• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya demi mempertahankan kehidupan diri sendiri, maupun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya demi mempertahankan kehidupan diri sendiri, maupun"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Semua manusia menginginkan kehidupan yang baik, yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani, maupun kebutuhan sosial. Manusia berpacu untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya demi mempertahankan kehidupan diri sendiri, maupun keluarganya. Upaya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dikerjakan manusia agar dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, manusia kadang kala berbenturan dengan nilai, norma, budaya serta agama.

Manusia dalam kehidupannya sering menemui kendala-kendala yang membuat manusia merasa kecewa dan tidak menemukan jalan keluar sehingga manusia memilih langkah yang kurang tepat dalam jalan hidupnya.

Upaya mencari penghasilan untuk sekarajng ini tidaklah mudah karena semakin tinggi tingkat pengangguran di kota dikarenakan pendatang-pendatang dari desa yang bermodal tekad bukan pendidikan yang cukup mumpuni untuk bersaing dalam mencari pekerjaan di kota-kota besar dan pusat pendidikan serta pariwisata. Disamping tingkat pendidikan yang juga sangat rendah dan tidak adanya ketrampilan yang mereka miliki menyebabkan mereka mencari jenis pekerjaan yang dengan cepat menghasilkan uang. Adapun karena faktor tuntutan gaya hidup yang semakin modern, manusia tidak bisa membatasi keinginan/hasratnya untuk memenuhi

(2)

tuntutan gaya hidup dimasyarakat. Sehingga dengan berbagai pemenuhun keinginan tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit, menuntut mereka untuk mencari jalan keluar yakni dengan, Salah satu jalan pintas dalam perjalanan hidup seseorang akibat dari berbagai faktor diatas, mereka leboh memilih terjun dalam dunia prostitusi baik menjadi objek ataupun orang-orang perantaranya dibandingkan berusaha untuk mencari penghasilan melalui pekerjaan yang lebih baik.

Fenomena praktik prostitusi merupakan fenomena sosial yang sangat menarik dan tidak ada habisnya untuk diperbincangkan dan diperdebatkan. Mulai dari prostitusi resmi/lokalisasi dari pemerintah ataupun prostitusi terselubung dengan kedok industri pariwisata. Kedua hal tersebut dapat memberikan dampak sosial, budaya, sikap, serta ekonomi yang signifikan terhadap masyarakat disekitarnya. Dari dahulu sampai sekarang masalah prostitusi adalah masalah sosial yang sangat sensitif yang menyangkut peraturan sosial, moral, etika, bahkan agama. Prostitusi merupakan kegiatan yang didalamnya terdapat wanita yang diperkejakan oleh mucikari untuk memberikan jasa seks terhadap kaum laki-laki. Edlund dan Korn menyebutkan bahwa prostitusi adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh wanita yang memilki keterampilan rendah untuk mendapatkan gaji yang tinggi (Edlund dan Korn, dalam Bayu 2003: 12).

Berbagai DTW di Asia memang sangat terkenal dengan pariwisata seks ini, seperti Thailand (khususnya Bangkok), Filiphina (Khususnya Quiapo dan Cebu), Malaysia juga merupakan salah satu titik simpul dalam peta perjalanan wisata seks. tetapi pariwisata seks (sex tourism) bukan hanya

(3)

berkembang di negara-negara berkembang di negara-negara Asia. Di daerah pariwisata negara maju juga berkembang industri seks ini, baik dengan mendatangkan prostitusi (PSK, pekerja seks komersial) dari negara-negara Asia maupun PSK dari negara itu sendiri. Sebagaimana terjadi di Gold Coast, salah satu daerah wisata yang paling terkenal di Australia, industri sex tourism bertumbuh kembang sejak lama di dalam usaha memenuhi permintaan wistawan (Hall, dalam Pitana dan Gayatri, 2005: 126 – 127).

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pariwisata yang bagus serta didukung dengan panorama yang berpotensi, seperti yang ada pada pulau Bali dan Lombok yang memiliki banyak sekali tempat pariwisata, selain Bali dan Lombok masih banyak lagi Daerah Tujuan Wisata (DTW) lain yang juga memiliki banyak keindahan pariwisata karena banyak keindahan yang dimilikinya.

Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang sudah dikenal sejak lama di dunia dan sulit untuk dihentikan, tidak terkecuali di Indonesia. Prostitusi di Indonesia bermula sejak zaman kerajaan-kerajaan jawa yang menggunakan wanita sebagai bagian dari komoditas feodal. Fenomena prostitusi hingga saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan (Kartono, 2005 : 266). Hal ini terbukti dengan banyaknya catatan seputar tentang dunia prostitusi dari masa ke masa. Prostitusi ini selain meresahkan masyarakat juga dapat mematikan karena merekalah yang ditengarai dapat menyebarkan penyakit kelamin berbahaya, sebagai akibat dari perilaku seks bebas tanpa pengaman. Apalagi prostitusi di indonesia

(4)

masih dikatakan jauh dari pengawasan instansi terkait yang dapat menjamin keamanan serta kelegalan sebuah lokalisasi.

Prostitusi selalu menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Di banyak negara, prostitusi masih dianggap sebagai mata pencaharian, oleh karena itu prostitusi akan tetap ada dan sulit bahkan hampir tidak mungkin bisa diberantas selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali kemauan dan hati nurani manusia. Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan.

Terutama di negara kita yang mayoritas penduduknya beragama islam ajarannya menentang segala bentuk kemaksiatan termasuk prostitusi. Pada kenyataannya prostitusi menjadi ajang bisnis yang terus berkembang, baik yang praktiknya memang dipusatkan atau dengan sengaja dibuat lokalisasi, maupun prostitusi terselubung villa murah meriah, rumahan dikelola sendiri, yang berkedok pariwisata yang tersebar di rumah penduduk dalam suatu desa menuju modernisasi. Fenomena tersebut tak lagi tabu selalu kita dengar, kita lihat dan kita saksikan dikota-kota pendidikan menjadi hal kewajaran bagi masyarakatnya apabila mendengar hal-hal tersebut. Bahkan tak sedikit masyarakat yang memanfaatkan hal tersebut sebagai ladang usaha serta penghasilannya tanpa memikirkan dampak apa yang akan ditimbulkan.

Prostitusi dianggap sebagai pekerjaan yang melanggar hukum dimana KUHP pasal 296 melarang adanya prostitusi. Namun kenyataannya terdapat 99.105 orang diestimasi sebagai pekerja seks (dalam nanik, dkk, 2009 : 25). Karena berbagai karakteristiknya, pariwisata telah menjadi faktor andalan

(5)

didalam pembangunan ekonomi berbagai negara dan teritorial, seperti di kawasan pasifik dan Kepulauan Karibia bahkan juga di negara kita Indonesia. Kawasan prostitusi biasanya terletak pada wilayah wisata yang mendukung, seperti kawasan wisata puncak yang beriklim dingin, diatas bukit, terdapat villa-villa, bahkan villa kelas bawah murah meriah. Prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral (mulut) atau hubungan seks, untuk pundi-pundi uang. Seseorang penjual jasa seks disebut pelacur, yang kini sering disebut pekerja seks komersial (PSK). (Asyari, 1999 : 76).

Di Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Pelacuran juga dianggap sebagai sesuatu yang buruk, jahat, namun dibutuhkan. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran prostitusi akan bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkan. Tanpa penyaluran ini, akan mengkhawatirkan karena justru pemilik nafsu-nafsu ini akan menyerang kaum wanita baik-baik.

Memisahkan prostitusi dengan kawasan wisata tidak semudah yang kita bayangkan. Sudah banyak protes dan tindakan mengenai masalah ini, namun tetap prostitusi selalu bangkit dengan cepat. Tentu banyak motif-motif yang menjadi sebab hal ini terjadi, namun karena itulah kita seharusnya mampu membentengi diri dari hal-hal hina tersebut. Tapi juga jangan menghindari akan hal ini, karena hal ini merupakan fakta social yang menjadi masalah sosial di Negara ini, dan terjadi di sekeliling kita.

Soekarwo, (2012) menyatakan bahwa terdapat 7.217 wanita pekerja seks yang tersebar di 44 lokalisasi sebagai tempat prostitusi yang tersebar di

(6)

beberapa kota dan kabupaten di Jawa Timur (dalam nanik, dkk, 2009 : 26). Di bawah ini kota atau kabupaten yang menjadi sumber dari para wanita pekerja seks, sebagaimana yang terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.1

Persentase Asal Daerah PSK

No Asal Daerah Prosentase

1. Malang 29,13%

2. Luar Jatim 20,9%

3. Jember 9,45%

4. Blitar 7,5%

5. Lumajang 3,9%

(Sumber Data: Yayasan Genta Surabaya, 2012)

Tabel diatas menggambarkan tingkat dan peluang pertumbuhan prostitusi di kota malang sangat besar khususnya di Kota Batu. Karena setiap daerah tujuan wisata menjadi pusat pengiriman PSK dari berbagai lokasi wisata. Kesempatan para mafia prostitusi untuk mengembangkan bisnis mereka, serta melebarkan jaringan prostitusi di kota Batu.

Sama halnya dengan yang terjadi di Kota Batu semakin berkembang dan tersohornya kota ini ini disebabkan sektor pariwisata yang sangat bagus. Sehingga pariwisata sudah diakui sebagai industri terbesar abad ini, dilihat dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dunia dan penyerapan tenaga kerja. Sehingga semakin banyaknya masyarakat yang berbondong-bondong mendirikan usaha dikota wisata berdalih membuka

(7)

lapangan pekerjaan dalam bentuk usaha apapun yang kadamg kala menimbulkan hal negatif.

Kondisi cuaca yang dingin, udara yang segar, pemadangan yang indah dapat menjadi hiburan manusia. Sebagai bentuk hiburan, melepas kepenatan dari kesibukan hari-harinya di dunia kerja baik sibuk dengan usaha masing-masing ataupun yang bekerja sebagai orang kantoran. Mereka pasti memilih berlibur didaerah yang beriklim dingin, sehingga kota Batu menjadi salah satu pilihan tujuan para wisatawan dari manapun. Dengan adanya hiburan-hiburan yang lengkap, suasana yang dingin sehingga keindahan kota Batu juga tidak hanya dikenal oleh masyarakat sekitar saja, tetapi juga banyak dikenal oleh masyarakat luar kota Malang. Kota Batu menjadi kota tujuan utama untuk berwisata karena banyak sekali pariwisata yang ditawarkan dikota Batu, diantaranya adalah taman rekreasi seperti Jatim Park 1 & 2, Selecta, Musium Angkut, Songgoriti, Taman Nirwana, Paralayang, BNS dan lai-lain. Juga objek pemandian air panas, air terjun, bumi perkemahan, objek wisata sejarah, objek wisata budaya, juga banyak industri rumahan dan pusat jamu toga.

Pembangunan Industri yang ada dikota Batu, semuanya diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat baik secara materil maupun spiritual. Pemerintah memutuskan kota Batu ini sebagai pusat industri pariwisata dimana kota Batu merupakan tujuan wisata di Jawa Timur yang banyak digemari oleh masyarakat dan juga banyak menarik perhatian masyarakat. Masyarakat tertarik berkunjung ke Batu karena keindahan yang dimilikinya dan juga banyaknya tempat rekreasi yang ada di kota Batu,

(8)

disamping itu juga udara di Batu masih sejuk dan alami. Selain menjadi kota pariwisata, kota Batu juga merupakan pusat Indusrti, misalnya industri yang mengelola buah Apel yang terkenal di kota Batu menjadi berbagai macam makanan seperti keripk apel atau minuman sari buah Apel, yang nantinya bisa dijadikan pusat oleh-oleh bagi para pengunjung kota Batu.

Adanya industri pariwisata di kota Batu, berdampak pada perubahan masyarakat sekitarnya, yaitu keinginan masyarakat untuk membuka atau mendirikan industri sendriri guna menambah penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Misalnya banyaknya penginapan seperti villa dan Hotel yang berada di kota Batu, khusunya didaerah songgoriti yang sudah mejadi rahasia umum. Sekarang villa-villa tersebut sudah sangat banyak pengunjungnya saat akhir pekan apalagi pada hari-hari tetentu seperti libur tanggal merah, lebaran dan tahun baru. Pariwisata bukan hanya menyangkut soal ekonomi saja. Sebagai sektor yang multisektoral, pariwisata tidak berada dalam ruang hampa. Melainkan ada dalam sistem yang besar, yang komponennya saling terkait antara yang satu dengan yang lain, dengan berbagai aspeknya termasuk aspek sosial, budaya, lingkungan, politik, keamanan, dan seterusnya. Sejak beberapa dasa warsa terakhir, pariwisata bahkan sudah menjadi salah satu prime-over di dalam perubahan sosial budaya pada berbagai daerah, terutama di daerah-daerah tujuan wisata.

Salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan adalah percepatan dan pemerataan pembangunan. Namun, pemerataan pembangunan lebih menekankan kepada pembangunan yang bersifat fisik, tanpa melihat aspek yang lainnya. Seperti halnya di Kota batu ini, maraknya villa

(9)

keberadaan villa atau penginapan di kawasan wisata songgoriti, di daerah ini sebagian besar rumah tinggal dialih fungsikan menjadi villa atau penginapan berupa kamar dan rumah yang disewakan. fenomena maraknya villa atau penginapan yang kian menjadi ini, pada awalnya hanya sebagai alternatif pilihan penginapan selain hotel. Namun pada prakteknya, keberadaan villa atau penginapan di Songgoriti dijadikan sebagai ajang untuk tempat pemuasaan nafsu bagi sebagian pengunjung villa atau penginap yang menginap ditempat tersebut.

Contohnya saja berita yang berhasil diliput salah satu media yaitu “Villa Songgorito Jadi Tempat Pemuasan Seks” Tribunnews.com. Batu - Villa-villa di kawasan Songgoriti Desa Songgokerto Kota Batu, Malang, Jawa timur seringkali menjadi lokasi pemuasan seks. Polresta menyebutkan, sejak Januari hingga Oktober ini terjadi tujuh kali pencabulan di villa-villa Songgoriti. Kejadian dilakukan oleh Slamet (29), warga Jl Stasiun Singosari terhadap salah satu siswi SMK Batu bernama Mirna (bukan nama sebenarnya, berumur 16). Slamet yang sudah memiliki istri dan anak satu itu awalnya mengajak kencan Mirna ke kawasan paralayang, saat itu terjadi hujan. Slamet dan Mirna ini pun menyewa villa di Songgoriti. Mereka lalu melakukan hubungan intim. "Awalnya memang suka sama suka, bahkan sudah dua kali mereka melakukan (hubungan intim), tapi karena ada laporan dari Keluarga korban dan kami harus melindungi anak dibawah umur, akhirnya kami tangkap," ujar AKP M Yantofan, Kasi Humas Polresta Batu, Kamis (11/10/2012). (Dyah Ayu “Villa Songgorito Jadi Tempat Pemuasan

(10)

Seks”, http://www.tribunnews.com/regional/2012/10/12/villa-songgorito-jadi tempat-pencabulan, Diakses 31 maret 2015 pukul 13:45 WIB).

Berita di atas menjadikan gambaran bahwasannya begitu mirisnya kondisi lingkungan disekitar villa songgoriti. Serta penyalahgunaan tempat tinggal (villa) yang seharusnya menjadi tempat istirahat justru dijadikan tempat untuk menyalurkan hasrat mereka, dan terbukti bahwa di villa songgoriti tidak ada larangan untuk melakukan seks diluar ikatan pernikahan. Villa disonggoriti tidak menerapkan beberapa syarat sebelum menyewa kamar yang dimilki penduduk sekitar. Seperti halnya KTP atau tanda surat menikah, apabila syarat tersebut diterapkan pasti hal tersebut akan sulit untuk dilakukan.

Serta hal di atas dapat menjadikan pemahaman nilai tentang rumah sebagai simbol keluarga, namun ruang yang harusnya diperuntukkan keluarga mereka di kelurahan songgokerto telah bergeser, dikarenakan desakan ekonomi. Kebanyakan rumah yang dijadikan fungsi ekonomi di songgoriti, tidak seluruhnya untuk ditinggali sendiri. Pemilik rumah menyewakan sebagian kamar yang berada dirumahnya. Namun, ada beberapa pemilik penginapan yang enggan tinggal di songgoriti karena alasan tertentu. Mereka memilih menyewakan rumah mereka, kemudian dijaga oleh pramuwisata. Ada juga pemilik villa dari luar Malang yang berinvestasi di Songgoriti dan menjadikan warga sekitar sebagai penjaga villa mereka. Norma yang ada dimasyarakat songgoriti terkalahkan oleh desakan ekonomi dan kebutuhan akan perkembangan pembangunan dunia pariwisata. Pergeseran-pergesaran nilai terhadap fungsi rumah kemudian dijadikan tempat usaha penginapan

(11)

(villa) menimbulkan berbagai masalah sosial, hal tersebut terkalahkan dengan berbagai desakan kebutuhan perut. Karena bicara prostitusi kita bisa memandang hanya dengan satu sisi seperti agama dan budaya, namun sisi yang lain seperti ekonomi, tuntutan perut serta lingkungan juga menjadi faktor penghambatnya.

Pariwisata juga terkait erat atau sering dikaitkan dengan berbagai penyakit sosial seperti pelacuran, kriminal, dan penyalahgunaan narkoba. Mengenai keterkaitan kegiatan seks dengan pariwisata (Hall, 1992 dalam Pitana dan Gayatri, 2005 : 29) menyebutkan bahwasannya seks dengan prostitusi merupakan ‘bagian integral’ dari pariwisata. Suatu kenyataan yang tak terbantahkan bahwa pemenuhan kebutuhan seksual merupakan salah satu motivasi orang melakukan perjalanan wisata.

Sebagai sebuah gambaran tentang prostutusi dalam kaitannya dengan pariwisata di daerah pariwisata. Songgoriti Batu dapat kita lihat dari gambaran fasilitas yang telah disediakan pada daerah Villa tersebut, misalnya ada hubungan antara penjaga atau pemilik villa-villa tersebut dengan pekerja seks komersial (PSK). Para pekerja seks komersial (PSK) ini memasarkan dirinya tidak dengan langsung berada di daerah villa-villa tersebut atau langsung mendekati para pengunjung, melainkan melalui para penjaga atau pemilik villa tersebut. Jadi para penjaga atau pemilik yang berada disitulah yang berperan dalam memasarkan atau menawarkan para pekerja seks komersial (PSK) terhadap pengunjung Villa. Begitu juga sebaliknya bila ada para pengunjung yang mau dengan pekerja seks komersial (PSK) mereka bisa minta kepada para penjaga villa untuk mendatangkannya ke tempat yang

(12)

sudah mereka sewa dan bila menolaknya, tetapi haeus mau mengganti ongkos transport pekerja seks komersial (PSK) tersebut. Lain dari itu banyak juga para pengunjung yang sudah membawa pasangan sendiri namun dalam tanda kutip, dan disitu hanya menyewa villa. Hal itu biasanya banyak dilakukan oleh kalangan pasangan mahasiswa yang datang bermalam untuk melepaskan hasrat mereka. Tak jarang pula lelaki hidung belang yang berkunjung ke villa-villa ini untuk mencari kesenangan birahi mereka.

Berdasarkan observasi awal kondisi sosial di Desa Songgokerto yang lebih terkenal dengan sebutan Songgoriti peneliti sedikit bercerita, ketika peneliti dan teman-teman memasuki daerah tersebut. Peneliti beserta teman peneliti disuguhkan dengan kerumunan kendaraan roda dua lengkap dengan pemiliknya. Kerumunan itu tidak lain merupakan para tukang ojek kawasan tersebut. Ketika melewati kerumunan ojek, bergegas para tukang ojek melajukan kendaraannya dan menghampiri kami. Berbeda dengan ojek biasanya, ojek ini tidak menawarkan jasa untuk mengantar pelanggannya justru mereka menawarkan villa pada kami. “Mas, Mbak Villa” begitu cakapnya. Songgoriti memang merupakan kawasan wisata yang sangat indah. Letaknya berada di daerah lereng pegunungan, udaranya sejuk dengan pepohonan rindang yang menyelimuti. Ditambah lagi dengan keberadaan pemandian air panas dan villa-villa yang berjejeran untuk tempat penginapan.

Namun ironisnya, banyak kalangan yang kemudian menyalah gunakan keberadaan villa-villa tersebut. Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa para penyewa banyak berasal dari sepasang kekasih, lelaki hidung belang, mahasiswa, pelajar yang hanya ingin melepaskan hasrat seksualitas mereka.

(13)

Dalam hal ini berarti keberadaan villa menunjang adanya seks bebas di kalangan pasangan muda baik pelajar, mahasiswa, oknum pemerintah yang tidak memiliki ikatan pernikahan, dan sebagainya.

Menurut salah satu penuturan masyarakat songgoriti, yang bekerja sebagai penjual makanan disekitar penginapan. Wanita berumur (56) tahun sebut saja ibu ngatimah, ia menuturkan didalam seminggu ia sering menerima tamu penginapan mahasiswa yang kuliah di Malang hampir setiap hari dan mereka menginap dalam waktu satu malam saja. Ibu ngatimah juga memberikan penyampaian kepada peneliti, bahwasannya ia juga memiliki pelanggan tetap yakni pejabat pemerintah yang biasanya menginap seminggu sekali di penginapan miliknya. Namun, laki-laki tersebut selalu membawa pasangan sendiri dan pasangan tersebut selalu berbeda dengan minggu-minggu sebelumnya. Ia menginap hanya dalam jangka waktu sebentar dari jam 12 malam hingga jam 5 pagi. Dan beliau juga menuturkan masih banyak pelanggan penginapannya laki-laki hidung belang dari golongan Tua yang berumur 60 tahun keatas, mahasiswa berpasangan (3/05/2015).

Dari penyampaian ibu ngatimah ini, jelas bahwasannya dikawasan wisata songgoriti terdapat tempat lokalisasi tersembunyi yang bahkan oknum pejabat sendiri yang mempergunakan jasa tersebut. Seharusnya, pejabat yang memberikan contoh bagaimana menyikapi fenomena sosial yang menjadi masalah sosial tersebut tetapi justru mereka berpartisipasi atau ikut berkecimpung sebagai pelanggan tetap jasa tersebut. Oleh sebab itu, peneliti ingin lebih menggali lagi bagaimana pola jaringan sosial praktek prostitusi

(14)

yang telah menjadi pola terstruktur dikawasan wisata khusunya di daerah songgotiri ini.

Tentunya fenomena sosial diatas menjadi pertanyaan besar, mengapa keberadaan villa yang banyak disalah gunakan masayarakat sampai saat ini tidak ada penanganannya, seolah-olah pemerintah tutup mata akan kondisi sosial seperti itu. Seperti adanya perjanjian tak tertulis yang saling menguntungkan antara satu sama lain. Hubungan sosial dari berbagai pihak diwilayah wisata songgoriti memiliki konstruksi tersendiri, sehingga konteks sosial yang terbentuk didalamnya dapat terbentuk menjadi sebuah jaringan sosial.

Setelah melihat paparan latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk menelitinya lebih dalam. Sehingga dari penelitian ini dapat mengfokuskan terhadap fenomena sosial yang terjadi sehingga dapat diketahui “Jaringan Sosial Praktik Prostitusi Terselubung di Kawasan Wisata” pada masyarakat kelurahan Songgokerto Kota Batu Malang Jawa Timur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk jaringan sosial praktik prostitusi terselubung di kawasan wisata Songgoriti?

2. Bagaimanakah peran dan fungsi dari setiap pihak jaringan sosial dalam praktik prostitusi terselubung di kawasan wisata Songgoriti?

(15)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Pola jaringan sosial praktik prostitusi terselubung di kawasan wisata Songgoriti.

2. Untuk mengetahui serta mendeskripsikan peran-peran dari setiap unit yang terlibat dalam jaringan sosial praktik prostitusi terselubung di kawasan wisata songgoriti.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Teoritis

Secara akademis penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, khususnya bagi prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial untuk mengkaji tentang jaringan sosial, praktik prostitusi di kawasan wisata Kota Batu.

2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:

a. Pemerintah

Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan tolak-ukur serta bahan evaluasi pemerintah kota Batu lebih lanjut terhadap kebijakan yang diambil dalam hal perizinan usaha di kawasan wisata.

(16)

b. Dinas Sosial

Untuk dapat dijadikan referensi berkaitan dengan upaya pencapaian, penciptaan lingkungan sosial yang baik, khususnya di kawasan wisata.

c. Dinas Pariwisata

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pariwisata terkait dalam mengelola kawasan wisata yang baik, berkesinambungan serta jauh dari Prostitusi yang dapat mengancam kebudayaan masyarakat di kawasan wisata.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang akan menjadi batasan bagi peneliti. Mengingat agar menghindari terjadinya ketidakfokusan dalam penelitian. Maka peneliti membuat ruang lingkup penelitian yang di maksudkan dalam mengkaji jaringan sosial praktek prostitusi yang ada di kelurahan Songgokerto khususnya kawasan Songgoriti. Sehingga sesuai dengan rumusan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sendiri, sebagai berikut:

a. Hubungan sosial berbagai pihak yang terlibat di kawasan wisata b. Memberikan gambaran bagaimana peran pihak-pihak yang terlibat c. Pola konteks sosial yang terjalin antara berbagai pihak

Dari tiga ruang lingkup penelitian ini, diharapkan peneliti dapat memberikan batasan-batasan dalam proses pengumpulan data baik dari segi

(17)

Dokumentasi, wawancara serta dalam penyampaian didalam proses analisis masalah sosial itu sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam beberapa tahun terakhir, Nagarey yang merupakan toko furniture bekerja bersama sejumlah desainer dan pengusaha dari Skandinavia. Produk Skandinavia banyak

Metode pembelajaran diskusi kelompok kecil dan self directed learning dapat diterapkan dalam rangka membantu mahasiswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam rangka

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Dan semakin menunjukkan bahwa dalam hal penangguhan upah, DiJjen Binawas KetenagakeJjaan lebih memihak kepada pengusaha, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya

Institut Diplomasi dan Hubungan Luar Negeri (IDFR), Jalan Wisma Putra, 50602 Kuala Lumpur. Junaidi) E-Mail: e.alamritz@gmail.com. Page 2 of 21 BERANEKA SUP Sup Tulang Tomyam Ayam

Adaptasi penglihatan pada hewan nokturnal khususnya terjadi di retina matanya, karena retina merupakan bagian dari mata yang berperan dalam melihat warna.. Dari

Simpangan baku(S) adalah nilai yang menunjukan tingkat variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya... X = nilai rata-rata data n = jumlah data

Komunikasi dan media massa sangat berhubungan erat,dimana komunikasi menjadi elemen utama dalam terbentuknya media massa,media massa yang kita kenal saat ini pada