• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Republik ndonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Perubahannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Republik ndonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Perubahannya"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem perekonomian Indonesia, dari sejak awal sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini yang tercantum dalam UUD ’45 pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Dalam UUD ’45 pada ayat 1 berbunyi :

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan;

ayat 2 :

Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara;

ayat 3 :

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.”1

Sistem perekonomian tidak lain adalah bentuk hubungan produksi, yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan siapa yang memiliki atau menguasai alat-alat produksi. Jika yang memiliki alat-alat produksi tersebut negara dan rakyat dalam organisasi koperasi, sedangkan swasta perorangan atau berbadan hukum tidak diperkenankan, maka sistem perekonomian semacam itu dinamakan sistem perekonomian sosialis, seperti Uni Soviet pada masa lampau. Jika alat-alat produksi didominasi pemilikannya dan penguasaannya oleh swasta perorangan atau badan hukum perseroan, maka dinamakan sistem perekonomian kapitalis. Jika alat-alat produksi dimiliki atau dikuasai oleh negara, masyarakat dalam organisasi koperasi, dan perusahaan swasta perorangan maupun perseroan, maka sistem perekonomian itu disebut sitem perekonomian campuran (mixed economy)2.

1Republik ndonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Perubahannya 2Buyung Syafei, Sekali Lagi Tentang Sistem Perekonomian,

(http://deroe.wordpress.com/2009/02/13/sekali-lagi-tentang-sistem-perekonomian/ diakses pada tanggal 15 Juni 2009).

(2)

Sebagai manifestasi penguasaan Negara terhadap cabang produksi tersebut Pemerintah banyak membentuk perusahaan BUMN dimana tujuan pembentukan perusahaan BUMN adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.3

Pengertian dikuasai oleh negara perlu memperoleh pengertian yang jelas, terutama dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi sekarang ini dan di mana negara-nagara di dunia ini dituntut untuk menyetujui dan masuk dalam perdagangan bebas; menghilangkan hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional. Penguasaan oleh negara tidak harus berarti pemilikan oleh negara, sebab BUMN/BUMD yang dimiliki negara justru sering dikelola tidak efisien, selalu merugi, dan sering terlibat dalam hutang yang besar. Jadi, bukannya berusaha untuk kemakmuran rakyat banyak, tetapi sebaliknya membebani rakyat banyak4.

Pemilikan, mungkin lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penguasaan. Pemilikan dapat diperoleh secara hukum, tetapi penguasaan adalah masalah kekuatan (forces) dan kekuasaan (power). Kekuasaan adalah hasil dari perjuangan dalam semua aspek kehiduapan berbangsa dan bernegara, terutama dalam bidang perekonomian. Kekuatan dan ketahanan dalam bidang ekonomi merupakan inti dari kekuasaan. Di sini prinsip berdikari dalam bidang ekonomi membuktikan kebenarannya. Arus globalisasi dan liberalisasi dalam investasi dan perdagangan dunia tidak akan menimbulkan masalah, jika Indonesia memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam posisi penawaran dengan pihak-pihak luar, terutama pihak asing. Keputusan privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN memberikan suatu bukti, bahwa kita tidak punya kekuatan dan kekuasaan dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi investasi dan perdagangan5.

BUMN sebagai salah satu pilar ekonomi bangsa Indonesia sering dikatakan tidak efisien. BUMN dikatakan hanya memiliki satu pertiga sampai dengan setengah efisiensi dan seringkali justru jauh di bawahnya dibandingkan

3Anonim, Reformasi Menuju Sistem Kerakyatan, (Jurnal Bisnis dan Ekonomi,

Maret1999,(http://www.stiestikubank.ac.id/webjurnal/edisi_maret_1999/Reformasi_Menuju_siste m ekonomi_kerakyatan_.htm, diakses pada tanggal 9November 2009).

4Syafei, Op Cit. 5Ibid.

(3)

dengan yang dimiliki oleh perusahaan swasta6. Penyebabnya bisa banyak hal, namun salah satunya karena BUMN telah terjerumus karena keistimewaan monopoli yang didapatnya7.

Perkembangan dunia usaha meningkat dengan sangat pesat termasuk pada sektor jasa. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari dimana segala aktivitas manusia tidak bisa lepas dari sektor jasa transportasi, telekomunikasi, jasa finansial, hiburan, kesehatan dan sebagainya. Perkembangan ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan sektor jasa. Salah satu sektor jasa yang mengalami perkembangan adalah sektor transportasi, karena transportasi merupakan sarana yang dapat memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan8.

Pentingnya jasa transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang sebagai akibat meningkatnya perkembangan penduduk dan pengembangan pemukiman yang semakin luas. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka perlu adanya penyediaan jasa transportasi yang makin meningkat baik jumlah maupun kualitas yang mencakup keamanan, kenyamanan, tepat waktu dan efisien9. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa transportasi maka semakin banyak perusahaan yang bergerak di bidang tranportasi sehingga akan meningkatkan pula persaingan dalam bidang transportasi.

PT Kereta Api (Persero) adalah suatu BUMN yang bergerak dalam transportasi Kereta Api yang fasilitas monopolinya selama ini diperoleh dari peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 6 ayat (1) UU No. 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian10dimana sejak diberlakukannya undang-undang tersebut, kondisi perkeretaapian nasional yang masih bersifat monopoli dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi

6Budiman Mador, Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Pengangkutan Barang Dengan Kereta Api,(Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hal 34.

7

A. Tony Prasentiantono, Masa Depan BUMN dan Ambiguitas Privatisasi, (Jakarta: PT Elex Media Kompetindo, 2005), hal 129.

8 Republik Indoonesia, Penjelasan Umum Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara No. 70 tahun 2008, Tambahan Berita Negara No. 4297.

9 Republik Indonesia, Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia No 13

tahun 1992 tentang Perkeretaapian. Telah diubah dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

(4)

nasional masih rendah, prasarana dan sarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat pelayanan masih jauh dari harapan11.

Padahal di sisi lain perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan.

Dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman,nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain. Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antarmoda transportasi yang mampu meningkatkanpenyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang dan barang.

Penyelenggaraan perkeretaapian telah menunjukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

Dengan adanya perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan lingkungan strategis yang semakin kompetitif dan tidak terpisahkan dari sistem perekonomian internasional yang menitikberatkan pada asas keadilan, keterbukaan, dan tidak diskriminatif, dipandang perlu melibatkan peran pemerintah daerah dan swasta guna mendorong kemajuan penyelenggaraan

11 Republik Indonesia, Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia No 23

tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Lembaran Negara No.65 tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara No.4722 (UU KA Baru).

(5)

perkeretaapian nasional12 dan menggiatkan moda Perkeretaapian untuk dapat berperan lebih besar mempecepat perkembangan ekonomi nasional13.

Selain itu, terdapat latar belakang permasalahan yang selama ini melilit jasa perkeretaapian berdasarkan dokumen kerja “Cetak Biru Pembangunan Transportasi Perkeretaapian”, Ditjen Perkeretaapian merumuskan permasalahan perkeretaapian saat ini sebagai berikut:

1. Pelayanan belum memuaskan;

2. Pangsa KA terhadap angkutan penumpang maupun barang masih kecil; 3. Belum terpadu dengan moda lain;

4. Kecepatan rendah sehingga waktu tempuh tinggi; 5. Jumlah KA ekonomi bekurang;

6. Sering terjadi kecelakaan; 7. Jumlah armada terbatas;

8. PT. KA sebagai operator tunggal.

Dalam dokumen kerja yang sama, dinyatakan bahwa pangsa pasar kereta api terhadap angkutan penumpang adalah hanya 7,32% dan barang sebesar 0,63%. Melalui pertimbangan-pertimbangan tersebut, Pemerintah berkepentingan merubah UU No. 13 tahun 1992 dengan UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian (UUKA) yang lebih komprehensif dan relevan dengan kondisi terkini dan mempunyai visi yang berbeda yaitu “Visi Sistem Perkeretaapian Nasional”14, yaitu:

1. Multi operator; yang ditandai dengan diperluasnya definisi perkeretaapian khusus, pemisahan antara penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian, pemindahan tugas penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian dari Pemerintah ke Badan Usaha, dan pelimpahan wewenang penetapan tarif perkeretaapian pada Badan Usaha penyelenggara.

12Penjelasan UUKA 13

Anonim, Revitalisasi Perkeretaapian : Menambah Peran KA Lebih

Besar,(http://www.mtiits.or.id/files/Revitalisas_%20KA_%28Tabloid%20Transindo%29.pdf,

diakses pada tanggal 1 Januari 2010) diakses tanggal 15 Januari 2010.

14 Mohammad Okki Hardian, Visi Sistem Perkeretaapian Nasional,

(http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=5&ved=0CBMQFjAE&url=http%3A %2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FArst4_1232.pdf&rct=j&q=uu+23+perkeretaapi an&ei=aQJtS73fDs6TkAXyxMjUBw&usg=AFQjCNG10swLtqlwkcJd2eXAOS0IoIaA,

(6)

2. Mendukung otonomi daerah; dengan dilibatkannya Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten/Kota dalam perencanaan, perancangan, pembinaan dan pengawasan, maupun pelaksanaan Sistem Perkeretaapian Nasional15.

3. Profesional dan terjamin mutu pelayanan; yaitu berupa diperkenalkannya asas transparansi, asas akuntabilitas, dan asas berkelanjutan sebagai dasar penyelenggaraan sistem perkeretaapian nasional; perubahan tujuan penyelenggaraan perkeretaapian nasional dengan penekanan pada keselamatan, keamanan, kenyamanan, kecepatan dan kelancaran, ketepatan, ketertiban dan keteraturan, serta efisiensi; penekanan pada standarisasi pelayanan dan operasi; dukungan terhadap angkutan multimoda; serta diakuinya peran serta masyarakat.

4. Mendukung pengembangan teknologi dan SDM dalam negeri; dengan diperkenalkannya asas kemandirian sebagai dasar penyelenggaraan sistem perkeretaapian nasional.

Melanjutkan perubahan Undang-undang Perkeretaapian tersebut, dalam tubuh PT KA (Persero) terdapat suatu divisi, yaitu Divisi Angkutan Perkotaan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek) yang dibentuk pada tanggal 1 April 1999 dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan, memberi kemudahan, keamanan, ketertiban kepada pengguna jasa angkutan kereta api komuter (di wilayah Jabotabek), baik sebelum berangkat, di atas kereta, maupun saat sampai di stasiun tujuan. Tujuan lainnya adalah menyelenggarakan usaha di bidang lain yang dibebankan oleh Direksi PT. Kereta Api (Persero). Dengan kata lain, melalui pembentukan Divisi Angkutan perkotaan Jabotabek ini PT. Kereta api (Persero) menghendaki tercapainya16:

- Akuntabilitas lebih besar

- Kinerja dapat diukur dengan jelas - Tanggung jawab terhadap laba/rugi - Adaptif terhadap lingkungan - Lebih mandiri

15Ibid

(7)

- Lebih dapat mengembangkan diri

Pada perkembangan selanjutnya Pemerintah berkepentingan untuk mempercepat perkembangan perkeretaapian, terutama perkembangan perkeretaapian di wilayah Jabotabek ini, dengan memasukkannya sebagai salah satu point program percepatan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009, sebagai kelanjutan dari Inpres No. 6 tahun 2007, berkehendak untuk memperkuat koordinasi antara Departemen terkait dalam rangka percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha Mikro, Kecil dan Menengah17.

Dalam salah satu butir “Kebijakan Dukungan Infrastruktur kepada Perekonomian”, diinstruksikan untuk segera merevitalisasi perkeretaapian nasional melalui, diantaranya, Pemisahan Operasi Manajemen Kereta Api Jabodetabek pada bulan Desember 2008.

Menindaklanjuti Inpres tersebut, maka diterbitkanlah Surat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. BUMN No S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008 tentang Persetujuan Pendirian Anak Perusahaan dan pada tanggal 15 September 2008, berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham didirikan PT KAI Commuter Jabodetabek (PT KCJ) sebagai Anak Perusahaan PT KA (Persero) (PT KA) yang ditugaskan menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api komuter (untuk selanjutnya disebut ”Commuter” saja) dengan menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabotabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan18. Berdirinya PT KCJ juga diharapkan agar menjadi bagian dari pemecahan permasalahan transportasi perkotaan, khususnya di wilayah Jabodetabek, yang semakin kompleks.

Peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaturan kerjasama yang terjadi pada operasi sarana maupun prasarana perkeretaapian di wilayah Jabodetabek antara PT KA dengan PT KCJ, mengingat dalam pelaksanaan operasinya sarana dan prasarana tersebut tidak dapat dengan serta merta

17Republik Indonesia, Instruksi Presiden No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009.

18Anonim, Sekilas KRL, http://www.krl.co.id/index.php/Sekilas-KRL.html, sebagaimana

(8)

dipisahkan sebagaimana terjadi pada pemisahan perusahaan swasta biasa. Hal ini mengingat antara lain:

1. Pemisahan Divisi Usaha Jabotabek merupakan amanat Inpres No. 5 tahun 2008 dan bukan semata-mata ‘keinginan’ atau ‘kebutuhan’ perusahaan semata;

2. PT KA merupakan perusahaan BUMN yang tunduk pada ketentuan yang berlaku bagi BUMN;

3. Masih bersatunya prasarana jalur kereta api dan persinyalan Jabodetabek dengan kereta api jarak menengah dan jarak jauh yang dilayani Kereta Diesel;

4. Status hukum sarana dan prasarana perkeretaapian yang sebagian besar masih milik pemerintah, dan permasalahan-permasalahan lainnya.

1.2. Pokok Permasalahan

Agar dalam pembahasan ini mempunyai ruang lingkup yang jelas, guna mendapatkan hasil analisis yang baik, maka penulis membatasi penulisan dalam masalah-masalah berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian kerjasama operasi sarana dan prasarana perkeretaapian antara PT KA dan PT KCJ dan bagaimana pelaksanaannya?

2. Permasalahan apa saja yang menjadi hambatan pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi tersebut?

3. Apakah perjanjian kerjasama operasi tersebut sesuai dengan tujuan pembentukan anak perusahaan PT KA dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan sebagaimana digariskan dalam Inpres No. 5 tahun 2008 dan program revitalisasi jasa angkutan perkeretaapian?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah kebijakan pemerintah dalam untuk merevitalisasi jasa angkutan perkeretaapian, yang salah satunya dilakukan melalui pemisahan jasa angkutan kereta api di wilayah Jabodetabek

(9)

merupakan langkah yang tepat termasuk apakah dalam pelaksanaannya mencapai cita-cita dan tujuan awal dilakukannya pemisahan itu sebagaimana digambarkan melalui perjanjian kerjasama operasi:

1. Mengetahui pengaturan hak dan kewajiban para pihak dan pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi sarana dan prasarana perkeretaapian antara PT KA dan PT KCJ.

2. Mengetahui hambatan pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi tersebut.

3. Mengetahui perjanjian kerjasama operasi tersebut telah sesuai dengan tujuan pembentukan anak perusahaan PT KA dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan sebagaimana digariskan dalam Inpres No. 5 tahun 2008 dan program revitalisasi jasa angkutan perkeretaapian.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan bidang hukum khususnya hukum perusahaan yang terkait dengan keputusan pemisahan perusahaan BUMN dan dapat bermanfaat untuk melengkapi bahan kepustakaan pada pengajaran hukum perusahaan.

Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan atau pemikiran kepada pihak yang berkepentingan dan sebagai bahan pertimbangan dari kebijakan pihak manapun baik pemerintah (kebijakan publik) maupun perusahaan BUMN maupun swasta, khususnya yang bergerak dalam jasa transportasi dalam melakukan pemisahan salah satu bagian atau divisi usahanya sehingga hasil akhir pemisahan itu dapat sesuai dengan cita-cita awal diterapkannya kebijakan tersebut.

b. Manfaat praktis

i. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kerjasama yang terjadi antara PT KA dan PT KCJ dalam

(10)

menyelenggarakan sarana dan prasana perkeretaapain di wilayah Jabodetabek.

ii. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan pada institusi atau perusahaan yang bersangkutan sehingga dapat meningkatkan kemajuan dan perkembangan usaha perkeretaapian yang pada akhirnya memberikan keuntungan, terutama dari sisi pelayanan, bagi masyarakat pengguna kereta api.

1.5. Kerangka Teoritis dan Definisi Operasional

Penelitian ini memfokuskan diri pada bagaimana pengaturan hak kewajiban para pihak dalam perjanjian antara induk dan anak perusahaan ini dapat sesuai dengan tujuan pemisahan perusahaan tersebut. Untuk membahas lebih lanjut penelitian ini, diperlukan suatu kerangka teori dan kerangka konsepsional yang mendasari adanya permasalahan yang telah disebutkan diatas. Permasalahan ini bermula dari adanya Instruksi Presiden yang termasuk ranah hukum publik yang memerintahkan pemisahan perusahaan yang merupakan ranah hukum perdata. Kemudian dari pemisahan perusahaan itu muncul hubungan hukum antara induk dan anak perusahaan yang membutuhkan keselarasan dan kseimbangan antara hak dan kewajiban dalam arti yang luas. Untuk itu Pemerintah terus mempunyai melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Instruksi Presiden tersebut.

Agar dalam penelitian ini terdapat gambaran, pemahaman, serta presepsi yang sama tentang definisi dari konsep-konsep yang digunakan, berikut ini akan akan dijabarkan Kerangka Teoritis dan Definisi Operasional sebagai berikut:

1. Kerangka Teoritis

a. Teori Good Corporate Governance (GCG)

Corporate Governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan

(11)

stakeholders. Pelaksanaan GCG menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan GCG menunjukkan adanya perlindungan tersebut, tidak hanya kepada pemegang saham, tetapi meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan termasuk masyarakat.

Dalam konteks korporasi merupakan sistem yang diarahkan dan dikontol oleh perusahaan. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan, sementara peran pemegang saham menunjuk Direksi dan Dewan Komisaris yang tentunya melibatkan kepentingan stakeholders serta penggunaan sumber daya berprinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas19.

Sementara khusus untuk Perusahaan BUMN, corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika20;

Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu:

19Alan Calder, A Practical Guide to the Legal Frameworks and International Code of Practice: Corporate Governance, London and Philadelphia: Cogan ang Page Limited, 2008, hal

12.

20Republik Indonesia, Keputusan Menteri Negara BUMN No.117/M-MBU/2002 tentang

(12)

"Komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika".21

GCG tercipta apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita. Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis serta berbasis informasi. Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima dasar, yaitu: perlindungan hak pemegang saham, persamaan perlakuan pemegang saham, peranan stakeholders terkait dengan bisnis, keterbukaan dan transparansi, akuntabilitas dewan komisaris.22

Pengukuran kinerja tersebut juga, berdimensi aktifitas operasional internal, intelektual kapital dan pembelajaran, kapasitas untuk inovasi dan respon terhadap pasar, produk dan penerimaan pasar, hubungan dengan pelanggan, hubungan dengan investor, hubungan dengan partner dan stakeholders, hubungan dengan publik sasaran, lingkungan, keuangan. GCG memberikan kontribusi dapat dijadikan alternatif penting meningkatkan kualitas proses bisnis melalui informasi yang dihasilkan serta peranannya sebagai performance driver, performance measurement. Karena, walau bagaimana pun proses bisnis diperbaiki secara tepat dan akurat apabila diperoleh informasi yang akurat serta komprehensif tentang apa yang harus diperbaiki termasuk apa yang harus ditingkatkan.

b. Teori Hukum sebagai Sarana Perubahan Sosial

Teori sociological jurisprudence tumbuh dan berkembang di Amerika, yang dipelopori oleh Roscoe Pound. Sociological jurisprudence merupakan suatu teori hukum yang mempelajari

21Anonim, Good Corporate Governance, yang diakses di

http://www.bpkp.go.id/?idunit=21&idpage=326 pada tanggal 13 Februari 2010.

22Lestariningsih, Penerapan Peranan Good Corporate Governace dalam Pengembangan Perusahaan Publik, Surakarta: Spirit Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2008, hal. 115.

(13)

pengaruh hukum terhadap masyarakat, dengan pendekatan dari hukum ke masyarakat. Hukum menjadi instrumen untuk mengarahkan masyarakat menuju tujuan yang diinginkan, bahkan perlu menghilangkan kebiasaan masyarakat yang dipandang negatif. Roscue Pound seorang pendukung sociological jurisprudence, mengatakan hukum dapat bersifat sebagai alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of social engineering).

Di Indonesia konsep Pound ini dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Hukum dalam konsep Mochtar tidak diartikan sebagai “alat” tetapi sebagai “sarana” pembaharuan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah: (1) bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan (2) bahwa hukum dalam arti kaedah diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Untuk itu diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang tertulis (baik perundang-undangan maupun yurisprudensi), dan hukum yang berbentuk tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam pandangan itu, Ehrlich berpendapat bahwa hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi.

Pada sisi lain terdapat gerakan studi hukum kritis (critical legal studies movement) yang mulai eksis dalam dekade 1970-an, yang dibidani oleh Macaulay, Rosenblatt, Unger dan kawan-kawan. Ide dasar gerakan ini bertumpu pada pemikiran bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari politik dan hukum tidak bebas nilai atau netral, dengan kata lain hukum dari mulai proses pembuatan sampai dengan kepada pemberlakuannya selalu mengandung pemihakan, sekalipun dalam liberal legal order, dibentuk akan keyakinan, kenetralan, objektivitas, dan prediktibilitas dalam

(14)

hukum. Di samping itu, gerakan ini bermaksud membongkar atau menjungkirbalikan struktur hirarkis dalam masyarakat yang tercipta karena adanya dominasi, dan usaha-usaha menggunakan hukum sebagai sarananya. Dengan mengedepankan pemikiran yang semata-mata itu, maka gerakan ini tidak lagi bertumpu semata-mata pada konteks hukum, tetapi mengarahkan analisisnya pada konteks dimana hukum eksis, dan melihat hubungan kausal antara doktrin dan teks dengan realitas.

c. Teori Keseimbangan dalam perjanjian

Prof. Mr. R. Kranenburg mengatakan bahwa asas keseimbangan merupakan dasar berfungsinya kesadaran hukum orang yang mana kesadaran hukum seseorang adalah menjadi sumber hukum seseorang. Pengertian asas keseimbangan tersebut adalah bahwa tiap orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang telah ditetapkan atau diletakkan terlebih dahulu dan dalam hal pembagian keuntungan dan kerugian tersebut tidak ditetapkan terlebih dahulu dasar-dasamya23.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini24, keadaan seimbang dapat mewujudkan kebebasan berkontak bagi para pihak. Namun dalam kenyataannya jika salah satu pihak lemah maka pihak yang memiliki posisis tawar yang lebih luat dapat memaksakan kehendaknya untuk menekan pihak lain. Kontrak yang semacam itu dikatakan akan melanggar aturan-aturan yang adil.

Keadaan tidak seimbang dalam perjanjian antara PT KA sebagai induk perusahaan dengan PT KCJ sebagai anak perusahaan yang menjalankan sebagian operasional PT KA dapat terjadi

23 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1989) hal 63-64.

24Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993)

(15)

karena adanya hubungan ‘siapa memiliki siapa’ atau antara pemilik saham dengan perusahaan yang dimiliki sahamnya.

Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih25. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:

l. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Perjanjian yang sesuai dengan syarat sahnya perjanjian di atas, maka perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain itu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

2. Definisi Operasional

Definisi Operasional yang dapat dikemukakan dalam penulisan ini yang dapat dijadikan pedoman di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data antara lain sebagai berikut: Badan Usaha Milik Negara (BUMN), adalah26:

Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

25R. Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: Burgerliik Wetboek Dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria Dan Undang-Undang Perkawinan,

(Jakarta: Pradnya Paramita, 2001 ), hlrn. 338., Pasal 1313.

26 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

(16)

Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah27:

Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Revitalisasi adalah28:

Proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali.

Revitalisasi Perkeretaapian adalah29:

Pekerjaan besar yang mencakup pengembangan jaringan keretaapi, penataan kelembagaan, rencana investasi dan sumber pembiayaannya, serta penguatan sumber daya manusianya.

Perkeretaapian adalah30:

Satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.

Kereta api adalah31:

Sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.

27Republik Indonesia, Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara No. 106 tahun 2007, Tambahan Berita Negara No. 4756, Pasal 1 angka1.

28 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, sebagaimana diakses di http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php, pada tanggal 15 Januari 2010.

29 Tim Teknis Revitalisasi Perkeretaapian Nasional, Laporan Interim Tim Teknis Revitalisai Perkeretaapian Nasional, tahun 2008, hal. 3.

30Pasal 1 angka1 UUKA. 31Pasal 1 angka 2UUKA.

(17)

1.6. Metode Penelitian

Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman–pedoman, cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan–lingkungan yang dihadapi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode–metode sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai ialah metode pendekatan Yuridis Normatif32 yaitu suatu penelitian yang menekankan pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku serta dalam hal ini penelitian dilakukan dengan berawal dari penelitian33 terhadap data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. KAI Commuter Jabodetabek (termasuk di PT Kereta Api (Persero)) yang saat ini merupakan satu-satunya perusahaan penyelengara sarana perkeretaapian di wilayah Jabodetabek.

32Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, ed. 1, cet. 8 (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 13.

33Soerjono dan Abdul Rahmat, Metode Penelitian Hukum, Jakarta , rineka Cipta, 2003, Hal.

(18)

4. Sumber Data

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang meliputi peraturan perundang-undangan yang berupa peraturan dasar yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan perundangan lainnya terkait dengan materi dalam penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan implementasinya34. Bahan hukum sekunder35. diperoleh melalui buku-buku, jurnal, pendapat para sarjana hukum, dan praktisi hukum.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber primer dan sumber sekunder36. Bahan hukum tersier diperloleh melalui kamus hukum, Black Laws Dictionary. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

5. Metode Pengumpulan Data a. Observasi

Yaitu merupakan metode pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap tempat yang dijadikan obyek penelitian.

b. Studi pustaka

Studi pustaka adalah pengumpulan data yang dilakukan secara studi kepustakaan dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

34Ibid., hal. 31.

35Sri Mamudji et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 28.

(19)

1.7. Sistematika Penulisan

Tulisan ini terbagi atas empat bab yang masing masing bab diperinci lagi dalam sub bab-sub bab untuk memperjelas pembahasan masalahnya:

BAB 1, PENDAHULUAN

Bab ini membahas Latar Belakang pemilihan judul, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis dan Konsepsional, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab ini merupakan pengantar, yang selanjutnya dirinci dalam bab berikutnya.

BAB 2, PT KERETA API (Persero) dan PENDIRIAN PT KAI COMMUTER JABODETABEK

Pada bab ini Penulis akan membahas apa dan bagaimana PT Kereta Api (Persero), bagaimana hak dan kewajibannya sebagai penyelenggara Perkeretaapian di Indonesia, apa latar belakang dan tujuan pendirian anak perusahaan PT KAI Commuter Jabodetabek sebagai pelaksanan penyelenggara perkeretaapian di wilayah Jabotabek dan kaitannya dalam terhadap revitalisasi perkeretaapian nasional.

BAB 3, PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI PERKERETAAPIAN ANTARA PT KERETA API (PERSERO) DAN PT KAI COMMUTER JABODETABEK

Bab ini akan membahas bagaimana Perjanjian Kerjasama Operasi dibentuk, apa saja yang menjadi pokok serta hak dan kewajiban para pihak termasuk permasalahan-permasalahan yang ada. Dalam bab inilah penulis akan membahas secara menyeluruh atas pokok permasalahan dalam tulisan ini.

BAB 4, PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis yang didapat dari hasil pembahasan tulisan ini sebagai penutup. Saran penulis akan berupa langkah-langkah dalam rangka menuju suatu kerjasama yang lebih baik antara PT Kereta

(20)

Api (Persero) dan PT KAI Commuter Jabodetabek sehingga pada akhirnya memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pengguna jasa perkerataapian di wilayah Jabodetabek.

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini bermaksud untuk membahas dan meninjau ide-ide mereka dalam rangka membangun pendekatan tata bahasa manayang paling efektif untuk belajar dan

[r]

Desain stator dan rotor dari generator linier ini masih sama dengan desain yang digunakan pada penelitian sebelumnya namun terdapat perubahan pada sisi spesifikasi

Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia serta kemampuan siswa dalam menggunakan tanda baca

If you are a recreational target shooter, a seasoned sporting clays competitor, a wing shooting sportsman, or a new shooter looking to improve your shooting abilities, Paragon

Tingkat pendidikan masyarakat desa Bangsa yang paling banyak adalah lulusan SLTA sebayak 3898 jiwa atau sebesar 37,31%, yang tidak lulus Sekolah Dasar atau buta aksara sebayak

Sejalan dengan hasil uji korelasi antara variabel prediktor dan variabel kriterion diatas, hasil analisis bersama variabel penelitian dalam uji regresi linier antara

Pengaruh temperatur karbonisasi terhadap nilai kalor ( calorifc value ) camouran cangkang biji karet dan kulit kacang tanah Pada gambar 5. dapat dilihat semakin tinggi