• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pengembangan Kampung Nelayan Pasar Bengkulu Sebagai Kawasan Wisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep Pengembangan Kampung Nelayan Pasar Bengkulu Sebagai Kawasan Wisata"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Pengembangan

Kampung Nelayan Pasar Bengkulu

Sebagai Kawasan Wisata

Rozy Ismariandi1)

,Purwanita Setijanti2), Putu Gde Ariastita3)

1) Mahasiswa Pascasarjana Permukiman dan Lingkungan - Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email: rozyismariandi@yahoo.com

2) Dosen Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email: psetijanti@arch.its.ac.id 3) Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah Kota FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:

ariastita@urplan.its.ac.id Abstrak

Pola dasar pembangunan Kota Bengkulu menggariskan bahwa pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi terutama di permukiman kampung nelayan. Namun, terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata dilakukan masih berdasarkan inisiatif dari pemerintah setempat. Secara umum masyarakat kurang dilibatkan dalam pengembangan kampung pariwisata, sehingga tidak memberikan kontribusi bagi masyarakat. Adapun pokok permasalahan penelitian adalah apa penyebab kampung nelayan Pasar Bengkulu tidak berkembang sebagai potensi wisata.

Dalam penelitian pendekatan yang digunakan adalah positivistik dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Analisis yang dilakukan dalam penelitian adalah analisis penentuan faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata dengan teknik analisa delphi. Sedangkan analisis potensi pengembangan kampung nelayan berdasarkan standar Ditjen Cipta Karya. Untuk merumuskan konsep pengembangan kampung nelayan dilakukan dengan analisis triangulasi yang hasilnya sebagai konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata.

Hasil dari penelitian ini adalah meningkatkan sumberdaya manusia melalui dukungan pemerintah yang memberikan peluang melibatkan masyarakat dalam program pengembangan kampung nelayan, guna memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah yang berpandangan obyektif dan luas, dalam pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu.

(2)

Development Concept

of Pasar Bengkulu Fishermen Kampung

as Tourism Area

Rozy Ismariandi1), Purwanita Setijanti2), Putu Gde Ariastita3)

1) Student Departement of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email : rozyismariandi@yahoo.com

2) Lecture Departement of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email : psetijanti@arch.its.ac.id

3) Lecture Regional Planning Study Programme FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email : ariastita@yahoo.com

ABSTRACT

Basic pattern of Bengkulu City development stated that tourism development directed to tourism developing as main sector which be able in boosting economic growth particularly in fishermen kampung. However, community participation in tourism development still done based on local government initiative. In general, the lack of community involvement in tourism kampung development, make it no contribution for the society. This research tried to know what causes made Pasar Bengkulu fisherman kampung undeveloped as tourism potential.

This research used positivistic approach with qualitative descriptive research type. Analysis performed in the research is Delphi analysis to determine factor that caused underdevelop of fisherman kampung as tourism area. While a potential analysis used to compare fisherman kampung with Ditjen Cipta Karya standard. To formulate development concept of fishermen kampong, triangulation analysis has been used.

The research result indicates that increasing human resource through government support to give an opportunity for communities to involve in fishermen kampung development programme, use to given benefit for community prosperity. This research could give contribution for government in developing Pasar Bengkulu fishermen kampung.

(3)

I. PENDAHULUAN

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Bengkulu tahun 2006, pariwisata menjadi sektor urutan pertama, karena dinilai sebagai sektor strategis dan dianggap mampu untuk membangun kemandirian daerah sebagai pendorong pertumbuhan

sektor-sektor lain. Pola dasar pembangunan Kota Bengkulu menggariskan bahwa

pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan pertumbuhan ekonomi, terutama di daerah permukiman kampung nelayan. Potensi yang dimiliki kawasan pantai Kota Bengkulu telah disadari oleh pemerintah daerah dan kemudian dijadikan salah satu kebijakan yang strategis oleh Gubernur Bengkulu, yaitu menjadikan kawasan pantai tersebut sebagai kawasan wisata. Pengembangan wisata kawasan pantai Kota Bengkulu ini diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat Kota Bengkulu dan sekitarnya, (Santoso, 2008).

Pemerintah daerah telah menetapkan program-program pembangunan di kawasan pesisir dengan menempuh kebijakan mengenai pengembangan wilayah melalui pendekatan penataan ruang. Salah satu programnya berada di Kelurahan Pasar Bengkulu. Keberadaan perkampungan nelayan di Kelurahan Pasar Bengkulu, yakni lokasi studi yang diusulkan mempunyai karateristik yang khas seperti keindahan pantai, kebudayaan dan tradisinya memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan potensi wisata. Sektor kepariwisataan di Kelurahan Pasar Bengkulu kedudukannya sangat strategis. Tinjauan tersebut dilihat dari segi astronomis, geografis, sosial ekonomis, kultural historis, dan pola perkampungan. Berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Sungai Serut memungkinkan masyarakat Kelurahan Pasar Bengkulu dapat untuk mengembangkan usaha perikanan yang sangat berharga dan fungsi nilainya tinggi. Di kawasan ini pula akan dikembangkan kawasan wisata sejarah dan budaya, (Santoso, 2008).

Namun, terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam hal pengembangan dan pembangunan sebagai kawasan pariwisata dilakukan masih berdasarkan inisiatif dari pemerintah setempat. Secara umum masyarakat kurang dilibatkan dalam pengembangan kampung sebagai kawasan pariwisata, sehingga tidak memberikan kontribusi bagi pengembangan wilayah dan masyarakat kampung nelayan pada khususnya dimana potensi objek wisata tersebut berada. Selain itu juga kegiatan pengelolaan yang dilaksanakan masih sebatas pembangunan fisik fasilitas pariwisata tanpa memperhatikan keberadaan kampung nelayan yang juga memberikan dampak potensi wisata tersebut berada. Adapun hal yang terpenting adalah pemerintah setempat juga belum memperhatikan pengelolaan SDM dan kelembagaan lokal yang ada di Kelurahan Pasar Bengkulu. Kualitas sumberdaya manusia juga menjadi masalah yang serius, karena dalam mendukung industri pariwisata yang melibatkan masyarakat perlu sejumlah SDM yang kompeten untuk menghasilkan industri pariwisata yang handal.

Kampung nelayan Pasar Bengkulu sudah ada sejak dahulu, bahkan dari sanalah nama Bengkulu terlahir, (Suharyanto, 2009). Akan tetapi kampung nelayan tersebut kurang mendapat penanganan yang optimal dari pemerintah setempat. Kondisi kampung nelayan ini sangat kontras dengan kawasan Wisata Pantai Pasar Bengkulu dan Wisata Tapak Paderi yang letaknya bersebelahan. Pantai ini sebenarnya lebih merupakan kawasan nelayan masyarakat Pasar Bengkulu dan sekitarnya. Seharusnya kampung nelayan ini dikelola dengan baik karena mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembangkan menjadi objek wisata pesisir di Kota Bengkulu. Meskipun sektor pariwisata merupakan sektor prioritas dalam pembangunan daerah, namun kepariwisataan Kota Bengkulu sampai saat ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, terutama bila dibandingkan dengan destinasi

(4)

wisata sekitarnya yakni Sumatera Barat dan Sumatera Utara, maka permasalahan pengembangan pariwisata yang ada harus dapat dicari pemecahannya.

Kawasan pesisir Kota Bengkulu mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang menjadi kawasan wisata terdepan di Kota Bengkulu, kampung nelayan merupakan bagian dari kawasan wisata pesisir. Akan tetapi potensi kampung nelayan tersebut belum dapat mendukung pembangunan dan pengembangan pariwisata di Kota Bengkulu. Adapun pertanyaan penelitiannya adalah :

a. Apa faktor-faktor penyebab kawasan Kampung Nelayan di Kelurahan Pasar Bengkulu tidak berkembang sebagai potensi wisata?

b. Bagaimana merumuskan sebuah Konsep Pengembangan Kampung Nelayan Pasar Bengkulu sebagai Kawasan Wisata?

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk merumuskan konsep pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata. Sasaran dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan Pasar

Bengkulu sebagai kawasan wisata.

b. Mengindentifikasi potensi pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata.

c. Merumuskan konsep pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata.

Studi ini akan dilakukan di Kelurahan Pasar Bengkulu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu. Penelitian ini akan mengangkat permasalahan pariwisata yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup penduduk, sehingga dapat memperbaiki kehidupan masyarakat disekitarnya. Dasar-dasar pertimbangan yang nantinya dihasilkan, merupakan konsep pengembangan yang sifatnya umum dan lebih pada bagaimana mewujudkan suatu kawasan wisata kampung yang pemanfaatannya dapat optimal, terutama dalam menciptakan suatu kawasan wisata dan meningkatkan nilai keberadaan dalam mengembangkan guna mengangkat citra pariwisata sebagai indentitas Kota Bengkulu. Dalam pembahasan dan analisa pada penelitian ini, digunakan teori-teori tentang perumahan dan permukiman dan pengembangan kepariwisataan.

Kampung Nelayan Pasar Bengkulu merupakan Kelurahan yang terletak paling utara dari Kecamatan Sungai Serut yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bengkulu Utara. Lokasi daerah geografis Pasar Bengkulu memanjang diapit oleh Sungai Serut dan Samudera Indonesia. Berdasarkan data monografi Kampung Nelayan Kelurahan Pasar Bengkulu ini memiliki luas wilayah 7,50 Ha. Populasi penduduk Kampung Nelayan Pasar Bengkulu adalah 1621 jiwa dan jumlah kepala keluarga 412. Seperti halnya dengan daerah yang berada ditepi pantai, maka Pasar Bengkulu merupakan daerah beriklim panas (tropis), sebagian dari wilayahnya berbukit dan landai ditepi pantai.

II. KAJIANTEORI

Disebutkan dalam Turner (1972) bahwa peran penghuni sangat dibutuhkan untuk terlibat dalam peran pembangunan permukiman. Peran tersebut akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup sosial masyarakat dan lingkungan di dalamnya. Sebaliknya, lingkungan permukiman justru dapat menjadi halangan dalam kelangsungan hidup manusia serta bertambahnya beban biaya hidup jika penghuni tidak dilibatkan dalam pembangunan permukiman untuk mereka. Pada akhirnya pembangunan permukiman dan lingkungan ini bertujuan untuk mewujudkan permukiman yang layak untuk seluruh lapisan masyarakat.

(5)

Sejalan dengan teori John F.C. Turner ini, Johan Silas (1993) mengemukakan rumusan umum mengenai perumahan yaitu bahwa rumah adalah bagian yang utuh dari permukiman dan bukan semata-mata hasil fisik yang sekali jadi. Perumahan bukan (kata) benda melainkan merupakan suatu (kata) kerja yang berupa proses berlanjut dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya. Amos Rapoport (1969) juga memberikan penjelasan hubungan antara bentuk rumah dan permukiman, yaitu bahwa bentuk rumah dalam suatu permukiman merupakan gambaran fisik dari budaya, agama, material, dan aspek sosial serta merupakan alam simbolik dari permukiman tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, pada Bab I Ketentuan Umum, yang dimaksud dengan :

a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

d. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.

Sebagaimana dikemukakan oleh Johan Silas (1996), fungsi pokok rumah menurut orang Indonesia ada tiga, yaitu sebagai tempat berlindung, membina keluarga, dan mengusahakan kesejahteraan penghuninya. Secara umum Home Based Enterprises (HBEs) atau Usaha yang Bertumpu pada Rumah Tangga (UBR) adalah kegiatan usaha rumah tangga yang pada dasarnya merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang dijalankan oleh keluarga. Konsep Home Based Enterprises (HBEs) atau Usaha yang Bertumpu pada Rumah Tangga (UBR) pertama kali dicetuskan oleh Keith Hart (1973) pada sebuah seminar dimana Keith menyatakan bahwa HBEs merupakan bagian dari sektor informal dan bagian dari kegiatan ekonomi (Kellet, 1996 : 1).

Kampung merupakan bentuk permukiman yang unik, dihuni penduduk berpendapatan menengah kebawah, dapat tersebar di seluruh wilayah kota seperti di pusat kantor dan perdagangan, pusat pemerintah, pusat perbelanjaan, pusat sosial dan sebagainya. Kampung juga dapat diartikan sebagai desa atau dusun, dapat pula sebagai kelompok rumah-rumah yang

merupakan bagian kota, dan biasanya yang rumahnya kurang bagus, (Silas, 1998).

Menurut Driyamedia (1996), partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keterlibatan

atau keukitsertaan seseorang dalam kegiatan lingkungannya (bermasyarakat) untuk

kepentingan bersama, terutama melalui kegiatan-kegiatan lembaga di dalam masyrakat. Secara ideal, partisipasi dipahami sebagai pelibatan orang atau pihak-pihak dalam merumuskan, malaksanakan dan mengevaluasi suatu perencanaan yang akan mempengaruhi (membawa akibat bagi) orang atau pihak-pihak tersebut (Alisjahbana, Penelitian ITS, 2001).

Hasil penelitian (Kusnadi, 2003), bahwa mobilitas vertikal nelayan dapat terjadi berkat bantuan istri mereka yang memiliki kecakapan berdagang. Dalam pembagian sistem kerja ini nelayan bertanggung jawab terhadap penangkapan ikan, sedangkan istri bertanggung jawab terhadap urusan domestik dan publik. Jadi dapat diartilan bahwa, potensi pembangunan masyarakat nelayan yang bisa dieksplorasi untuk mengatasi kemiskinan dan kesulitan ekonomi lainnya adalah kaum perempuan dan pranata sosial yang ada. Menurut Brata (2005), berdasarkan kegiatan yang dilakukan, nelayan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : nelayan

(6)

pekerja, nelayan juragan, dan nelayan petani. Permukiman nelayan umumnya berada dipesisir pantai, dan lokasi yang paling cocok sebagai kawasan permukiman didaerah pesisir adalah

backdune (McHarg, 1969). Beberapa permukiman pantai dapat diklasifikasikan sebagai

berikut (Refshauge, 2003): Kampung Kota Pantai / Coastal Towns, Kota Pantai/ Coastal

Cities, Daerah Berpusat di Pantai/Inland Coastal Centres, Desa Pantai/Coastal Villages,

Permukiman Berpusat di Pantai/New Coastal Settlements

Berdasarkan Undang – Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu dijelaskan bahwa Kawasan Pesisir adalah wilayah

pesisir tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria

tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaanya. Bila suatu wilayah pesisir dibangun untuk rekreasi, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang pesat (Dahuri R., 2001).

Permukiman yang baik dan tertata akan tercipta apabila memenuhi kriteria ideal aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik meliputi letak geografis, lingkungan alam dan binaan, serta sarana dan infrastruktur. Sedangkan aspek non fisik meliputi aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya (Silas, 1985). Penelitian Happy Santosa (2000) mengenai permukiman lingkungan dalam pengembangan wilayah membahas mengenai kaidah-kaidah permukiman yang dapat mendukung kehidupan penghuni digunakan untuk mengevaluasi lingkungan yang akan ditata adalah cara menilai aspek fisik dan non fisik pada lingkungan permukiman sesuai dengan standar Dinas Pekerjaan Umum.

Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/2008, bahwa perencanaan pengelolaan wilayah pesisir merupakan suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan dalam pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir demi kesejahteraan sosial masyarakat. Pengembangan kepariwisataan yang melibatkan masyarakat mengandung pengertian bahwa, pembangunan kepariwisataan harus mampu mensejahterahkan masyarakat dengan mendorong pemberdayaan masyarakat agar mampu berperan aktif untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya, dengan mengelola sumberdaya dan objek wisata pelestarian warisan budaya dan alam, (Ardika, 2002).

Gunn (1994) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara optimal didasarkan pada empat aspek, antara lain : mempertahankan kelestarian lingkungannya, menjamin kepuasan pengunjung, meningkatkan keterpaduan dan kesatuan

pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone penataannya, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Dalam istilah-istilah di bidang perencanaan dan perancangan kota di Indonesia (UU tentang Kepariwisataan No.10 Tahun 2009), jenis obyek wisata hanya terbagi menjadi tiga (intisari dari gabungan kedua klasifikasi di atas), antara lain : obyek dan daya tarik wisata alam, obyek dan daya tarik minat khusus, obyek dan daya tarik wisata budaya. Potensi pariwisata menurut Deparpostel (1983) merupakan perwujudan dari ciptaan manusia, tata kehidupan, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang memungkinkan untuk dipublikasikan, dipasarkan, dikelola serta dikembangkan untuk menjadi tempat bersenang-senang atau mengagumi alam dalam sementara waktu. Menurut Yoeti, Oka A.(1997) prinsip-prinsip perencanaan dalam

kepariwisataan adalah : Pariwisata, walau bagaimanapun bentuknya, tujuan

pengembangannya tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan orang banyak tanpa membedakan ras, agama dan bangsa. Karena itu pengembangan pariwisata perlu pula memperhatikan kemungkinan peningkatan kerja sama dengan bangsa-bangsa lain yang saling menguntungkan.

(7)

III. METODE

Dalam konteks penelitian ini, jenis penelitian menurut tujuannya adalah penelitian

deskriptif eksploratif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini lebih banyak

melukiskan/memaparkan kondisi realitas di lokasi studi yang diamati sesuai dengan fenomena yang ada, serta disusun berdasarkan kajian ilmu pengetahuan. Setelah itu dilakukan upaya mengeksplorasi potensi wisata di lokasi studi yang menjadi nilai tambah konsep pengembangannya ke depannya. Adapun data yang dibutuhkan untuk mencapi tujuan dan sasaran penelitan adalah sosial budaya masyarakat setempat, kondisi kawasan penelitian, aksebilitas wisatawan, potensi wisata dan faktor lain terkait dengan pengembangan kawasan wisata, dan jenis data yang dibutuhkan berdasarkan sifatnya adalah data kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang mengidentifikasi kondisi pengembangan kampung nelayan yang memiliki potensi wilayah wisata. Kondisi empiri dilapangan merupakan faktor pertimbangan yang utama dalam penelitian ini. Sehingga dalam pendekatan penelitian yang sesuai adalah dengan menggunakan paradigma positivistik.

Variabel dalam penelitian ini diambil dari kajian pustaka yang berkaitan dengan sasaran penelitian yang akan meliputi ;

a. Faktor – faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata,

b. Kriteria potensi pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata, c. Konsep pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata.

Adapun variabel yang dianalisis, adalah: a. Pemanfaatan sumberdaya lokal

b. Keterkaitan pengembangan wilayah c. Institusi Lokal

d. Dukungan pemerintah e. Keterlibatan dari stakeholder

Penelitian ini menggunakan ahli (expert) untuk diwawancarai. Proses pemilihan ahli

menggunakan analisis stakeholders. Untuk mengatasi faktor penyebab belum berkembangnya

kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata Kota Bengkulu, maka digunakan Metode Analisa Stakeholders, karena sifatnya suatu kegiatan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan analisis ini dapat mengetahui orang-orang yang terlibat dan mempunyai kompetensi dalam pengembangan suatu kawasan perkampungan nelayan Kota Bengkulu.

Teknik pengumpulan data ini berupa daftar pertanyaan (kuesioner) yang disampaikan kepada responden. Selain kuesioner yang dibutuhkan adalah peta dan kamera untuk mendokumentasikan aspek-aspek penting yang menjadi konsentrasi penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah: survey data primer dengan metode observasi, metode penyebaran kuesioner, dan metode wawancara. Dalam mencari data sekunder diperoleh dari literatur yang berkaitan dengan studi yang diteliti. Studi literatur terdiri dari

tinjauan teoritis dan pengumpulan data instansi. Untuk tinjauan teoritis, kegiatan

pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari teori-teori pendapat para ahli yang berkaitan dengan pembahasan studi. Untuk pengumpulan data dari instansi terkait guna mendukung pembahasan studi yang disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan.

Sesuai dengan jenis data yang diperoleh dan dari tujuan penelitian, teknik analisis yang digunakan dalam menentukan konsep pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu

(8)

sebagai kawasan wisata adalah analisis kualitatif diskriptif. Dari sasaran penelitian, analisis yang dilakukan meliputi:

a. Analisis faktor-faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Dalam analisa ini hasilnya adalah teridentifikasikan faktor penghambat atau penyebab belum berkembangnya kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan

wisata, yang berlandaskan pada pendapat stakeholder. Untuk mencapai tujuan tersebut

Teknik Analisa Delphi dipilih karena merupakan prosedur sementara atau perkiraan pendapat untuk memperoleh dan mencari opini atau pendapat-pendapat untuk yang akan datang.

b. Analisis potensi pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Analisis ini dilakukan secara diskriptif, yang hasilnya mendasari analisis berikutnya. Adapun aktivitas pengembangan yang akan menjadi parameter adalah berdasarkan tahap pengembangan yaitu perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan yang melibatkan masyarakat. Dapat diuraikan aktivitas pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata yang dianalisa antara lain: mengevaluasi kondisi eksisting perkampungan nelayan, mengevaluasi kriteria pengembangan potensi secara umum, mengevaluasi kriteria perkampungan nelayan dengan keterlibatan masyarakat.

c. Analisis triangulasi dalam merumuskan konsep pengembangan. Setelah melakukan analisis untuk mencari faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan dengan

menggunakan teknik delphi, langkah selanjutnya adalah merumuskan konsep

pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata berdasarkan faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Sumber informasi dari analisis triangulasi tersebut adalah hasil dari pengamatan empiris peneliti, studi empiris kawasan penelitian, dan refrensi-refrensi dari studi literatur. Analisis tersebut dilakukan dengan cara mensintesakan dari ketiga sumber tersebut dan pada akhirnya diperoleh suatu konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata.

IV. ANALISIS DANPEMBAHASAN

Kampung Nelayan Pasar Bengkulu merupakan Kelurahan yang terletak paling utara dari Kecamatan Sungai Serut yang mempunyai potensi sebagai daerah wisata alam, sejarah dan budaya. Akan tetapi potensi tersebut belum berkembang secara optimal. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap faktor penyebab belum berkembangnya potensi wisata di Kampung Nelayan Pasar Bengkulu.

Analisis faktor-faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Pada analisis ini hasilnya adalah terumuskannya faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata, yang berdasarkan pada pendapat

stakeholder pengembangan pariwisata setempat. Dalam mencapai tujuan tersebut Teknik

Analisis Delphi dipilih karena merupakan prosedur prediksi atau ramalan pendapat untuk memperoleh, dan sebagai alat pembanding serta dalam mencari opini untuk yang akan datang. Dalam analisis ini juga ditujukan untuk menghimpun pendapat tentang identifikasi faktor tersebut yang berhubungan dengan pola partisipasi dalam pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata terdepan.

Dari hasil beberapa tahapan (iterasi) melalui teknik analisa delphi, ditemukan beberapa faktor yang disetujui dan disepakati oleh seluruh responden. Dari beberapa faktor ini yang akan menjadi rekomendasi sebagai faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Beberapa faktor tersebut dijadikan rekomendasi penyebab dari belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata, antara lain:

(9)

a. Pemanfaatan Sumberdaya Lokal, yaitu: Belum adanya peluang dan kesadaran pengembangan sumberdaya lokal sebagai atraksi dari obyek wisata di kampung nelayan Kelurahan Pasar Bengkulu.

b. Keterlibatan Masyarakat dalam Pengembangan Kampung Nelayan, yaitu: Masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya keterlibatan masyarakat secara intensif dan komprehensif dalam pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata.

c. Dukungan dari Pemerintah Setempat, yaitu: Koordinasi secara intensif dan komprehensif antar instansi terkait dalam pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata belum terlaksana secara optimal.

d. Penguatan Institusi Lokal, yaitu: Belum adanya lembaga yang menangani dalam kegiatan pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata secara komprehensif dan profesional.

e. Keterkaitan terhadap Pengembangan Wilayah, yaitu: Keterkaitan dalam pengembangan potensi kawasan wisata kampung nelayan di Pasar Bengkulu masih belum secara menyeluruh turut meningkatkan potensi-potensi lain untuk berkembang.

Analisis Potensi Pengembangan Kampung Nelayan sebagai Kawasan Wisata. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui potensi-potensi dalam pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata, antara lain :

a. Akomodasi, sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat yaitu kampung nelayan Pasar Bengkulu dan unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. b. Atraksi, seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi

kampung nelayan yang memungkinkan berintegerasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif, dapat dicontohkan seperti, kursus tari, kerajinan tangan sebagai cinderamata, ritual adat, dan lain-lain yang lebih spesifik.

Penilaian kondisi fisik dan non fisik eksisting perkampungan nelayan di Kelurahan Pasar Bengkulu sebagai identifikasi potensi. Adapun identifikasi ini adalah dengan mengevaluasi dari kondisi eksisting fisik dan non fisik perkampungan nelayan berdasarkan standar Ditjen Cipta Karya. Setelah melakukan evaluasi kondisi eksisting fisik dan non fisik pada kampung nelayan secara umum maka dapat disimpulkan bahwa, kampung nelayan Pasar Bengkulu secara kondisi eksisting fisik dinyatakan baik, karena:

a. Kondisi eksisting permukiman perumahan perkampungan nelayan Pasar Bengkulu hampir keseluruhan mempunyai luasan rata-rata 7 M² / orang.

b. Air bersih cukup tersedia di setiap perumahan penduduk, dengan rata-rata penggunaan 50 L / hari / orang.

c. Terdapat jalan setapak dan jalan aspal dilingkungan permukiman penduduk kampung nelayan Pasar Bengkulu serta pematusan sesuai dengan panjang jalan.

d. Sampah atau limbah rumah tangga diangkut setiap hari dan untuk penggunaan MCK dipakai 2 keluarga.

e. Fasilitas umum atau sarana lingkungan dalam perkampungan nelayan Pasar Bengkulu, yaitu balai desa dapat menampung 90 %.

f. Sarana lingkungan dalam kegiatan perekonomian masyarakat kampung nelayan Pasar Bengkulu, adanya pasar didalam perkampungan dengan jarak < 3 KM.

Sedangkan dalam kondisi eksisting non fisik kampung nelayan Pasar Bengkulu dinyatakan cukup baik, karena:

(10)

a. Lahan perkampungan nelayan Pasar Bengkulu yang terbangun mendekati < 60 % dari seluruh luas wilayah perkampungan nelayan, yaitu 7.50 Ha yang terdiri dari 6 RT dan 2 RW dengan populasi penduduk 1621 jiwa yang memiliki 412 KK.

b. Kecuraman pantai dari perkampungan nelayan Pasar Bengkulu < 10% dari kondisi fisik lingkungan alam dan untuk penutupan pada terumbu karang yang ada dipantai Pasar Bengkulu lebih dari 50 %, yang merupakan satu potensi dari wisata pantai.

Analisis triangulasi dalam merumuskan konsep pengembangan. Konsep pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata dalam hal ini dirumuskan untuk menangani faktor-faktor yang menyebabkan belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Perumusan konsep pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata dilakukan dengan triangulasi antara preferensi masyarakat Kelurahan Pasar Bengkulu dan referensi mengenai konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata, serta studi empiri kawasan kampung nelayan sebagai kawasan wisata lain. Faktor-faktor yang menyebabkan belum berkembangnya kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata tersebut dapat diatasi melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menangani faktor-faktor yang menyebabkan belum berkembangnya kampung nelayan

Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata dengan menggunakan prinsip konsep

pengembangan yang sesuai dengan melibatkan masyarakat setempat, sehingga menemukan konsep penanganan kampung nelayan sebagai kawasan wisata.

b. Dengan mengkombinasikan dari prinsip konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata yang sejenis melalui proses triangulasi, sehingga dapat ditemukan konsep umum pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata.

Secara sistematis hasil penggabungan beberapa konsep pengembangan kampung kawasan wisata yang disesuaikan dalam menangani faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan sebagai kawasan wisata di Kelurahan Pasar Bengkulu berdasarkan variabel penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Pemanfaatan Sumber Daya Lokal, hasil triangulasi konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata adalah:

• Menetapkan prioritas pengembangan potensi wilayah yang lebih mendominasi (seperti

potensi pantai dan sungai serut) dengan membangun kios-kios penjualan ikan olahan masyarakat setempat

• Meningkatkan pengembangan kegiatan pariwisata dengan sektor lainnya

(pengembangan kerajinan batik basurek dan produk olahan : ikan kering, pendap, gelamai)

• Mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lokal yang belum dimanfaatkan, seperti

keberadaan Sungai Serut yang memiliki potensi ekonomi, dengan menciptakan suatu tempat wisata kuliner (warung-warung apung) disepanjang Sungai Serut melalui penataan ruang yang dilakukan berdasarkan pendekatan secara terkoordinasi, berwawasan lingkungan, dengan memaksimalkan kondisi alam serta budaya sebagai atraksi wisata.

• Pemeliharaan secara berkala pada infrastruktur (jalan yang terbangun) serta fasilitas

yang sudah ada guna akses pendukung perkembangan kampung.

b. Keterlibatan Masyarakat, hasil triangulasi konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata adalah:

• Merumuskan program-program dalam pengembangan kampung untuk menarik minat

dan keinginan masyarakat setempat, yang bertujuan memberikan manfaat ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat kampung nelayan (seperti bantuan dana dalam peluang usaha home industri dan koperasi nelayan).

(11)

• Memberikan insentif yang sesuai bagi masyarakat untuk dapat lebih tertarik dalam berpartisipasi secara intensif dengan memberikan program atau kegiatan rutin dalam pemeliharaan aset wisata dan peluang usaha.

c. Penguatan Institusi Lokal, hasil triangulasi konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata adalah:

• Penguatan institusi lokal atau kelembagaan yang profesional, dalam mengatur peluang

usaha dibidang kepariwisataan pada masyarakat dengan atau tanpa adanya program perbaikan kampung

• Meningkatkan keterampilan dan kemampuan sumberdaya manusia dalam pengelolaan

program-program pariwisata dengan memberikan pelatihan yang sesuai kebutuhan pengembangan kampung nelayan (seperti manajemen pariwisata), baik yang formal atau non formal agar dapat merumuskan kebijakan-kebijakan terkait pengembangan kampung sebagai kawasan wisata.

• Peningkatan sumberdaya manusia dan pembinaan kualitas pendidikan masyarakat

kampung nelayan melalui anggota masyarakat lain yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan berwawasan luas.

d. Dukungan Pemerintah, hasil triangulasi konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata adalah:

• Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak terkait untuk mendukung pengembangan

kampung nelayan baik dalam bentuk investasi modal, promosi, dan teknologi.

• Perbaikan kawasan kampung nelayan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk

desa-desa pesisir atau kampung nelayan.

• Menetapkan prioritas pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu dalam

perencanaan pembangunan daerah sebagai kawasan wisata yang berpotensial dengan memberikan dukungan melalui kemudahan birokrasi bagi investor yang ingin menanamkan modalnya.

e. Keterkaitan Pengembangan Wilayah, hasil triangulasi konsep pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata adalah:

• Menciptakan sinergi keterkaitan antar wilayah kampung nelayan yang memiliki potensi

wisata alam untuk lebih komprehensif dalam mengembangkan kawasan wisata, agar dapat lebih seimbang dalam memajukan dan mengendalikan kegiatan dalam mempromosikan kawasan tersebut dibidang kepariwisataan.

• Menciptakan hubungan atau link langsung dengan pasar yang lebih luas, baik nasional

maupun internasional, sehingga peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata dengan sektor lainnya dapat memberikan nilai efisiensi yang tinggi dan laju percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah.

• Pemberdayaan kaum wanita pesisir laut dalam produksi kerajinan tangan & manajemen

pemasaran hasil produksinya. (seperti batik basurek & pengembangan hasil produk olahan ikan kering, ikan asin, abon, gelamai, pendap, ikan pais ).

V. KESIMPULAN

Melalui serangkaian tahapan penelitian dan analisis terdahulu dapat disimpulkan faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata, adalah: rendahnya keterlibatan masyarakat, belum adanya peluang dalam mengembangkan sumberdaya lokal sebagai bagian dari pengembangan atraksi wisata, belum terlaksananya koordinasi secara intensif dan komprehensif antar instansi terkait, belum adanya kelembagaan

(12)

yang menangani dalam kegiatan pengembangan kampung nelayan, sosialisasi dan pelatihan masih bersifat insidentil dan tidak menyeluruh, belum seimbangnya pemberdayaan dan kualitas sumberdaya manusia yang profesional, keterkaitan dalam pengembangan potensi kawasan wisata dengan potensi wilayah belum secara menyeluruh dan optimal, serta belum efektifnya upaya dalam menciptakan link dengan pasar yang lebih luas.

Setelah didapatkan faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan Pasar Bengkulu, selain itu juga didapatkan potensi yang bisa dikembangkan di kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata. Kedua aspek ini dianalisis dengan metode triangulasi yang menghasilkan konsep pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata, yaitu:

a. Menetapkan prioritas pengembangan potensi wilayah yang lebih mendominasi.

b. Meningkatkan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata yang baik dengan sektor lainnya.

c. Perbaikan dan pemeliharaan secara rutin pada kawasan kampung nelayan melalui penyediaan prasarana dan sarana.

d. Pemanfaatan sumberdaya lokal yang merupakan potensi dari wilayah, seperti keberadaan Sungai Serut memiliki potensi ekonomi.

e. Pemberdayaan kaum wanita pesisir laut dalam produksi kerajinan tangan dan manajemen pemasaran hasil produksinya.

f. Memberikan insentif yang sesuai bagi masyarakat untuk dapat lebih tertarik dalam berpartisipasi secara intensif dengan memberikan program atau kegiatan rutin dalam pemeliharaan aset wisata dan peluang usaha.

g. Memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat lokal untuk dapat menjadi bagian pengembangan kampung nelayan.

h. Pemeliharaan secara berkala pada infrastruktur (jalan yang terbangun) serta fasilitas yang sudah ada guna akses pendukung perkembangan kampung.

i. Penguatan institusi lokal atau kelembagaan yang menangani pengembangan potensi wilayah wisata.

j. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dalam pengelolaan program-program pariwisata dengan memberikan pelatihan yang sesuai kebutuhan pengembangan kampung nelayan seperti manajemen pariwisata.

k. Menciptakan sinergi keterkaitan pengembangan kampung sebagai kawasan wisata dengan sektor lain.

l. Kelembagaan yang dibentuk oleh masyarakat secara berkala, agar dapat melakukan regenerasi serta reorganisasi kelembagaan.

m. Menetapkan prioritas pengembangan kampung nelayan Pasar Bengkulu dalam

perencanaan pembangunan daerah sebagai kawasan wisata yang berpotensial.

Memperhatikan kesimpulan dan hasil analisis, maka disarankan perlu dilakukan kajian terhadap prioritas pengembangan potensi wilayah pesisir dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Bengkulu dan melakukan perencanaan lebih mendetail tentang mekanisme

pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata. Beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan kampung nelayan sebagai kawasan wisata adalah: penguatan organisasi dan kelembagaan, pembinaan masyarakat di sekitar kawasan wisata Pantai Kota Bengkulu, perbaikan dan pemeliharaan fasilitas penunjang atraksi, peningkatan usaha jasa dan infrastruktur transportasi, perlu penekanan industri pariwisata yang akan dikembangkan, melestarikan obyek wisata alam dan budaya, mengembangkan jalur wisata, pemasaran dan promosi digencarkan, dan mutu dan citra pariwisata Bengkulu ditingkatkan.

(13)

VI. DAFTARPUSTAKA

Alisjabana. 2001. Model Peran Serta Masyarakat dan Swasta serta Pemuda Dalam

Pengelolaan dan Pembangunan Kota Dalam Manajemen Lingkungan Perkotaan.

Lembaga Penelitian ITS, Surabaya.

Ardika, IG. Otonomi dan Pengembangan Pariwisata, diperoleh dari <http://

www.equatoronline.com, 2002.

Brata, G.A. 2005. Masyarakat Nelayan dan Wisata Pantai. Yogyakarta : Lembaga Penelitian

Universitas Admajaya.

Dahuri, Rokhmin, Dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara

Terpadu. edisi ke-3 Penerbit PT. Paradnya Paramita , Jakarta.

Depparpostel. 1983. Analisa Pasar Wisatawan Manca Negara. Direktorat Bina Wisata,

Jakarta.

Driyamedia. 1996. Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal, Berbuat Bersama

Berperan Setara. Studio Driyamedia, Bandung.

Gunn,Clare. 1994,A Tourism Planning, Basics, Consepts, Case, Elsevier Science LTD.

Kelet, Tipple, Emasters. 1996.MIX USE IN REDENTIAL AREAS. A Pilot Study.

Kusnadi. 2003.Akar Kemiskinan Nelayan, cetakan ke-3. Penerbit PT. Rineka Cipta Jakarta.

McHarg,Ian L. (1971), Design With Nature (diterjemahkan oleh Gunadi, Sugeng, Airlangga

University Press (2005).

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/2008. Perencanaan Pengelolaan Wilayah

Pesisir.

Rapoport, Amos. 1969.House Form and Culture. England : Pengamon Press Ltd.

Refshauge, A. Dr. 2003.Coastal Design Guidelines for New South Wales. The Departement of

NSW Goverenment. http://www.planning.gov.au/

Santosa, Happy Ratna. 2000. Pidato Pengukuhan Guru Besar Permukiman dan Lingkungan

dalam Pengembangan Wilayah. Surabaya : ITS.

Santosa, Happy Ratna. 1999. Peranan Wanita dalam Perbaikan Permukiman. Jurnal PUSLIT UGM No. 17, Thn VI, Nanusia dan Lingkungan. Yogyakarta.

Santoso, Urip.2008.www.journal.com, Bengkulu Menuju Kota Pariwisata.

Silas, Johan.1998.The Kampung Of Surabaya, Municipal Government Of Surabaya, hal 22.

Silas, Johan. 1996. Paradoks Pengadaan Perumahan Kota. Majalah Analisis Sistem Edisi

khusus tahun II. Jakarta : Kedeputian Bidang Analisis Sistem BPPT.

Silas, Johan. 1993. Perumahan, Hunian dan Fungsi Lebihnya. Surabaya ; Pidato Pengukuhan

Guru Besar ITS, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Silas, Johan. 1985.Perumahan dan Permukiman. Surabaya : Jurusan Arsitektur, FTSP-ITS

Suharyanto.2009. Belajar Menuangkan Pikiran.

<file:///G:/Jembatan%20Sungai%20Serut%20(bhn%Preview%202).htm

Turner, John F.C. and Fitcher, Robert. 1972. Freedom Built, New York USA : The

Macmillam Company.

Undang-Undang No.10 (2009),Kepariwisataan.

Undang-Undang No. 27 Tahun 2007. Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir

Terpadu.

Undang-Undang No.4 Tahun 1992.Perumahan dan Permukiman.

Yoeti, Oka. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Paramita,

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Solusi yang diberikan untuk menolong pihak Masjid dalam menerima donasi masyarakat Masjid Jami Al-Ikhwan saat pandemi covid-19 adalah memberi pelatihan dan

Perkembangan Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri dan Pangsa Impor Produk Non-migas Tahun 1993 - 2009. Pangsa impor produk non-migas Indonesia pada periode 1991

Hasil belajar bukanlah suatu hal yang independen. Kenyataan yang ada, hasil belajar sangat bergantung dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang

Stasis cairan empedu dapat menyebabkan beberapa gangguan fisiologis. Translokasi bakteri, kegagalan penghalang usus, dan endotoksin tampaknya memiliki peran penting

Bentuk kebutuhan pengembangan pela- tihan kompetensi profesional melalui penulisan jurnal PTK yang dibutuhkan kelompok kerja gu- ru guru Sekolah Dasar di Kabupaten

1) Pengembangan perangkat lunak ajar persamaan non linier dengan metode newton raphson telah dilakukan melalui enam tahap, yaitu: (1) melakukan analisis kebutuhan, (2)

Artikel ini fokus pada pemetaan masalah-masalah yang muncul dalam penyelenggaraan ibadah umrah di kota Surakarta pada tahun 2017 baik pada sisi Kementerian Agama

3) untuk supermarket dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai Pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50%