• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Berpikir Mahasiswa Teknik Informatika Dalam Menyelesaikan Statistika Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proses Berpikir Mahasiswa Teknik Informatika Dalam Menyelesaikan Statistika Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

69

PROSES BERPIKIR MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA DALAM

MENYELESAIKAN STATISTIKA BERDASARKAN TEORI PEMROSESAN

INFORMASI

Dharma Bagus Pratama Putra, M.Pd.

Program Studi D3 Manajemen Informatika, Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Hasyim Asy’ari.

Email:

dharmabaguspp@gmail.com

Terdy Kistofer, S.Pd, M.T

Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Hasyim Asy’ari.

Email:

transistor.terdy@gmail.com

Iftitaahul Mufarrihah, S.Si, M.Pd

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Hasyim Asy’ari.

Email :

iftitaahul.mufarrihah@gmail.com

Abstrak

Proses berpikir siswa cenderung bermacam-macam. Namun masalah yang sering terjadi adalah diabaikannya proses berpikir siswa oleh pendidik. Akibatnya konsep yang terbentuk dalam ingatan siswa salah ataupun konsep tersebut tidak saling terkoneksi sehingga siswa sulit mengingatnya. Proses berpikir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang dimulai dari penemuan informasi, pengolahan informasi, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi tersebut untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu keputusan. Penelitian ini selanjutnya lebih di khususkan pada materi peluang pada matakuliah statistika.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Alat yang digunakan untuk menganalisis proses berpikir siswa pada penelitian ini adalah teori pemrosesan informasi. Teori pemrosesan informasi mengamati bagaimana informasi masuk, diproses, disimpan sampai dipanggil ulang dari ingatan individu. Dalam teori pemrosesan informasi terdapat tiga komponen utama yaitu 1) komponen penyimpanan informasi, 2) komponen proses kognitif, 3) komponen proses kontrol.

Pemahaman siswa tentang soal tes cukup baik sehingga selective attention dan perception setiap subyek penelitian terhadap soal sudah benar. Namun S1 mengalami kesalahan dalam mengerjakan soal pertama. S1 mengalami kesulitan saat me-retrieval konsep ruang sampel sedangkan S2 dapat melakukan proses retrieval dengan lancar. Proses encoding sudah dilakukan oleh S1 dan S2 dengan baik yang dibuktikan dengan kelancaran mereka dalam menjelaskan hasil pengerjaan soal.

Kata Kunci: Proses Berpikir, Statistika, Teori Pemrosesan Informasi Abstract

Thinking processes of students are kinds. But the problem that often occurs is student’s thinking processes are ignored by teacher. As a consequent, concepts that store in memory student go wrong or there are no connections among the concepts and it make students hard to remember. Thinking processes in this research are processes that begin

(2)

70

by finding information, information processing, saving information, and recalling that information to make conclusions or make decisions. The research is more focused in propability in Statistics.

This research is a research with qualitative approaching. Information processing theory is a tool to analyze student’s thinking processes. Information processing theory observes how the information get in, processed, storage, and recalled from memory of student. In the information processing theory, there are three main components that are 1) information storage component, 2) cognitive processing component, 3) control processing component.

Students’ understandings about the question are good enough so that make selective attention and perception of research subjects are right. But S1 get wrong answer when doing first test. S1 get difficulty when retrieval about sampel space concepts but S2 get no difficulty when retrieval the concept. S1 and S2 do encoding procces well, it’s proven when they explain their answers fluently.

Keyword: Thinking Proceeses, Statistics, information processing theory

I. PENDAHULUAN

Proses berpikir merupakan hal yang sangat berkaitan erat dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Viandari (2013) untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan, kemampuan berpikir seseorang sangat memberikan peranan penting. Namun yang sering terjadi adalah diabaikan proses berpikir siswa oleh para pendidik yang justru berdampak pada kemampuan kognitif siswa (Lunenburg, 2012). Pendidik lebih sering menggunakan metode drill and practice dan mengabaikan pemahaman siswa tentang konsep. Pemahaman konsep yang dangkal mengakibatkan konsep yang diterima siswa tidak bertahan lama di memori siswa (Lunenburg, 2012). Menurut Gagne (1985) untuk menyelesaikan masalah baru, siswa mengkombinasikan proses berpikir mereka dengan konsep yang telah mereka miliki. Jika konsep yang telah dipelajari siswa tidak bertahan lama di memori mereka, maka mereka akan mengalami kesulitan ketika mendapakan permasalahan yang baru.

Setiap siswa memiliki proses berpikir yang berbeda dalam menyelesaikan masalah. Pemahaman karakteristik berpikir siswa merupakan salah satu faktor keberhasilan proses pembelajaran. Gagne (1985) membagi proses berpikir siswa dalam belajar menjadi empat fase utama yaitu: 1) receiving the stimulus situation (kondisi mendapatkan informasi), 2) stage of acquition (fase penerimaan), 3) storage/ retensi (penyimpanan), dan 4) retrieval/recall (pemanggilan kembali). Pada awalnya seseorang akan menangkap informasi tertentu kemudian memahami informasi tersebut. Selanjutnya seseorang menghubungkan informasi yang sudah dimilikinya dengan informasi baru. Setelah itu informasi baru akan disimpan dan kadang dapat dipanggil ulang. Fase-fase yang dikenalkan oleh Gagne ini yang menjadi dasar dari teori pemrosesan informasi. Secara garis besar teori pemrosesan informasi menganalogikan proses belajar dengan proses menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah diterima sebelumnya. Dalam teori pemrosesan informasi, terdapat dua komponen utama yaitu komponen penyimpanan informasi dan komponen proses kognitif. Komponen penyimpanan informasi terdiri dari sensory register (rekaman indra), short term memory (memori jangka pendek) dan long term memory

(3)

71

(memori jangka panjang). Sedangkan komponen proses kognitif terdiri dari perception (pendapat), selective attention (perhatian), retrieval (pemanggilan kembali), rehearsal (pengulangan) dan encoding (Solso, 1991). Teori pemrosesan informasi yang diperkenalkan Solso ini merupakan alat yang mudah untuk menggambarkan alur informasi dalam proses berpikir mahasiswa. Dengan digambarkannya proses berpikir mahasiswa, para pendidik dapat menemukan metode yang tepat dalam mengajar.

Statistika merupakan matakuliah wajib yang harus ditempuh mahasiswa Teknik Informatika agar mendapatkan gelar sarjana. Berdasarkan pengalaman Peneliti mengajar statistika di jurusan Teknik Informatika Universitas Hasyim Asy’ari, sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengikuti matakuliah ini. Dari hampir empat puluh mahasiswa, hanya lima orang yang terlihat mampu mengikuti matakuliah. Hal ini juga didukung oleh hasil nilai kuis pertama mereka. Ketika Peneliti bertanya kepada mahasiswa mengenai hasil kuis yang kurang bagus, jawaban mereka bermacam-macam. Ada yang lupa rumusnya, ada yang mengatakan soalnya susah berbeda dengan di contoh soal. Ketika mahasiswa mengatakan “lupa rumusnya”, hal ini mengartikan bahwa materi yang mereka dapat tidak tersimpan dalam memori jangka panjang. Materi yang tersimpan di memori jangka panjang akan tersimpan lama dan dapat dipanggil ulang (rehearsal) sewaktu-waktu. Berbeda dengan materi yang tersimpan dalam memori jangka panjang, materi yang tersimpan pada memori kerja/memori jangka pendek akan lebih mudah dilupakan oleh mahasiswa karena kapasitas dalam menyimpan ingatan yang terbatas.

Pada penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan bagaimana proses berpikir mahasiswa teknik informatika ketika mengerjakan soal statistika. Mulai bagaimana siswa merespon stimulus yang didapatkan, menyelesaikan masalah dengan pengetahuan yang di miliki sampai bagaimana informasi yang baru disimpan dalam memori siswa. Peneliti ingin menggunakan teori pemrosesan informasi untuk menggambarkan proses berpikir siswa tersebut. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan pendidik untuk lebih memperhatikan pentingnya proses berpikir mahasiswa dan para pendidik dapat menemukan metode pembelajaran yang lebih efektif.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini mendeskripsikan proses berpikir mahasiswa mulai dari masuknya informasi sampai memori tersebut diproses. Karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan merupakan data verbal, sehingga penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif eksploratif (Subanji, 2007). Penelitian ini dilakukan di universitas Hasyim Asy’ari. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampel. Subyek penelitian adalah mahasiswa teknik informasi semester 2. Subyek akan dipilih yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian atau pengungkapan proses berpikirnya dapat berjalan dengan baik.

Data dalam penelitian ini berupa hasil tes pengerjaan soal dan hasil transkrip wawancara dengan subyek penelitian. Dalam pengumpulan data, instrumen yang digunakan adalah peneliti, alat rekam, tes kognitif dan wawancara. Peneliti bertindak sebagai instrument utama karena disamping sebagai pengumpul dan penganalisis data peneliti juga terlibat langsung dalam proses penelitian (Moleong, 2006). Sementara

(4)

72

teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

Analisis data menurut Moleong (2006) adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstrakkan, mengorganisasikan data secara sistematik dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai jawaban terhadap tujuan penelitian. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu hasil pengerjaan soal, hasil transkrip wawancara dengan siswa. Kemudian dilakukan reduksi data yaitu proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstrakan data mentah menjadi informasi bermakna. Untuk memudahkan penganalisisan data, dilakukan pengkodean. Pengkodean data berarti menerjemahkan data ke dalam kode, yang bertujuan untuk memindahkan data tersebut ke dalam media penyimpanan data dan analisis lebih lanjut. Tahap setelah melakukan pengkodean adalah menggambarkan skema berpikir mahasiswa.

III. HASIL PENELITIAN

Soal tes merupakan materi statistika yang awalnya berjumlah tiga soal. Sebelum diujikan, soal akan divalidasi oleh dosen ahli. Dosen validator berjumlah dua, satu sebagai ahli statistika (mengambil fokus statistika) dan satu yang memiliki pengalaman mengajar statistika (dosen pengampu). Soal kognitif sebelum divalidasi bisa dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Soal kognitif sebelum divalidasi

Dari validator pertama (Dosen ahli statistika) soal kedua dihapus saja karena materinya sudah terwakilkan pada soal pertama. Peneliti menerima masukan tersebut karena alasan validator memang tepat sehingga jumlah soal yang diujikan menjadi dua soal. Dari validator kedua (Dosen Pengampu MataKuliah Statistika) mendapatkan masukkan bahwa soal terakhir (nomor tiga) kata-katanya terlalu padat. Saran dari validator kedua adalah soal ketiga diganti menjadi dua kalimat. Masukan dari validator kedua diterima oleh peneliti. Soal tes kognitif setelah divalidasi dan direvisi akan diujikan kepada subyek penelitian. Gambar 2 merupakan hasil validasi dan revisi soal kognitif.

(5)

73

Gambar 2. Soal kognitif hasil validasi

Setelah soal divalidasi, peneliti kemudian memilih mahasiswa sebagai subyek penelitian. Subyek dipilih dengan metode purposive sampling berdasarkan kemampuan menungkapkan pemikiran mereka. Dari hasil diskusi dengan beberapa dosen maka dipilih dua mahasiswa dengan kemampuan mengungkapkan pemikiran yang terbaik yaitu subyek 1 (S1) dan subyek 2 (S2). Subyek diminta mengerjakan soal peneltian, kemudian di hari selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan subyek untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas.

Dalam menyelesaikan soal pertama, S1 memulai mendapatkan stimulus berupa soal tes setelah membaca soal kognitif. Stimulus tersebut kemudian masuk ke sensory register atau indra perekam. Setelah itu stimulus akan dipilih yang penting untuk selanjutnya diproses oleh memori S1 (proses selective attention). Selective attention yang dilakukan oleh S1 adalah X sebagai variable acak, pelemparan tiga buah koin, nilai f(2). Pada tahap ini ada informasi penting yang luput dari perhatian S1, yaitu X menyatakan jumlah munculnya angka. Setelah melakukan selective attention, maka perception terhadap soal S1 muncul. Persepsi S1 soal tersebut akan mencari peluang ketika 𝑋 = 2 . Langkah pertama yang dilakukan S1 untuk merealisasikan persepsinya adalah dengan mendata ruang sampel dari pelemparan koin. Pada tahap ini, S1 melakukan retrieval atau pemanggilan kembali konsep ruang sampel. Hasil pengerjaan soal pertama oleh S1 dalam dilihat pada gambar 3.

(6)

74

Di sini terlihat S1 mengalami kesalahan dalam retrieval memori tentang ruang sampel koin. Ketika diwawancarai kenapa mengalami kesalahan tersebut, S1 menjawab kalau dia mengalami miskonsepsi. Karena ada tiga koin, S1 berpikir bahwa kemungkinannya adalah {1,2,3}. S1 juga mengalami forgotten/lost bahwa kemungkinan dari pelemparan sebuah koin adalah Angka (A) atau Gambar (G). Kemudian S1 melakukan retrieval kembali tentang konsep peluang. Konsep peluang yang dipanggil kembali oleh S1 sudah benar bahwa peluang adalah banyaknya kejadian dibagi dengan banyaknya ruang sampel. Namun terjadi kesalahan lagi tentang banyaknya kejadian. S1 beranggapan bahwa 𝑃(𝑥 = 2) berarti banyaknya kejadian adalah 2. Hal ini disebabkan kesalahan yang dilakukan pada saat selective attention yang mengabaikan bahwa X adalah jumlah munculnya Angka. S1 mendapatkan hasil bahwa 𝑓(2) =2

6.

Kemudian S1 melakukan pemanggilan kembali tentang konsep penyederhanaan pecahan. Dari 2

6

disederhanakan menjadi 1

3 yang menjadi jawaban akhir dari S1.

Proses berpikir S2 dimulai dengan stimulus yang didapatkan setelah membaca soal. Berbeda dengan S1, selective attention yang dilakukan oleh S2 sudah lengkap. Dari hasil wawancara, S2 mengatakan bahwa apa yang didapatkan setelah membaca soal adalah koin dilempar tiga kali, X merupakan jumlah munculnya Angka, nilai 𝑓(2). Perception S2 terhadap stimulus tersebut adalah soal tersebut dapat diselesaikan dengan mencari peluang ketika Angka muncul dua kali. Gambar 4 merupakan jawaban S2 terhadap soal pertama.

Gambar 4. Hasil Pengerjaan soal pertama oleh S2

Dalam merealisasikan persepsinya, S2 memulai dengan mencari banyaknya ruang sampel dari pelemparan tiga koin. S2 melakukan retrieval rumus banyaknya ruang sampel dari pelemparan 𝑛 buah koin adalah 2𝑛. Karena koin yang dilempar adalah 3 maka didapatkan bahwa banyaknya ruang sampel adalah

23= 8. Dari langkah tersebut, S2 melakukan retrieval lagi tentang konsep bilangan berpangkat dan hasil

retrieval dituliskan pada shortterm memory 23= 2.2.2 = 8. Untuk mencari banyaknya kejadian Angka

muncul dua kali, S2 melakukan retrieval tentang konsep ruang sampel dari pelemparan koin. Setelah mendata semua kemungkinan kejadian, S2 mendapatkan bahwa ada 3 kejadian dimana Angka muncul dua

(7)

75

kali yaitu AAG, AGA dan GAA. S2 kemudian melakukan pemanggilan kembali konsep fungsi padat peluang diskrit dimana 𝑓(2) = 𝑃(𝑋 = 2). Setalah itu konsep peluang juga dipanggil ulang oleh S2, sehingga pada memori kerja S2 menuliskan 𝑓(2) =3

8 dimana 3 merupakan banyaknya kejadian dimana

Angka muncul dua kali dan 8 merupakan banyaknya ruang sampel dari pelemparan tiga koin. Berbeda dengan S1, jawaban dan proses berpikir S2 sudah benar.

Proses berpikir S1 dalam menyelesaikan soal kedua dimulai dengan stimulus yang didapatkan dengan membaca soal kedua. Stimulus tersebut masuk ke indra perekam S1. Setelah itu S1 melakukan pemilihan informasi penting (selective attention). Selective attention pada soal kedua yang dilakukan oleh S1 adalah dadu dilempar empat kali, peluang, mata dadu 2 muncul tiga kali. Dari hasil selective attention tersebut, persepsi (perception) S1 adalah soal kedua ini dapat diselesaikan dengan konsep peluang binomial dengan peluang sukses adalah peluang munculnya mata dadu 2. Hasil pengerjaan S1 terhadap soal kedua bisa dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Hasil Pengerjaan soal kedua oleh S1

S1 memulai mengerjakan soal dengan melakukan retrieval dari memori nya tentang peluang munculnya mata dadu 2 pada pelemparan dadu. Sehingga pada memori kerja S1 menuliskan 𝑝 =1

6 dimana

𝑝 adalah peluang sukses munculnya mata dadu 2. S1 kemudian melakukan pemanggilan kembali konsep peluang gagal (𝑞) dari longterm memory dimana 𝑞 = 1 − 𝑝. Pada memori kerja (shortterm memory) S1 melakukan rehearsal dengan menuliskan 𝑞 =5

(8)

76

peluang binomial 𝑏(𝑥; 𝑛, 𝑝) = (𝑛𝑥) 𝑝𝑥𝑞𝑛−𝑥. Retrieval selanjutnya yang dilakukan S1 adalah konsep bilangan berpangkat dan kombinatorik. Pada konsep kombinatorik, S1 mengalami kesalahan. S1 menuliskan bahwa (4

3) =

4!

3!3! pada memori kerja sebagai hasil pemanggilan kembali konsep kombinasi.

Akibatnya jawaban S1 salah.

Proses berpikir S2 dalam menyelesaikan masalah dimulai dengan stimulus berupa soal kedua yang diberikan oleh peneliti. Stimulus kemudian masuk ke sensory register. S2 kemudian melakukan selective attention terhadap infomasi yang masuk. Sama dengan S1, informasi yang dipilih oleh S2 adalah dadu dilempar empat kali, peluang, mata dadu 2 muncul tiga kali. Setelah melakukan selective attention, perception S2 terhadap soal adalah soal bisa dikerjakan dengan konsep binomial. Hal ini juga dilakukan oleh S1 pada saat memahami soal kedua. Hasil pengerjaan soal kedua oleh S2 bisa dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil Pengerjaan soal kedua oleh S2

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa S2 memulai realisasi persepsinya dengan melakukan retrieval dari longterm memory tentang konsep peluang terutama tentang kejadian pelemparan dadu. Kemudian S2 melakukan rehearsal hasil proses retrieval di shortterm memori yaitu 𝑝 =1

6. S2 melakukan proses retrieval

kembali tentang rumus peluang binomial dan memasukkan variabel yang sudah diketahui ke rumus tersebut. Pada memori kerja S2 menuliskan 𝑏 (3; 4;1

6) = ( 4 3) ( 1 6) 3 (5 6) 1

. Setelah itu S2 me-retrieval kembali tentang konsep kombinatorik, konsep bilangan perpangkat dan konsep perkalian pada pecahan. Hasil retrieval digunakan untuk menyelesaikan peluang binomial yang dilakukan pada shortterm memory atau memori kerjanya. Setelah didapatkan hasil akhir 0,015 sebagai proses akhir memori kerjanya, kemudian S2 melakukan encoding pengerjaannya. Jawaban akhir S2 sudah benar.

(9)

77

IV. PEMBAHASAN

Proses berpikir S1 dan S2 dalam menyelesaikan soal penelitian dimulai dengan stimulus masuk yang didapatkan setelah membaca soal. Stimulus berupa soal tadi kemudian masuk ke sensory register. Hal ini sesuai dengan penelitan Syifa’ul (2016) bahwa informasi masuk ke sensory register melalui aktifitas membaca. Setelah itu subyek penelitian melakukan selective attention karena tidak semua stimulus tadi akan diproses oleh memori mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Prinz (dalam Syifa’ul, 2016) bahwa attention terfokus pada beberapa informasi, dengan memberi perhatian/makna terhadap informasi baru maka informasi tersebut mungkin dapat terhubung dengan pengetahuan yang sudah ada. Dalam melakukan selective attention secara umum S1 dan S2 sudah benar, hanya saja S1 kurang cermat dan mengabaikan satu informasi penting dalam soal pertama.

Dengan melakukan selective attention maka subyek akan memberikan perception mereka terhadap soal. Persepsi S1 dan S2 terhadap soal sudah benar. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman subyek terhadap soal sudah benar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Asna (2010) dan Elyska (2011) bahwa subyek penelitan mereka juga memahami soal dengan baik. Asna dan Elyska juga mengambil subyek penelitian mahasiswa. Menurut Piaget (dalam Simatwa, 2010) mahasiswa sudah memasuki tahap operasional formal. Individu pada tahap operasional formal tidak tergantung lagi pada hal konkret untuk memahami sesuatu (soal kognitif). Hal ini yang menyebabkan mahasiswa mudah dalam memahami soal.

Proses retrieval dilakukan S1 dan S2 dengan memanggil kembali konsep dari long term memory dan kemudian menuliskan ulang (rehearsal) konsep tersebut pada memori kerja (short term memory). S2 tidak mengalami kesulitan dalam proses retrieval. S2 memiliki konsep yang tersimpan pada memori jangka panjang dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gagne (1985) bahwa pengalaman dan pengetahuan yang pernah diperoleh dan tersimpan di LTM siswa, dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah. Berbeda dengan S2, S1 mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal terutama soal pertama. Menurut Bruner & Kenney (dalam Sugiman, 2005) salah satu hal yang menyebabkan S1 kesulitan mengerjakan soal adalah konsep pada long term memory S1 mengalami fragmented atau tidak saling terhubung. Akibatnya S1 memerlukan usaha yang lebih dalam melakukan retrieval konsep-konsep tersebut untuk melakukan proses generating idea dan clarifying idea (Swartz, dalam Mcgregor 2007). Sehingga jawaban yang dihasilkan S1 salah.

Proses yang dilakukan pada memori kerja (short term memory) baik pengetahuan baru maupun hasil retrieval akan disimpan ulang pada long term memory (Solso, 1991). Pada penelitian ini, proses encoding yang dilakukan oleh subyek penelitan terlihat pada proses wawancara. Wawancara dilakukan sehari setelah subyek mengerjakan soal kognitif. Para subyek penelitian dengan lancar bisa mengungkapkan bagaimana proses mereka dalam mengerjakan soal. Peneliti membuat asumsi bahwa subyek telah melakukan encoding.

(10)

78

Proses berpikir subyek penelitian dalam mengerjakan soal statistika dimulai dengan membaca soal. Subyek penelitian akan melakukan selective attention terhadapa stimulus yang berupa soal. Informasi penting hasil dari selective attention akan masuk ke sensory register yang akan membantu proses perception yang dilakukan subyek. Persepsi soal subyek yang dimaksud adalah bagaimana langkah yang akan dilakukan atau bagaimana cara mengerjakan soal. S1 dan S2 sudah melakukan perception dengan benar. Untuk merealisasikan persepsi, S1 dan S2 mulai melakukan proses retrieval dari long term memory mereka. S2 tidak mengalami kesulitan pada proses retrieval dan melakukan rehearsal pada memori kerjanya. S1 mengalami kesulitan pada saat melakukan retrieval pada pengerjaan soal pertama. Salah satu faktor yang membuat S1 mengalami kesulitan pada proses retrieval adalah konsep yang tidak saling terhubung (fragmented). Setelah semua proses dilakukan di memori kerja maka informasi baru maupun informasi lama akan disimpan ulang di long term memori subyek atau yang dikenal dengan proses encoding. Proses encoding yang dilakukan oleh subyek terlihat pada kelancarannya menjelaskan hasil mereka pada saat wawancara.

Saran

Dari analisis yang dilakukan pada penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut. Pertama bagi pendidik disarankan untuk lebih memperhatikan proses berpikir peserta didiknya. Proses berpikir yang salah dapat membuat konsep di memori jangka panjang mereka tidak saling berhubung fragmented). Ini menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan dalam proses pemanggilan kembali (retrieval). Pendidik juga seharusnya lebih memberikan penekanan dan review materi yang telah dipelajari pada setiap akhir pertemuan. Hal ini dilakukan untuk menghindari proses encoding yang salah. Kedua untuk penelitan selanjutnya disarankan untuk melakukan wawancara minimal seminggu setelah pemberian soal. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah subyek telah melakukan encoding dengan baik.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Amamah, Syifa’ul. 2016. Proses Berpikir Siswa Smp Bergaya Kognitif Field Dependent Dalam Menyelesaikan Masalah Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, danPengembangan, 1 (2): 237—245.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asna, Romiyati. 2010. Proses Berpikir Mahasiswa Dalam Mengkontruksi Bukti Dengan Induksi Matematika Di IAIN Mataram Ditinjau Dari Teori Pemrosesan Informasi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana UM

Asrori, M. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Gagne, R. M. 1985. The Condition of Learning and Theory of Instruction. New York: Rinehart and Winston, Inc

(11)

79

Lunenburg, F. C .2012. Teachers’ Use of Theoretical Frames for Instructional Planning: Information Processing Theories. Journal of Mathematical Sciences & Mathematics Education, 3 (1).

Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Simatwa, E. M. W. 2010. Piaget’s theory of intellectual development and its implication for instructional management at presecondary school level. Educational Research and Reviews Journal, 5 (7) : 366-371. Solso, R. L. 1991. Cognitive Psychology. Nevada: A Division of Simon & Schuster, Inc.

Subanji. 2007. Proses Berpikir Penalaran Kovariasional Pseudo Dalam Mengkontruksi Grafik Fungsi Kejadian Dinamika Berkebalikan. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana UNESA Sugiman. 2005. Kontruktivisme melalui pendekatan realistik dalam pengajaran matematika. Seminar Nasional Pengembangan MIPA di Era Globalisasi. Yogyakarta: JICA-IMSTEP-UNY.

Viandari, Y. 2013. Proses Berpikir Mahasiswa Pada Pemecahan Masalah yang Berkaitan dengan Materi Kesebangunan Menggunakan Scaffolding. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Gambar

Gambar 1. Soal kognitif sebelum divalidasi
Gambar 2. Soal kognitif hasil validasi
Gambar 4. Hasil Pengerjaan soal pertama oleh S2
Gambar 5. Hasil Pengerjaan soal kedua oleh S1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam mengkonstruksi konsep matematika materi persamaan garis lurus pada siswa kelas VIII SMP

Siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang tidak bisa dikategorikan atau belum bisa diidentifikasi karena pada proses berpikir pada siswa pertama tidak bisa dikategorikan

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses berpikir mahasiswa dimensi teacher dalam memecahkan masalah matematika dalam memahami masalah, mahasiswa dimensi

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan dapat diketahui bahwa siswa CL dengan tipe climber melakukan proses berpikir asimilasi baik pada tahap memahami masalah,

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan dapat diketahui bahwa siswa CL dengan tipe climber melakukan proses berpikir asimilasi baik pada tahap memahami masalah,

memecahkan masalah matematika mengacu pada langkah-langkah Polya, dimulai dari proses berpikir siswa dalam memahami masalah, menyusun langkah penyelesaian, menyelesaikan

Proses berpikir siswa yang bergaya kognitif Field Dependent (S2) ketika menyelesaikan masalah 1 pertanyaan 4 menunjukkan bahwa S2 mampu menyelesaikan masalah yang

Siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang tidak bisa dikategorikan atau belum bisa diidentifikasi karena pada proses berpikir pada siswa pertama tidak bisa dikategorikan