• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran. BAB II URAIAN TEORISTIS TENTANG KEPARIWISATAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran. BAB II URAIAN TEORISTIS TENTANG KEPARIWISATAAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

URAIAN TEORISTIS TENTANG KEPARIWISATAAN

2.1 Pengertian Pengembangan Pariwisata

Pengertian pengembangan menurut J.S Badudu dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, memberikan definisi pengembangan adalah hal, cara atau hasil kerja mengembangkan. Sedangkan mengembangkan berarti membuka, memajukan, menjadikan maju dan bertambah baik.

Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata. (Swarbrooke 1996 :99)

Terdapat beberapa jenis pengembangan, yaitu :

a . K e s e l u r u h a n d e n g a n t u j u a n b a r u , m e m b a n g u n a t r a k s i d i s i t u s y a n g t a d i n y a t i d a k d i g u n a k a n sebagai atraksi.

b. Tu ju a n baru, me mba ngu n at raks i p ada s it u s ya ng se be lu mn ya t e la h d ig u nak a n se baga i at raks i.

c. Pe nge mba ng a n baru s ec ara k ese luru ha n p ada k e ber adaa n at raks i ya ng d iba ngu n u nt uk me nar ik pengunjung lebih banyak dan untuk membuat atraksi tersebut dapat mencapai pasar yang lebihluas, dengan meraih pangsa pasar yang baru. d. Pengembangan baru pada keberadaan atraksi yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas

(2)

e. Penc ipt aa n keg iat a n-keg iat a n baru at au t ahapa n dar i keg iat an ya ng berp inda h dar i sat u t e mpat ke tempat lain dimana kegiatan tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.

Dalam Pengembangan pariwisata diperlukan aspek-aspek untuk mendukung pengembangan tersebut. Adapun aspek-aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Aspek Fisik Menurut UU RI No. 23 Tahun 1997 dalam Marsongko (2001), lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang termasuk dalam lingkungan fisik berdasarkan olahan dari berbagai sumber, yaitu

a. Geografi

Aspek geografi meliputi luas kawasan DTW, Luas area terpakai, dan juga batas administrasiserta batas alam.

b. Topografi

Merupa ka n be nt uk per mu kaa n suat u da era h k hu sus n ya ko nfig uras i d a n ke mir inga n la ha nsep ert i dat ara n ber bu k it da n area p egu nu nga n ya ng me n ya ng kut ket ingg ia n r at a-rat a dar i permukaan laut, dan konfigurasi umum lahan.

c. Geologi

Aspe k dar i k arakt er ist ik g eo lo g i ya ng p e nt ing d ipert imba ngk a n t er masu k je n is mat er ia ltanah, kestabilan, daya serap, serta erosi dan kesuburan tanah.

d. Klimatologi

Termasuk temperature udara, kelembaban, curah hjan, kekuatan tiupan angin, penyinaran matahari rata-rata dan variasi musim.

(3)

e. Hidrologi

Termasuk di dalamnya karakteristik dari daerah aliran sungai, pantai dan laut seperti arus, sedimentasi, abrasi

f. Visability

Menurut Salim (1985;2239), yang dimaksud dengan visability adalah pemandangan terutama dari ujung jalan yang kanan kirinya berpohon (barisan pepohonan yang panjang)

g. Vegetasi dan Wildlife

Daerah habitat perlu dikembangkan untuk menjaga kelangsungan hidup vegetasi dan kehidupan liar untuk masa sekarang dan akan dating. Secara umum dapat dikategorikan sebagai tanaman tinggi, tanaman rendah (termasuk padang rumput) beserta spesies-spesies flora dan fauna yang terdapat di dalamnya baik langka, berbahaya, dominan, produksi, konservasi maupun komersial.

Pengembangan pariwisata tidak lepas dari perkembangan politik, ekonomi, social dan pembangunan disektor lainnya. Maka didalam pengembangan pariwisata dibutuhkan perencanaan terlebih dahulu.

Dari pemikiran diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu proses yang terjadi secara terus menerus, untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap ancaman yang ada untuk dapat berkembang dalam mencapai tujuan individu dalam organisasi dan tujuan organisasi secara keseluruhan.

Pengembangan pariwisata ini mempunyai dampak positif maupun dampak negatif, maka diperlukan perencanaan untuk menekan sekecil mungkin dampak negatif yang ditimbulkan. James J. Spillane (1994: 51-62) menjelaskan mengenai dampak positif dan negatif dari pengembangan pariwisata.

(4)

1) Penciptaan lapangan kerja, dimana pada umumnya pariwisata merupakan industry padat karya dimana tenaga kerja tidak dapat digantikan dengan modal atau peralatan.

2) Sebagai sumber devisa asing

3) Pariwisata dan distribusi pembangunan spiritual, disini pariwisata secara wajar cenderung mendistribusikan pembangunan dari pusat industri kearah wilayah desa yang belum berkembang, bahkan pariwisata disadari dapat menjadi dasar pembangunan regional. Struktur perekonomian regional sangat penting untuk menyesuaikan dan menentukan dampak ekonomis dari pariwisata

Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya pengembangan pariwisata meliputi :

1) Pariwisata dan vulnerability ekonomi, karena di negara kecil dengan perekonomian terbuka, pariwisata menjadi sumber mudah

Kena serang atau luka (vulnerability), khususnya kalau Negara tersebut sangat tergantung pada satu pasar asing.

2) Banyak kasus kebocoran sangat luas dan besar, khususnya kalau proyek-proyek pariwisata berskala besar dan diluar kapasitas perekonomian, seperti barang-barang impor, biaya promosi keluar negeri, tambahan pengeluaran untuk warga negara sebagai akibat dari penerimaan dan percontohan dari pariwisata dan lainnya.

3) Polarisasi spasial dari industri pariwisata dimana perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk menerima sumber daya modal yang besar dari kelompok besar perbankan atau lembaga keuangan lain,

(5)

Pengembangan objek wisata dapat diartikan usaha atau cara untuk membuat jadi lebih baik segala sesuatu yang dapat dilihat dan dinikmati oleh manusia sehingga semakin menimbulkan perasaan senang dengan demikian akan menarik wisatawan untuk berkunjung.

Gamal Suwantoro (1997:57) menulis mengenai kebijakan pengembangan objek wisata yang meliputi :

a. Prioritas pengembangan objek

b. Pengembangan pusat-pusat penyebaran kegiatan wisatawan

c. Memungkinkan kegiatan penunjang pengembangan objek wisata. Dalam pengambangan objek wisata ini perlu diperhatikan tentang prasarana, sarana wisata, infrastruktur pariwisata.

Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut diminati pengunjung, yaitu :

a. Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut.

b. Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana.

(6)

c. Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. (Yoeti, 1985:164).

Ketiga hal di atas merupakan unsur-unsur yang kuat untuk daerah tujuan wisata dan di lain pihak harus dipikirkan bagaimana produk yang telah siap dipasarkan itu dapat dibeli oleh wisatawan, karena itu perlu pula dipersiapkan :

1. Persiapan perjalanan bagi calon wisatawan, yaitu: informasi, reservasi, tiket, vouchers, traveller check, dan barang-barang bawaan selama dalam perjalanan.

2. Kendaraan yang akan membawanya ke daerah tujuan. 3. Akomodasi, seperti hotel, mote, dan lain-lain.

4. Bar dan Restoran.

5. Sarana-sarana lain yang dapat menunjang kelancaran kedatangan wisatawan seperti Kantor Pos, Kantor Telepon, Bank, dan lain-lain saran yang berkaitan (Yoeti, 1983:168).

2.2.1 Tujuan dan Asas Pengembangan Objek Wisata 2.2.1.1 Tujuan Pengembangan Objek Wisata

Tujuan pengembangan dari objek wisata adalah : 1. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam 2. Meningkatkan pengembangan objek wisata 3. Memberikan nilai rekreasi

4. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan 5. Meningkatkan keuntungan.

Ada dua keuntungan ekonomi dalam pengembangan objek wisata yaitu: a. Keuntungan ekonomi bagi masyarakat daerah :

(7)

• Membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat pengangguran • Meningkatkan pendapatan masyarakat daerah

• Meningkatkan popularitas daerah • Meningkatkan produksi

b. Keuntungan ekonomi bagi objek wisata :

• Meningkatkan pendapatan objek wisata tersebut • Meningkatkan gaji pegawai pengelola objek wisata

• Meningkatkan sarana dan prasarana yang ada pada objek wisata

• Meningkatkan sikap kesediaan dalam berperan serta untuk melestarikan potensi daerah objek wisata dan lingkungan hidup serta manfaat yang diperoleh

• Meningkatkan sikap, kreasi dan inovasi para pengusaha objek wisata

• Serta meningkatkan mutu aksessibilitas dan bahan-bahan promosi dalam pengembangan suatu objek wisata (Universitas Sumatera Utara, http://google.com).

2.2.1.2 Asas Pengembangan Objek Wisata

Pengembangan objek wisata didasarkan atas asas sebagai berikut: 1. Asas Pelestarian

Penyelenggaraan program sadar wisata terhadap suatu objek wisata yang hendak dikembangkan dan diarahkan bertujuan untuk meningkatkan kelestarian alam dan lingkungan objek wisata serta kesegaran udara di daerah objek wisata tersebut.

(8)

Penyelenggaraan program sadar wisata diarahkan untuk dapat memberikan manfaat dan dampak praktis baik ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan maupun lingkungan (Universitas Sumatera Utara, http://google.com).

2.2.2 Penetapan Lokasi Objek Wisata

Dalam menetapkan suatu lokasi objek wisata harus benar-benar diperhatikan tentang karakteristik alam dan juga letak lokasi objek wisata yang strategis, karena dapat mempengaruhi minat wisatawan yang akan datang nantinya. Untuk itu perencanaan harus sesuai dengan pembangunan pariwisata di daerah, sehingga pengembangannya dapat dilaksanakan secara optimal sesuai dengan kondisi kawasan dan tidak mengganggu kegiatan komunitas di sekitar kawasan tersebut. Oleh karena itu pembangunan objek wisata perlu dilakukan di tempat yang strategis, yang nantinya dapat menarik minat pengunjung terutama bagi objek wisata yang berorientasi menjual suasana objeknya dan produknya.

Faktor yang menjadi pertimbangan objek wisata yaitu mudah dijangkau dan dekat dengan kelompok sasaran. Pada suatu objek wisata penetapan lokasi merupakan salah satu pendukung pariwisata yang nantinya dapat menentukan seberapa banyaknya wisatawan yang akan datang bila ingin menetapkan suatu lokasi objek wisata yang ingin dibangun.

2.2.3 Landasan Hukum Objek Wisata

Landasan hukum dalam pengembangan objek wisata bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antara keduanya dan dalam rangka memanfaatkan potensi objek wisata. Suatu kegiatan dalam pengembangan suatu objek wisata perlu adanya hukum yang turut membantu dan mengikat serta menjaga objek wisata dalam upaya perlindungan terhadap pelestarian dan perawatan objek wisata. Secara fungsional perencanaan, pemanfaatan, pembinaan, pengembangan kepariwisataan menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi. Untuk itu perlu adanya koordinasi antara departemen ini dengan

(9)

pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan objek wisata. Untuk itu landasan hukum ini sekaligus sebagai wadah dan payung hukum bagi suatu daerah objek wisata.

Landasan hukum pengembangan objek wisata berdasarkan surat keputusan (SK) bersama Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Menparpostel) dan Menteri Pertanian No. KM 47/PW-89 dan No. 204 / KPTS / HK / 050 / 4 1989.

Sebuah lembaga hukum mempunyai kekuatan untuk dapat mengikat dan melindungi terhadap pelestarian dan pemanfaatan alam bagi suatu objek wisata, karena landasan hukum ini sangat dijunjung tinggi oleh Negara Indonesia sebagai negara yang berazaskan hukum maupun mengutamakan hukum yang berlaku. Landasan hukum inilah yang menjadi pedoman masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari (Universitas Sumatera Utara, http://google.com).

2.3 Defenisi Wisata Alam

Obyek wisata alam adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup seni-budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi. Selanjutnya Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (1979) mengasumsikan obyek wisata adalah pembinaan terhadap ka-wasan beserta seluruh isinya maupun terhadap aspek pengusahaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan pengawasan terhadap ka-wasan wisata. Obyek wisata yang mempunyai unsur fisik lingkungan berupa tumbuhan, satwa, geomorfologi, tanah, air, udara dan lain sebagainya serta suatu atribut dari lingkungan yang menurut anggapan manusia memiliki nilai tertentu seperti keindahan, keunikan, ke-langkaan, kekhasan, keragaman, bentangan alam dan keutuhan.

Obyek wisata alam yang ada di Indonesia dikelompokkan menjadi dua obyek wisata alam yaitu obyek wisata yang terdapat di luar kawasan konservasi dan obyek wisata yang terdapat di dalam kawasan konsevasi yang terdiri dari taman nasional, taman wisata, taman

(10)

buru, taman laut dan taman hutan raya. Semua kawasan ini berada di bawah tanggung-jawab Direktorat Jendral Perlindungan dan Pelestarian Alam.

DEPHUTBUN. Kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan berupa lintas alam, mendaki gunung, mendayung, berenang, menyelam, ski air, menyusur sungai arus deras, berburu (di taman buru). Sedangkan obyek wisata yang terdapat di luar kawasan konservasi dikelola oleh Pemerintah Daerah, Pihak Swasta dan Perum Perhutani, salah satunya adalah Wana Wisata.

Kelayakan sumberdaya alam merupakan potensi obyek wisata alam yang terdiri dari unsur-unsur fisik lingkungan berupa tumbuhan, satwa, geomorfologi, tanah, air, udara dan lain sebagainya, serta suatu atribut dari lingkungan yang menurut anggapan manusia memiliki nilai-nilai tertentu seperti keindahan, keunikan, kelangkaan, atau ke-khasan keragaman, bentangan alam dan keutuhan (Anonymous, http://google.com).

2.3.1 Prinsip-prinsip Wisata Alam

Menurut Undang-Undang Kepariwisataan No. 9 Tahun 1990, penyelenggaraan pariwisata dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta obyek dan daya tarik wisata itu sendiri, nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan adab, mempertinggi derajat kema-nusiaan, kesusilaan dan ketertiban umum guna memperkokoh jati diri bangsa dalam rangka mewujudkan wawasan Nusantara.

Menurut John, dkk (1986), prinsip wisata yang paling berhasil mengkombinasikan sejumlah minat yang berbeda diantaranya olahraga, satwa liar, pakaian setempat, tempat bersejarah, pemandangan yang mengagumkan dan makanan. Ditambah pula potensi wisata alam (kawasan yang dilindungi) akan turun dengan cepat bila biaya, waktu dan ketidaknyamanan perjalanan meningkat atau bila bila bahaya selalu mengintai.

Fasilitas-fasilitas yang memadai diperlukan agar pengunjung dapat menikmati keindahan atau kebudayaan daerah tersebut. Penerangan disampaikan kepada pengunjung

(11)

mengingat akan pentingnya keselamatan pengunjung dan kelestarian alam dan kebersihan lingkungan (Richardo, http://google.com).

2.4 Pengertian Pengembangan Wisata Bahari

Wisata bahari adalah seluruh kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan kesenangan, tantangan, pengalaman baru, kesehatan yang hanya dapat dilakukan di wilayah perairan.

Pengertian wisata bahari atau tirta seperti dinyatakan (Pendit, 2003: 41) menyatakan bahwa jenis pariwisata ini dikaitkan dengan kegiatan olah raga air lebih-lebih di danau, bengawan, pantai, teluk atau lautan lepas seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompet isi selancar, mendayung dan sebagainya. Aktivitas bahari ini dapat dijumpai di daerah Bunaken Sulawesi Utara, Wakatobi, Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan di Lombok, Pulau Rajaampat di Papua serta beberapa kawasan pesisir pulau Bali.

Wisata bahari menurut Ardika (2000:2) adalah wisata dan lingkungan yang berdasarkan daya tarik wisata kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Keraf (2000:2) wisata bahari adalah kegiatan untuk menikmati keindahan dan keunikan daya tarik wisata alam di wilayah pesisir dan laut dekat pantai serta kegiatan rekreasi lain yang menunjang. Sarwono (2000:2) wisata bahari adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi alam bahari sebagai daya tarik wisata maupun wadah kegiatan wisata baik yang dilakukan diatas permukaan di wilayah laut yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ekosistemnya yang kaya akan keanekaragaman jenis biota laut.

Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpart isipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah

(12)

pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wisata bahari adalah segala akt ivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta segala potensinya sebagai suatu daya tarik yang unik untuk dinikmati.

Pembangunan pariwisata diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir di masa kini dan masa yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving, pancing sedangkan kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati atmosfer laut (Siti Nuraisyah, 1998).

Konsep wisata bahari didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. (Whaet, 1994) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. (Steele, 1993) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.

Perkembangan wisata bahari yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada wilayah pesisir yang memiliki sesuatu kegiatan yang berkesinambungan ditunjukan dengan munculnya atau hilangnya,semakin dikenal atau dit inggalkan, bertambah atau berkurangnya bagian-bagian, fungsi-fungsi atau sifat-sifat dari wilayah tersebut, baik dilihat secara fisik, sosial dan, ekonominya.

(13)

2.4.1 Konsep Wisata Bahari

Menurut Undang-undang Nomor 9 tahun 1990 wisata bahari merupakan wisata kelautan. Sedangkan menurut Siti Nuraisyah (1998) mengatakan ‘wisata bahari adalah suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan “Clean industry”. Adapun pelaksanaan wisata bahari yang berhasil apabila memenuhi berbagai komponen yakni terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya”. Dengan memperhatikan komponan tersebut maka wisata bahari akan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian masyarakat.

Prinsip utama ekowisata dapat juga di aplikasikan karena wisata bahari termasuk bagian dari ekowisata ini dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah pada pasal I dan pada pasal II. Maka dari itu ada lima prinsip utama dari ekowisata yang di rumuskan oleh Low Choy dan Heillbronn (dalam Niki 2002) Lingkungan ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relative belum tercemar atau terganggu yaitu;

1. Lingkungan ekotorisme bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu

2. Masyarakat ekotorisme harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat.

3. Pendidikan dan Pengalaman ekotorisme harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.

4. Berkelanjutan ekotorisme dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka

(14)

panjang.

5. Manajemen ekotorisme harus dikelola secara baik dan menjamin

sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan ecotourism yang berkelanjutan.

2.4.2 Contoh – Contoh Wisata Bahari

Kawasan wisata Nusa Dua Bali yang memiliki ekosistem ekologis dan Kepulauan Raja Ampat Sorong di provinsi Papua Barat yang memiliki ekosistem terumbu karang yang terlengkap dan terbaik di dunia serta kawasan rekreasi mangrove sungai Buloh di Singapore, kawasan pantai Copacabana di Rio de Jeneiro (Brasil), kawasan Historik Puerto Madero Buenos aires (Argentina) dan pantai wisata di Hawai merupakan contoh bagi pengembangan wisata bahari yang cukup terkenal di Dunia.

Sehingga dari segi budaya masyarakat setempat dengan pola hidup, adat istiadat dan budaya yang khas merupakan modal bagi pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat. Dengan adanya objek wisata tersebut, maka wisatawan akan terus berdatangan ke Indonesia apabila keberadaannya terus terjaga dan dilestarikan.

BAB III

GAMBARAN UMUM KABUPATEN BATUBARA

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu, perlu adanya usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia atas peran dan manfaat koperasi untuk meningkatkan taraf hidup warga masyarakat dengan

Dengan mengintroduksikan teknologi inovasi spesifik lokasi yang di dalamnya sudah mencakup teknik pengendalian parasit dan penyakit ternak, maka kawasan tipologi lahan

Data yang di peroleh melalui studi pustaka dan studi lapangan di nalisis dan diidentifikasi untuk di jadikan sebagai acuan dalam menciptakan karya seni berupa batik dan

running dari 4 penelitian model fisik baik data dari nilai koefisien kekasaran hasil eksperimen maupun hasil estimasi menunjukkan jika nilai Fr>1 pada kondisi aliran

Oleh karena itu kurikulum pendidikan bagi anak dengan hambatan intelektual dalam memberi pelayanan pendidikan khusus pada jenjang pendidikan menengah dapat bermakna

Pendeta dengan model preoccupied attachment to God, saat menghadapi kesulitan ketika menjalani tanggung jawabnya ia akan berusaha untuk terus menjalin hubungan yang

Prestasi kerja penulis dalam kegiatan pemupukan tanah adalah 0.15 ha/HK, sedangkan untuk kegiatan pemupukan daun 0.014 ha/HK Beberapa alat yang digunakan dalam kegiatan

 Analisis proksimat proksimat dapat dapat diigunaka diigunakan n sebagai penentu kandungan gizi dalam ubur sebagai penentu kandungan gizi dalam ubur  –  – ubur