17
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MUDHARABAH
A. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha (mudharib). Keuntungan usaha yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan biasanya dalam bentuk nisbah (persentase).
Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian itu di tanggung oleh shahibul mal sepanjang kerugian itu bukan akibat kelalaian mudharib. Sedangkan mudharib menanggung kerugian atas upaya, jerih payah dan waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun, jika kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mudharib, maka mudharib harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.1
Pengelola tidak ikut menyertakan modal, tetapi menyertakan tenaga dan keahliannya, dan juga tidak meminta gaji atau upah dalam menjalankan usahanya. Pemilik dana hanya menyediakan modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam manajemen usaha yang
1 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
dibiayainya. Kesediaan pemilik dana untuk menanggung risiko apabila terjadi kerugian menjadi dasar untuk mendapat bagian dari keuntungan.
Dalam suatu kontrak mudharabah, pemodal dapat bekerja sama dengan lebih dari satu pengelola. Para pengelola tersebut seperti bekerja sebagai mitra usaha terhadap pengelola yang lain. Nisbah (porsi) bagi hasil pengelola dibagi sesuai kesepakatan di muka.
Nisbah bagi hasil antara pemodal dan pengelola harus disepakati di awal perjanjian. Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur dalam Syari’ah, tetapi tergantung kesepakatan mereka. Nisbah bagi hasil bisa dibagi rata 50:50, tetapi bisa juga 30:70, 60:40, atau proporsi lain yang disepakati. Pembagian keuntungan yang tidak diperbolehkan adalah dengan menentukan alokasi jumlah tertentu untuk salah satu pihak. Diperbolehkan juga untuk menentukan proporsi yang berbeda untuk situasi yang berbeda.
Akad mudharabah ada dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Pada mudharabah muthlaqah pemodal tidak mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu. Jenis usaha yang akan dijalankan oleh mudharib secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang dirasa sesuai sehingga disebut muthlaqah tidak terikat atau tidak terbatas. Hal yang tidak boleh dilakukan oleh
pengelola tanpa seizin pemodal antara lain meminjam modal, meminjamkan modal, dan me-mudharabah-kan lagi dengan orang lain.2 2. Landasan Hukum Mudharabah
Dasar hukum dari akad mudharabah dapat kita jumpai dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Ijmak.
a. Al-Quran
Ketentuan hukum tentang mudharabah dalam Al-Quran tertuang dalam Surat al-Muzzamil ayat (20) :
يرِاللَّهِ يرِ ضْ وَ ي ضْ رِ ي وَو رُ وَ ضْ وَ يرِ ضْلأا ي رِ ي وَو رُ رِ ضْ وَ ي وَو رُ وَآ وَ
“...dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT....”.Yang menjadi argumen dan dasar dilakukannya akad mudharabah dalam ayat ini adalah kata „yadhribun‟ yang sama dengan akar kata mudharabah yang memiliki makna melakukan suatu perjalanan usaha.3
Di samping itu juga dapat kita baca dalam Surat al-Jumu’ah ayat (10) :
يوَاللَّهِ ي رُ رُ ضْا وَ يرِ اللَّهِ يرِ ضْ وَ ي ضْ رِ ي رُ وَ ضْ وَ يرِ ضْلأا ي رِ ي رُ رِ وَ ضْا وَ يرُلا اللَّهِلا يرِ وَ رِ رُ ي وَارِ وَ
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlan kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah SWT....”
2Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm.
61.
Dari kedua ayat Al-Quran di atas pada intinya adalah berisi dorongan bagi setiap manusia untuk melakukan perjalanan usaha. Dalam dunia modern seperti sekarang ini, siapa saja akan menjadi lebih mudah untuk melakukan investasi yang benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, antara lain melalui mekanisme tabungan mudharabah ini.4
b. Hadis
Ketentuan hukum dalam hadis dapat kita jumpai dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda:
يرُّ رُ ا يرُ وَ وَآوَ يرُض وَلأ وَ رُلا وَ ييٍ وَ وَ يلا يرُ ضْ وَ وَا يرُ وَ وَ وَ وَا ي اللَّهِ وَ ضْ يٍ رِ ي وَ يث
يرِ ضْ وَ ضْ رِاوَلاوَ يرِ ضْ وَ وَ رِا ضْ رِعاللَّهِ ا وَ
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.”Diriwayatkan dari Daruquthni bahwa Hakim Ibn Hizam apabila memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai. Apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab pada hartaku.”
4 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
Qiradh atau mudharabah menurut Ibn Hajar’ telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad telah melakukan qiradh, yaitu Muhammad mengadakan perjalanan ke Syam untuk menjual barang-barang milik Khadijah r.a., yang kemudian menjadi istri beliau.5
3. Rukun dan Syarat Mudharabah Rukun Mudharabah:
a) Pelaku akad, yaitu shahibul mal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal; b) Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh);
c) Shighah, yaitu ijab dan qabul.6
Adapun syarat untuk masing-masing rukun adalah sebagai berikut:
a) Pelaku
1) Pelaku harus cakap hukum dan balig.
2) Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim.
3) Pemilik dana tidak ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi.
5 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 138. 6 Ascarya, Op.cit, hlm. 62.
b) Objek Mudharabah (Modal dan Kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad mudharabah. Berikut penjelasan untuk modal, kerja, dan ijab kabul.
1) Modal
Beberapa penjelasan terkait dengan modal adalah:
a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya, harus jelas jumlah dan jenisnya.
b. Modal diberikan secara tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola dana harus bekerja. c. Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga
dapat dibedakan dari keuntungannya.
d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk me-mudharabah-kan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi, maka dianggap pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana. e. Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan
modal kepada orang lain, dan apabila terjadi, maka dianggap pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
f. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syariah.
2) Kerja
Beberapa penjelasan terkait dengan kerja adalah:
a. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain. b. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan
syariah.
c. Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
d. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal dan sudah bekerja, maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah. 3) Nisbah Keuntungan
Beberapa penjelasan terkait dengan nisbah keuntungan adalah: a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian
keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
c) Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui korespondensi atau mengguanakan cara-cara komunikasi modern.7
4. Jenis Mudharabah
a) Mudharabah muthlaqah
Adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.
Dalam mudharabah muthlaqah, pengelola dana memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya. Di samping itu, apabila terjadi kerugian yang bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana, maka kerugian itu akan ditanggung oleh pemilik dana.
b) Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek investasi atau sektor usaha. Apabila pengelola dana
7 Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, (Padang:
bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.8
5. Hal-hal yang Membatalkan Mudharabah
Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut:
a) Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah, karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apapun, kecuali atas kelalaiannya.
b) Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian.
8 Ibid,. hlm. 221.
c) Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia,
mudharabah menjadi batal.9
B. Mudharabah sebagai Skema Tabungan
1. Pengertian Tabungan
Menurut UU Perbankan, sebagaimana dikutip Rimsky K. Judiseno, tabungan didefinisikan sebagai “simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu”.10
Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan si penabung. Sebagai contoh dalam hal frekuensi penarikan, apakah 2 kali seminggu atau setiap hari atau mungkin setiap saat. Yang jelas haruslah sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Kemudian dalam hal sarana atau alat penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya yaitu bank dan penabung.
Ada beberapa alat penarikan tabungan, hal ini tergantung bank masing-masing, mau menggunakan sarana yang mereka inginkan. Alat ini dapat digunakan sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Alat-alat yang dimaksud adalah:
9 Hendi Suhendi, Op.cit, hlm. 143.
10 Rimsky K. Judiseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT
a. Buku Tabungan
Yaitu buku dipegang oleh nasabah, dimana berisi catatan saldo tabungan, penarikan, penyetoran dan pembebanan-pembebanan yang mungkin terjadi. Buku ini digunakan pada saat penarikan, sehingga langsung dapat mengurangi saldo yang ada di buku tabungan tersebut.
b. Slip Penarikan
Merupakan formulir penarikan dimana nasabah cukup menulis nama, nomor rekening, jumlah uang serta tanda tangan nasabah untuk menarik sejumlah uang. Slip penarikan ini biasanya digunakan bersamaan dengan buku tabungan.
c. Kwitansi
Merupakan bukti penarikan yang dikeluarkan oleh bank yang fungsinya sama dengan slip penarikan, dimana tertulis nama penarik, nomor penarik, jumlah uang dan tanda tangan penarik. Alat ini juga dapat digunakan secara bersamaan dengan buku tabungan.
d. Kartu yang Terbuat dari Plastik
Yaitu kartu yang terbuat dari plastik yang dapat digunakan untuk menarik sejumlah uang dari tabungannya, baik bank maupun di mesin Automated Teller Machine (ATM). Mesin ATM ini biasanya tersebar di tempat-tempat yang strategis.11
11 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2. Aplikasi Mudharabah pada Tabungan a. Tabungan Syariah
Dasar hukum atas produk perbankan syariah berupa tabungan dalam hukum positif Indonesia adalah UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di samping itu juga dapat kita temukan dalam Pasal 36 huruf a poin 2 PBI Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Intinya menyebutkan bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya melakukan penghimpunaan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi antara lain berupa tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan atau mudharabah.
Di samping itu juga dikeluarkan pada Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 12 Mei 2000 yang intinya menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan dalam menyimpan kekayaan, memerlukan jasa perbankan. Salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah tabungan, yaitu simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.12
b. Aplikasi Mudharabah pada Tabungan
Simpanan/tabungan mudharabah, adalah simpanan/tabungan pemilik dana yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak diberikan bunga sebagai pembentukan laba rugi bank syariah tetapi diberikan bagi hasil.13
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI ini tabungan yang dibenarkan secara syariah adalah yang berdasarkan prinsip mudharabah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
12 Abdul Ghofur Anshori, Op.cit, 89.
13 Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah,
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. 6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.14
Aplikasi akad mudharabah secara teknis dapat kita baca dalam Pasal 5 PBI No. 7/46/PBI/2005, yaitu:
1) Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana.
2) Dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal.
3) Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah.
4) Pada akad tabungan berdasarkan mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening
5) Nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan 6) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan
atau deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
7) Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan
14Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (jakarta: PT
8) Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku.15
15 Abdul Ghofur Anshori, Op.cit, 91.