• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin satis (artinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin satis (artinya"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kepuasan

2.1.1 Pengertian Kepuasan

Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “factio” (melakukan atau membuat). Kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’ (Tjiptono, 2004). Kepuasan juga dapat diartikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler, 2000).

Menurut J. Paul Peter, Jerry C. Olson dalam Usmara (2003), kepuasan atau ketidakpuasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang diterima setelah membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima setelah membeli maka konsumen mengalami kepuasan.

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas maka mereka akan terus melakukan

▸ Baca selengkapnya: kata 'syawara' dari segi bahasa artinya....

(2)

pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas mereka akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialaminya.

Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai disiplin ilmu (Andreassen, 1994). Terdapat banyak definisi mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) (dalam Supranto, 2000) yang mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang merasa surprise atas harapannya. Tse dan Wilton (1988) menyarankan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan.

Parasuraman et al (1990) dalam Irawan (2008), mengemukakan kepuasan pelanggan sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan (expectation) dan kinerja (performa). Sementara itu Engel et al (1994) dalam Supranto (2000) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Definisi-definisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumption suatu barang atau jasa.

Tjiptono (2004), ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan mamantau kepuasan pelanggannya, diantaranya adalah :

(3)

1. Sistem keluhan dan saran

Memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk menyampaikan saran, keluhan dan pendapat mereka mengenai produk/jasa. Metode ini bersifat pasif sehingga agak sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan / ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas lantas akan menyampaikan keluhannya, bisa saja lantas mereka langsung beralih kepada produk / penyedia jasa lain dan tidak akan membeli lagi produk/jasa perusahaan tersebut. Upaya mendapatkan saran dari pelanggan juga sulit diwujudkan terlebih bila perusahaan tidak memberikan timbal balik yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah berpikir menyumbangkan ide untuk perusahaan.

Survei kepuasan pelanggan untuk mengetahui kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan metode survei, baik melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada pelanggannya.

2. Ghost shopping

Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost

shopes) untuk berperan sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan

pesaing. Selanjutnya gost shopes tersebut menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam membeli produk tersebut.

(4)

3. Lost customer analisys

Perusahaan berusaha menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini akan sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas performance produk/jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas apabila harapannya terpenuhi dan akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui (Supranto, 2000). Terpenuhinya kebutuhan pasien akan memberikan gambaran kepuasan pasien, oleh karena itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada pandangan pasien terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.

Faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan apabila dalam identifikasi lebih banyak untuk pengenalan kebutuhan konsumen, maka kepuasan pasien/pelanggan lebih cenderung untuk mengevaluasi hasil pemanfaatan yang lalu dan pengalaman tersebut akan dijadikan sebagai dasar untuk pemanfaatan berikutnya. Menurut Umar (2000), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan terhadap suatu jasa, antara lain :

1. Harga, harga yang rendah menimbulkan persepsi produk tidak berkualitas. Harga yang terlalu rendah menimbulkan persepsi pembeli tidak percaya kepada penjual, sebaliknya harga yang tinggi menimbulkan persepsi bahwa produk tersebut berkualitas.

(5)

2. Citra, citra yang buruk menimbulkan persepsi produk tidak berkualitas sehingga pelanggan mudah marah untuk kesalahan kecil sekalipun. Citra yang baik akan menimbulkan persepsi bahwa produk berkualitas, sehingga pelanggan akan mudah memaafkan suatu kesalahan meskipun tidak untuk kesalahan selanjutnya. 3. Tahap pelayanan, kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai pelayanan yang

didapatkan selama menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan akan menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan yang ada. 4. Momen pelayanan, kinerja pelayanan ditentukan oleh : pelayanan, proses

pelayanan dan lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan. Kesinambungan pelayanan akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan/pasien, dan pasien yang merasa terpuaskan akan melakukan pemanfaatan ulang terhadap pelayanan kesehatan yang pernah diterimanya.

2.1.2 Karakteristik Jasa dan Pemasaran Jasa

Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Lupiyoadi, 2001). Rangkuti (2002) menyebutkan bahwa jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan yang tidak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Sedangkan Kotler (2002) mendefinisikan jasa sebagai

(6)

setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

2.2 Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 2000).

2.2.2 Komponen Pelayanan Kesehatan Dasar

Konsep pelayanan kesehatan dasar mencakup nilai-nilai dasar tertentu yang berlaku umum terhadap proses pengembangan secara menyeluruh, tetapi dengan penekanaan penerapan di bidang kesehatan seperti berikut (Tjitarsa, 2000).

1. Kesehatan secara mendasar berhubungan dengan tersedianya dan penyebaran sumberdaya-bukan hanya sumberdaya kesehatan seperti dokter, perawat, klinik, obat, melainkan juga sumberdaya sosial-ekonomi yang lain seperti pendidikan, air dan persediaan makanan.

2. Pelayanan kesehatan dasar dengan demikian memusatkan perhatian kepada adanya kepastian bahwa sumberdaya kesehatan dan sumberdaya sosial yang ada telah tersebar merata dengan lebih memperhatikan mereka yang paling membutuhkannya.

(7)

3. Kesehatan adalah satu bagian penting dari pembangunan secara menyeluruh. Faktor yang memengaruhi kesehatan adalah faktor sosial, budaya, dan ekonomi di samping biologi dan lingkungan.

4. Pencapaian tarif kesehatan yang lebih baik memerlukan keterlibatan yang lebih baik dari penduduk, seperti perorangan, keluarga, dan masyarakat, dalam pengambilan tindakan demi kegiatan mereka sendiri dengan cara menerapkan perilaku sehat dan mewujudkan lingkungan yang sehat.

2.2.3 Karakteristik Pelayanan Kesehatan

Menurut Evan (2000) kebutuhan hidup manusia dalam pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu : uncertainty,

asymetri of information dan externality. Ketiga ciri utama tersebut menyebabkan

pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atas jasa lainnya. 1. Uncertainty

Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahawa kebutuhan akan

pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya yang dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk yang penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan penduduk yang relatif berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan medisnya. Maka dalam hal ini

(8)

seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut mana kala seseorang menderita sakit.

2. Asymetry of Information

Sifat kedua asymetry if Information menunjukkan bahwa konsumen palayanan kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan provider (dokter dan petugas kesehatan lainnya) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas pelayanan yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan Phelps. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah pasien membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak.

Kondisi ini sering dikenal dengan consumen ignorence atau konsumen yang bodoh. Pasien tidak mengetahui berapa harga dan berapa banyak tindakan medis yang diperlukan, ataupun pasien yang memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dilakukan meskipun pasien mungkin seorang profesor.

3. Externality

Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja

memengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli. Sebagai contoh adalah konsumsi rokok yang mempunyai risiko besar bukan pada perokok, akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuk, oleh karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawab bersama (public). Ciri unik tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein.

(9)

2.2.4 Syarat-Syarat Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (2000) terdapat beberapa syarat pelayanan kesehatan yang baik, antara lain yaitu :

a. Tersedia dan berkesinambungan

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat setiap saat dibutuhkan.

b. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

c. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. d. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

e. Berkualitas

Menunjukkan tingkat kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan serta tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

Azwar (2000), menyatakan bahwa secara umum dimensi kepuasan pasien bervariasi sekali. Suatu palayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang berkualitas apabila penerapan standard dan

(10)

kesehatan yang mengacu pada standar dan kode etik profesi yang pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :

a. Hubungan Dokter-Pasien

Terbinanya hubungan dokter-pasien yang baik, adalah salah satu dari kewajiban etik. Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas, hubungan dokter-pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan. Adalah amat diharapkan setiap dokter dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui oleh pasien. b. Kenyamanan Pelayanan

Untuk dapat menyelenggarkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, suasana pelayanan yang nyaman harus dapat dipertahankan. Kenyamanan yang dimaksud disini tidak hanya yang menyakut fasilitas yang disediakan, tetapi yang terpenting lagi yang menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

c. Kebebasan Melakukan Pilihan

Suatu pelayanan kesehatan disebut berkualitas apabila kebebasan memilih ini dapat diberikan, dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap penyelenggara pelayanan kesehatan.

d. Pengetahuan dan Kompetensi Teknis

Pelayanan kesehatan yang didukung oleh pengetahuan dan kompetensi teknis bukan saja merupakan bagian dari kewajiban etik, tetapi juga merupakan prinsip

(11)

pokok penerapan standar pelayanan profesi. Secara umum disebutkan makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut maka makin tinggi pula kualitas pelayanan kesehatan.

e. Efektivitas Pelayanan

Semakin efektif pelayanan kesehatan tersebut, maka makin tinggi pula kualitas pelayanan kesehatan.

f. Keamanan Tindakan

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas, aspek keamanan tindakan ini haruslah diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik, dan karena itu tidak boleh dilakukan.

2.2.5 Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap dan mengalami tingkat proses

(12)

transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya,2004). Pasien mendapat 5 (lima) pelayanan yaitu:

a. Tahap Admission, yaitu pendaftaran pasien samapai dengan dirawat di rumah sakit. b. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.

c. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi

d. Tahap Inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.

e. Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan. Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk didiagnosa ulang.

Muninjaya (2004) paket pelayanan rawat inap di Rumah Sakit, meliputi: a. Perawatan berdasarkan kelas perawatan

b. Persalinan Normal atau Patologis

c. Tindakan Pembedahan sesuai kebutuhan medis Pelayanan Penunjang, meliputi:

1) Radiologi 2) USG 3) EKG

4) Laboratorium 5) Fisioterapi

(13)

Rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan cara menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya dan memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik lainnya setiap hari. Pasien peserta Askes sosial pada unit rawat inap adalah pasien yang memiliki status yang dibayar oleh pihak asuransi sebagai badan penyelenggara atas biaya yang diklaim oleh rumah sakit.

Pasien-pasien ini memiliki keterkaitan dengan pihak asuransi sebagai badan penyelenggara yang mengharuskan mereka berobat di rumah sakit tertentu termasuk karena ketentuan pembayaran biaya yang ditanggung oleh pihak asuransi sebagai badan penyelenggara. Jadi pasien peserta Askes sosial dapat dikatakan tidak bebas memilih tempat berobat.

2.3 Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

(14)

Penyelenggarakan dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem. Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :

1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.

2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan.

3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain.

4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap pasien.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009, pembedaan tingkatan kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi 4 (empat) tingkatan yaitu :

(15)

1. Rumah Sakit Umum Klas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

2. Rumah Sakit Umum Klas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah Sakit Umum Klas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum Klas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan.

Komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis,(15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral,(17) keselamatan kerja, kebakaran dan

(16)

kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.

2.3.2 Fungsi Rumah Sakit

Fungsi rumah sakit tidak secara keseluruhan dapat dilakukan oleh seluruh rumah sakit milik pemerintah atau swasta, tetapi tergantung pada klasifikasi rumah sakit. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui bahwa rumah sakit dengan kategori/kelas A, mempunyai fungsi, jumlah dan kategori ketenagaan, fasilitas, dan kemampuan pelayanan yang lebih besar daripada rumah sakit dengan kelas lainnya yang lebih rendah (Undang-Undang No. 44 tahun 2009).

2.4 Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman dalam Irawan (2008), kualitas pelayanan kesehatan didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Menurut Berry, Zeithaml dan Parasuraman atau biasa dikenal dengan teori SERVQUAL terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat diraba (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empathy .

Menurut Wyncof (dalam Tjiptono, 2005), kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang

(17)

diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dianggap buruk.

Kualitas pelayanan merupakan driver dari kepuasan pelanggan yang bersifat multidimensi. Untuk mengetahui dimensi manakah yang penting dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan maka konsep SERVQUAL yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithaml dapat dijadikan suatu acuan. Konsep tersebut memformulasikan 5 dimensi, yaitu tangible, handal (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empathy (Parasuraman dalam Irawan, 2008).

1. Dimensi Tangible (wujud/tampilan), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa wujud/tampilan melalui fisik, perlengkapan, penampilan karyawan, dan peralatan komunikasi. Servise tidak dapat dilihat, tidak dapat dicium dan tak dapat diraba maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan 2. Dimensi Reliability (kehandalan), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa

kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai janji yang ditawarkan, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal dan akurat. Dalam pelayanan jasa dapat meliputi : kecepatan pelayanan, ketepatan pelayanan dan kelancaran pelayanan. Dimensi ini sering dipersepsikan dimensi paling penting bagi pelanggan industri jasa.

(18)

3. Dimensi Responsiveness (ketanggapan), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa kemauan pihak pemberi pelayanan untuk memberikan informasi dan membantu merespon kebutuhan atau keinginan konsumen dengan segera. Dimensi ini dinamis dimana harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap dimensi ini adalah berdasarkan persepsi bukan aktual, karena persepsi mengandung aspek psikologis maka faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam memengaruhi penilaian pelanggan.

4. Dimensi Assurance (jaminan), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa adanya jaminan yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan petugas, kesopanan dan keramahan petugas, kemampuan petugas dalam berkomunikasi, sifat dapat dipercaya dan adanya jaminan keamanan.

5. Dimensi Empathy adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa pemberian perhatian yang sungguh-sungguh dari pemberi pelayanan kepada konsumen secara individual.

Lima dimensi kualitas tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, dimana pelanggan akan mempersepsikan pelayanan yang telah diterima sebagai pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan harapannya.

Wijono (2000), kualitas pelayanan agak sulit diukur karena umumnya bersifat subyektif dan menyangkut kepuasan seseorang. Hal ini tergantung pada persepsi, label, sosial ekonomi, norma, pendidikan dan kepribadian. Gambaran pasien mengenai kualitas pelayanan, yaitu :

(19)

a. Dokter terlatih baik

b. Perhatian pribadi dokter terhadap pasien c. Privacy dalam diskusi penyakit

d. Biaya klinik terbuka

e. Waktu tunggu dokter yang singkat f. Informasi dari dokter

g. Ruang periksa yang baik h. Staf yang menyenangkan i. Ruang tunggu yang nyaman

Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien merupakan nilai subyektif, namun tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Wijono, 2000).

Kualitas pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas bagi seseorang terhadap pelayanan yang diterima, kualitas yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan, kecepatan pelayanan, lingkungan pelayanan yang menyenangkan, keramahan petugas,

(20)

kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau (Irawan, 2008).

Gifari (2000), konsumen pelayanan kesehatan akan membandingkan pelayanan kesehatan yang diterima dengan harapan terhadap pelayanan yang diberikan sehingga membentuk kepuasan kualitas pelayanan. Hasil dari membandingkan tersebut dapat berupa :

1. Jika harapan itu terlampaui, maka pelayanan tersebut dirasakan sebagai kualitas pelayanan yang luar biasa

2. Jika harapan sama dengan pelayanan yang dirasakan, maka kualitas memuaskan 3. Jika harapan tidak sesuai atau tidak terpenuhi maka kualitas pelayanan tersebut

dianggap tidak dapat diterima atau mengecewakan pasien.

Pelayanan kesehatan dikatakan berkualitas apabila mampu menimbulkan kepuasan bagi pasien yang dilayaninya. Kualitas pelayanan menjadi kunci dalam mencapai kepuasan pelayanan yang diberikan.

2.4.1 Kualitas Pelayanan Rawat Inap

Menurut Jacobalis (2000), kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, yaitu :

a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis

Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainnya.

(21)

b. Efisiensi dan efektivitas

Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.

c. Keselamatan pasien

Aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien. d. Kepuasan pasien

Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Azwar (2000), kualitas asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila :

a. Memberikan rasa tentram kepada pasien.

b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata pengelola rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulang.

Berdasarkan kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :

a. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan segera.

b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu menaruh kepercayaan bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar.

c. Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.

(22)

d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit e. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional

f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman. 2.4.2 Pelayanan Tenaga Medis

Tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar untuk menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di Rumah Sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan kualitas sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dari rumah sakit.

Menurut Donabedian (1980) Notoatmodjo (2005), perilaku dokter dalam aspek manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi dan manajemen terpadu, manajemen kontinuitas dan koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup 4 (empat) hal, yaitu :

a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap

d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga 2.4.3 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolak ukur keberhasilan

(23)

pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat. Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam menyelenggarakan upaya kualitas, karena selain jumlahnya yang dominan juga pelayanannya menggunakan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses keperawatan (Aditama, 2004)

Keperawatan adalah profesi di rumah sakit yang berperan penting untuk penyelenggaraan upaya menjaga kualitas pelayanan kesehatan. Kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen keperawatan, Griffith (2000). Kegiatan keperawatan yaitu:

1. Pelayanan keperawatan personal, berupa pelayanan keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu, pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat, dan lain-lain.

2. Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik, mengingat perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga merupakan petugas yang paling tahu tentang keadaan pasien.

3. Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. Komunikasi yang baik dengan keluarga atau kerabat pasien akan membantu proses penyembuhan pasien itu sendiri.

4. Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan fisik, mikrobiologik dan keamanan.

(24)

5. Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit. Program ini diberikan pada pasien dengan materi spesifik sesuai dengan penyakit yang di deritanya.

Menurut Nursalam (2002), standar praktek keperawatan di Indonesia disusun oleh Depkes RI yang terdiri dari beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commission

on Accreditationof Health care Organisation (1999) terdapat 8 standar tentang

asuhan keperawatan meliputi: (1). menghargai hak-hak pasien, (2). penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit, (3). observasi keadaan pasien, (4). pemenuhan kebutuhan nutrisi, (5). asuhan pada tindakan non operatif dan administratif, (6) asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasive, (7). pendidikan kepada pasien dan keluarga, dan (8) pemberian asuhan kepada pasien secara terus menerus dan berkesinambungan

2.4.4 Penyediaan Sarana Medik, Non Medik dan Obat-obatan

Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang untuk melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung dari tipe rumah sakit, tersedianya sarana penunjang medik juga tersedia alat-alat keperawatan. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yan mutlak diperlukan, bagian farmasi bertanggung jawab atas pengawasan dan kualitas obat. Persediaan obat harus cukup, penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal kadaluwarsanya, dan sebagainya.

(25)

2.5 Landasan Teori

Kualitas pelayanan merupakan driver dari kepuasan pasien yang bersifat multidimensi. Untuk mengetahui dimensi manakah yang penting dalam memengaruhi kepuasan pelanggan maka konsep SERVQUAL yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithaml dapat dijadikan suatu acuan. Konsep tersebut memformulasikan 5 dimensi, yaitu tangible (wujud/tampilan), handal (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empathy (Parasuraman dalam Irawan, 2008).

Gambar 2.1 Landasan Teori

Sumber :Parasuraman dalam Irawan (2008)

Kualitas Pelayanan - Reliability - Responsiveness - Assurance - Empathy - Tangibles Harapan pelanggan Pelayanan yang Diterima Kepuasan Pasien

(26)

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Pelayanan a Reliability (X1) b Responsiveness (X2) c Assurance (X3) d Empathy (X4) e Tangibles (X5) f Kepuasan Pasien (Y)

Gambar

Gambar 2.1 Landasan Teori
Gambar 2.2  Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Pelayanan a  Reliability (X1) b  Responsiveness (X2) c  Assurance (X3) d  Empathy (X4) e  Tangibles (X5) f   Kepuasan Pasien (Y)

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PERILAKU BELAJAR SISWA DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN TUBAN.

Penggunaaan model pembelajaran kontekstual berbasis berita diharapkan agar mahasiswa bisa langsung berhubungan dengan kehidupan nyata, karena banyak mahasiswa yang

Menurut Lubis (1992) persentase karkas ayam yang mendapat ransum dengan kandungan protein 23% akan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapat ransum dengan protein

Setelah proses ini, arang kulit singkong yang telah dihaluskan, dicampurkan dengan masing-masing perekat yaitu tepung tapioka, tepung sagu dan tanah liat,

Persepsi kesiapan kerja mahasiswa setelah melaksanakan Kerja Praktik Industri (KPI) pada Prodi Pendidikan Informatika dijabarkan menjadi Sembilan indikator, yaitu: (a)

RENDAH Tidak ada kewajiban dengan bahasa atau indikator yang mengikat, sekedar pedoman RENDAH Banyak yang bisa dipahami secara luas, misal apa saja aktivitas yang

Pengakuan pendapatan (revenue) dikemukan di dalam Standar Akuntansi Keuangan (2009:23) adalah Pendapatan diakui dalam laporan rugi laba kalau kenaikan manfaat

headway , load factor , dan waktu perjalanan, mengetahui tarif angkutan yang sesuai berdasarkan Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP), dan