaya kognitif visualizer -verbalizer, sebagian akan cenderung lebih baik mengolah informasi dalam bentuk kata-kata sedangkan dan sebagian lainnya akan cenderung lebih baik dalam bentuk visual (M. Syahid, 2019). Perbedaan ini disebabkan oleh kecenderungan peserta didik dalam menggunakan alat indera. Peserta didik yang terbiasa memperoleh informasi dengan melihat maka akan memiliki kecenderungan memperoleh dan mengolah informasi secara visual. Sebaliknya peserta didik yang terbiasa memperoleh informasi dengan mendengar akan memiliki kecenderungan memperoleh dan mengolah informasi secara verbal.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan jika gaya kognitif verbalizer merupakan cara konsisten peserta didik mengolah, dan menyimpan informasi berupa gambar, seperti grafik, tabel dan lainnya. sedangkan gaya kognitif visualizer merupakan cara konsisten peserta didik mengolah dan menyimpan informasi berupa kata-kata atau tulisan.

Skemp menyatakan “Jika simbol visual adalah gambar yang menyerupai bentuk asli atau nyata, sedangkan simbol verbal adalah kata yang digunakan untuk menyatakan objeknya” (Ilma, 2017, hal. 9). Berikut sifat-sifat simbol visual dan simbol verbal :

(35)

35 1) Sifat simbol visual, yaitu :

a) Bersifat abstrak, misalnya bentuk dan kedudukan. b) Lebih sulit untuk dikomunikasikan

c) Lebih mewakili hasil pemikiran yang lebih individual d) Simultan atau bersamaan

e) Bersifat intuitif 2) Sifat simbol verbal, yaitu :

a) Bersifat abstrak yang bebas dari susunan ruang seperti misalnya bilangan

b) Lebih mudah dikomunikasikan

c) Lebih mewakili hasil kesepakatan dari pemikiran bersama d) Sekuensial atau berurutan

e) Bersifat logika

Klasifikasi gaya kognitif verbalizer dan visualizer peserta didik dapat diidentifikasi melalui Visualizer and Verbalizer

Questionnare (VVQ), yaitu angket yang berisi 20 butir pertanyaan

mengenai gaya kognitif verbalizer dan visualizer. VVQ juga diadapatasi dalam penelitian Mandelson dengan judul “from whom

cognitive style and attention on processing of new photos”.

Richardson menyebutkan bahwa banyak penelitian yang menggolongkan gaya kognitif verbalizer dan visualizer menggunakan VVQ (Firdaus, 2017). Adapun, Mendelson menjelaskan karakteristik gaya kognitif verbalizer dan visualizer, yaitu sebagai berikut :

(36)

36 Tabel 2. Karakteristik gaya kognitif verbalizer dan visualizer Gaya

Kognitif

Karakteristik

Verbalizer Lebih mengingat lebih banyak tentang berita.

Kurang mengingat tentang cerita ketika disertai gambar.

Visualizer Lebih akurat mengingat informasi yang terkandung dalam gambar berwarna

Lebih mudah mengingat gambar yang ada pada berita atau bacaan.

C. Penelitian Relevan

Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada penelitian dengan judul “Analisis Tingkat Berpikir Geometri Peserta Didik Dalam Menyelesaikan Soal Bangun Ruang Sisi Datar Berdasarkan Teori Van Hiele Pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 2 Baki” yang dilakukan oleh Anwar Ansori (2017). Tujuan penelitian didasari untuk mendeskripsikan tingkat berpikir geometri peserta didik dalam menyelesaikan soal bangun ruang sisi kelas VII SMP berdasarkan teori Van Hiele. Jenis penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan subjek peserta didik kelas VII SMP. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa peserta didik dengan kemampuan berpikir tinggi mampu menguasai indikator pada tingkat visualisasi, analisis dan deduksi informal. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir sedang belum mampu mencapai level deduksi informal, sedangkan peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah hanya mampu menguasai indikator-indikator dari level visualisasi.

Penelitian relevan yang lain dengan judul “Identifikasi tingkat berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele ditinjau dari perbedaan gender pada materi pokok segiempat (studi kasus kelas VII SMPN

(37)

37 2 gedangan)” oleh Siti Korotul Alifah (2012). Penelitian menggunakan penelitian kulitatif dengan menggunakan instrumen tes dan wawancara yang beracuan pada indikator berpikir Van Hiele. Sehingga data yang diperoleh dapat menentukan kecenderungan tingkat berpikir geometri peserta didik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan tingkat berpikir geometri peserta didik perempuan dan laki – laki, keduanya sama – sama berada pada tingkatan 1.

Persamaan dua penelitian di atas adalah menggunakan tingkat berpikir geometri menurut teori Van Hiele. Adapun perbedaan beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada peninjauan tingkat berpikir geometri Van Hiele, yaitu penulis menggunakan gaya kognitif verbalizer dan visualizer. Sedangkan penelitian di atas menggunakan perbedaan gender.

Penelitian yang dilakukan oleh Widodo Winarso dan Widya Yulistiana Dewi (2017) degan judul “Berpikir Kritis Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif Visualizer Dan Verbalizer Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri” merupakan sebuah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterampilan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya kognitif visualizer dan verbalizer dalam menyelesaikan masalah geometri. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Daru’l Hikam Kota Cirebon dengan sampel sebanyak 45 siswa, yaitu 24 siswa visualizer dan 21 siswa verbalizer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa visualizer memperoleh nilai rata-rata sebesar 50,15 sedangkan siswa verbalizer

(38)

38 memperoleh nilai rata-rata 40,05. Apabila dilihat dari rata-rata persentase hasil tiap aspek berpikir kritis, siswa visualizer dapat dikategorikan cukup baik, sedangkan siswa verbalizer dapat dikategorikan kurang. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan berpikir kritis antara siswa dengan gaya kognitif visualizer dan siswa dengan gaya kognitif verbalizer dalam menyelesaikan masalah geometri. Persamaan penelitian yang dilakukan dengan Widodo dan penulis tertelak pada penggunaan gaya kognitif

verbalizer dan visualizer, namun penulis menggunakan tahap berpikir

(39)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Sugiyono (2011) penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandasakan pada filsafat filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Pendekatan kualitatif digunakan agar dapat mengungkapkan lebih dalam bagaimana tingkat berpikir geometri menurut teori van Hiele peserta didik berdasarkan pengelompokkan gaya kognitif verbalizer dan visualizer. Menurut Manab tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai perilaku, proses interaksi, makna suatu tindakan, nilai pengalaman individu, yang semuanya berlangsung secara alami (Pertiwi, 2017).

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitan deskriptif kualitatif menurut Kountour adalah jenis penelitian yang memberi gambaran atau rincian mengenai sebuah keadaan secara jelas tanpa adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti (Pertiwi, 2017). Penelitian deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu kenyataan sosial dengan cara mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Pemilihan jenis penelitian deskriptif

(40)

40 kualitatif dikarenakan peneliti ingin mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana tingkat berpikir geometeri peserta didik menurut teori Van Hiele pada materi segitiga dan segiempat ditinjau dari gaya kognitif visualizer dan

verbalizer. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi

tahap perancanaan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. 1. Tahap Perancanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan, yaitu :

a. Peneliti menyiapkan instrumen berupa angket gaya kognitif

visualizer dan verbalizer.

b. Peneliti menyiapkan instrumen tes untuk mengukur tingat berpikir geometri peserta didik.

c. Membuat pedoman wawancara

d. Melakukan uji validitas dan uji reliabilitas pada instrumen tes 1) Uji Validitas

Validitas perlu digunakan pada penelitian untuk mengetahui instrumen atau soal yang dibuat dapat digunakan atau tidak. Menurut Arikunto dalam (Kusniati, 2011) menyatakan jika instrumen atau soal dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang hendak diukur. Validasi menggunakan rumus korelasi produk momen dengan angka kasar (korelasi produk momen Pearson), yaitu (Lestari, 2015, hal. 193) :

𝑟𝑥𝑦= 𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋 ∑ 𝑌)

(41)

41 Keterangan :

𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi produk momen 𝑁 = Banyaknya peserta

𝑋 = Skor butir soal 𝑌 = Skor total

Kemudian hasil perhitungan nilai 𝑟 ditransformasikan ke dalam nilai 𝑡, yaitu 𝑡0 =𝑟 √𝑛−2

√1−𝑟2. Selanjutnya nilai 𝑡0

dibandingkan dengan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Pada taraf signifikan 𝛼 = 0.05, jika 𝑡0 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka soal dikatakan valid.

2) Uji Reliabilitas

Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Reliabilitas merupakan kekonsistenan instrumen bila diberikan pada subjek yang sama atau relatif sama atau tidak berbeda secara signifikan (Lestari & Yudhanegara, 2015). Untuk memeperoleh reliabilitas tes uraian digunakan rumus sebagai berikut (Lestari, 2015, hal. 206) :

𝑟11 = [ 𝑛 𝑛 − 1] . [1 − ∑ 𝑠𝑖2 𝑠𝑡2 ] dimana 𝑠𝑖2= ∑ 𝑋𝑖2−(∑ 𝑋𝑖) 2 𝑁 𝑁 dan 𝑠𝑡 2 =∑ 𝑋𝑡2−(∑ 𝑋𝑡)2𝑁 𝑁 Keterangan :

(42)

42 𝑛 = Jumlah semua item

∑ 𝑠𝑖2= Jumlah varian skor tiap item 𝑠𝑡2 = Varian skor total

𝑁 =Banyaknya peserta didik yang mengikuti tes 𝑋𝑖 = Skor tiap item

𝑋𝑡= Skor total 2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, yaitu :

a. Peneliti memberikan angket gaya kognitif verbalizer dan visualizer pada subjek

b. Mengelompokkan subjek berdasarkan hasil angket gaya kognitif

verbalizer dan visualizer pada subjek

c. Peneliti memberikan tes mengenai tingkat berpikir geometri Van Hiele.

d. Memilih 6 subjek penelitian berdasarkan gaya kognitif verbalizer dan visualizer.

e. Melakukan wawancara pada subjek terpilih untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan berdasarkan indikator tingkat berpikir geometri Van Hiele.

3. Tahap Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis data, yaitu :

(43)

43 b. Menganalisis data berdasarkan indikator tingkat berpikir geometri

Van Hiele

c. Menyajikan data yang sudah di analisis d. Menarik kesimpulan dan verifikasi data. B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2019, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu Keterangan

1 Pengajuan judul Mei 2019

Sudah dilaksanakan 2 Bimbingan proposal skripsi

Januari – April 2020 3 Seminar proposal skripsi

April 2020 atau Mei 2020 4

Bimbingan dan revisi hasil

seminar Mei 2020 5 Pembuatan instrumen penelitian April 2020 Sedang dilaksanakan (validasi dan reliabilitas belum dilakukan)

6 Pengumpulan data Juni 2020

7

Pengolahan dan analisis data

Juli - September 2020

8 Sidang Skripsi Oktober 2020

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 17 Tangerang yang beralamat pada Jl. Kisamaun RT 003/RW007, Babakan, Kec. Tangerang,

(44)

44 Kota Tangerang. Pada penelitian ini peneliti mengambil subjek kelas VII, dengan materi segitiga dan segiempat yang berada pada semester genap. C. Sumber dan Jenis Data Penelitian

Sumber data pada penelitian kualitatif ada dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Menurut Sugiyono (2011, hal. 225) sumber data primer adalah sumber daya yang langsung memberikan data pada peneliti, sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data pada peneliti, misalnya melalui orang lain atau dokumen.Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian.

Data primer pada penelitian ini merupakan data tertulis dari hasil tes tingkat berpikir geometri peserta didik menurut Van Hiele dan hasil angket untuk menentukan tipe gaya kognitif visualizer dan verbalizer peserta didik, serta hasil wawancara peneliti dengan subjek penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data penelitian, yaitu : 1) Tes

Tes menurut Arikunto adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui sesuatu dengan cara dan aturan yang sudah ditetukan (Pertiwi, 2017). Sedangkan Hamdayama (2016) menjelaskan bahwa tes merupakan suatu pertanyaan yang direncanakan untuk memperoleh informasi mengenai atribut pendidikan atau psikologis yang setiap butir pertanyaannya mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

(45)

45 Pada penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui tingkat berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele, dalam hal ini soal yang digunakan berbentuk uraian pada materi pokok segitiga dan segiempat. 2) Angket

Angket menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daftar pertanyaan tertulis mengenai masalah tertentu dengan ruang untuk jawaban bagi setiap pertanyaan. Menurut Ruseffendi (2010) angket adalah sekumpulan pertanyaan atau pernyataan yang harus dilengkapi oleh responden melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat. Jadi angket merupakan suatu pertanyaan tertulis mengenai suatu masalah yang harus dijawab atau dikerjakan oleh subjek penelitian. Dalam hal ini angket diberikan pada subjek penelitian untuk mengetahui gaya kognitif visualizer dan verbalizer yang dimiliki peserta didik.

3) Wawancara

Menurut Moleong (2017, hal. 186) wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara seabagai pihak yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara sebagai pihak yang memberikan jawaban. dengan maksud tertentu, Susan Staindback mengungkapkan dengan adanya wawancara maka peneliti dapat mengetahui secara mendalam tentang subjek penelitian dalam menginterpretasikan situasi (Sugiyono, 2011).

Wawancara dilakukan untuk menguatkan hasil tes tingkat berpikir geometri peserta didik menurut Van Hiele. Kesalahan – kesalahan pada

(46)

46 pengerjaan soal tes dan alasan kesalahan tersebut, serta bagaimana peserta didik mengerjakan soal akan diperkuat melalui pertanyaan dari peneliti, E. Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif instrumen utama adalah peneliti itu sendiri. Moleong (2017) menjelaskan bahwa peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pelapor hasil penelitian. Menurut Nasution peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri, sebagai berikut (Sugiyono, 2011, hal. 224) :

1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2) Penelitian sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keselurahan situasi kecuali manusia

4) Suatu situasi yang meibatkan interaksi manuasia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata, untuk memahaminya perlu sering merasakan, dan menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.

5) Peneliti sebagai instrumen pdapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera

(47)

47 untuk menentukkan arah pengamatan, mengetes hipotesisi yang tibul seketika.

6) Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulkan berdasarkan data yang dikumpulkan.

7) Peneitian dengan menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitaif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistika, sedangkan yang menyimpang tidak dihiraukan. Adanya manusia sebagai instrumen maka respon yang aneh dan menyimpang dapat diberi perhatian.

Selain peneliti terdapat beberapa instrumen lain yaitu instrumen tes tingkat berpikir geometri menurut teori Van Hiele, instrumen angket gaya kognitif visualizer dan verbalizer dan instrumen wawancara.

1) Instrumen Tes Tingkat Berpikir Geometris Menurut Teori Van Hiele Tes tingkat berpikir geometris menurut teori van hiele digunakan untuk mengukur tingkat berpikir geometri peserta didik, dimana ada 5 tingkat berpikir geometri menurut Van Hiele yaitu 0) visualisasi, 1) analisis, 2) deduksi informal, 3) deduksi, 4) rigor atau ketepatan. Adapun indikator serta kisi-kisi tes tingkat berpikir geometri sebagai berikut :

Tabel 3.2 Indikator Tes Tingkat Berpikir Geometri No Tingkat kemampuan

berpikir geometris

Indikator

1 Tingkat 0 (Visualisasi) Pada tingkat ini peserta didik dapat memberikan nama, megindentifikasi, membandingkan dan membuat bentuk – bentuk geometri sederhana melalui

(48)

48 konsep bentuk.

2 Tingkat 1 (Analisis) Pada tingkat ini peserta didik dapat menentukan sifat – sifat dari bangun geometri, namun belum dapat memahami hubungan antara bangun geometri. 3 Tingkat 2 (Deduksi

Informal)

Pada tingkat ini peserta didik dapat membangun hubungan sifat antar bangun geometri, mengenali kelas-kelas bangun, dan dapat mengetahui definisi abstrak. 4 Tingkat 3(Deduksi) Pada tingkat ini peserta didik dapat

membuat bukti dan mengembangkannya lebih dari satu cara. Peserta didik juga dpaat mengaitkan istilah yang tidak ditentukan, aksioma, sistem logis yang mendasari, definisi, dan teorema. 5 Tingkat 4(Rigor) Pada tingkat ini peserta didik dapat

membandingkan sistem dari aksioma yang berbeda, seperti geometri non-euclidean, dan dapat mempelajari berbagai geometri dengan tidak adanya model nyata.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri

No Tingkat kemampuan berpikir geometris Kisi-kisi Nomor Soal 1 Tingkat 0 (Visualisasi)

Disajikan beberapa bangun datar, peserta didik dapat menentukkan bangun datar yang termasuk ke dalam segitiga dan segiempat

1

Disajikan beberapa bangun segitiga dan segiempat, peserta didik dapat menentukan nama bangun tersebut.

2

2 Tingkat 1 (Analisis)

Disajikan sebuah peryataan mengenai sifat-sifat bangun segiempat. Peserta didik dapat menentukan sifat bangun

(49)

49 belah ketupat.

Disajikan 3 bangun segiempat, perserta didik dapat mendefinisikan serta menentukan kesamaan sifat ketiga bangun tersebut.

4

3 Tingkat 2 (Deduksi Informal)

Berdasarkan sifat-sifat bangun trapesium dan jajargenjang, peserta didik dapat menjelaskan alasan jajargenjang termasuk trapesium.

5

Disajikan sebuah bangun gabungan, peserta didik dapat menentukan luas bangun tersebut

6

4 (Deduksi) Tingkat 3 Diberikan sebuah pernyataan mengenai diagonal persegi, peserta didik dapat menentukan dan menjelaskan pernyataan mana yang benar.

7

Diberikan 3 buah pernyataan mengenai sebuah bangun, peserta didik dapat mengaitkan ketiga pernyataan tersebut.

8

5 Tingkat 4 (Rigor) Diberikan sebuah pernyataan mengenai besar sudut segitiga, peserta didik dapat menentukan pernyataan tersebut benar atau tidak.

9

Diketahui 2 buku mendefinisikan bangun persegi panjang dengan cara yang berbeda. Perserta didik dapat memberikan alasan mengapa kedua buk tersebut memiliki definisi yang berbeda.

10

Soal tes kemampuan berpikir geometri tidak dapat langsung digunakan begitu saja, perlu adanya validitas dan reliabilitas untuk mengetahui dapat digunakan atau tidak soal tersebut dan bagaimana kriterianya.

(50)

50 2) Instrumen Wawancara

Instrumen wawancara dilakukan untuk memperkuat hasil pada tes soal tingkat berpikir geometri peserta didik. Aspek yang diukur dalam wawancara, yaitu :

a) Kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi bangun segitiga dan segiempat berdasarkan gambaran secara nyata.

b) Kemampuan peserta didik mendeskripsikan secara verbal tentang bangun segitiga atau segiempat berdasarkan sifatnya.

c) Peserta didik dapat menjelaskan proses pembuktian keterkaitan dua buah bangun.

d) Peserta didik dapat menjelaskan proses perhitungan luas bangun. e) Peserta didik dapat menjelaskan definisi dari sebuah bangun segitiga

atau segiempat.

3) Instumen Angket Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer

Pada penelitian ini angket gaya kogntif verbalizer dan visualinzer yang akan digunakan, yaitu pengembang Visualizer and Verbalizer

Questionnare (VVQ) oleh Mandelson. VVQ berisi 20 butir pernyataan

mengenai gaya kogntif verbalizer dan visualizer, dengan 10 pernyataan mengenai verbal dan 10 pernyataan mengenai visual. Masing-masing pernyataan berisi 5 pernyataan bersifat favorabel dan 5 peryataan bersifat

unfavorabel.

Pada penelitian ini skala yang akan digunakan adalah skala Likert, sebab skor yang digunakan lebih mudah menafsirkan individu. Skala model Likert ini memiliki 5 pilihan pada setiap pertanyaan, yaitu sangat

(51)

51 setuju, setuju, tidak memutuskan, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Kelima pilihan ini diberikan skor 5, 4, 3, 2, 1 jika pertanyaan bersifat positif (favorabel), sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif (unfavorabel) diberi skor 1, 2, 3, 4, 5 (Lestari & Yudhanegara, 2015).

Tabel 3. 4 Skala Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer

No Gaya

kognitif Indikator

Item

Favorabel Unfavorabel

1 Verbalizer

Peserta didik lebih mudah memproses informasi secara verbal atau linguistik

1,2,3,5,6, 4,7,8,9,10

2 Visualizer

Peserta didik lebih mudah memproses informasi secara visual, berupa gambar, diagram, grafik, dll. 11,15,17, 18,20 12,13,14,16, 19 Jumlah 10 10 Total 20 F. Analisa Data

Miles dan Huberts mengemukkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus hingga datanya jenuh (Sugiyono, 2011). Adapaun analisis data kulitatif meliputi langkah – langkah sebagai berikut :

(52)

52 Sugiyono menjelaskan bahwa mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Data yang diperoleh dari lapangan atau tempat penelitian kemudian diproses dengan menyeleksi, memfokuskan, menyederahanakan, mengabstrasikan, dan mentransformasikannya. Tahapan reduksi data pada penelitian ini adalah:

a) Mengoreksi hasil pekerjaan peserta didik pada angket gaya kognitif

verbalizer dan visualizer yang kemudian dikelompokkan ke dalam

tipe-tipe gaya kognitif verbalizer atau visualizer untuk menentukan peserta didik yang akan dijadikan subjek penelitian.

b) Mengkoreksi hasil pekerjaan peserta didik pada tes tingkat berpikir geometri menurut teori Van Hiele yang kemudian dikelompokkan ke dalam tingkatan berpikir geometri menurut teori Van Hiele. Sesuai kriteria tingkat berpikir geometri Van Hiele, bahwa tingkatan geometri Van Hiele bertahap maka :

1. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 0, jika mampu menjawab benar soal tingkat 0.

2. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 1, jika menjawab benar soal tingkat 0.

3. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 2, jika menjawab benar soal tingkat 0 dan 1.

4. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 3, jika menjawab benar soal tingkat 0, 1, dan 2 .

(53)

53 5. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 4, jika menjawab benar

soal tingkat 0, 1, 2 dan 3 .

Adapaun rubik penskoran tes tingkat berpikir geometri, yaitu sebagai berikut :

berikut :

Tabel 3.5 Rubik Penskoran Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele

No. Soal

Tingkat Berpikir Geometri

Indikator Soal Jawaban Skor

1 Visualisasi Menyebutkan bangun yang termasuk ke dalam segiempat dan segitiga Tidak menjawab 0

Peserta didik mampu menyebutkan bangun segiempat dan segitiga namun belum secara lengkap

3

Peserta didik mampu menyebutkan bangun segiempat dan segitiga secara lengkap 5 2. Menyebutkan nama bangun segiempat dan segitiga Tidak menjawab 0

Peserta didik mampu menyebutkan nama bangun segiempat dan segitiga namun belum secara lengkap

3

Peserta didik mampu menyebutkan nama bangun segiempat dan segitiga secara lengkap. 5 3 Analisis Menyebutkan sifat – sifat bangun segiempat Tidak menjawab 0

Peserta didik dapat menyebutkan sifat – sifat bangun belah ketupat

3 Peserta didik dapat

menyebutkan sifat – sifat bangun belah ketupat secara lengkap

(54)

54 4 Menyebutkan persamaan sifat-sifat 3 bangun segiempat Tidak menjawab 0

Peserta didik dapat menjelaskan

persamaan sifat-sifat bangun namun belum secara lengkap

3

Peserta didik dapat menjelaskan

persamaan sifat-sifat bangun dengan benar dan lengkap 5 5 Deduksi Informal Menjelaskan alasan jajargenjang termasuk trapesium berdasarkan sifat-sifat bangun trapesium dan jajargenjang. Tidak menjawab 0

Peserta didik tidak dapat memberikan alasan mengapa jajargenjang termasuk trapesium

2

Peserta didik dapat memberikan alasan mengapa jajargenjang termasuk trapesium 5 6. Menentukan luas bangun gabungan Tidak menjawab 0

Peserta didik dapat menetukkan panjang sisi lainnya

3 Peserta didik dapat

menghitung luas bangun dengan benar

5 7 Deduksi Menentukkan pernyatan mengenai bagun segiempat Tidak menjawab 0

Peserta didik tidak dapat menentukkan pernyataan mana yang benar

3 Peserta didik tidak

dapat menentukkan pernyataan mana yang benar beserta alasannya 5 8 Mengaitkan 3 buah pernyataan mengenai bangun segiempat Tidak menjawab 0

Peserta didik dapat mengaitkan

pernyataan bangun segiempat dengan benar

5

(55)

55 pernyataan

mengenai sudut segitiga benar atau salah

Peserta didik tidak dapat menentukkan

alasan yang benar 5

10 Menjelaskan alasan mengapa definisi sebuah bangun dapat berbeda Tidak menjawab 0

Peserta didik dapat memberikan alasan sebuah definisi

bangun dapat berbeda dengan benar

5

c) Hasil pekerjaan peserta didik pada tes tingkat berpikir geometri menurut teori Van Hiele akan dijadikan sebagai bahan mentah yang kemudian diproses sebagai bahan wawancara.

d) Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan dan bahasa yang rapi kemudian diolah agar menjadi data yang siap dipakai.

2) Display data

Display data atau penyajian data dilakukan agar data terorganisir, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin dipahami. Penyajian data dapat berupa tabel, grafik atau kalimat sistematis. Dalam penelitian ini data-data yang dikumpulkan berupa tes berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele, angket gaya kognitif verbalizer dan

visualizer serta hasil wawancara.

3) Penarikan Kesimpulan atau Verification

Data-data yang sudah dikumpulkan dan sudah disajikan ke dalam bentuk yang lebih terorganisir kemudian disimpulkan. Pada penelitian ini peneliti akan melakukan penarikan kesimpulan dengan melihat hasil tes

(56)

56 tingkat berpikir geometri Van Hiele pada subjek yang sudah dilompokkan gaya kognitif verbalizer dan visualizer.

G. Keabsahan Data

Setelah data dianalisis perlu adanya keabsahan data, yaitu untuk memperoleh keakuratan serta pertanggung jawaban secara ilmiah. Menurut Moleong ada empat kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan, yaitu :

1. Derajat kepercayaan atau kredibilitas, berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaannya dapat dicapai. 2. Keteralihan, yaitu menyatakan bahwa generalisasi penemuan dapat berlaku

pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh.

3. Kebergantungan, yaitu subtitusi istilah realibilitas dalam penelitian yang nonkualitatif. Jika dilakukan pengulangan studi pada kondisi yang sama dan menunjukkan hasil yang sama maka dikatakan reliabilitasnya tercapai. 4. Kepastian, merupakan sebuah konsep objektivitas. Sebuah pengalam

diakatan subjektif jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang.

Salah satu teknik keabsahan data pada penelitian kualitatif adalah triangulasi. Menurut Moleong (2017, hal. 330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut Sugiyono (2011) terdapat tiga triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triagulasi waktu.

1) Triangulasi sumber, yaitu pengecekan kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber.

Gambar

Gambar 1. 2 Jawaban Pada Soal Nomor 2
Gambar 2.1 Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Indikator Tes Tingkat Berpikir Geometri  No  Tingkat kemampuan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pencapaian pemahaman geometri siswa pada tingkat perkembangan berpikir geometri menurut van Hiele, serta jenis

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul : Hubungan Antara Gaya Kognitif Dan Tingkat Perkembangan Konsep Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele Siswa Kelas

Pencapaian level berpikir van Hiele yang berbeda dicapai oleh siswa dengan kemampuan. matematika

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui tingkat berpikir geometri pada materi bangun datar khususnya segiempat berdasarkan teori Van Hiele. Dengan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui peningkatan level berpikir geometri siswa yang diterapkan pembelajaran berbasis teori van Hiele dan siswa yang

Berdasarkan hasil penelitian tentang level berpikir geometri siswa berdasarkan teori van Hiele dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII ditinjau dari gender, siswa laki-laki yang

Penelitian ini dirancang untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan proses pemecahan masalah geometri berdasarkan teori Van Hiele. Oleh karena itu jenis penelitian

Pada penelitian deskriptif kualitatif ini ditelusuri level berpikir geometri Van Hiele pada bangun datar segitiga dari seorang mahasiswa program studi pendidikan matematika