• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI

DI KECAMATAN WARUNGKONDANG,

CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

Oleh:

DAVID ERICK HASIAN

A 14105524

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI

DI KECAMATAN WARUNGKONDANG,

CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

Oleh :

DAVID ERICK HASIAN A 14105524

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

SSSSss

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

Judul Skripsi : Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat.

Nama : David Erick Hasian NRP : A14105524 Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D. NIP. 132 158 758 Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG

BERJUDUL USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI

DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 2 September 2008

DAVID ERICK HASIAN (A14105524)

(5)

RINGKASAN

DAVID ERICK HASIAN. Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan

Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Di bawah bimbingan

MUHAMMAD FIRDAUS.

Penelitian ini dilatarbelakangi usahatani kacang kapri yang sudah mulai banyak di budidayakan di Kecamatan Warungkondang, Cianjur.Usahatani kacang kapri yang diusahakan para petani tersebut masih dalam skala kecil. Kondisi tersebut dapat dilihat dari luasan produksi yang masih minim. Skala usaha yang kecil menghasilkan produksi yang terbatas sehingga berpengaruh terhadap pendapatan para petani. Disamping itu, di yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang memuaskan diperoleh dengan memilih saluran tataniaga yang efisien. Terkait dengan karakteristik kacang kapri yang tidak tahan lama, maka kondisi ini juga memungkinkan adanya masalah dalam penanganan pasca panen dan proses distribusi kacang kapri dari produsen hingga konsumen akhir.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Warungkondang yang terletak di Kabupaten Cianjur yang dilakukan pada bulan Maret – Juni 2008. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dilakaukan dengan wawancara langsung dengan petani, sedangkan dat sekunder di peroleh dari BPS dan sumber lain yang relevan. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan diberikan penjelasan secara deskriptif. Analisis usahatani kacang kapri yang dilakukan adalah analisis pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C). Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga kacang kapri. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga.

Sistem penamanan kacang kapri dibagi menjadi dua sistem tumpangsari dan monokultur. Besarnya total biaya tunai untuk luasan rata-rata yang dikeluarkan oleh petani adalah Rp 925.820 (79,42 persen dari biaya total) dan besarnya biaya diperhitungkan Rp 239.827,77 (20,57 persen dari biaya total), sedangkan luasan perhektar Rp 11.572.750. Sehingga biaya total usahatani kacang kapri yang ditumpangsari dengan tomat untuk sekali musim tanam Rp 1.165.647,77. Untuk golongan petani ini pengeluaran terbesar terdapat pada tenaga kerja dari luar yaitu 27,70 persen dari total biaya. Total biaya tunai perluasan rata-rata sebesar Rp 239.827,77 sedangkan untuk luasan per hektar Rp 2.997.847,13. Besarnya total biaya usahatani kacang kapri dengan sistem monokultur untuk total biaya diperhitungkan Rp 2.193.394,70 (87,23 persen dari biaya total) sedangkan untuk total biaya tetapnya Rp 321.127,84 (12,77 persen dari biaya total). Pengeluaran terbesar dari petani golongan ini terdapat pada media kacang kapri untuk merambat yaitu ajir dan tenaga kerja, karena dengan luasan yang lebih membutuhkan banyak ajir dan tenaga kerja. Dari hasil tersebut sistem penanaman yang berbeda membutuhkan biaya yang berbeda pula. Petani dalam luasan rata-rata dengan sistem monokultur membutuhkan biaya yang lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh luas areal lahan yang lebih luas untuk monokultur. Perbedaan mencolok terdapat pada kedua golongan petani ini terdapat pada biaya

(6)

tunai. Karena semakin luas lahan yang ditanam maka akan semakin banyak yang akan dihasilkan. Namun dalam luasan satu hektar total biaya tunai pada monokultur lebih rendah dibanding dengan tumpangsari. Dapat dikatakan penggunaan input pada monkultur lebih efisien.

Untuk luasan satu hektar produktivitas kacang kapri dengan luasan lahan 0,08 ha sebesar 2.606,25 kg sedangkan luasan 0,21 ha sebesar 2.921,9 kg. Hasil dari tumpangsari lebih sedikit dibanding monokultur dikarenakan jarak penanaman dari tumpangsari lebih lebar. Untuk penerimaannya petani tumpangsari kacang kapri Rp 21.110.625 dan tomat Rp 23.249.916 sedangkan petani monokultur adalah Rp 23.667.390. Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani dan biaya total usahatani. Nilai pendapatan bersih usahatani kacang kapri untuk satu musim penanaman dengan luasan satu hektar bagi petani tumpangsari adalah Rp 29.787.668,88 dengan R/C rasio 3,04. Ini berarti dengan Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh petani maka akan memperoleh imbalan penerimaan sebesar Rp 304. Sedangkan bagi petani dengan sistem monokultur, besarnya pendapatan bersih yang diperoleh adalah Rp 11.696.170,83 dengan nilai R/C rasionya 1,98 yang artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan petani akan menghasilkan imbalan penerimaan sebesar Rp 198.

Dari 30 responden ada dua pola saluran tataniaga yang terdapat di kecamatan Warungkondang yaitu pola I petani ke koperasi sebesar 60 persen dan pola II ke pedagang pengumpul sebesar 40 persen. Besarnya total margin pada pola I Rp 9.200 dan pola II Rp 4.500. Dari kedua saluran tataniaga tersebut mempunyai karakteristik berbeda. Kacang kapri yang masuk ke pasar tradisional mempunyai kualitas yang lebih rendah namun jumlahnya banyak. Sedangkan untuk kacang kapri yang lebih bagus dipasarkan ke supermarket namun dengan jumlah lebih sedikit. Berdasarkan marjin tataniaga pola dua memiliki marjin yang kecil tapi dengan Farmer’s Share yang lebih besar.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1983 di Jakarta sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara keluarga Bapak Sabar Oscar Simamora dan Ibu Rafina br Situmeang.

Pendidikan dasar hingga SMU diselesaikan di Jakarta. Pada tahun 1989 penulis masuk Taman Kanak-Kanak Cendrawasih. Pada tahun 1995 lulus dari SD Negeri 07 Kramat Pela Jakarta, tahun 1998 lulus dari SMP PSKD 4 (Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta) Jakarta, dan pada tahun 2001 lulus dari SMU Cendrawasih Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasisiwa Diploma III di Program Studi Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan membandingkan pendapatan usahatani kacang kapri monokultur dengan tumpangsari dan mengidentifikasi pola efisiensi saluran pemasaran kacang kapri dari produsen sampai ke konsumen.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat menjadi referensi dan informasi bagi pihak yang memerlukannya. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan penulis dengan menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Namun, dengan segala keterbatasan yang ada diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2008 DAVID ERICK HASIAN A14105524

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan berkat penyertaannya sehingga memberikan kekuatan dan kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Papa, Mama, Kakak (Osfina dan Febrina), serta Adikku (Sabrina) yang selalu memberikan dukungan doa, materi, kasih sayang, perhatian, dan semangat yang tiada henti untuk keberhasilan penulis.

2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran, dan perhatiannya yang sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Febriantina Dewi, SE, Msc selaku dosen evaluator yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

5. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan mengenai teknik penulisan karya ilmiah yang baik dan benar.

6. Mark Majus yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar. 7. Keluarga besar Simamora dan Situmeang atas dukungannya

8. Rekan-rekan dari kosan Borobudur dan rekan ekstensi khususnya Irene, Septi, dan Nova atas dukungan dan semangatnya.

(10)

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Bogor, September 2008

(11)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Kapri ... 7

2.2. Budidaya Kacang Kapri ... 8

2.3. Penelitian Terdahulu Usahatani dan Pemasaran Terdahulu... 9

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 12

3.1.1 Analisis Usaha... 12

3.1.2 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)... 13

3.1.3 Konsep Tataniaga ... 13

3.1.4 Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 15

3.1.5 Fungsi-fungsi Tataniaga... 16 3.1.6 Struktur Pasar ... 17 3.1.7 Perilaku Pasar ... 18 3.1.8 Keragaan Pasar... 19 3.1.7.1 Margin Tataniaga ... 19 3.1.7.2 Farmer’s Share... 21

3.1.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ... 22

(12)

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 24

4.3. Pengambilan Responden ... 25

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 26

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 26

4.5.2 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran... 27

4.5.3 Analisis Farmer’s Share ... 27

4.5.4 Marjin Pemasaran... 28

4.5.5 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 29

BAB V. GAMBARAN UMUM 5.1. Letak Geografis ... 31

5.2. Karakteristik Responden ... 32

5.2.1 Tingkat Pendidikan... 32

5.2.2 Usia... 33

5.2.3 Pengalaman ... 33

BAB VI. HASIL PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Umum Usahatani Kacang Kapri... 35

6.2. Analisis Pendapatan Usahatni Kacang Kapri... 37

6.2.1 Analisis Biaya Usahatani Kacang Kapri ... 37

6.2.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 42

6.2.3 Analsisis Perbandingan Pendapatan Usahatani... 43

6.3. Saluran Tataniaga ... 46

6.4. Fungsi Tataniaga ... 47

6.4.1 Fungsi-fungsi Tataniaga Petani... 47

6.4.2 Fungsi-fungsi Tataniaga oleh Pedagang Pengumpul ... 48

6.4.3 Fungsi-fungsi Tataniaga oleh Koperasi... 49

6.4.4 Fungsi-fungsi Tataniaga oleh Supermarket... 49

(13)

6.5. Analisis Struktur Pasar ... 51

6.6. Prilaku Pasar... 52

6.6.1 Kegiatan Penjualan dan Pembelian ... 52

6.6.2 Sistem Penentuan Harga... 53

6.6.3 Kerjasama antar Lembaga ... 54

6.7. Marjin Tataniaga ... 54

6.8. Farmer’s Share... 56

6.9. Rasio Keuntungan dan Biaya ... 57

6.10. Analisis Efisiensi Tataniaga ... 59

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 61

7.2. Saran... 62

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rata-rata perkapita per hari Konsumsi Protein di Indonesia ... 1

2. Kandungan yang terdapat pada Sayuran ... 2

3. Sentra Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Tahun 2006(dalam Ha) ... 3

4. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk... 18

5. Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008 ... 33

6. Karakteristik Umur Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008 ... 33

7. Pengalaman Bertani Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008 ... 34

8. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Kacang Kapri ... 40

9. Total Biaya Usahatani Kacang Kapri per Luasan Rata-rata dan per Hektar per Musim Tumpangsari dan Monokultur...41

10. Perbandingan Pendapatan Petani Kacang Kapri per Musim Tumpangsari dan Monokultur di Kecamatan Warungkondang... 43

11. Fungsi Fungsi Tataniaga pada Lembaga Pemasaran Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang... 51

12. Penyebaran Harga Rata-rata Margin Kacang Kapri... 56

13. Farmer’s Share Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang ... 57

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan Antara Marjin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga Serta

Marketing Cost and Charge... 20

2. Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani dan

Pemasaran Kacang Kapri ... 23 3. Saluran Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang... 47

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner penelitian ... 65

2. Responden kacang kapri tumpangsari dengan tomat ... 69

3. Responden kacang kapri sistem monokultur ... 70

4. Gambar Kacang Kapri... 71

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sub sektor hortikultura menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

Komoditas hortikultura yang mendapat perhatian khusus salah satunya adalah sayuran karena memiliki prospek yang cerah. Hal ini disebabkan peningkatan pendapatan masyarakat yang tidak hanya membawa dampak positif terhadap pendidikan dan kesadaran pemeliharaan kesehatan tapi juga mempengaruhi pola konsumsi. Hal ini diikuti juga dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran konsumen tentang pentingnya kecukupan gizi dari sayuran.

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari di Indonesia1

Tahun

Komoditi 1999 2002 2003 2004 2005 2006

Ikan 6,07 7,17 7,91 7,65 8,02 7,49

Daging 1,33 2,26 2,62 2,54 2,61 1,95

Telur dan Susu 1,43 2,33 2,22 2,38 2,71 2,51

Sayuran 2,23 2,49 2,75 2,57 2,52 2,66

Buah-buahan 0,33 0,45 0,46 0,43 0,43 0,39

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sayuran cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Karena selain bisa dinikmati untuk variasi makanan, sayuran mempunyai gizi yang tinggi dan menyehatkan bagi tubuh. Kandungan yang terdapat dalam sayuran dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

(18)

Tabel 2. Kandungan Nutrisi yang Terdapat dalam Sayuran2

Jenis sayur Wortel Kacang Kapri Bawang Daun Kubis Kentang

Bagian yang dapat

digunakan (%) 88,00 100,00 67,00 100,00 85,00 Energi (Cal) 42,00 42,00 29,00 12,00 83,00 Protein (gram) 1,20 3,30 1,80 0,50 2,00 Lemak (gram) 0,30 0,20 0,70 0,10 0,10 Karbohidrat (gram) 9,30 9,60 5,20 2,00 19,10 Calsium (mg) 39,00 51,00 55,00 14,20 11,00 Phosfor (mg) 37,00 85,00 39,00 14,00 56,00 Zat besi (mg) 0,80 1,00 7,20 0,50 0,70 Vit A (RE) 1800,00 21,00 205,00 21,00 0,00 Vit B (ug) 0,10 0,20 0,10 0,30 0,10 Vit C (mg) 6,00 49,00 37,00 17,60 17,00

Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang mendukung untuk sektor pertanian dan memiliki letak yang cukup strategis, yaitu dekat dengan kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Disamping dekat dengan kota besar, suhu dan keadaan Cianjur juga mendukung untuk sektor pertanian. Sektor pertanian di dekat perkotaan memiliki keunggulan spesifik dan sangat prospektif. Hal ini disebabkan jarak antara sentra produksi dengan daerah pemasaran sangat dekat sehingga memiliki pangsa pasar yang besar, permintaan produk pertanian segar dan olahan sangat beragam. Adapun pemilihan komoditas potensial yang memiliki daya saing dan nilai tambah harus dilakukan dalam upaya meningkatkan ketersediaan dan keragaman pangan. Berikut tabel sentra produksi sayuran di Cianjur.

(19)

Tabel 3. Sentra Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Tahun 2007 (Ha)

Sentra Wortel Bawang Daun Tomat Kentang Kubis Cabe Kacang Kapri

Warungkondang 19 14 47 0 37 33 25 Pacet 2073 1632 13 3 11 14 10 Cugenang 794 691 260 96 434 69 15 Sukanegara 0 36 7 1 55 24 12 Tokakal 0 669 355 0 371 75 0 Campaka 0 42 68 0 65 104 20 Cobinong 19 4 6 4 17 129 0 Sumber: Bina Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur (2006)

Kacang kapri merupakan salah satu komoditas sayuran yang sudah mulai banyak dibudidayakan di Cianjur, sejak tujuh tahun terakhir . Kacang kapri merupakan tanaman yang berumur pendek dan hanya tumbuh di daerah pegunungan atau bersuhu dingin. Usahatani kacang kapri tampaknya menjadi pilihan potensial bagi petani, selain masih jarang diusahakan umur panen juga singkat dan harga yang cukup tinggi.

Untuk memasarkan produk hasil pertanian petani harus melalui beberapa tahap agar hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Produksi kacang kapri di Kecamatan Warungkondang perlu disalurkan ke konsumen agar petani memperoleh pendapatan. Oleh karena itu, diperlukan saluran tataniaga atau pemasaran yang baik. Permintaan konsumen terhadap kacang kapri harus dapat dipenuhi dengan sistem tataniaga atau pemasaran yang efisien. Melalui efisiensi pemasaran tersebut akan berdampak pada tingkat harga kacang kapri yang adil secara ekonomis yang dapat membantu dalam peningkatan keuntungan para petani kacang kapri dan lembaga tataniaga yang terlibat.

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Sistem produksi pertanian hortikultura di Kecamatan Warungkondang pada saat ini sudah mulai bergeser. Pada mulanya kegiatan bercocok tanam hortikultura hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Seiring dengan jumlah permintaan yang semakin meningkat maka terjadi pergeseran petanian hortikultura menjadi pertanian yang komersial dan menjadi sumber pendapatan pokok pada umumnya petani. Salah satu komoditi pertanian hortikultura yang berpotensi adalah kacang kapri.

Bagi petani pendapatan merupakan insentif sehingga petani mau menanam suatu komoditi. Pendapatan yang diperolehnya ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan oleh harga yang diterima saat panen. Harga produk dipengaruhi oleh banyaknya lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran kacang kapri.

Melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian tanaman yang paling banyak di budidayakan bahwa di Kecamatan Warungkondang adalah padi, sedangkan untuk tanaman hortikultura salah satunya kacang kapri. Usahatani kacang kapri yang diusahakan para petani tersebut masih dalam skala kecil. Kondisi tersebut dilihat dari luasan produksi yang masih minim. Skala usaha yang kecil menghasilkan produksi yang terbatas sehingga berpengaruh terhadap pendapatan para petani. Untuk meningkatkan pendapatan petani dapat menggunakan alternatif dalam menanam kacang kapri yaitu dengan tumpangsari kacang kapri dengan tumpangsari. Di kecamatan Warungkondang petani kacang kapri ada yang menggunakan sistem tumpangsari dan monokultur. Tanaman yang

(21)

digunakan petani untuk tumpangsari adalah tanaman tomat. Alasan petani di Kecamatan Warungkondang memilih tumpangsari dengan tomat karena umur panennya hampir bersamaan.

Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat. Pemasaran kacang kapri yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang memuaskan diperoleh dengan memilih saluran tataniaga yang efisien. Saluran tataniaga yang efisien dipengaruhi oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terkait di dalamnya. Terkait dengan karakteristik kacang kapri yang tidak tahan lama, maka kondisi ini juga memungkinkan adanya masalah dalam penanganan pasca panen dan proses distribusi kacang kapri dari produsen hingga konsumen akhir. Banyaknya saluran tataniaga yang ada memberikan alternatif pilihan saluran tataniaga bagi petani dalam memasarkan kacang kapri. Alternatif pilihan tersebut menghadapkan petani pada situasi yang belum mereka ketahui.

Lembaga yang terlibat dengan pemasaran kacang kapri di kecamatan Warungkondang ada dua yaitu Koperasi dan Pedagang pengumpul Peranan lembaga-lembaga tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga kacang kapri belum diterapkan dengan baik, sehingga keuntungan dan marjin yang diterima oleh lembaga tataniaga kurang memuaskan. Hal tersebut mengakibatkan petani kurang tanggap dalam mengelola usahatani dan memasarkan hasil produksi kacang kapri.

Oleh sebab itu, untuk melihat apakah kondisi usahatani dan pemasaran kacang kapri sudah cukup baik dalam pengembangan komoditas kacang kapri,

(22)

maka perlu perlu diadakan penelitian terhadap hal ini. Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa hal yang perlu diketahui untuk melihat permasalahan yang dihadapi oleh petani yaitu :

1. Bagaimanakah tingkat pendapatan petani kacang kapri monokultur di bandingkan dengan tumpangsari?

2. Bagaimanakah pola saluran pemasaran dalam sistem pemasaran kacang kapri dari petani produsen hingga konsumen ?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Membandingkan pendapatan usahatani kacang kapri monokultur dengan tumpangsari.

2. Mengindentifikasi pola efisiensi saluran pemasaran kacang kapri dari produsen sampai ke konsumen.

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keadaan usahatani kacang kapri di daerah penelitian. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan usahatani kacang kapri dan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang Kapri

Kapri merupakan tanaman kacang polong yang masih muda berasal dari Asia Barat Daya, kemudian disebarkan ke Eropa sejak jaman perunggu. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan bentuk kerdil. Ukuran panjang buah polongnya adalah 2,5-12,5 cm dan lebar 1,2-2,5 cm. Warna polongnya bervariasi dari hijau kekuningan sampai hijau muda berdaging serta permukaannya mengandung lilin. Jumlah biji dalam polong berkisar 2-10 biji (Kay, 1979). Mutu kapri tergantung pada kandungan gula dan kelunakannya. Dengan semakin masak dan semakin besarnya buah, kandungan gulanya cepat menurun, sedang kadar zat painya dan proteinnya meningkat sebanding dengan kadar gula. Dengan demikian kandungan gula tinggi merupakan penunjuk mutu yang tinggi

Kapri termasuk famili Leguminosae dan genus Pisum, suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 13-180C. Curah hujan yang diperlukan 800-1000 mm

pertahun, pH tanah 5,5-6,5, dan ketinggian 1200 m. Pemanenan kapri dilakukan 56-84 hari setelah penanaman (Kay, 1979). Penampakan polong dapat dipakai sebagai petunjuk kemasakan. Polong harus terisi biji muda dan lunak yang warnanya berubah dari hijau tua ke hijau muda. Kadar air yang baik pada saat panen adalah 74 persen.

(24)

2.2 Budidaya Kacang Kapri

a. Penyiapan Lahan

Pembukaan lahan dilakukan dengan tujuan agar lahan yang digunakan media tanam siap untuk diolah. Seluruh luasan lahan yang akan digunakan untuk kegiatan dibuka dan dibersihkan dari rumput-rumput dan ranting-ranting pohon. Tanah dicangkul dengan kedalaman 20-30 cm setelah tanah dihaluskan dan diratakan lapisan tanah dan lapisan tanah bawah. Tanah yang diolah diberi jarak antar bedengan 30 cm. Pemupukan dasar pada tanaman kapri dilakukan dengan cara menaburkan pupuk kompos dengan dosis 1 kg/m.

b. Penanaman

Pembuatan lubang tanam ini dilakukan dengan menggunakan tugal dengan kedalaman 2,5-5 cm. Jarak lubang tanam pada tanaman kapri dengan ukuran 10 cm x 15 cm. Setelah pembuatan lubang tanam selesai menaburkan benih kapri ke dalam lubang tanam. Sebelum dilakukan penaburan sebaiknya benih kapri direndam dengan air hangat selama satu jam.

c. Pemeliharaan.

Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan atau alat bantu kored dan sabit. Penyiangan dilakukan pada tanaman berumur sekitar dua minggu dan pada minggu keempat. Penggemburan dilakukan sepanjang bedengan agar tanah menjadi lebih gembur. Penyiraman dilakukan pada setiap pagi setiap hari sekali jika tidak turun hujan. Pemasangan ajir dilakukan pada umur tanaman tiga minggu atau pada saat ketinggiannya sekitar 15 cm. Ajir yang dipasang berupa potongan bambu yang ditancapkan tegak lurus di tengah bedengan dengan jarak 1 m dan ketinggian 1,5 m. Setelah ajir terpasang diberikan

(25)

tali yang direntangkan antar ajir dengan jarak 20 cm. Tali ajir dipasang dengan maksud sebagai media lanjaran atau tempat rambatnya tanaman kapri. Pemupukan susulan dilakukan dua kali yaitu pada saat umur tiga minggu dan berumur 30 hari. d. Pemanenan

Tanaman kapri merupakan tanaman musiman yang hasil panen berupa kacang kapri pada saat tanaman berumur 45-50 hari. Polong kacang kapri yang sudah panen memiliki ciri polong berwarna hijau dan bertekstur lunak.

2.3 Hasil Penelitian Usahatani dan Pemasaran Terduhulu

Manurung (1998), menunjukan bahwa tanaman pisang dari usahatani rakyat dibudidayakan secara intensif dan merupakan tanaman sampingan yang tidak terawat dengan baik karena rendahnya harga yang diterima petani, sehingga belum dijadikan mata pencaharian pokok dan tidak memberikan insentif bagi petani untuk terus berusahatani. Hasil analisis pendapatan usahatani yang diperoleh adalah senilai Rp 682.000,00 setiap tahunnya R/C rasio yang mmeperhitungkan tenaga kerja keluarga sebesar 6,12, sedangkan tanpa memperhitungkan tengah kerja keluarga R/C rasio sebesar 78,53, sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani pisang sebagai sampingan memiliki potensi menambah tingkat pendapatan petani walaupun harga ditingkat petani rendah yaitu Rp 220,00/kg. Stuktur pasar pada usahatani pisang segar di Desa Sadeng Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah struktur pasar oligopsoni diamana jumlah pembeli relatif lebih sedikit sedangkan yang menjual lebih banyak. Struktur pasar monopsoni terjadi antara petani dan pedagang pengumpul

(26)

akibat adanya ikatan hubungan utang-piutang dan lemahnya kondisi ekonomi petani sehingga tidak terdapat alternatif lain untuk memasarkan hasil produknya

Mulyani (2000), penelitian tentang usahatani kubis merupakan penghasilan utama bagi penduduk Desa Argalingga. Hasil analisis usahatani kubis menunjukan bahwa usahatani menguntungkan bagi petani, walaupun keuntungan yang diperoleh kecil. Golongan petani memiliki lahan <0,5 hektar, nilai R/C rasionya 1,11 dan golongan peatani >0,5 hektar 1,14. Dari tiga pola saluran pemasaran pola I dan pola II adalah saluran pemasaran lokal sedangkan pola III adalah saluran pemasaran antar daerah. Berdasarkan margin pemasaran pola II memiliki margin terkecil dengan farmer’s share terbesar.

Prestiani (2004), penelitian tentang Analisis Usahatani dan Pembesaran Buah-buahan Unggulan di Kabupaten Serang. Studi bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani durian, pisang, salak, dan rambutan di daerah Kabupaten Serang. Menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan tiap lembaga pemasaran yang terkait, sehingga ditemukan saluran pemasaran yang efisien, mengukur marjin pemasaran yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran. Pendapatan yang diperoleh petani terdiri dari pendapatan berdasarkan atas biaya total dan biaya tunai. Nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C) tunai dan total untuk usahatani semua buah-buahan unggulan lebih besar dari 1. R/C tunai dan total untuk durian, pisang, salak, dan rambutan masing-masing secara berurutan sebesar 7,51 dan 1,30; 10,69 dan 1,11; 18,61 dan 1,09; 5,19 dan 3,22. Ini berarti usahatani buah-buahan unggulan di Kabupaten Serang efisien untuk dikembangkan. Farmer’s

(27)

yaitu sebesar 57,6 persen. Farmer’s share terbesar yang diterima oleh petani pisang yaitu pada jalur dua sebesar 14,98 persen. Dari harga jual pedagang pengecer pada salak jalur tiga merupakan farmer’s share terbesar yang diterima petani yaitu sebesar 30,39 persen. Sama halnya dengan rambutan farmer’s share terbesar yang diterima petani rambutan adalah pada jalur 3 yaitu sebesar 40,08 persen.

Fauzia (2006) tentang pendugaan elastisitas permintaan input dan penawaran Usahatani Kacang Tanah di Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi keuntungan petani dan elastisitas permintaan input dan penawaran output usahatani kacang tanah. Nilai inelastis penawaran output terhadap harga input bersifat inelastis dan semuanya bertanda negatif. Nilai elastisitas penawaran akibat perubahan harga sendiri menggambarkan pengaruh perubahan penawaran kacang tanah akibat perubahan harga kacang tanah tersebut. Hasil pendugaan menunjukan bahwa nilai elastisitas bertanda positif yaitu benilai 1,03. Artinya apabila harga kacang tanah meningkat satu persen akan meningkatkan penawaran kacang tanah sebesar 1,03. Nilai elastisitas penawaran harga sendiri untuk kacang tanah adalah elastisistas yang berarti bahwa perubahan penawaran output akibat perubahan harga sendiri

Perbedaan dari penelitian yang diusulkan disini, selain lokasi penelitiannya juga terletak pada kenyataan bahwa komoditi dari kacang kapri belum ada yang meneliti khususnya pada analisis usahatani. Melihat penelitian-penelitian tersebut, bisa ditunjukkan bahwa penelitian-penelitian ini berbeda dan diharapkan dapat menyumbang pengetahuan baru dalam hal pendapatan usahatani dan tataniaga komoditi sayuran dalam skala kecil.

(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani

Biaya usaha adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usaha budidaya yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan, walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Lipsey et al, 1995).

Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Sedangkan pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani dipengaruhi antara lain : (1) skala usaha, (2) penggunaan teknologi baru, (3) ketersediaan modal, (4) tingkat harga output, (5) ketersediaan tenaga kerja keluarga, (6) tingkat pengetahuan dan ketrampilan, (7) sarana transportasi, (8) sistem pemasaran, (9) kebijakan pemerintah dan sebagainya (Soekartawi dkk, 1986)

Menurut Tjakrawiralaksana (1983), revenue usahatani adalah besarnya nilai output usaha, baik dari produk utama maupun dari produk sampingan yang dihasilkan. Pendapatan adalah total penerimaan (TR) dikurangi dengan total biaya (TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga per satuan produk.

(29)

Analisis ini bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Hernanto, 1989). Rumus ini diformulasikan sebagai berikut:

Keuntungan (π) = TR - TC

Keterangan:

TR = Total Penerimaan TC = Total Pengeluaran

Kriteria yang digunakan adalah:

TR > TC, maka usaha untung TR = TC, maka usaha impas TR < TC, maka usaha rugi

3.1.2 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Analisis ini bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama periode satu tahun) cukup menguntungkan dan menilai. Seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha perikanan tertentu dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Hernanto, 1989).

Formulasi rumus sebagai berikut:

BiayaTotal Total Penerimaan C R/ = Kriteria usaha: R/C >1, usaha untung R/C =1, usaha impas R/C <1, usaha rugi 3.1.3 Konsep Tataniaga

Pengertian tataniaga dapat dilihat dengan pendekatan manajerial (aspek pasar) dan aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, tataniaga merupakan

(30)

analisis perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian pemasaran untuk menentukan kedudukan pasar. Ditinjau dari aspek ekonomi, tataniaga merupakan distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas-fasilitas untuk bergerak, mengalir, dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Selain itu, tataniaga merupakan kegiatan produksi karena meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan. Tataniaga pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasaan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong, 1997).

Kohls dalam Reynold Sitompul (2007) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga, yaitu :

1. Pendekatan Fungsi (the fungsional approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (the institutional approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pelaku-pelaku itu adalah pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang

(31)

pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur, dan organisasi lainnya yang terlibat.

3. Pendekatan Sistem (the bahavior system approach)

Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan, untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the

communication system.

3.1.4 Lembaga dan Saluran Tataniaga

Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran.

Saluran tataniaga adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987).

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu :

(32)

1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.

3.1.5 Fungsi-fungsi Tataniaga

Limbong dan Sitorus (1987), mendefenisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu :

1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengelolaan.

(33)

3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

3.1.6 Struktur Pasar

Struktur pasar (market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau

concentration, deskripsi dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan

sebagainya (Limbong, 1997). Pada struktur pasar dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat (market conduct) dan selanjutnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar (market

performance) yang ada didalam sistem tataniaga tersebut.

Analisis struktur pasar mendorong studi tentang faktor teknik, motivasi, institusi, dan organisasi yang mempengaruhi kebiasaan perusahaan dalam pasar. Struktur pasar dicirikan oleh: (1) Jumlah dan ukuran pasar, (2) Diferensiasi produk, (3) Kebebasan keluar masuk pasar, dan (4) Pengetahuan partisipan tentang biaya, harga, dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Pada Tabel 4 menyajikan karakteristik struktur pasar.

(34)

Tabel 4. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk

Karakteristik Struktur Pasar

Jumlah

Perusahaan Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli Banyak Banyak Sedikit Sedikit Satu Homogen Diferensiasi Homogen Diferensiasi Unik Persaingan Murni Persaingan Monopolistik Oligopoli Murni Oligopoli diferensiasi Monopoli Persaingan Murni Persaingan Monopolistik Oligopsoni Murni Oligopsoni Diferensiasi Monopsoni

Sumber: Dahl dan Hammond, 1977 3.1.7 Perilaku Pasar

Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga, dan strategi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas harga, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga yang terlibat dalam tataniaga (Azzaino, 1982).

Menurut Asmarantaka (1999), perilaku pasar ada tiga cara yaitu: (1) penentuan harga dan setting level of output; menetapkan penentuan harga tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, melainkan ditetapkan secara bersama-sama oleh penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga, (2) product

promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan, (3) predatory and exlusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong

perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini berusaha menguasai bahan baku, sehingga perusahaan pesaing tidak berproduksi dengan menggunakan

(35)

3.1.8 Keragaan Pasar

Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977). Efisiensi tataniaga dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis margin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.

3.1.8.1 Margin Tataniaga

Margin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tataniaga.

Menurut Dahl dan Hammond (1977), mendefenisikan margin tataniaga sebagai perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Margin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin tataniaga (value of

marketing margin) merupakan perkalian antara margin tataniaga dengan volume

produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 1. Pendekatan terhadap

(36)

nilai margin tataniaga dapat melalui return to factor (marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang diberikan untuk lancarnya proses tataniaga dan input-input lainnya, serta dengan pendekatan return to

institution (marketing charge), yaitu pendekatan melalui lembaga-lembaga

tataniaga yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen, dan pengecer).

Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi yang dilakukan antar lembaga biasanya berbeda-beda. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir berbeda. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat, akan semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga ditingkat konsumen. Secara grafis margin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut :

Harga Sr Pr Sf C A Pf Dr B Df 0 Qr, f

Gambar 1. Hubungan Antara Margin Tataniaga, Nilai Margin Tataniaga serta Marketing Cost and Charge Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Keterangan :

A = Nilai margin tataniaga ((Pr-Pf).Qr,f) B = Marketing cost and Marketing charge

(37)

Pr = Harga di tingkat pedagang pengecer Pf = Harga di tingkat petani

Sr = Supply di tingkat pengecer (derived supply)

Sf = Supply di tingkat petani (primary supply)

Dr = Demand di tingkat pengecer (derived demand)

Df = Demand di tingkat petani (primary demand)

Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer

Besarnya margin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi.

3.1.8.2 Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s

share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima

lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987).

3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).

(38)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian mengenai analisis usahatani dan margin pemasaran kacang kapri dilakukan dengan menilai pendapatan usaha tani yang merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang terjadi. Pendapatan usahatani ini mencakup pendapatan tunai dan pendapatan total.

Sistem penaman kacang kapri terbagi menjadi dua yaitu monokultur dan tumpangsari. Setelah pendapatan usahatani diukur dengan mengurangkan penerimaan usahatani kacang kapri yang dinilai dari total nilai produk yang dihasilkan dikali jumlah fisik output dengan harga yang terjadi dan alokasi biaya usahatani meliputi biaya sarana produksi yang habis terpakai, biaya tenaga kerja dan lain-lain. Pendapatan ini kemudian dibandingkan dengan biaya yang terjadi (R/C) untuk mengetahui efisiensi usahatani ini. Bila R/C lebih besar dari satu maka usahatani ini efiesien untuk dilaksanakan, tetapi bila nilai R/C lebih kecil dari satu berarti usahatani ini tidak efisiensi untuk dilaksanakan.

Pemasaran kacang kapri yang terjadi ada dua pola yaitu petani menjual ke koperasi dan ke pedagang pengumpul. Pola tersebut akan diukur dengan menganalisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran yang turut terlibat, fungsi pemasaran yang diterima lembaga pemasaran, struktur, analisis margin pemasaran, dan keterpaduan pasar

(39)

Usahatani Kacang Kapri

Permasalahan:

- Fakta mengenai sistem penaman monokultur dan tumpangsari - Jalur pemasaran antara ke

koperasi dengan pedagang pengumpul

Analisis Pemasaran: - Analisis struktur pasar - Analisis pola saluran - Analisis margin pemasaran

Efisiensi Pemasaran Usahatani Kacang Kapri:

- Analisis pendapatan usahatani - Analisis imbangan penerimaan

dan biaya usahatani (R/C rasio)

Efisiensi Usahatani

Rekomendasi

(40)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Tegalega dan Padaluyu Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi di Kecamatan Warungkondang dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa merupakan memberikan sumbangan produksi kacang kapri yang besar di Kabupaten Cianjur. Kegiatan pengumpulan data penelitian akan dilakukan pada bulan Maret-Juni 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan pelaku lembaga-lembaga tataniaga seperti petani kacang kapri, pedagang pengumpul, koperasi, pasar tradisional, supermarket dan konsumen akhir. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan tanam sampai pada tahap saluran tataniaga. Responden yang diwawancarai diberikan kuesioner untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Data sekunder diperoleh dari laporan atau catatan kelompok tani, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, artikel dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

(41)

4.3 Pengambilan Responden

Pemilihan responden petani kacang kapri dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling). Jumlah seluruh responden yang diambil disesuaikan dengan luasan lahan lebih dari 500 m dan berdasarkan sistem tanam. Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak 42 responden yang terdiri dari 30 orang petani, lima orang pedagang pengumpul, satu koperasi dan pasar tradisional. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur pemasaran tersebut tidak terputus.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (observasi) dan metode kuesioner (angket).

Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan tataniaga dan kegiatan budidaya yang berlangsung di lokasi penelitian. Penulis juga melakukan wawancara dengan para petani kacang kapri, pedagang pengumpul, koperasi, dan pasar tradisional untuk mengetahui sistem tataniaga dan kegiatan usaha kacang kapri. Metode kuesioner (angket) dilakukan untuk mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar, lembaga dan saluran tataniaga serta fungsi-fungsi tataniaga.

Hasil wawancara dengan kuesioner diperlukan untuk mengetahui margin kontribusi tiap lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar. Metode Pengamatan langsung dan wawancara dilakukan bagi petani untuk mengetahui kegiatan budidaya, mulai dari proses produksi sampai pada proses tataniaga. Hasil

(42)

dari pengamatan, dianalisis untuk mengetahui tingkat keuntungan masing-masing usaha kacang kapri.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Hasil dari pengumpulan data dipergunakan untuk menganalisis sistem tataniaga dan analisis usahatani. Data yang dipakai untuk mengetahui margin tataniaga diolah secara manual dengan rumus matematis sederhana. Pengolahan data untuk analisis usahatani menggunakan alat bantu komputer dengan program Ms. Excel.

Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder akan

dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan kalkulator dan komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis saluran pemasaran, analisis efisiensi saluran pemasaran, analisis margin pemasaran dan Farmer’s Share.

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus:

Pendapatan (π) = TR – TC

Dimana: TR = Total Penerimaan

(43)

Dengan kiteria:

1. Jika TR>TC maka usaha untung, 2. Jika TR=TC, maka usaha impas, dan 3. Jika TR<TC, maka usaha rugi

Selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C ratio bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama satu periode) cukup menguntungkan. Seberapa jauh setiap biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha usahatani tertentu dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Formulasi rumus sebagai berikut:

BiayaTotal Total Penerimaan Cratio R/ = = BD BT P Q + .

Dimana : Q = Total Produksi (Kg) P = Harga Jual Produk (Rp) BT = Biaya Tunai (Rp)

BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)

4.5.2 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran kacang kapri akan diteliti dari produsen sampai ke konsumen akhir, dan pola pemasarannya didasarkan pada alur pemasaran yang terjadi di tempat penelitian.

4.5.3 Analisis Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s

(44)

lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s Share berhubungan negatif dengan margin pemasaran, artinya semakin tinggi margin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (farmer’s share) semakin rendah. Rumus untuk menghitung farmer’s share adalah: Dimana : % 100 Pr x Pf Fs= Fs = Farmer’s Share

Pf = Harga di tingkat petani

Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir

4.5.4 Margin Pemasaran

Analisis margin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran kacang kapri. Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang terjadi di tingkat produsen (harga beli) dengan harga di tingkat konsumen (harga jual). Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan margin tataniaga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mi = Hji-Hbi Dimana:

Mi = Margin pemasaran pada tingkat ke-i Hji = Harga jual pasar tingkat ke-i

(45)

Besarnya margin pemasaran juga dapat diperoleh dengan menjumlahkan biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh dari setiap lembaga pemasaran, yaitu:

Mi = Ci + πi

Dimana:

Mi = Margin pemasaran pada tingkat ke-i Ci = biaya lembaga pemasaran di tingkat ke-i πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Sehingga:

Hji – Hbi = Ci + πi

Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan pada tingkat ke-i adalah:

Maka besarnya margin pemasaran adalah:

, mi = ∑Mi dimana: πi = Hji – Hbi - Ci

i = 1,2,3,...,n

mi = Total margin tataniaga

4.5.5 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya

(46)

tataniaga yang dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Keuntungan dan Biaya =

i Biayake i ke Keuntungan − − Dimana :

Keuntungan ke-i = keuntungan lembaga pemasaran Biaya ke-i = Biaya lembaga pemasaran

(47)

V. GAMBARAN UMUM

KECAMATAN WARUNGKONDANG

5.1 Letak Geografis

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Warungkondang, Cianjur. Kecamatan Warungkondang merupakan salah satu sentra produksi hortikultura yang berada di Cianjur ,karena dengan suhu yang mendukung untuk budidaya sayuran.

Kecamatan Warungkondang merupakan dataran tinggi yang berada di jalur protokol antara Sukabumi dan Bandung dengan luas wilayah 48.850 km. Dengan ketinggian 700-1100 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu rata-rata harian yang terjadi di daerah ini adalah 18-25 0C dengan pH tanah 5-6. Sedangkan curah hujan yang tercatat pada tahun 2005 adalah 3400 mm/tahun dan banyaknya hari hujan 98 hari.

Kecamatan Warungkondang terdiri dari 11 desa. Jumlah penduduk laki-laki 31.986 jiwa dan perempuan 31.843 jiwa, dengan jumlah keseluruhan 63.820 yang mencapai 65 jiwa/km. Berdasarkan data kecamatan Warungkondang terdiri dari 33 dusun, 299 Rukun tetangga, dan 82 Rukun warga. Dari jumlah desa tersebut mayoritas desa berada pada ketinggian sekitar < 500 m terhadap permukaan laut.

Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar tanah yang terdapat di Kecamatan Warungkondang digunakan sebagai sawah dan ladang, artinya sebagian besar penduduk ini hidup dari bercocok tanam, sedangkan untuk areal pemukiman dan perumahan bagi responden dan penduduk desa termasuk dalam urutan kedua.

(48)

Adapun batas wilayah Kecamaatan Warungkondang sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kecamatan Cugenang

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Gekbrong 3. Sebelah Barat : Kecamatan Cilaku 4. Sebelah Timur : Kecamatan Cibeber

5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyerap dan memahami informasi yang disampaikan. Berdasarkan wawancara pada umumnya responden telah terlepas dari buta huruf dan hitung, meskipun para petani tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi. Hal tersebut memudahkan petani kacang kapri menerima informasi dan teknologi berkaitan budidaya kacang kapri. Pendidikan formal petani kacang kapri meliputi SD sampai dengan SMU sederajat. Sebagian besar responden didominasi oleh lulusan SD yakni 60 persen, kemudian SMP 26,7 persen, dan SMA 13,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para petani kacang kapri sangat rendah dan menunjukkan bahwa untuk bertani kacang kapri tidak dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikkan, melainkan lebih dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Untuk tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.

(49)

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

SD 18 60

SMP 8 26,7

SMA 4 13,3

Jumlah 30 100

Sumber : Data primer diolah 5.2.2 Usia

Bertani adalah mata pencaharian sebagian besar penduduk Kecamatan Warungkondang. Umur rata-rata responden di kelompokan menjadi tiga kelompok yaitu 30-40 tahun, 40-50 tahun, dan 50 tahun lebih. Pembagian umur responden dan persentase dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Umur Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008

Golongan Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)

30-40 8 26,7

40-50 12 40

>50 10 33,3

Jumlah 30 100

Sumber : data primer diolah

Dapat dikatakan bahwa petani kacang kapri umumnya berada diatas 30 tahun dimana pada usia ini para petani sudah memiliki lahan sendiri untuk diolah. Hal ini juga digambarkan oleh luasan lahan yang dimiliki oleh 15 responden memiliki lahan lebih dari 1000 m dan 15 responden yang memiliki lahan kurang dari 1000 m.

5.2.3 Pengalaman

Keberhasilan suatu usahatani selain dari tingkat pendidikannya ditentukan juga dari pengalamannya. Dari 30 orang responden yang diperoleh rata-rata adalah 10-20 tahun. Untuk lebih jelasnya klasifikasi pengalaman petani pada Tabel 7.

(50)

Tabel 7. Pengalaman Bertani Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008

Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah (Orang) Presentase (%)

<10 5 16,7

10-20 15 50

>20 10 33,3

Jumlah 30 100

Sumber : Data diolah

Dari 30 responden petani kacang kapri diperoleh informasi bahwa usahatani kacang kapri yang luasan lahan kurang dari 1000 m merupakan petani dengan sistem tumpang sari, sedangkan luasan lebih dari 1000 m hanya fokus untuk kacang kapri (monokultur). Alasan seluruh responden dalam mengusahakan kacang kapri adalah karena harga cukup tinggi dan umur panen tergolong singkat.

Berdasarkan wawancara usaha budidaya kacang kapri yang dilakukan petani responden untuk lahan kurang 1000 m sebagian petaninya melakukan tumpang sari dengan tomat atau sawi namun, karena yang paling banyak tomat jadi peneliti hanya mengambil tumpang sari dengan tomat. Sedangkan lahan lebih dari 1000 m menggunakan pola monokultur. Lahan yang digunakan petani responden sebagian besar merupakan adalah milik sendiri. Jumlah responden memiliki lahan sendiri adalah 20 orang. Selain milik sendiri ada juga yang menyewa lahan dengan jumlah 10 orang.

(51)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI

6.1 Gambaran Umum Usahatani Kacang Kapri

Berdasarkan hasil pengamatan usahatani hortikultur di Kecamatan Warungkondang pada umumnya petani umumnya mengusahakan tomat. Namun sudah mulai diikuti dengan kacang kapri yang sudah mulai banyak ditanam oleh petani setempat. Disamping itu juga mereka menanam kentang, cabe, daun bawang, kubis cabe dan wortel. Namun umumnya kacang kapri ditanam secara monokultur dan sedikit yang menumpang sari dengan sayuran jenis lainnya.

Kacang kapri banyak ditanam di dataran tinggi dengan suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 13-180C. Curah hujan yang diperlukan 800-1000 mm pertahun, pH tanah 5,5-6,5, dan ketinggian 1200 m. Pemanenan kapri dilakukan 40-50 hari setelah penanaman. Penampakan polong dapat dipakai sebagai petunjuk kemasakan. Polong harus terisi biji muda dan lunak yang warnanya berubah dari hijau tua ke hijau muda. Panen diketahui biasanya tanaman kacang kapri berbunga.

Cara petani memproleh bibit kacang kapri ada dua cara yaitu menyemai dengan membeli bibit dari luar. Sebagian besar petani menyemai benih kacang kapri sendiri. Varietas yang banyak dibudidayakan petani di Kecamatan Warungkondang ialah kapri Gajih.

Pengolahan lahan dilakukan dilakukan biasanya 10 hari sebelum tanam agar keadaannya sempurna untuk mendukung pertumbuhan tanaman kcang kapri. Setelah tanah diolah dan bedengan selesai dibuat maka tanah dicampur dengan

(52)

tanaman kacang kapri ditanaman 20 hari setelah tomat agar panen dapat dilakukan serempak. Selain itu perbedaan dengan yang ditumpangsari adalah jarak tanamnya yaitu lebih panjang dibanding dengan monokultur.

Tahap selanjutnya adalah pemeliharaan tanaman meliputi beberapa kegiatan yaitu penyiraman, penyiangan, pemasangan ajir (dilakukan pada umur tiga minggu), perlindungan tanamanan, dan pemupukan. Untuk pemupukan kimiawi kacang kapri yang dilakukan petani di tempat penelitian memakai NPK pada penanaman dan pupuk cair “Super Grow” pada umur 25 hari untuk mempercepat pertumbuhan. Sedangkan untuk pencegahan hama dilakukan penyemprotan insktisida yang dilakukan empat kali selama masa penanaman. Untuk pembelian pupuk dibeli dari kios-kios yang berada di daerah sekitar Kecamatan Warungkondang.

Pada pengolahan lahan dan penanaman banyak diperlukan pekerja sehingga petani perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengupah. Untuk pengolahan lahan umumnya dilakukan oleh tenaga kerja pria. Bagi petani yang memiliki lahan yang ditumpangsari kegiatan pengolahan lahan, penyiraman, penyiangan biasanya dilakukan sendiri. Sedangkan lahan yang hanya fokus pada kacang kapri saja untuk pengolahan dan pemasangan ajir mengupah tenga kerja dari luar. Petani kacang kapri di tempat penelitian kegiatan penyiraman, penyiangan, pemupukan tanaman biasanya dilakukan tenaga kerja pria. Namun untuk pemanenan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Untuk satu kali kerja seorang tenaga kerja pria diberi upah Rp 10.000/hari (dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00 WIB) dan bagi tenaga kerja wanita upah yang diberikan Rp 6.000/hari.

(53)

6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Kacang Kapri

Seperti pada kegiatan produksi lainnya, usahatani kacang kapri akan di nilai dari pendapatan yang merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Pengukuran penerimaan pada penelitian ini didasarkan pada hasil produksi selama musim tanam. Dalam setahun petani kacang kapri memiliki lima sampai enam kali pemanenan namun untuk yang ditumpangsari dengan tomat hanya berkisar empat kali.

Dalam menganalisis pendapatan petani kacang kapri di Kecamatan Warungkondang akan digolongkan menjadi dua golongan petani tumpangsari dengan tomat dan golongan petani hanya kacang kapri saja. Bagian yang berbeda terletak untuk pemakaian tenaga kerja dimana untuk tumpangsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga sebaliknya dengan petani yang hanya kacang kapri saja menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.

6.2.1 Analisis Biaya Usahatani Kacang Kapri

Komponen biaya total dikelompokan menjadi dua bagian yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya-biaya yang dibayarkan oleh petani seperti pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja dari luar keluarga. Sedangkan biaya di perhitungkan ialah biaya yang dibebankan kepada usahatani seperti tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, dan sewa lahan.

1. Biaya Tunai

Besarnya penggunaan benih yang dikeluarkan untuk sekali penanaman bagi golongan petani tumpangsari perluasan rata-rata adalah 2,03 liter dimana per liternya kapri Rp 40.000 dan benih tomat 3,06 gram dimana dijual per amplop

(54)

berisi 10 gram Rp 93.000 sedangkan bagi petani monokultur (kacang kapri saja) adalah 6,33 liter. Untuk penggunaan benih per hektar bagi golongan tumpangsari benih kacang kapri 25,37 liter dan tomat 38,25 gram sedangkan untuk monokultur menggunakan 30,13 liter.

Penggunaan pupuk kandang bagi petani kacang kapri di Kecamatan Warungkondang, merupakan salah satu yang penting mengingat perbedaan tingkat kesuburan tanah yang dimiliki petani. Pupuk kandang diberikan pada setiap

musim tanam perluasan rata-rata petani golongan tumpangsari adalah 12,66 karung, sedangkan untuk monokultur 32,6 karung, dimana harga perkarung

sebesar Rp 5.000. Untuk luasan perhektar pupuk kandang yang digunakan sistem tumpangsari 158,25 karung dan monokultur 155,2 karung. Penggunaan pupuk kimia seperti NPK (Rp 2.600/kg), Urea (Rp 2.500/kg) dan Super Grow (Rp 15.000/liter), untuk tumpang sari 27,66 kg, 16,9 kg, dan 1,5 liter sedangkan untuk petani monokultur 117,73 kg, 46,67 kg, dan 3,13 kg. Untuk pencegahan penyakit dan hama penggangu penggunaan insektisida dan fungisida tumpangsari untuk luasan rata-rata adalah 1,46 gr dan 1,66 gr, sedangkan untuk monokultur 1,3 gr dan 2 gr, dimana pergramnya dijual dengan harga Rp 15.000/gr. Untuk luasan per hektar penggunaan insektisida dan fungisida tumpangsari 18,25 gr dan 20,75 gr, sedangkan monokultur 6,2 gr dan 9,52 gr.

Tanaman kacang kapri adalah tanaman yang merambat untuk itu diperlukan medianya. Petani kacang kapri yang berada di tempat penelitian membuat medianya dari ajir yang panjang ± 2 m dan tali yang terbuat dari karung beras yang dipisah-pisah. Untuk harga ajir dan karung kebutuhan tumpangsari adalah Rp 150.000 dan Rp 6.020, sedangkan untuk petani yang menanam kacang

(55)

kapri saja Rp 375.000 dan Rp 19.180 Untuk luasan per hektar penggunaan ajir dan tali karung tumpangsari Rp 1.875.000 dan Rp 75.250, sedangkan untuk monokultur Rp 1.785.000 dan Rp 91.296,8.

Penggunaan tenaga kerja upahan lebih banyak digunakan pada pekerjaan berat seperti pengolahan, penanaman, dan pemasangan ajir. Keterlibatan tenaga kerja dari luar pada golongan tumpangsari lebih rendah dari dibanding petani monokultur. Hal ini di tunjukan oleh besarnya upah yang dikeluarkan golongan petani monokultur yaitu Rp 611.000 untuk luasan rata-rata, sedangkan untuk luasan perhektar dengan biaya Rp 2.908.360.

2. Biaya diperhitungkan

Biaya di perhitungkan mencakup biaya lahan, biaya tenaga kerja dalam keluarga Perhitungan biaya penyusutan alat-alat pertanian usahatani kacang kapri ini adalah sprayer, cangkul, ember. Karena penggunaan peralatan tersebut tidak habis dipakai, maka diperhitungkan sebagai biaya penyusutan peralatan. Untuk perhitungan penyusutan petani tumpangsari maupun monokultur menggunakan metode garis lurus. Hal ini disebabkan peralatan tersebut masih dapat digunakan untuk beberapa musim tanam selanjutnya tergantung dari umur ekonomis peralatan dan nilai akhir dari alat-alat tersebut dianggap nol karena alat-alat tersebut tidak laku dijual Berikut adalah tabel penyusutan tumpangsari dan monokultur.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari di Indonesia 1
Tabel 2. Kandungan Nutrisi yang Terdapat dalam Sayuran 2
Tabel 3. Sentra Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat     Tahun 2007  (Ha)
Tabel 4. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan  Sifat Produk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun Statuta Roma 1998 telah mengamanatkan terbentuknya ICC dan hal ini telah terwujudkan, namun para pelaku pelanggaran HAM berat yang telah melakukan pelanggran di

Kelima dimensi inilah yang akan digunakan sebagai dasar pedoman untuk menganalisis Buku Sekolah Elektronik (BSE) pelajaran bahasa Indonesia untuk siswa SMP kelas

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa semakin besar variasi ketebalan cat yang diberikan pada spesimen uji maka efektivitas pembacaan ukuran retak dengan

Kegiatan PkM yang diterapkan melalui pelatihan materi etika bisnis dan pemasaran ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada pelaku UMKM, maka selanjutnya perlu

Jika kondisi ini tidak disadari dan dibiarkan oleh seluruh stake holders bangsa ini maka tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi revolusi gaya baru

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya: (1) biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi bersertifikat organik per hektar per satu musim tanam pada Kelompok Tani

[r]