Sistem Sumur Dual Gas Lift
2.1
Metode Pengangkatan Buatan (Artificial Lift)
Penurunan tekanan reservoir akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur minyak, serta menurunkan laju produksi sumur. Penurunan produktivitas sumur ini disebabkan oleh dua hal yaitu penurunan kemampuan reservoir dalam mensuplai fluida ke dasar sumur, dan peningkatan tekanan yang dibutuhkan untuk mengangkat fluida ke permukaan. Kedua kondisi inilah yang kemudian disebut dengan kondisi masukan (inflow) dan keluaran (outflow) yang dapat mengindikasikan berubahnya performa sebuah sumur minyak. Salah satu jalan untuk menjaga agar masukan (inflow) dari reservoir cukup tinggi adalah dengan menurunkan tekanan di dasar sumur, salah satunya dengan metode pengangkatan buatan. Upaya ini akan berim-bas pada berubahnya performa keluaran (outflow) dari sumur.
Masukan atau inflow dari reservoir bergantung pada tekanan dasar sumur atau Pw f,
sedangkan keluaran atau outflow fluida dari dasar sumur menuju ke permukaan
akan berubah sesuai dengan metode pengangkatan buatan yang digunakan. Em-pat metode pengangkatan buatan yang sering digunakan adalah, sucker rod pump,
gas lift, submersible pumping dan hydraulic pumping. Dalam thesis ini, dibahas
tentang penggunaan metode gas lift pada satu sumur yang mempunyai dua tubing, yang disebut sebagai sumur dual gas lift.
2.2
Sumur Dual Gas Lift
Sumur dual gas lift adalah sebuah sumur yang terdiri dari dua tubing yang mem-produksi dua layer atau reservoir yang berbeda dan gas injeksi akan terbagi untuk
tubing yang satu dengan tubing yang lain. Gas diinjeksikan melalui annulus casing
dan memasuki tubing melalui dua buah valve yang terpasang pada masing-masing
tubing. Karenanya, masalah yang sering terjadi pada sumur dual gas lift adalah
adanya ketakstabilan dari distribusi gas injeksi untuk masing-masing tubing yang akan berimbas pada masalah ketakstabilan produksi sumur. Skema sumur dual gas
lift dapat diilustrasikan pada gambar 2.1,
Masalah ketakstabilan jumlah injeksi gas pada masing-masing tubing dari sumur
dual gas lift disebabkan oleh beberapa faktor kondisi operasi, salah satunya adalah
terbatasnya alat untuk menentukan gas injeksi bagi masing-masing tubing. Aki-batnya, dapat terjadi gas injeksi akan mengarah kepada salah satu gas lift valve saja. Sebagai konsekuensinya, tubing yang lain akan mendapatkan sisa gas injeksi dan memproduksi sedikit sekali minyak atau bahkan tidak berproduksi sama sekali, akibatnya akan terjadi penurunan total produksi secara keseluruhan.
Aliran fluida pada sumur dual gas lift dapat dinyatakan sebagai berikut:
Gambar 2.1: Ilustrasi Sumur Dual Gas Lift
gas dengan fluida reservoir akan menurunkan gradien tekanan alir, sehingga tekanan alir dalam tubing akan menurun. Penurunan gradien tekanan alir tersebut, sesuai dengan jumlah aliran gas injeksi.
2. Gas injeksi akan mengangkat kolom fluida keluar dari tubing dipermukaan sementara tekanan gas dalam annulus akan berkurang dengan cepat.
3. Sebagai akibatnya annulus akan kosong, sehingga perbedaan tekanan antara
casing dengan tubing pada titik injeksi akan menuju negatif, sehingga gas
injeksi akan berada di tubing seluruhnya.
4. Injeksi gas selanjutnya akan meningkatkan tekanan dalam annulus dan akan menekan gas injeksi masuk kedalam tubing.
5. Proses ini akan terulang secara kontinu.
in-jeksi harus diatur sedemikian rupa, sehingga aliran gas inin-jeksi memenuhi aliran kritis. Dalam penelitian ini, telah diasumsikan bahwa aliran yang melalui valve injeksi adalah aliran kritis.
Ketakstabilan distribusi gas injeksi dapat dijelaskan sebagai berikut, ketika gas in-jeksi memasuki salah satu tubing dan bercampur dengan cairan reservoir, gradien tekanan dalam tubing akan menurun, yang mengakibatkan penurunan tekanan yang cukup besar pada bagian tubing diatas valve gas injeksi. Penurunan tekanan
tub-ing pada titik injeksi tersebut makin besar sehtub-ingga akan mentub-ingkatkan jumlah gas
injeksi yang masuk kedalam tubing.
Sebagai akibatnya aliran gas injeksi pada tubing kedua akan mengalami penurunan, sehingga gradien tekanan pada tubing kedua akan mengalami peningkatan. Jadi, jika pada tubing pertama terjadi penurunan tekanan diatas valve gas injeksi maka sebagai konsekuensinya jumlah gas injeksi yang akan masuk pada tubing kedua akan berkurang. Hal inilah yang menyebabkan bahwa gas injeksi pada sumur dual
gas lift dapat berkumpul hanya pada satu tubing saja.
2.3
Aliran Fluida di Reservoir
Fluida reservoir dalam media berpori terdiri dari gas, minyak dan air yang akan mengalir bersama-sama ke lubang sumur, jika terjadi perbedaan tekanan antara
reservoir dan lubang sumur, sebesar∆P = Pr− Pw f.
Besarnya aliran fluida tersebut, dinyatakan oleh laju alir (q). Nilai laju alir diten-tukan oleh ∆P, sifat fisik media berpori seperti, permeabilitas (k), geometri
reser-voir (jari-jari reserreser-voir (re), jari-jari sumur (rw), dan tebal reservoir (h)), dan sifat
direpresen-tasikan dalam bentuk
q= f (∆P,k,h,re,rw,µ).
Dalam bentuk persamaan dan dengan menggunakan satuan lapangan, hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan Darcy, yaitu:
q= 7.08 × 10 −3kh Pr− Pw f Boµo lnre rw− 0.75 .
Variabel Bo,k,h,µo,redan rwdapat berharga konstan sehingga berdasarkan variabel
produksi dapat dinyatakan q= fPw f
.
Asumsi pengembangan persamaan Darcy tersebut, bahwa fluida yang mengalir satu fasa (liquid), dan q = fPw f
merupakan hubungan yang linier, dan dapat ditulis dalam bentuk persamaan
qL= JPr− Pw f . (2.1)
Dimana, qLmenyatakan jumlah cairan yang mengalir dari reservoir yang terdiri dari
minyak dan air (stb/day), Pr mewakili tekanan reservoir (psia), Pw f menyatakan
tekanan dasar sumur (psia) dan J menyatakan indeks produktivitas suatu reservoir (stb/day/psia).
Persamaan (2.1) dapat dituliskan:
Pw f = Pr− qL
J = f1(qL). (2.2)
Pada keadaan sebenarnya, fluida yang mengalir di reservoir adalah gas, minyak dan air. Namun, untuk sumur-sumur tua, produksi fluida akan didominasi oleh air,
sehingga dapat didekati dengan asumsi tersebut diatas.
Persamaan Darcy tersebut, dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan pro-duktivitas sumur, yang selanjutnya dapat ditentukan dengan melakukan uji sumur. Pengujian dilakukan dengan mengukur tekanan reservoir (Pr), dan mengukur harga
tekanan dasar sumur Pw f pada suatu harga produksi cairan (qL) yang konstan.
Berdasarkan data test tersebut, maka dapat ditentukan nilai kemampuan produksi
reservoir (J) dan dapat dibuat hubungan antara q vs Pw f, yang disebut sebagai
in-flow.
2.4
Persamaan Aliran Fluida Dalam Tubing
Persamaan aliran fluida dalam tubing diturunkan dari persamaan kesetimbangan energi, yang menganut hukum konservasi energi [1]. Hukum konservasi energi menyatakan
”Energi fluida yang masuk titik 1 pada pipa, ditambah beberapa usaha tam-bahan yang dikerjakan terhadap fluida diantara titik 1 dan 2, dikurangi beberapa energi yang hilang dalam sistem diantara titik 1 dan 2, adalah sama dengan energi fluida yang meninggalkan titik 2 pada pipa”.
Berdasarkan hukum konservasi energi tersebut, maka persamaan kesetimbangan energi dapat dituliskan:
U1+ mv21 2gc + mgh1 gc + P1 V1+ q − W = U2+ mv22 2gc + mgh2 gc + P2 V2. (2.3)
Dimana, (U) menyatakan energi dalam,mv2gc2mewakili energi kenetik,mghg
c
meny-atakan energi potensial, (PV) sebagai tekanan volume, (q) menymeny-atakan perpindahan
panas dan (W) merupakan usaha yang dilakukan oleh fluida.
Penurunan persamaan perhitungan perbedaan tekanan dalam pipa diperoleh berdasarkan persamaan kesetimbangan massa (2.3)
U1+ mv21 2gc + mgh1 gc + P1 V1+ q − W = U2+ mv22 2gc + mgh2 gc + P2 V2.
Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi
∆U + ∆ mv2 2gc ! + ∆ mgh gc ! + ∆(PV) + W − q = 0. (2.4)
Dalam azas thermodinamika, diketahui bahwa faktor entalpi H, merupakan fungsi dari energi dalam dan tekanan volume, H= U + PV. Jika entalpi ini disubstitusikan dalam persamaan (2.4) maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
∆H + ∆ mv2 2gc ! + ∆ mgh gc ! + W − q = 0.
Menurut definisi thermodinamika, ∆U dapat dinyatakan sebagai fungsi entropi, S , yaitu: ∆U =Z S2 S1 T dS+ Z v2 v1 p (−dV)+ Z F,
dengan F menyatakan gaya luar lainnya. Jika diasumsikanR F= 0, maka diperoleh
∆U =Z S2 S1 T dS+ Z v2 v1 p (−dV) . (2.5)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.5) ke persamaan (2.4) maka diperoleh Z S2 S1 T dS − Z v2 v1 p (dV)+ ∆ mv 2 2gc ! + ∆ mgh gc ! +Z P2 P1 VdP+ Z v2 v1 p (dV)+ W − q = 0. (2.6)
Selanjutnya diketahui dari hukum termodinamika bahwaRSS2
1 T dS = q + lw, dengan
lw adalah usaha yang hilang yang disebabkan karena gesekan fluida pada dinding
pipa, kelicinan, efek pergesekan antara beberapa fasa, efek kekentalan, efek tegan-gan permukaan dll. Dentegan-gan mensubstitusikan persamaanRSS2
1 T dS= q+lw kedalam
persamaan (2.6), akan diperoleh:
Z P2 P1 VdP+ ∆ mv 2 2gc ! + ∆ mgh gc ! + W + lw = 0. (2.7)
Untuk m= 1, persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:
Z VdP+ ∆ v 2 2gc ! + g gc(∆z) + W + lw = 0.
Persamaan diatas dapat dinyatakan dalam bentuk:
dP ρ + vdv gc + g gc dz+ d(lw) + dW.
Jika diasumsikan fluida tidak melakukan usaha atau tidak ada usaha yang dilakukan terhadap fluida tersebut maka diperoleh:
dP dz + ρvdv gcdz + g gcρ + ρ d (lw) dz = 0. atau dP dz = − " g gcρ + ρvdv gcdz + ρ d (lw) dz . # (2.8)
Menyatakan nilai perbedaan tekanan pada suatu pipa produksi secara umum. Jika
ρd(lw) dz =
f ρv2
2gcd disubstitusikan pada persamaan (2.8), maka persamaan diatas menjadi
dP dz = − " g gcρsinθ + ρvdv gcdz + f ρv2 2gcd . # (2.9)
Dari persamaan (2.9), persamaan perhitungan perbedaan tekanan sepanjang pipa terdiri atas 3 komponen yang sangat mempengaruhi, yaitu:
1. Komponen elevasi gg
cρsinθ.
2. Komponen friksi 2gcf ρvd2. 3. Komponen akselerasi ρvdvg
cdz.
Persamaan perbedaan tekanan dalam pipa diatas akan diterapkan pada pipa vertikal (sudut kemiringan pipa, θ= 90o), dan jika aliran dalam pipa terdiri dari dua fasa yaitu liquid dan gas, maka persamaan (2.4) dapat dituliskan menjadi:
dP dh = g gc ρm+ ρmvmdvm gcdh + fmρmv2m 2gcd .
Berdasarkan persamaan umum kehilangan tekanan tersebut, Hagedorn and Brown [2] mengembangkan korelasi kehilangan tekanan alir dalam pipa untuk fluida dua fasa secara empiris, yang ditunjukkan oleh persamaan (2.10).
144dP dh = ρm+ f w2 2.9652 × 1011d5ρ m + ρm d v2m 2gc dh . atau 144dP dh = ρm+ f w2 2.9652 × 1011d5ρ m+ ρmvm gc dvm 2 dh . (2.10)
dimana, d adalah diameter tubing (in), P menyatakan tekanan sepanjang tubing (psia), ρmmenyatakan kerapatan campuran antara liquid dan gas (lbm/cu f t), f
se-bagai faktor gesekan antara pipa dengan fluida. w mewakili laju alir massa (lbm/day), vmmewakili kecepatan campuran dua fasa dan gcmenyatakan gaya gravitasi.
Persamaan (2.10) dapat disederhanakan dengan mensubstitusikan
d(vm) dh = dvsL+ vsg dh . d(vm) dh = d vsL+ qL GLRt−Rs 1 1+WOR (14.7+(T+460)Z) 86400Ap(520)P2 !! dh d(vm) dh = − qL GLRt− Rs 1 1+WOR 86400Ap 14.7 P2 ! (T+ 460)Z 520 ! dP dh.
Dengan demikian, persamaan perbedaan tekanan untuk korelasi Hagedorn-Brown dapat dituliskan sebagai berikut:
dP dh = ρm+ f w 2 2.9652×1011d5ρ m 144+ρmvm gc qL GLRt−Rs 1 1+WOR (14.7+(T+460)Z) 86400Ap(520)P2 ! .
Dengan demikian, persamaan gradien diatas dapat dinyatakan sebagai fungsi dari tekanan dan kedalaman (ketinggian), dimana untuk suatu laju injeksi gas akan dicari besar laju produksi minyak. Secara matematis, dapat dinyatakan sebagai berikut:
dP dh = f2 P, h; qL,qg . (2.11) dengan P(0)= Pwh, (2.12) Pwh, merupakan tekanan kepala sumur, dan