• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT

DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh :

dan

Jati ( ) merupakan salah satu jenis tanaman yang menghasilkan kayu dengan nilai ekonomis tinggi. Di Sumatera, Jati sebenarnya telah sejak lama dibudidayakan oleh masyarakat di Propinsi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran kayu Jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur. Metode survei digunakan untuk mengumpulkan data yang selanjutnya dianalisis untuk mengetahui saluran pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 saluran pemasaran kayu jati rakyat. Pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur umumnya kurang efisien. Saluran pemasaran yang paling efisien dari seluruh saluran pemasaran yang ada adalah saluran pemasaran ke 4 yaitu petani-pedagangperantara-pengrajin meubel di Jepara

Kata kunci : Efisiensi pemasaran, jati, saluran pemasaran,

Jati ( ) merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan kayu yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi. Nilai ekonomi ini timbul baik karena kekuatan, keawetan maupun teksturnya yang indah. Menurut Sumarna (2003) kayu jati banyak dimanfaatkan dalam industri properti seperti untuk rangka, kusen, pintu dan jendela. Selain itu, dengan teksturnya yang indah kayu jati juga banyak dimanfaatkan dalam industri .

Di Pulau Sumatera, Jati telah sejak lama diusahakan oleh masyarakat di Propinsi Lampung. Tanaman jati rakyat juga berkembang ke propinsi lainnya di Sumatera dalam tahun 1990-an, misalnya di Propinsi Bengkulu (Martin 2004). Namun, saat ini animo masyarakat pulau sumatera untuk membudidayakan tanaman jati di kebun mulai mengalami penurunan. Penyebab terhambatnya perkembangan jati sebagai tanaman pilihan hutan rakyat ini teridentifikasi sebagai berikut: (1) Segmentasi pasar lokal kayu jati belum terbentuk sempurna; (2) Pertumbuhan jati tergantung perawatan dan tempat tumbuh; (3) Lahan yang sejak awal ditanami jati secara monokultur tidak bisa dimanfaatkan untuk jenis lainnya (tumpang sari-pola ); (4) Berkembangnya komoditas sawit yang dianggap lebih .

Nur Arifatul Ulya, Edwin Martin, Bambang Tejo Premono Andi Nopriansyah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1) ABSTRAK Tectona grandis Tectona grandis furniture et al. agroforestry profitable 1)

(2)

Berdasarkan hasil riset sosial budaya dan ekonomi kehutanan oleh Badan Litbang Departemen Kehutanan (2004) disebutkan bahwa keengganan masyarakat dalam mengembangkan hutan rakyat adalah akibat tidak tersedianya informasi pasar yang lengkap. Rentabilitas usaha pengelolaan hutan rakyat jati diduga sebagian besar tidak diterima petani, tetapi diterima oleh pedagang perantara, sebab skenario pemasaran masih dikendalikan oleh pedagang dan jaringannya. Kendala tersebut diperburuk dengan belum berfungsinya kelembagaan tataniaga di tingkat petani secara optimal sehingga tidak mampu mengantisipasi perkembangan pasar (Achmad . 2004).

Penurunan minat menanam jati di lahan milik (kebun) antara lain disebabkan oleh tidak tersedianya informasi pasar yang lengkap sehingga mengakibatkan tingginya rentabilitas yang diterima pedagang perantara, sementara petani menerima rentabilitas yang rendah.

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui saluran pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur 2. Mengetahui tingkat efisiensi pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten

Lampung Timur.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat beberapa saluran pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur

2. Pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur tidak efisien

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kajian pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur yang terjadi pada saat pengambilan data dilakukan.

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Timur, tepatnya di Kecamatan Sekampung Udik. Pemilihan lokasi ini berdasarkan data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Lampung Timur yang menyatakan bahwa lokasi tersebut merupakan sentra produksi jati rakyat.

et al

B. Rumusan Permasalahan

C. Tujuan Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

E. Ruang Lingkup Penelitian

II. METODOLOGI A. Lokasi

(3)

B. Metode

1. Pengambilan Data

2. Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh di lapangan dari responden melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner terstruktur dan semi terstruktur. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait, baik berbentuk laporan maupun dokumentasi lainnya.

Penentuan responden dilakukan melalui metode yaitu dengan mengambil sampel salah satu pelaku pasar yang terus menyebar ke pelaku pasar lainnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku sebelumnya. Materi pertanyaan yang diajukan meliputi aspek pasar dari jati rakyat yang meliputi harga jual dan biaya produksinya dimulai dari tingkat petani (produsen) hingga ke pedagang produk akhir kayu jati. Responden meliputi industri pengolahan kayu jati rakyat sebanyak 5 industri, pengrajin kayu jati rakyat sebanyak 10 pengrajin, pedagang pengumpul kayu jati sebanyak 7 pedagang dan petani jati rakyat sebanyak 15 petani pada lokasi yang terpilih. Data sekunder diperoleh dari instansi kehutanan dan pemerintah daerah setempat. Data-data tersebut berupa kebutuhan kayu jati rakyat, harga bahan baku kayu jati rakyat, variasi produk yang dihasilkan, harga produk kayu jati setengah jati, harga produk kayu jati, pemasaran hasil, marjin pemasaran, biaya produksi, biaya investasi.

Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemasaran kayu jati rakyat dalam kajian ini menggunakan dua indikator ekonomi yaitu analisis marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran.

1. Analisis Marjin Pemasaran

Indikator marjin pemasaran dalam sistem tata niaga tujuannya adalah untuk mengetahui alokasi distribusi biaya yang diterima oleh lembaga pemasaran pada sistem tata niaga yang sedang berjalan. Secara matematis formula umum marjin pemasaran dirumuskan sebagai berikut :

Mp = Pr Pf Di mana :

Mp = marjin pemasaran

Pr = harga tingkat konsumen ( ) Pf = harga tingkat produsen.

2. Efisiensi pemasaran

Shepherd (1962) Soekartawi (2002) menyatakan bahwa efisiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan, yang dirumuskan sebagai berikut :

Ep = (TB/TNP) x 100% Di mana :

Ep = efisiensi pemasaran TB = total biaya

TNP = total nilai produk

snowball sampling,

user

(4)

III. SALURAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Hasil wawancara terhadap pelaku pasar jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur menunjukkan bahwa secara umum masyarakat atau petani yang memiliki tanaman jati menjual produk dalam bentuk pohon berdiri kepada pengumpul. Sistem penjualannya adalah dengan cara borongan, baik dalam jumlah besar (lebih dari 10 batang pohon) maupun dalam jumlah kecil (di bawah 10 batang pohon). Dalam hal ini petani menerima hasil bersih penjualan tersebut, tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk penjualan jati. Karena semua biaya mulai dari penebangan sampai pengangkutan ditanggung oleh pengumpul.

Pengumpul melakukan kegiatan pembelian jati dari petani di beberapa tempat sampai terpenuhi kapasitas muatan truk untuk selanjutnya dikirim ke Pulau Jawa, tepatnya ke Jakarta (Klender) dan Jepara dalam bentuk kayu gelondongan dengan panjang sortimen 2 meter. Kayu jati gelondongan ini digunakan sebagai bahan meubel. Pengiriman kayu jati rakyat ke Jawa hampir seluruhnya dilakukan dalam bentuk kayu gelondongan. Pengiriman dalam bentuk kayu gergajian hanya dilakukan jika ada pemesanan.

Pemakaian kayu jati untuk kebutuhan lokal sangat terbatas, hal ini antara lain disebabkan oleh daya beli masyarakat yang terbatas. Pengusaha meubel lokal juga sangat sedikit mengolah bahan dari jati rakyat dengan alasan kemampuan pembelian bahan kayu jati yang sangat terbatas. Kebanyakan bahan meubel untuk segmen pasar lokal adalah kayu bayur. Bahkan beberapa pengusaha meubel hanya menerima upah pengerjaan saja untuk meubel berbahan kayu jati karena umumnya pemesan membawa sendiri bahan (kayunya).

Lokasi kebun petani yang tergolong jauh dengan pengguna yang sebagian besar adalah pengrajin meubel di Pulau Jawa menyebabkan diperlukannya keterlibatan lembaga-lembaga pemasaran dalam proses pemindahan kayu dari berupa pohon berdiri di kebun petani hingga ke tangan konsumen. Sementara harga kayu jati yang terbentuk di pasar tergantung pada tingkatan pelaku dalam saluran pemasaran atau tingkatan pelaku pemasaran dalam tataniaga.

Secara umum terdapat 4 (empat) saluran pemasaran kayu jati rakyat yang terdapat di Kabupaten Lampung Timur, yaitu :

- Saluran 1 (satu), petani menjual langsung berupa pohon berdiri kepada konsumen akhir yang pada umumnya adalah masyarakat dan rumah tangga yang berdomisili dekat dengan petani pemilik pohon jati atau kebun jati. Konsumen mengeluarkan biaya penebangan dan angkutan. Biaya penebangan per meter kubik adalah Rp 46.000, sedangkan ongkos angkut per meter kubik adalah Rp 50.000.

- Saluran 2 (dua), petani menjual pohon berdiri kepada pedagang pengumpul. Kemudian pedagang pengumpul mengeluarkan biaya untuk penebangan, pengangkutan dan SKSHH. Pedagang pengumpul ini selanjutnya menjual kayu gelondongan kepada panglong (depot kayu) atau yang lokasinya masih di satu kabupaten. Biaya yang dikeluarkan oleh panglong atau adalah biaya pengolahan kayu menjadi kayu gergajian.

- Saluran 3 (tiga), petani menjual pohon berdiri kepada pedagang pengumpul yang selanjutnya menjual kayu dalam bentuk gelondongan kepada pengrajin meubel di Jakarta. Adapun biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul

sawmill

(5)

dari mengambil kayu dari petani sampai menjual ke Jakarta meliputi biaya tebang, angkut, SKSHH, pungutan-pungutan selama transportasi kayu gelondongan dari Kabupaten Lampung Timur sampai ke Jakarta, bongkar muat kayu dan biaya transportasi (truk).

- Saluran 4 (empat), petani menjual pohon berdiri kepada pedagang pengumpul yang selanjutnya menjual kayu dalam bentuk gelondongan kepada pengrajin meubel di Jepara (Jawa Tengah). Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dari mengambil kayu dari petani sampai menjual ke Jepara meliputi biaya tebang, angkut (dari lokasi penebangan ke TPn), SKSHH, pungutan-pungutan selama transportasi kayu gelondongan dari Kabupaten Lampung Timur sampai ke Jepara, bongkar muat kayu dan biaya transportasi (truk).

Secara sederhana saluran pemasaran kayu Jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur disajikan pada Gambar 1.

Petani

Pedagang

Pengumpul

Panglong/

sawmill

Konsumen

akhir

Pengrajin

mebel di

Jakarta

Pengrajin

mebel di

Jepara

Gambar 1. Saluran Pemasaran Kayu Jati Rakyat di Kabupaten Lampung Timur

1 2,3,4

2 3

4

IV. EFISIENSI PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

A. Marjin Pemasaran Kayu Jati rakyat

Menurut Soekartawi (2002), marjin pemasaran kayu jati rakyat merupakan perbedaan harga yang diterima petani sebagai produsen terhadap harga yang diterima konsumen. Dalam pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur, selisih harga terjadi karena adanya biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh setiap pelaku yang terlibat dalam kegiatan pemasaran.

Marjin pemasaran kayu jati rakyat dianalisis dengan menggunakan saluran pemasaran yang berlaku selama penelitian berlangsung, yaitu :

(6)

2. Petani Pedagang pengumpul Pengrajin mebel di Jakarta (Saluran 3) 3. Petani Pedagang pengumpul Pengrajin mebel di Jepara (Saluran 4)

Sebaran rata-rata margin, harga dan biaya operasional pemasaran kayu jati rakyat pada Saluran 2 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Rata-rata Marjin, Harga dan Biaya Operasional Pemasaran Kayu Jati Rakyat pada Saluran 2 di Kabupaten Lampung Timur

g g

g g

Uraian (Rp/mHarga3) Share(%)

PETANI

Harga jual (pohon berdiri) 325.000 23,21

PEDAGANG PENGUMPUL Biaya 176.000 12,57 - Tebang 46.000 3,29 - Angkut 50.000 3,57 - SKSHH 80.000 5,71 Margin keuntungan 49.000 3,50 Margin pemasaran 225.000 16,07 Harga Jual 550.000 39,29 PANGLONG/SAWMILL Biaya - pengolahan 550.000 39,29 Margin keuntungan 300.000 21,43 Margin pemasaran 850.000 60,71 Harga Jual 1.400.000 100,00

Pada saluran 2, petani menjual kayu jati dalam bentuk pohon berdiri dengan harga rata-rata Rp 325.000 per meter kubik. Pada saluran 2 harga jual kayu jati dari pedagang pengumpul kepada panglong sebesar 39,29% dari harga yang diterima di tingkat konsumen akhir. Marjin pemasaran yang diterima pedagang pengumpul adalah 16,07% yang terdiri dari biaya pemasaran 12,57% dan keuntungan pemasaran 16,07%. Artinya keuntungan pemasaran total dari pedagang pengumpul lebih besar 3,5% dari biaya pemasaran total yang dikeluarkan.

Pada tingkat panglong/ kayu jati dijual Rp 1.400.000 per meter kubik atau sebesar 100% dari harga di tingkat konsumen akhir. Marjin pemasaran yang diterima adalah sebesar 60,71% yang terdiri dari biaya pemasaran sebesar 39,29% dan margin keuntungan sebesar 21,43%.

Distribusi marjin pemasaran pada tiap tingkatan tidak merata dan keuntungan tertinggi dinikmati oleh panglong/ Marjin keuntungan paling besar adalah panglong/ yaitu sebesar 21,43%. Jika membandingkan besarnya marjin keuntungan, sudah sewajarnya panglong/ mendapatkan marjin keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan pedagang pengumpul. Karena panglong/ juga lebih banyak melakukan proses produksi dan mengeluarkan biaya pemasaran.

Sebaran rata-rata margin, harga dan biaya operasional pemasaran kayu jati rakyat pada Saluran 3 disajikan pada Tabel 2.

sawmill

sawmill. sawmill

sawmill

(7)

Tabel 2. Sebaran Rata-rata Marjin, Harga dan Biaya Operasional Pemasaran Kayu Jati Rakyat pada Saluran 3 di Kabupaten Lampung Timur

Uraian (Rp/mHarga3

)

Share

(%) PETANI

Harga jual (pohon berdiri) 325.000 22,41

PEDAGANG PENGUMPUL Biaya 555.167 38,29 - Tebang 46.000 3,17 - Angkut 50.000 3,45 - SKSHH 80.000 5,52 - Pungutan-pungutan 16.667 1,15 - Bongkar muat 37.500 2,59 - Transportasi 325.000 22,41 Marg in keuntungan 569.833 39,30 Margin pemasaran 1.125.000 77,59

Harga Jual ( di Jakarta) 1.450.000 100,00

Pada saluran 3, petani menjual kayu jati dalam bentuk pohon berdiri dengan harga rata-rata Rp 325.000 per meter kubik. Pada saluran 3 harga jual kayu jati dari pedagang pengumpul kepada pengrajin meubel di Jakarta adalah Rp 1.450.000 atau sebesar 100% dari harga di tingkat konsumen akhir. Marjin pemasaran yang diterima pedagang pengumpul adalah 77,59% yang terdiri dari biaya pemasaran sebesar 38,29% dan marjin keuntungan sebesar 39,30%.

Distribusi marjin pemasaran pada tiap tingkatan tidak merata dan keuntungan tertinggi dinikmati oleh pedagang pengumpul, yaitu sebesar 77,59%. Jika membandingkan besarnya margin keuntungan, sudah sewajarnya pedagang pengumpul mendapatkan marjin keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan petani, karena semua kegiatan produksi dari penebangan sampai transportasi kayu gelondongan kepada pembeli (pengrajin meubel) di Jakarta.

Sebaran rata-rata marjin, harga dan biaya operasional pemasaran kayu jati rakyat pada Saluran 4 disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada saluran 4, petani menjual kayu jati dalam bentuk pohon berdiri dengan harga rata-rata Rp 325.000 per meter kubik. Pada saluran 4 harga jual kayu jati dari pedagang pengumpul kepada pengrajin meubel di Jepara adalah Rp 1.975.000 atau sebesar 100% dari harga di tingkat konsumen akhir. Marjin pemasaran yang diterima pedagang pengumpul adalah 83,54% yang terdiri dari biaya pemasaran sebesar 32,88% dan margin keuntungan sebesar 50,67%.

Distribusi marjin pemasaran pada tiap tingkatan tidak merata dan keuntungan tertinggi dinikmati oleh pedagang pengumpul, yaitu sebesar 83,54%. Jika membandingkan besarnya marjin keuntungan, sudah sewajarnya pedagang pengumpul mendapatkan margin keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan petani, karena semua kegiatan produksi dari penebangan sampai transportasi kayu gelondongan kepada pembeli yang merupakan pengrajin meubel di Jepara dilakukan oleh pedagang pengumpul.

(8)

Tabel 3. Sebaran Rata-rata Marjin, Harga dan Biaya Operasional Pemasaran Kayu Jati Rakyat pada Saluran 4

Uraian (Rp/mHarga3

)

Share (%) PETANI

Harga jual (pohon berdiri) 325.000 16,46

PEDAGANG PENGUMPUL Biaya 649.334 32,88 - Tebang 46.000 2,33 - Angkut 50.000 2,53 - SKSHH 80.000 4,05 - Pungutan-pungutan 46.667 2,36 - Bongkar muat 46.667 2,36 - Transportasi 380.000 19,24 Margin keuntungan 1.000.666 50,67 Margin pemasaran 1.650.000 83,54

Harga Jual ( di Jepara) 1.975.000 100,00

Penyebaran marjin yang tidak merata mencerminkan struktur pasar kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur bersifat oligopoli. Pada saluran 2 pasar yang bersifat oligopoli terjadi karena terbatasnya panglong/ yang mengolah kayu jati gelondongan menjadi kayu gergajian. Hampir semua kayu Jati rakyat dari Lampung dikirim ke Jawa dalam bentuk kayu gelondongan. Pengolahan kayu jati menjadi kayu gergajian dilakukan jika ada pesanan saja.

Penyebaran marjin yang tidak merata mencerminkan struktur pasar kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur masih bersifat . Pada saluran 2 pasar yang bersifat terjadi karena adanya jaringan informasi yang kuat antar pedagang pengumpul. Atau dengan kata lain terjadi penguasaan informasi pasar yang tidak seimbang di antara pelaku pemasaran. Di sisi lain pada tingkat petani pada umumnya mempunyai pendidikan yang rendah sehingga penguasaan informasinya kurang. Padahal semakin maju pengetahuan produsen, lembaga pemasaran dan konsumen terhadap penguasaan informasi pasar, maka semakin merata distribusi keuntungan yang diterima.

Penyebaran marjin yang tidak merata juga mengindikasikan penguasaan informasi pasar yang tidak seimbang di antara pelaku pemasaran. Semakin maju pengetahuan produsen, lembaga pemasaran dan konsumen terhadap penguasaan informasi pasar, maka semakin merata distribusi keuntungan yang diterima.

Secara umum petani di Kabupaten Lampung Timur menjual kayu jati dalam bentuk pohon berdiri karena petani tidak ingin merasa kesulitan dalam proses penjualan. Dalam hal budidaya, petani umumnya memelihara trubusan dari pohon jati terdahulu yang telah ditebang, sehingga dapat dikatakan mereka tidak pernah merasa sulit untuk mendapatkan pohon jati. Selain itu, para pedagang pengumpul yang aktif mencari jati karena tingginya permintaan dari Pulau Jawa sehingga bersedia melakukan penebangan di kebun petani.

Dengan demikian sebenarnya terdapat persoalan mendasar yang berkaitan dengan informasi pasar, diantaranya :

- informasi harga umumnya diterima dari hanya sesama petani sawmill

oligopoli oligopoli

(9)

- sebagian besar petani tidak mengetahui secara pasti spesifikasi jenis dan kualitas dan ukuran kayu yang dibutuhkan oleh pasar sehingga petani hanya mempu memasarkan kayunya dalam bentuk pohon berdiri.

Pedagang pengumpul umumnya menjual kayu jati dalam bentuk kayu gelondongan dalam sortimen 2 meter karena alasan kemudahan dan lebih menguntungkan. Dikatakan lebih menguntungkan, karena tidak perlu biaya tambahan dan cacat kayu tidak terlihat. Apabila dibuat kayu gergajian justru akan terlihat jika kayu yang dihasilkan kurang bagus sehingga akan menghasilkan sedikit papan, atau papan yang dihasilkan kualitasnya kurang bagus.

Shepherd (1962) Soekartawi (2002) menyatakan bahwa efisiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Berdasarkan pengertian ini, dapat diartikan bahwa setiap ada penambahan biaya pemasaran memberi arti bahwa hal tersebut menyebabkan adanya pemasaran yang tidak efisien.

Tabel 4. Nilai Biaya, Nilai Produk dan efisiensi Pemasaran Kayu Jati Rakyat di Kabupaten Lampung Timur

B. Efisiensi Pemasaran Kayu Jati Rakyat di Kabupaten Lampung Timur dalam

Saluran Pemasaran

Total Nilai Biaya (Rp)

(1)

Total Nilai Produk (Rp) (2) Efisiensi Pemasaran (%) (1)/(2) Saluran 1 96.000 325.000 29.5 Saluran 2 726.000 2.275.000 31.9 Saluran 3 555.167 1.175.000 47.2 Saluran 4 649.334 2.300.000 28.2 Rata -rata 506.625 1.518.750 33.4

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa saluran 4 merupakan saluran pemasaran paling efisien karena biaya pemasaran yang harus ditanggung konsumen paling kecil dibandingkan saluran pemasaran yang lain yaitu 28,2% dengan kata lain setiap Rp 100 nilai yang dibayar konsumen untuk pembelian kayu jati rakyat hanya Rp. 28,2 merupakan biaya pemasaran. Nilai rata-rata efisiensi pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur sebesar 33.4%, berarti dalam setiap Rp 100 nilai yang dibayar konsumen untuk pembelian kayu jati rakyat yang berasal dari Kabupaten Lampung Timur, Rp 33.4 merupakan biaya pemasaran. Hal ini mencerminkan bahwa pemasaran kayu Jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur kurang efisiens. Karena lebih dari 30% nilai yang dibayar oleh konsumen merupakan biaya pemasaran.

Pengukuran efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang. Selain dengan perbandingan nilai total biaya dengan total nilai produk, dapat juga dilakukan dengan sebaran (RPM) dalam setiap lembaga pemasaran yang ikut serta dalam proses pemasaran yaitu perbandingan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang bersangkutan (Azzaino,1982 Wahyudhi, 2004). Sehingga dapat

Ratio Profit Marjin

(10)

diketahui saluran pemasaran yang paling efisien. Syarat suatu tataniaga (pemasaran) dikatakan efisien bila :

- Margin keuntungan setiap saluran kecil (< 50%)

- Rasio margin keuntungan (RPM) tiap saluran menyebar merata.

Atas dasar hal tersebut maka saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran 3, karena memberikan marjin keuntungan sebesar 39,30% dan rasio marjin keuntungan menyebar merata tiap saluran

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyebab kurang efisiensi ini terletak pada marjin pemasaran dan keuntungan yang tinggi pada tingkat pedagang pengumpul. Hal ini berawal dari rendahnya pengetahuan petani akan pemasaran kayu jati, kebutuhan mendesak petani dalam menjual kayu jatinya dan besarnya peranan pedagang pengumpul dalam pemasaran dan proses produksi.

Efisiensi pemasaran dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pengetahuan petani akan teknik budidaya, kondisi pasar, spesifikasi jenis dan kualitas dan ukuran kayu yang dibutuhkan oleh pasar. Dengan pengetahuan yang lebih baik pada tingkat petani, diharapkan kualitas kayu yang dihasilkan mengalami peningkatan dan peranan petani dalam kegiatan pemasaran dapat ditingkatkan. Karena menurut idealnya, petani pun harus mampu menjangkau seluruh konsumen tanpa harus ada perantara. Sehingga harga lebih kompetitif, saluran pemasaran dapat diperpendek dan petani dapat memperoleh margin pemasaran yang lebih tinggi.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :

1. Terdapat 4 saluran pemasaran kayu Jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur yaitu petani-konsumen akhir, petani-pedagang pengumpul-panglong/ -konsumen akhir, pedagang pengumpul-pengrajin mebel di Jakarta, petani-pedagang pengumpul-pengrajin mebel di Jepara

2. Saluran pemasaran yang paling efisiensi adalah saluran 4 dengan nilai efisiensi 28,2 %

3. Secara umum pemasaran kayu jati rakyat di Kabupaten Lampung Timur kurangefisien karena 33.4% harga yang dibayar konsumen adalah biaya pemasaran.

Efisiensi pemasaran dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pengetahuan petani akan teknik budidaya, kondisi pasar, spesifikasi jenis, kualitas dan ukuran kayu yang dibutuhkan oleh pasar. Dengan pengetahuan yang lebih baik pada tingkat petani, diharapkan kualitas kayu yang dihasilkan mengalami peningkatan dan peranan petani dalam kegiatan pemasaranan dapat ditingkatkan.

Idealnya dalam hal saluran pemasaran, petani juga mampu menjangkau seluruh konsumen tanpa harus ada perantara. Sehingga harga lebih kompetitif, saluran pemasaran dapat diperpendek dan petani dapat memperoleh margin pemasaran yang lebih tinggi.

V. KESIMPULAN A. Kesimpulan

B. Saran

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad B., S. Mulyana, U. Supriyadi dan D. S. Rachmat, 2004. Kajian tata niaga kayu rakyat di Kabupaten Kuningan. Prosiding Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian dengan tema Menuju Pembangunan Hutan Tanaman Produktivitas Tinggi dan Ramah Lingkungan, Yogyakarta 11 - 12 Oktober 2004. Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Badan Litbang Kehutanan.

Martin, E. dan B. Winarno, 2004. Potensi dan Hambatan Pengembangan jati rakyat; kasus di Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu.Makalah dipresentasikan pada pertemuan Forum Komunikasi Jati, Yogyakarta 24 September 2004.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sumarna, Y. 2003. Budidaya Jati. Cetakan III. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wahyudhi, N. 2004. Analisis Pemasaran Kayu Jati ( ) di Hutan Rakyat Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.

Gambar

Gambar 1. Saluran Pemasaran Kayu Jati Rakyat di Kabupaten Lampung Timur
Tabel 1. Sebaran Rata-rata Marjin, Harga dan Biaya Operasional Pemasaran Kayu Jati Rakyat pada Saluran 2 di Kabupaten Lampung Timur
Tabel 2. Sebaran Rata-rata Marjin, Harga dan Biaya Operasional Pemasaran Kayu Jati Rakyat pada Saluran 3 di Kabupaten Lampung Timur
Tabel 3. Sebaran Rata-rata Marjin, Harga dan Biaya Operasional Pemasaran Kayu Jati Rakyat pada Saluran 4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Subjek dalam penelitian ini adalah sepasang kakak adik yang berada dalam rentang usia kanak-kanak pertengahan dimana salah satu dari mereka mengalami ADHD, oleh

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni salah satu sektor perekonomian yang menjadi basis

Berdasarkan hasil pengamatan praktikan mengenai analisis sistem yang berjalan mengenai pengamanan pada laboratorium STKIP PGRI Pacitan ini adalah belum maksimal dan

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang diko- laborasikan dengan lesson study dimana dalam PTK terdiri dari langkah-langkah

Berbeda dengan Brazil dan Meksiko, negara-negara berkembang di Asia yang memiliki cadangan besar seperti Tiongkok, Indonesia dan India justru menjadi negara yang

Bagi orang Jawa, yang dalam hal ini disebut dengan kejawen, adalah masyarakat yang memiliki pendekatan kebatinan atau rasa dalam diri manusia untuk mencapai eksistensi yang

Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan dan pembahasannya mengenai pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja

169 Berdasarkan konsep tersebut, memang gaya kepemimpinan otoriter tidak bisa dilakukan terutama pada lembaga pendidikan seperti sekolah atau madrasah, karena