• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PARAMETER LINGKUNGAN DENGAN PREVALENSI Infectious Myonecrosis Virus DI TAMBAK INTENSIF UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) KABUPATEN KAUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PARAMETER LINGKUNGAN DENGAN PREVALENSI Infectious Myonecrosis Virus DI TAMBAK INTENSIF UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) KABUPATEN KAUR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

E- ISSN: 2654-7732

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 13 HUBUNGAN PARAMETER LINGKUNGAN DENGAN

PREVALENSI Infectious Myonecrosis Virus DI TAMBAK INTENSIF UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) KABUPATEN KAUR

Aan Fibro Widodo1), Yar Johan2), Bieng Brata3), Dadang Suherman3)

1)Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Bengkulu 2)Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

3)Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu ABSTRAK

Kabupaten Kaur merupakan wilayah terdekat dengan Provinsi Lampung memiliki kondisi perairannya masih sangat potensial untuk dilakukan pengembangan ekonomi khususnya untuk usaha budidaya tambak udang vaname. Kualitas lingkungan yang baik menjadikan Kabupaten Kaur primadona baru sentra budidaya udang vaname di Sumatera. Tercatat 37 perusahaan tambak udang semi-intensif dan intensif telah beroperasi di Kabupaten Kaur. Masalah yang dihadapi dalam budidaya udang vaname secara intensif adalah kerentanan udang tersebut terhadap penyakit seperti Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). Mortalitas infeksi IMNV mencapai 70% dan saat ini menjadi salah satu penyakit penting yang telah memengaruhi industri budidaya udang vaname di dunia. Sampai saat ini data terkait data prevalensi serangan penyakit IMNV pada udang vaname di Propinsi Bengkulu masih sangat minim. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian terkait prevalensi IMNV dan korelasi parameter kualitas air terhadap resiko serangan penyakit IMNV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan parameter lingkungan yang berkorelasi terhadap prevalensi IMNV pada tambak udang vannmei di Kabupaten Kaur. Penelitian ini dilakukan di tambak udang intensif PT. ABC yang berlokasi di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Penelitian ini merupakan studi observasi dengan rancangan studi purpossive sampling menggunakan teknik sampling terhadap sampel udang untuk deteksi dan identifikasi penyakit IMNV. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas air tambak udang vannamei selama penelitian berada dalam kisaran toleransi untuk kelangsungan hidup udang vannamei dengan tingkat prevalensi IMNV sebesar 31,94%. Parameter lingkungan tambak berkorelasi kuat dengan prevalensi serangan IMNV.

Kata Kunci: imnv, parameter lingkungan, prevalensi, tambak intensif, vaname. PENDAHULUAN

Kabupaten Kaur merupakan wilayah terdekat dengan Provinsi Lampung memiliki kondisi perairannya masih sangat potensial untuk dilakukan pengembangan ekonomi khususnya untuk usaha budidaya tambak udang vaname. Kabupaten Kaur merupakan salah satu propinsi yang kaya akan sumber daya alam, baik darat maupun laut. Dengan panjang garis pantai 89,17 km yang

berbatasan langsung dengan Samudera Hindia menjadikan Propinsi ini kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan (BPS, 2015). Kualitas lingkungan yang baik menjadikan Kabupaten Kaur primadona baru sentra budidaya udang vaname di Sumatera. Tercatat 37 perusahaan tambak udang semi-intensif dan semi-intensif telah beroperasi di Kabupaten Kaur.

Perkembangan sistem budidaya udang dari tradisional ke intensif memiliki

(2)

14 Volume 10 Nomor 1, April 2021 potensi terhadap peningkatan pencemaran

lingkungan. Kondisi lingkungan yang mendukung dan diterapkannya strategi manajemen usaha serta teknologi budidaya yang baik berdampak pada hasil produksi usaha budidaya udang vaname yang semakin meningkat. Peningkatan produksi memberikan efek ekonomi bagi petambak, sehingga petambak berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akibatnya adalah petambak mengabaikan prinsip-prinsip budidaya yang ramah lingkungan dan berkesinambungan. Kegagalan produksi udang vaname pada budidaya intensif disebabkan karena buruknya kualitas air tambak (Umiliana et al., 2016).

Masalah yang dihadapi dalam budidaya udang vaname secara intensif adalah kerentanan udang tersebut terhadap penyakit seperti Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). Mortalitas infeksi IMNV mencapai 70% dan saat ini menjadi salah satu penyakit penting yang telah memengaruhi industri budidaya udang vaname di dunia. Keberadaan IMNV di Indonesia dilaporkan pertama kali oleh petambak pada Tahun 2006 di daerah Situbondo Jawa Timur (Nur’aini et al., 2007; Taukhid dan Nur’aini, 2009). Gejala klinis udang vaname yang terserang IMNV di Situbondo yaitu warna putih pada opaque serta pangkal ekor atau ruas ekor kemerahan. Naim et al. (2014) melaporkan bahwa penyakit myonecrosis biasanya terjadi secara akut di tambak dengan tingkat kematian yang tinggi dan gejala klinis pada udang muda, kemudian perjalanan penyakit menjadi kronis dengan tingkat kematian mencapai 40-70%.

Data dan informasi terkait prevalensi serangan penyakit IMNV pada udang vaname di Propinsi Bengkulu sampai saat ini masih sangat minim. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian terkait prevalensi IMNV dan korelasi parameter kualitas air terhadap resiko serangan penyakit

IMNV sehingga dapat dijadikan acuan dasar dalam pencegahan IMNV di tambak udang vaname intensif di Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama empat bulan di Tambak Udang Intensif PT. ABC di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.

Penelitian ini merupakan studi observasi dengan rancangan studi purpossive sampling terhadap sampel udang untuk deteksi dan identifikasi penyakit IMNV. Tambak sampling merupakan tambak intensif dengan luas 5000 m2 dan padat tebar tinggi (250 ind/ m3). Metode pengambilan dengan Sistem Pool digunakan untuk menetapkan status bebas suatu penyakit pada zona/wilayah/kompartemen tertentu. Jumlah sampel ditentukan menggunakan Modifikasi Amos (1985) dalam SOP Pengambilan Contoh Media Pembawa Hidup dan Non Hidup (Puskari, 2013).

Sampel penelitian diambil dari 24 tambak dengan jumlah sampel 20 ekor per tambak dengan asumsi prevalensi awal 15%. Pemeriksaan parameter lingkungan suhu dan salinitas dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan thermometer dan refraktometer, sedangkan untuk pemeriksaan parameter lainnya seperti DO, pH, dan amoniak diperiksa di laboratorium perusahaan tambak.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada stadia awal pemeliharaan (5 hari), umur pemeliharaan 45 hari, dan menjelang panen (umur pemeliharaan 85 hari). Sampel dibawa ke laboratorium virus Stasiun KIPM Bengkulu untuk di identifikasi.

Ekspresi gen virus IMNV pada udang vannamei dianalisis dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan selanjutnya disajikan secara deskriptif. Data

(3)

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 15 hasil pengamatan prevalensi dan data kualitas

air yang terkumpul akan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui korelasi parameter lingkungan tambak berupa pH (X1), Salinitas (X2), Suhu (X3), DO (X4), dan Amoniak (X5) terhadap prevalensi serangan IMNV (Y) dilakuan analisis data menggunakan software SPSS versi 25 dan Curve Expert versi 1.4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Tambak penelitian berlokasi di Desa Muara Jaya Kecamatan Maje Kaur dengan luas lahan 60 ha. Beroperasi sejak Tahun 2015 dengan jumlah total 156 kolam tambak. Tambak lokasi studi menerapkan budidaya secara intensif dengan penerapan teknologi yang cukup maju. Unit usaha ini diproyeksikan mampu memproduksi udang vaname sebesar 4.500 ton pertahun. Tambak pembesaran udang vaname ini memiliki sistem paralel untuk masing-masing petakannya. Tambak dibuat dari beton untuk menjaga lahan dari entrusi air laut dan juga

agar waktu persiapan tambak lebih efisien karena tidak memerlukan proses pengolahan tanah. Pintu air terdiri dari inlet dan outlet. Dalam hal ini tambak mempunyai satu saluran inlet primer. Outlet terdiri dari pintu air samping dan pipa yang keluar dari lubang yang berada di tengah (Central drain) yang dikombinasikan dengan pipa goyang. Secara keteknikan outlet ini menggunakan prinsip bejana berhubungan. Paralon yang digunakan adalah paralon dengan diameter enam inchi. Petak tambak seluas 5.000 m2 dengan padat tebar tinggi (250 ind/ m3) dilengkapi 42 buah kincir air.

Analisis Parameter Lingkungan

Hasil pengukuran parameter lingkungan selama penelitian dan baku mutu parameter lingkungan budidaya udang vaname disajikan di Tabel 1.

Hasil pengukuran parameter lingkungan tambak yang dijadikan sampel penelitian diperoleh nilai derajat keasaman (pH) pada rentang 7,5-8,2. Nilai ini masih berada dalam kisaran toleransi untuk kelangsungan hidup udang vannamei.

Tabel 1. Hasil pengukuran parameter lingkungan selama penelitian.

No Parameter Lingkungan Nilai Baku Mutu (WWF, 2014)

Optimum Toleransi 1. pH 7,50 – 8,20 7,50 -8,00 7,00-8,50 2. Salinitas (‰) 25 – 35 15-25 < 35 3. Suhu (0C) 28 -29 28-32 28-35 4. DO (mg/L) 6,11-6,98 >4 >3 5. Amoniak (mg/L) 0,01-0,41 0 0,10- 0,50

Nilai pH optimum untuk kelangsungan hidup udang vannamei adalah 7,5 – 8, dengan nilai toleransi 7 – 8,5 (WWF, 2014). Jika pH rendah, petambak mengaplikasikan pengapuran pada media air tambak sampai pH optimum, sedangkan jika pH tinggi maka petambak melakukan pergantian air secara bertahap. Tingkat keasaman (pH) perairan merupakan parameter kualitas air yang penting dalam

ekosistem perairan tambak. Nilai pH penting karena dapat mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia di dalam air serta reaksi biokimia didalam tubuh udang. Perubahan pH ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Senyawa amoniak dan toksik lebih banyak ditemukan dalam lingkungan perairan dengan nilai pH tinggi (Effendi, 2004). Cahyono (2011) melaporkan bahwa pH juga

(4)

16 Volume 10 Nomor 1, April 2021 berpengaruh terhadap pertumbuhan udang.

Derajat keasaman yang sangat rendah dapat menyebabkan kematian udang. Demikian pula dengan derajat keasaman yang sangat tinggi juga dapat menyebabkan pertumbuhan udang terhambat. Derajat keasaman berpengaruh terhadap kesuburan kehidupan jasad renik sebagai makanan udang di dalam tambak.

Salinitas yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 25-32 ‰. Salinitas selama penelitian tergolong tinggi namun masih berada dalam nilai toleransi bagi kelangsungan hidup udang vaname. Salinitas optimum untuk kelangsungan hidup udang vaname adalah 15 – 25 ‰, dengan nilai toleransi 0 – 35 ‰, < 35 ‰ (WWF, 2014). Pada kondisi alam yang ekstrim, curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan salinitas menjadi turun dengan sangat cepat. Salinitas rendah dapat menyebabkan udang kram (bengkok) dan berwarna putih (WWF, 2014). Petambak mensiasati hal ini dengan aplikasi pemberian KCl dengan dosis 1 mg/L. Hasil ini sesuai dengan pendapat Umiliana et al. (2016) yang menyatakan bahwa salinitas media budidaya berpengaruh pada daya tahan tubuh udang vaname.

Salinitas merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan organisme akuatik. Salinitas sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan udang (Suyanto dan Mudjiman 2004). Salinitas air perairan tambak dalam penelitian ini cenderung berfluktuasi. Perubahan salinitas yang terjadi di perairan tambak lokasi penelitian ini dipengaruhi oleh cuaca harian. Cahyono (2011) melaporkan bahwa kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya salinitas dalam perairan tambak. Pada saat musim kemarau salinitas di perairan tambak dapat meningkat sampai 60% atau bahkan lebih, Sementara itu, pada saat hujan salinitas di dalam tambak akan turun hingga 30%.

Suhu air tambak selama penelitian berkisar antara 28 – 29 0C. Suhu ini berada pada kisaran optimum bagi kelangsungan hidup udang vannamei. Setiap organisme akuatik khususnya udang memiliki suhu optimum masing-masing untuk kelangsungan hidupnya. Suhu optimum untuk kelangsungan hidup udang vannamei adalah 28 – 32 oC, dengan nilai toleransi 28 – 35 oC (WWF, 2014). Zacharia dan Kakati (2004) melaporkan bahwa suhu merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi aktifitas, nafsu makan, konsumsi oksigen dan laju metabolisme krustase. Perbedaan suhu lebih dari 20C kurang baik untuk kehidupan udang. Suhu mempengaruhi kondisi metabolisme organisme (Suyanto dan Mujiman, 2004). Cahyono (2011) menyatakan bahwa suhu air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan udang. Suhu air yang cocok untuk pertumbuhan udang berkisar 25 - 320C dengan rentang perbedaan suhu antara siang dan malam kurang dari 50C.

Nilai DO selama penelitian berkisar antara 6,11 – 6,98 mg/L. Nilai ini berada pada nilai optimum bagi kelangsungan hidup udang vannamei . Nilai DO optimum untuk kelangsungan hidup udang vannamei adalah > 4 mg/L, dengan nilai toleransi > 3 mg/L (WWF, 2014). Cahyono (2011) yang menyatakan bahwa konsentrasi oksigen yang rendah di bawah 4 mg/L, udang masih mampu bertahan hidup, tetapi nafsu makan udang menurun sehingga pertumbuhan udang akan menjadi lamban. Konsentrasi oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas perairan tambak. Konsentrasi oksigen ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dan konsumsi oksigen dalam ekosistem. Konsentrasi oksigen rendah akan meningkatkan kecepatan respirasi, menurunkan efisiensi respirasi dan pertumbuhan yang dapat berakibat pada kematian masal.

(5)

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 17 Nilai amoniak air tambak selama

penelitian berkisarar 0,01 – 0,41 mg/L. Nilai ini cukup tinggi namun masih berada dalam nilai toleransi bagi kelangsungan hidup udang vannamei. Nilai amoniak optimum untuk kelangsungan hidup udang vannamei adalah 0 mg/L, dengan nilai toleransi 0,1 – 0,5 mg/L (WWF, 2014). Petambak mengurangi amoniak dengan mengaplikasikan pemberian Zeolit dan probiotik secara rutin. Amoniak merupakan senyawa produk utama dari limbah nitrogen dalam perairan yang berasal dari organisme akuatik (Neil et al., 2005). Nilai pH dalam perairan dapat mempengaruhi reaksi kimiawi perairan seperti reaksi kesetimbangan Amoniak dan amonium (Chew dan Randall, 2001). Kandungan amoniak (NH3) yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan udang. Apabila kandungan

amoniaknya sangat tinggi melebihi ambang batas kadar yang baik bagi organisme perairan tambak dapat mengakibatkan kematian. Amoniak dapat berasal dari proses dekomposisi protein sisa-sisa plankton mati, pengeluaran metabolism organisme perairan dan bahan-bahan organik yang telah terdapat di dalam perairan (Santosa dan Wiharyanto, 2013).

Analisis Prevalensi IMNV

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prevalensi rata-rata serangan IMNV di sentra budidaya udang vaname Kabupaten Kaur sebesar 31,94%. Prevalensi IMNV di Kab. Kaur dalam penelitian ini sebesar 31,94% dari total sampel. Prevalensi rata-rata serangan IMNV disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Prevalensi rata-rata serangan IMNV selama penelitian

No Lokasi Tambak Sampling Tambak +/n Prevalensi (%)

1. A 4 1/4 25 2. B 3 1/3 33,3 3. C 6 2/6 33,3 4. D 4 1/4 25 5. E 7 3/7 42,9 Prevalensi rata-rata 24 8/24 31,94

Hasil pengamatan pada stadia awal pemeliharaan menunjukkan prevalensi 0%, dari 24 sampel yang diperiksa tidak ada sampel yang positif terinfeksi IMNV. Hasil ini senada dengan hasil penelitian Nur’aini et al. (2007). Nur’aini et al. (2007). melaporkan bahwa IMNV menyerang udang vaname pada umur 2-3 bulan dengan tingkat kematian 2-5% per hari. IMNV dilaporkan menyerang udang usia 40 hari masa pemeliharaan (Thong, 2013). Mortalitas serangan IMNV pada udang vaname bervariasi dari 40-70% (OIE, 2018). Kematian mencapai 40-95% atau 7-15 udang per hari untuk udang usia 60-80 hari (Lio-Po dan Inui, 2010).

Sampel positif didapatkan pada udang vaname umur stadia 40 hari pemeliharaan. Lima sampel positif IMNV dari total 24 sampel yang diuji dengan rata-rata serangan IMNV sebesar 19,06%. Prevalensi meningkat pada stadia 80 hari pemeliharaan menjelang panen. Delapan sampel positif IMNV dari total 24 sampel yang diuji dengan rata-rata serangan IMNV sebesar 31,94%.

Hasil ini lebih rendah dari hasil penelitian Zaujat et al. (2016) dan Rekasana et al. (2013). Zaujat et al. (2016) menunjukkan bahwa prevalensi IMNV secara keseluruhan di Propinsi Banten adalah sebesar 33,3%. Rekasana et al. (2013) melaporkan prevalensi IMNV pada udang

(6)

18 Volume 10 Nomor 1, April 2021 vaname di Pantai Utara Jawa Timur yaitu

Lamongan (53%), Probolinggo (60%), Tuban (67%), Pasuruan (73%) dan Situbondo (100%). Rendahnya prevalensi serangan IMNV pada penelitian diduga karena keterbatasan titik lokasi penelitian. Selain itu manajemen pengelolaan kualitas air tambak yang baik menjadi faktor penting dalam meminimalisir tingkat serangan IMNV guna meningkatkan produksi udang vaname. Tambak lokasi penelitian menerapkan sistem budidaya intensif dengan padat tebar tinggi

akan tetapi dengan luas petakan yang luas didukung dengan teknologi dan SDM yang memadai serta adanya perlindungan lahan mangrove sehingga potensi transmisi horizontal IMNV antar tambak relatif kecil.

Analisis Hubungan Parameter

Lingkungan dengan Prevalensi IMNV Hasil analisis ragam dan korelasi parameter lingkungan dengan prevalensi IMNV selama penelitian disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Koefisien korelasi pearson (r)

Variabel Nilai r Nilai r2 Sig.

pH 0,78 0,61 0,008 a

Salinitas (‰) 0,79 0,62 0,007 a

Suhu (0C) 0,71 0,51 0,021 a

DO (mg/L) -0,72 0,52 0,18 a

Amoniak (mg/L) 0,92 0,85 0,000 a

Ket: Nilai yang diikuti superscript serupa dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata (p>0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor pH, salinitas, suhu, DO dan amoniak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap prevalensi IMNV. Korelasi pearson (r) antara variabel kualitas air dengan prevalensi IMNV memiliki nilai korelasi yang beragam. Angka korelasi berkisar pada 0 (tidak ada korelasi sama sekali) dan 1 (korelasi sempurna) dimana angka korelasi diatas 0,5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat sedangkan dibawah 0,5 menunjukkan korelasi yang lemah. Korelasi dapat diketahui hubungan antara parameter lingkungan terhadap prevalensi IMNV. Koefisien korelasi yang memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap prevalensi IMNV (SK=95%) adalah Amoniak dengan nilai r = 0,920 disusul dengan koefisien korelasi kuat secara berturut-turut oleh Salinitas dengan nilai r = 0,788; pH dengan nilai r = 0,780; DO

dengan nilai r sebesar = 0,722; dan Suhu dengan nilai r = 0,713.

Hasil analisis regresi parameter lingkungan tambak berupa pH (X1), Salinitas (X2), Suhu (X3), DO (X4), dan Amoniak (X5) terhadap prevalensi serangan IMNV (Y) menunjukkan korelasi kuat r2 disesuaikan (adjusted r2) = 0,767 dengan selang kepercayaan 95%. Hubungan analisis regresi linear antara variabel parameter lingkungan dengan prevalensi serangan IMNV selama penelitian disajikan pada Gambar 1.

Hair et al. (2010) menyatakan bahwa koefisien korelasi antara 0,61 hingga 0,80 berarti hubungan antara dua variabel kuat. Hal ini berarti sebesar 76,7% prevalensi IMNV dapat diprediksi oleh parameter kualitas lingkungan yang diteliti.

(7)

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 19

Gambar 1. Hubungan analisis regresi linear antara variabel parameter lingkungan dengan prevalensi serangan IMNV selama penelitian.

Hubungan pH dengan prevalensi IMNV memiliki korelasi kuat dan bernilai positif dengan nilai r = 0,780 dengan

selang kepercayaan 95%. Hubungan yang bernilai positif yang artinya bahwa peningkatan prevalensi IMNV dapat disebabkan adanya peningkatan pH.

Gambar 2. Hubungan variabel pH dengan prevalensi IMNV.

Gambar 2 menunjukkan hasil analisis regresi mengenai hubungan faktor pH dan prevalensi IMNV selama penelitian menunjukkan hubungan linier. Hubungan tersebut digambarkan dengan persamaan:y= 39,11x – 279,18, dari persamaan regresi tersebut nilai pH optimum dalam penelitian ini dapat ditentukan sebesar 7,14. Ini berarti dengan pH air tambak 7,14 menghasilkan prevalensi IMNV minimum sebesar 0,21%.

Hubungan salinitas terhadap prevalensi IMNV sebesar r = 0,788 yang memiliki korelasi kuat dan bernilai positif dengan selang kepercayaan 95%, hubungan yang positif dikarenakan adanya peningkatan salinitas yang dapat menyebabkan peningkatan terhadap prevalensi IMNV. Hasil dari koefisien korelasi hubungan antara salinitas dengan prevalensi IMNV disajikan pada Gambar 3. y = 73,91x - 565,42 0 10 20 30 40 50 7.7 7.75 7.8 7.85 7.9 7.95 8 8.05 8.1 8.15 8.2 P re v a le n si I M N V Parameter Lingkungan y = 39,11x – 279,18

(8)

20 Volume 10 Nomor 1, April 2021

Gambar 3. Hubungan variabel salinitas dengan prevalensi IMNV.

Gambar 3 menunjukkan hasil analisis regresi mengenai hubungan faktor salinitas dan prevalensi IMNV selama penelitian menunjukkan hubungan linier. Hubungan tersebut digambarkan dengan persamaan: y = 2,30x – 44,76, dari persamaan regresi tersebut nilai salinitas optimum dalam penelitian dapat ditentukan sebesar 19,46. Ini berarti dengan salinitas 19,46 ‰ menghasilkan prevalensi IMNV minimum

sebesar 0,002 %.

Hubungan suhu terhadap prevalensi IMNV sebesar r = 0,713 yang memiliki korelasi kuat dan bernilai positif dengan selang kepercayaan 95%, hubungan yang positif menunjukkan bahwa peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan prevalensi IMNV. Hasil dari koefisien korelasi hubungan antara suhu dengan prevalensi IMNV disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan variabel suhu dengan prevalensi IMNV.

Gambar 4. menunjukkan hasil analisis regresi mengenai hubungan faktor suhu dan prevalensi IMNV selama penelitian menunjukkan hubungan linier. Hubungan tersebut digambarkan dengan persamaan: y = 13,18x – 351,33, dari persamaan regresi tersebut nilai suhu optimum dalam penelitian

dapat ditentukan sebesar 26,66. Ini berarti dengan suhu 26,660C menghasilkan prevalensi IMNV minimum sebesar 0,0488 %.

Hubungan oksigen terlarut (DO) terhadap prevalensi IMNV sebesar r = -0,722 y = 2,30x – 44,76

(9)

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 21 yang memiliki korelasi kuat dan namun

bernilai negatif dengan selang kepercayaan 95%, hubungan yang negatif menunjukkan bahwa penurunan nilai DO dapat menyebabkan prevalensi IMNV meningkat. Hasil dari koefisien korelasi hubungan antara DO dengan prevalensi IMNV disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan hasil analisis

regresi mengenai hubungan faktor DO dan prevalensi IMNV selama penelitian menunjukkan hubungan linier. Hubungan tersebut digambarkan dengan persamaan: y = 118,65 – 16,84x, dari persamaan regresi tersebut nilai DO dalam penelitian dapat ditentukan sebesar 7,05. Ini berarti dengan DO sebesar 7,05 mg/L menghasilkan prevalensi IMNV minimum sebesar 0,07 %.

Gambar 5. Hubungan variabel DO dengan prevalensi IMNV.

Hubungan antara DO terhadap prevalensi IMNV yang memiliki korelasi yang kuat tetapi bernilai negatif artinya bahwa jika nilai DO rendah maka prevalensi IMNV menjadi tinggi yang berpengaruh terhadap tingkat stress pada udang sehingga pertumbuhannya menjadi melambat.

Hubungan Amoniak terhadap prevalensi IMNV sebesar r = 0,920 yang memiliki korelasi sangat kuat dan bernilai

positif dengan selang kepercayaan 95%, hubungan yang positif menunjukkan bahwa peningkatan amoniak dapat menyebabkan peningkatan prevalensi IMNV. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor amoniak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap prevalensi IMNV. Hasil dari koefisien korelasi hubungan antara amoniak dengan prevalensi IMNV disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan variabel amoniak dengan prevalensi IMNV. y = 118,65 – 16,84x

(10)

22 Volume 10 Nomor 1, April 2021 Gambar 6 menunjukkan hasil analisis

regresi mengenai hubungan faktor amoniak dan prevalensi IMNV selama penelitian menunjukkan hubungan linier. Hubungan tersebut digambarkan dengan persamaan: y = 12,59 + 40,23x, dari persamaan regresi tersebut nilai amoniak dalam penelitian dapat ditentukan sebesar 0,31. Ini berarti dengan kadar amoniak sebesar 0,31 mg/L menghasilkan prevalensi IMNV minimum sebesar 0,12 %.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa parameter lingkungan tambak intensif udang vaname selama penelitian berada dalam kisaran toleransi untuk kelangsungan hidup udang vaname. Tingkat prevalensi IMNV pada tambak intensif udang vaname di Kabupaten Kaur sebesar 31,94%. Parameter lingkungan berkorelasi kuat dengan prevalensi serangan IMNV.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono B. 2011. Budidaya Udang Laut. Pustaka Mina. Jakarta.

Chew, S.F. dan Randall D. J. 2001. Nitrogen Excretion: Ammoni Toxicity, Tolerance and Excretion. Fish Physiology, 20: 110-148.

Effendi, H. 2004. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258p.

Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2010. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center Aquaculture Department Tigbauan, Iloilo, Philippines. 198pp.

Naim, S., Brown, J.K. dan Nibert, M.L. 2014. Genetic Diversification of Penaeid

Shrimp Infectious Myonecrosis Virus Between Indonesia and Brazil. Virus Research. 189: 99-105.

Neil, L.L., Fotedar, R., dan Shelley, C.C. 2005. Effects of acute and chronic

toxicity of unionized ammonia on mud crab, Scylla serrata (Forsskal, 1755) larvae. Aqua. Res., 36: 927–932. Nur’aini, Y.L., Hanggono, B., Subyakto, S.

dan Triastutik, G. 2007. Survailen Aktif Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) yang dibudidayakan di Jawa Timur dan Bali. J.Fish.Sci. IX (I): 25-31.

OIE (Office International des Epizooties/World Animal Health Organization). 2018. Infectious myonecrosis (IMNV). Manual of Diagnostic Tests for Aquatic Animals: Chapter 2.2.5. 11p.

Pusat Karantina Ikan. 2013. Standar Operasional Prosedur Pengambilan Contoh Media Pembawa Hidup dan Non Hidup. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta.

Rekasana,A., Sulmartiwi, L. dan Soedarno. 2013. Distribusi Penyakit Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) Pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Di Pantai Utara Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5 (1) : 49-54.

Santosa, M.B., dan Wiharyanto, D. 2013. Studi Kualitas Air Di Lingkungan Perairan Tambak Adopsi Better Management Practices (Bmp) Pada Siklus Budidaya I, Kelurahan Karang Anyar Pantai Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Utara. Jurnal Harpodon Borneo. 6 (1): 49-55.

Suyanto, R.S. dan Mujiman A. 2010. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya, Jakarta. 23 hal.

(11)

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 23 Taukhid dan Nuraini, Y.L. 2009. Infectious

Myonecrosis Virus (IMNV) in Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannamei) in Indonesia. The Israeli Journal of Aquaculture - Bamidgeh. 61(3): 255-262.

Thong, P.Y. 2013. Prevention and control of IMNV in vaname shrimp in Indonesia. AQUA Culture Asia Pacific Magazine: 8-12.

Umilliana, M, Sarjito dan Desriana. 2016. Pengaruh Salinitas terhadap Infeksi Infectious myonecrosis viruses (IMNV) Pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). Journal of Aquaculture Management and Technology. 5 (1): 73-81.

WWF-Indonesia. 2014. Better Management Practices Seri Panduan Perikanan

Skala Kecil Budidaya Udang Vaname Tambak Semi Intensif dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). WWF-Indonesia. Jakarta. 35p.

Zaujat, R.C., Setiyaningsih, S. dan Lusiastuti, A.M. 2016. Prevalensi dan karakterisasi molekuler infectious myonecrosis virus (IMNV) di sentra budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) Propinsi Banten. Acta Veterinaria Indonesia, 4 (2): 88-96. Zacharia, S. dan Kakati, V.S. 2004. Optimal

salinity and temperature of early developmental stages of Penaeus merguensis de Man. Aquaculture, 232: 378–382.

Gambar

Gambar 2. Hubungan variabel pH dengan prevalensi IMNV.
Gambar 3 menunjukkan hasil analisis  regresi  mengenai  hubungan  faktor  salinitas  dan  prevalensi  IMNV  selama  penelitian  menunjukkan  hubungan  linier
Gambar 5 menunjukkan hasil analisis

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dengan uji bakteriologis menunjukkan bahwa udang putih yang dipasarkan di pasar tradisional dan modern dari Surabaya

Konsep awal yang digunakan adalah alat pencetak kue culut yang saat ini digunakan pada IKM La Madre, dimana penggunakan memiliki keluhan pada saat menggunakan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 33 Tahun 2020 tentang Penetapan Besaran Insentif Bulanan Dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan Yang Menangani

Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat besar akan menyebabkan tingkat stres yang tinggi yang berpengaruh terhadap karakteristik personal auditor

 Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi menilai kegiatan memecahkan masalah tentang materi kegiatan ekonomi masyarakat di dataran.. Kegiatan Deskripsi kegiatan

Kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam (PAI) MIM Gonilan Kartasura yaitu menguasai konsep, struktur, materi, dan pola pikir keilmuan yang mendukungmata pelajaran

Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisa perubahan penggunaan lahan yang tampak melalui citra satelit pada Kelurahan Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota

Hasil penelitian diperoleh bahwa efikasi diri dan motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa, baik secara parsial maupun