IATMI 2005-56
PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005.
PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK
DENGAN INJEKSI GAS CO2 DAN SURFAKTAN
SECARA SEREMPAK
Letty Brioletty; PPPTMGB ”LEMIGAS” Septoratno Siregar; Teknik Perminyakan ITB
Edward ML Tobing; PPPTMGB ”LEMIGAS”
SARI
Penggunaan foam sebagai pengontrol conformance bidang front pada proses pendesakan injeksi fluida ke dalam reservoir minyak, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan perolehan minyak. Pada prinsipnya, pendesakan foam untuk menstabilkan bidang front atau memperlambat terjadinya fingering pada bidang front, dan pada gilirannya foam tersebut akan meningkatkan effisensi penyapuan secara horizontal maupun vertical.
Sebagai kajian awal, telah dilakukan serangkaian percobaan di laboratorium untuk menemukan kombinasi optimum antara surfaktan dan gas CO2 (komposisi dalam Volume
Pori) yang diinjeksikan secara serempak kedalam media berpori. Selanjutnya diamati juga seberapa besar pengaruh surfaktan membantu gas CO2 untuk dapat bercampur
dengan minyak selama proses pendesakan berlangsung.
Model media berpori yang dikembangkan adalah sand pack yang mempunyai dimensi panjang 215 cm, diameter 1.5 cm, porositas 41.76 %, permeabilitas (Ka) 2697 mD dan ukuran batu pasir 100 mesh. Kondisi pendesakan dilakukan pada tekanan 2205 psig dan suhu 74 oC. Minyak mentah yang
digunakan mempunyai densitas 50.1 oAPI.
Sedangkan surfaktan sebagai pembentuk foam termasuk jenis yang larut dalam air (water soluble). Dan foam dalam percobaan ini terbentuk secara mekanis yaitu dengan mengalirkan larutan surfaktan dan gas CO2
secara serempak melalui media berpori tersebut. Empat rangkaian percobaan pilihan dilakukan dengan menggunakan komposisi perbandingan 1(satu) untuk surfaktan dan 4(empat) untuk gas CO2, yaitu 0.05 Volume Pori
surfaktan dengan 0.2 Volume Pori gas CO2, 0.1
Volume Pori surfaktan dengan 0.4 Volume Pori gas CO2, 0.15 Volume Pori surfaktan dengan 0.6
Volume Pori gas CO2, dan 0.2 Volume Pori
surfaktan dengan 0.8 Volume Pori gas CO2.
Berdasarkan percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa, pertambahan perolehan minyak yang optimum adalah sebesar 6.82 persen Volume Pori untuk kombinasi pendesakan 0.15 Volume Pori surfaktan dan 0.6 Volume Pori gas CO2.
I. PENDAHULUAN
Gas CO2 merupakan fluida pendesak yang
sangat ideal untuk beberapa jenis minyak, karena gas tersebut dapat bercampur dengan minyak pada zona transisi untuk mencapai pendesakan atau efisiensi penyapuan yang sempurna. Hal ini telah terbukti pada skala mikroskopis di laboratorium dengan menggunakan slimtube(6, 7, 8). Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa sangat jarang ditemukan efisiensi penyapuan yang tinggi seperti pada skala mikrokopis di laboratorium, walaupun pada kondisi tekanan tercampur(6, 9).
Pada tekanan dan suhu reservoir, harga viskositas gas CO2 sepuluh sampai limapuluh
kali lebih rendah dibandingkan dengan viskositas minyak. Dengan perbandingan harga viskositas tersebut, maka bidang front yang terbentuk pada injeksi gas CO2 dalam reservoir minyak
dengan mudah membentuk viscous atau gas fingering. Gas fingering tersebut bergerak lebih cepat dari minyak dan air, dan cenderung mengalir pada bagian batuan yang lebih permeable, sehingga akan memotong jalur fluida reservoir oleh gas CO2 saat injeksi
berlangsung. Gas fingering ini tidak hanya menurunkan efisiensi penyapuan, tetapi juga
mempercepat terjadinya breakthrough atau terproduksinya gas CO2 secara dini. Jadi,
terdapat dua hal yang mengurangi ketidak-efektifan injeksi gas CO2, yaitu : (1).
Permeabilitas reservoir yang bervariasi, dan (2). Perbandingan mobilitas fluida pendesak dan fluida didesak kurang menguntungkan.(1) Selain
hal diatas, injeksi gas CO2 kurang efektif bila
daerah pencampuran minyak dan gas CO2 yang
cukup luas dan jumlah hidrokarbon ringan yang cukup banyak, sehingga tidak terjadi pencampuran secara miscible(5). Sehingga
komponen hidrokarbon berat akan terpisah dan terperangkap pada batuan reservoir di daerah penyapuan(2).
Salah satu metoda untuk mengurangi penggunaan gas CO2 secara kontinu adalah
dengan slug gas CO2 dan air. Tujuan metoda
tersebut adalah untuk mengurangi fingering gas CO2 dengan cara memperlambat mobilitas gas
CO2. Selain dapat memperlambat mobilitas gas
CO2, akan tetapi minyak dapat terjebak akibat
peningkatan mobilitas air dan menurunkan ektraksi komponen hidrokarbon dari minyak.(1)
Selain metoda diatas, penggunaan campuran gas CO2-Surfaktan dalam bentuk foam semakin
banyak diterapkan pada teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Hal tersebut dilakukan untuk mengontrol mobilitas CO2 yang dapat
menyebabkan ketidakstabilan pada bidang front dan dapat menyebabkan terjadinya breakthrough gas CO2 secara dini, terutama
untuk reservoir yang heterogen. Dua keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan pendesakan CO2–Surfactant
tersebut, yaitu : (1). Dapat mengurangi atau menekan terjadinya fingering pada formasi yang disebabkan oleh ketidak-stabilan pada pendesakan di bidang front, dan (2). Dapat mengurangi adanya channeling yang dapat terjadi karena formasi batuan yang bersifat heterogen. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa perubahan aliran pada pendesakan gas CO2-Surfaktan dalam bentuk
foam dapat menurunkan pengaruh segregasi gas pada bidang front, sehingga akan memperlambat mobilitas gas CO2 dan dapat
meningkatkan efisiensi pendesakan. Dan karena foam terdiri dari 85 % sampai 95 % gas, berarti hanya ada sejumlah kecil air yang dapat mengurangi gerakan gas CO2. Kedua faktor ini
yang akan menaikkan tingkat perolehan minyak karena adanya perbaikan perbandingan mobilitas.(1,3, 4)
Pada pendesakan gas CO2-surfaktan akan
terjadi foam like dispersion gas dalam fasa cair. Campuran ini akan menghasilkan lamellae/bubble film yang terdiri dari sejumlah gas yang diselimuti oleh cairan tipis. Foam tersebut masuk kedalam pori batuan dengan laju yang lebih lambat dibandingkan bila gas CO2 tersebut diinjeksikan tanpa surfaktan. Selain
itu, foam tersebut dapat meningkatkan saturasi gas yang terperangkap, dan saturasi minyak akan berkurang. Dengan demikian bila semakin banyak saturasi gas yang terperangkap, maka dapat mengurangi mobilitas gas. Disamping itu, penggunaan foam pada teknologi EOR dapat menurunkan tegangan antar muka air-minyak dan meningkatkan derajat kebasahan minyak pada permukaan batuan. Jadi hanya foam saja yang dapat mengatasi kondisi dimana saturasi minyak rendah atau saturasi air tinggi, dan hal tersebut sangat berpengaruh pada zona yang akan tersapu oleh air (waterflood zones).
II. LANGKAH KERJA PERCOBAAN
Untuk menghasilkan kualitas foam antara 70 – 90 %, maka dibutuhkan komposisi pencampuran surfaktan dan gas CO2 yang tepat
yaitu 1 bagian untuk surfaktan dan 4 bagian untuk gas CO2. Empat komposisi yang
dikembangkan adalah 0.05 Volume Pori (VP) surfaktan dan 0.2 Volume Pori (VP) gas CO2, 0.1
Volume Pori (VP) surfaktan dan 0.4 Volume Pori (VP) gas CO2, 0.15 Volume Pori (VP) surfaktan
dan 0.6 Volume Pori (VP) gas CO2 , serta 0.2
Volume Pori (VP) surfaktan dan 0.8 Volume Pori (VP) gas CO2 .
Percobaan dilakukan dengan mengembangkan model media berpori berbentuk sand pack yang mempunyai dimensi panjang 215 cm dan diameter 1.5 cm dengan ukuran batu pasir sebesar 100 mesh. Porositas sand pack tersebut sebesar 41.76 %, dan permeabilitas absolut (Ka) 2697 mD. Dan rangkaian peralatan percobaan dapat dilihat pada gambar-1. Kondisi pendesakan dilakukan pada tekanan 2205 psig dan suhu 74 oC.
Densitas minyak mentah yang digunakan adalah 50.1 oAPI. Sedangkan surfaktan sebagai
pembentuk foam termasuk jenis yang larut dalam air (water soluble). Foam dalam percobaan ini terbentuk secara mekanis yaitu dengan mengalirkan larutan surfaktan dan gas CO2 secara serempak dengan laju alir
masing-masing 16 cc/jam dan 4 cc/jam yang kemudian diikuti dengan menginjeksikan air formasi
kemedia berpori tersebut dengan laju alir sebesar 24 cc/jam sebanyak I VP.
Selain percobaan diatas, dilakukan juga beberapa percobaan yang meliputi analisis sifat fluida reservoar, air formasi dan pengukuran tegangan permukaan surfaktan untuk menentukan konsentrasi optimum yang dapat menurunkan tegangan antar muka minyak dan air. Dari berbagai komposisi diatas dapat ditentukan komposisi yang optimum untuk meningkatkan perolehan minyak. Hal tersebut dapat diketahui dari plot antara perolehan minyak dan komposisi surfaktan dan gas CO2.
III. HASIL PERCOBAAN
Setelah dilakukan pengukuran tegangan permukaan pada larutan surfaktan pada berbagai konsentrasi 100 ppm, 300 ppm, 500 ppm, 750 ppm dan 1000 ppm, maka harga optimum tegangan permukaan didapat dengan konsentrasi 500 ppm (tabel-1). Plot antara tegangan permukaan terhadap konsentrasi surfaktan dapat dilihat pada gambar-2. Selanjutnya dengan menggunakan surfaktan dengan konsentrasi 500 ppm ini dilakukan injeksi secara serempak dengan gas CO2, untuk
4 (empat) rangkaian percobaan berdasarkan komposisi pencampuran yang telah dijelaskan sebelumnya.
Pada percobaan pertama, dengan komposisi 0.05 Vol.Pori (VP) surfaktan dan 0.2 Vol.Pori (VP) gas CO2 terlihat ada sedikit pertambahan
perolehan minyak yaitu sebesar 0.0104 fraksi vol.pori, demikian juga pada saat diinjeksikan dengan air formasi sebesar 1 VP terdapat pertambahan perolehan minyak sebesar 0.0148 fraksi vol.pori.
Percobaan injeksi foam ke 2 dengan komposisi 0.1 vol.pori surfaktan 0.4 vol.pori gas CO2, terdapat pertambahan perolehan minyak
0.0388 fraksi vol.pori lebih besar dibandingkan dengan percobaan pertama. Total pertambahan perolehan minyak setelah injeksi air formasi sebesar 0.0668 fraksi vol.pori.
Selanjutnya pada percobaan ke 3 menghasilkan pertambahan perolehan minyak yang lebih besar dari percobaan ke-2 yaitu 0.0682 fraksi vol.pori. Peningkatan perbandingan komposisi antara vol.surfaktant dan gas CO2 tidak selalu diikuti dengan
pertambahan perolehan minyak yang semakin banyak. Hal ini ditunjukkan pada percobaan ke- 4, dimana perolehan minyak justru menurun yaitu 0.053 fraksi vol pori.
IV. PEMBAHASAN
Berikut ini akan dibahas ke 4 (empat) percobaan yang telah dilakukan (Tabel-2), yaitu:
4.1. Percobaan I
Komposisi surfaktan & gas CO2 yang
diinjeksikan secara serempak pada percobaan ini adalah 0.05 VP surfactant dan 0.1 VP gas CO2
yang kemudian diikuti oleh injeksi air formasi, terjadi pertambahan perolehan minyak yang relatif sangat kecil yaitu sebesar 0.0148 fraksi vol.pori (gambar-3). Hal ini disebabkan volume surfaktan sebagai penghasil foam terlalu kecil untuk mengontrol mobilitas gas CO2. Terbukti
disini bahwa foam sebagai blocking agents belum mampu menahan mobilitas gas CO2
sehingga terjadi breakthrough gas CO2 atau
foam yang terdiri dari gas yang belum cukup banyak untuk meningkatkan jebakan gas jenuh dimana gas jenuh tersebut yang dapat menurunkan mobilitas.
4.2. Percobaan II
Pada percobaan ke-2 ini dilakukan penambahan komposisi surfactant dan gas CO2
yaitu masing-masing sebesar 0.1 VP dan 0.4 VP . Total pertambahan perolehan minyak sebesar 0.0668 fraksi vol.pori (gambar-4). Disini mulai terlihat ada peningkatan pertambahan perolehan bila dibandingkan dengan percobaan ke-1. Hal tersebut disebabkan oleh gas jenuh yang terjebak sudah semakin banyak sehingga foam yang terbentuk dapat mengontrol mobilitas gas CO2 .
4.3. Percobaan III
Total pertambahan perolehan minyak dengan komposisi 0.15 VP surfaktant dan 0.6 VP gas CO2 sebesar 0.0682 fraksi vol.pori. Terjadi
pertambahan perolehan yang tidak terlalu signifikan dibandingkan pada percobaan ke II (gambar-5).
4.4. Percobaan IV
Pada percobaan ini perolehan minyak sebesar 0.0530 fraksi vol.pori, dan bila dibandingkan dengan percobaan III terjadi penurunan perolehan pertambahan minyak. Hal ini disebabkan karena penginjeksian 0.8 VP gas CO2 hampir mendekati 1 VP sand pack, sehingga
terjadi breaktrough gas CO2 (gambar-6).
Sementara itu 0.2 VP surfaktan sudah habis terpakai pada saat proses pencampuran untuk membentuk foam.
Dari keempat pecobaan diatas menunjukkan bahwa terjadi pertambahan perolehan minyak yang optimum sebesar 0.0682 fraksi vol.pori dengan komposisi 0.15 VP surfaktan dan 0.6 VP gas CO2 (gambar-7). Hal ini membuktikan bahwa
foam yang terbentuk dapat mencegah terjadinya segregasi pada bidang front yang akan memperlambat terjadinya breakthrough gas CO2 .
Dari hasil pengukuran dan perhitungan menunjukkan bahwa terjadi penurunan mobilitas bila dibandingkan dengan sebelum diinjeksikan dengan foam. Dengan menurunnya mobilitas tersebut maka terjadi kenaikan effisiensi bidang penyapuan secara horizontal dan vertikal, yang dapat menaikkan pertambahan perolehan minyak (gambar-8 & tabel-2).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil kajian laboratorium ini memberikan satu solusi dari sekian alternatip didalam industri perminyakan untuk meningkatkan pertambahan perolehan minyak.
Dengan menggunakan surfaktan dan gas CO2 yang diinjeksikan secara serempak dalam
bentuk foam kedalam reservoar didapat beberapa keuntungan diantaranya:
1. Surfaktan yang digunakan relatip tidak terlalu banyak, lebih ekonomis dibandingkan dengan injeksi kimia.
2. Dapat memperlambat terjadi brakthrough gas CO2 apabila injeksi hanya gas CO2 .
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah melakukan kajian laboratorium dengan menggunakan core sebenarnya, dan melihat pengaruh suhu dan tekanan, serta menggunakan surfaktan yang sesuai dengan kondisi reservoar.
VI. KEPUSTAKAAN
1. Bernard, G.G., Holm, L.W., and Harvey, C.P. : “Use of Surfactant to Reduce CO2 Mobility
in Oil Displacement, “SPEJ (1980) 20, 281-292.
2. Campbell,B.T and Orr, F.M.,” Flow Visualization for CO2 /Crude Oil
Displacements,” paper SPE 10686 presented at Third Joint SPE/DOE Symposium on EOR, Tulsa, April 4-7, 1982
3. Di Julio,S.S and Emanuel, A.S.: Laboratory Study of Foaming Surfactant for CO2 Mobility Control, “SPE 16373 presented at the 57 th California Regional Meeting, Ventura , April 8-10, 1987.
4. Fried,A.N,” The Foam Drive Prosces for Increasing The Recovery of Oil,”USBM Dept.of Investigations5866 (1961)
5. Gardner,J.W and Ypma,J.G.J., “An Investigation of Phase Behavior Macroscopic Bypassing Interaction in CO2 Flooding” paper
SPE 10686 presented at Third Joint SPE/DOE Symposium on EOR, Tulsa, April 4-7, 1982.
6. Holm,L.W and Yosendal,V.A., “Effect of Oil Compositions on Miscible-Type Displacement by Carbon Dioxide,”Soc.Pet.Eng.J. (Feb.1982)87-89.
7. Hutchinson,C.A. and Braun, P.H., “Phase Relations of Miscible Displacement in Porous Media,”AICHE J.(1961) 64-74.
8. Orr, F.M., Jr and Silva,M.K., “Equilibrium Phase Compositions For CO2 – Hydrocarbon
Mixtures: Measurements by a Continuous Multiple Contact Experiment, Part1, “Soc.Pet.Eng.J.(April 1983)272-280.
9. Yellig, W.F. and Metcalfe, R.S.,” Determination and Prediction of CO2
Minimum Miscibility Pressure,”J.Pet.Tech.(Jan.1980) 160-168.
Tabel - 1
PERHITUNGAN TEGANGAN PERMUKAAN
Konsentrasi Surfactant 0 100 300 500 750 1000 ppm ppm ppm ppm ppm ppm d,mm 4,2 1,96 1,47 1,79 1,81 IFT,mN/m 5,12 2,72 0,28 0,11 0,14 0,22 Tabel-2
Total Pertambahan Perolehan Minyak Dengan Injeksi Surfaktan dan CO2
Dan Pengaruhnya Terhadap Mobilitas
Komposisi Surfactan & CO2 Injeksi Surfaktan & CO2 Injeksi Air Total Pertambahan Mobilitas
Perolehan Minyak Foam
VP fraksi vol.pori fraksi vol pori fraksi vol.pori
0.05 VP Surfaktan & 0.2 VP CO2 0,0104 0,0148 0,0252 0,75 0.10 VP Surfaktan & 0.4 VP CO2 0,0388 0,028 0,0668 0,79 0.15 VP Surfaktan & 0.6 VP CO2 0,0575 0,0107 0,0682 0,57 0.20 VP Surfaktan & 0.8 VP CO2 0,0423 0,0107 0,0530 0,72
CO
2OIL
SRFInjection
Pump
Gasometer
Sand Pack with
Heating Jacket
Separator
Liquid
Scaled
Glass
Pressure
Transducer
CO
2OIL
SRFInjection
Pump
Gasometer
Sand Pack with
Heating Jacket
Separator
Liquid
Scaled
Glass
Pressure
Transducer
Gambar-1. SAND PACK APPARATUS
0 2 4 6 8 10 0 200 400 600 800 1000 1200 Konsentrasi, ppm IFT,m M /m
Pertambahan Perolehan Minyak,
Injeksi Dengan 0.05 VP Surfactant & 0.2 VP CO2,WAG
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Vol.Injeksi, fraksi vol.pori
P ro d u ksi Min yak, f ra ksi vo l. p o ri Injeksi air Injeksi air Injeksi CO2&Surfactan
Gambar-3. Pertambahan Perolehan Minyak Injeksi Dengan 0.05 PV Surfactan & 0.2 PV CO2, WAG
Pertambahan Perolehan Minyak,
Injeksi Dengan 0.10VP Surfactant & 0.40 VP CO2,WAG
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Produksi Minyak, fraksi vol.pori
V o l. In jeksi, f raksi vo l. p o ri Injeksi air Injeksi air Injeksi CO2&Surfactan
Gambar-4. Pertambahan Perolehan Minyak Injeksi Dengan 0.10 PV Surfactan & 0.4 PV CO2, WAG
Pertambahan Perolehan Minyak,
Injeksi Dengan 0.15 VP Surfactant & 0.6 VP CO2,WAG
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Produksi Minyak, fraksi vol.pori
V o l. In jeksi , f raksi vo l. p o ri Injeksi Air Injeksi Air Injeksi CO2&Surfactan
Gambar-5. Pertambahan Perolehan Minyak Injeksi Dengan 0.15 PV Surfactan & 0.6 PV CO2, WAG
Pertambahan Perolehan Minyak,
Injeksi Dengan 0.20 VP Surfactant & 0.80VP CO2,WAG
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Produksi Minyak, fraksi vol.pori
V o l.In je k s i, f rak si vo l. p o ri
Injeksi Air Injeksi CO2&Surfactan
Injeksi Air
Gambar-6. Pertambahan Perolehan Minyak Injeksi Dengan 0.2 PV Surfactan & 0.8 PV CO2, WAG
0 0 .0 2 0 .0 4 0 .0 6 0 .0 8 0 .1 0 0 .0 5 0 .1 0 .15 0 . 2
Volume Surfactan, vol.pori
T ot al P er tambahan P er ol e han M iny a k fr a ksi vo l.p o ri
Total Pert ambahan Perolehan M inyak
Gambar-7 Total Pertambahan Perolehan Minyak
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 0.05 0.1 0.15 0.2
Volume Surfactan, vol.pori
T ot al P er tambahan P er ol ehan Mi ny ak , f rak s v ol .por i 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 M o b ilit a s I n je k s i S u rf a c ta n D an C O 2
M obilit as Surfact an Dan CO2 Total Pertambahan Perolehan M inyak
.
Gambar-8 Pengaruh Komposisi Surfactan Dan Gas CO2 Terhadap Perolehan Minyak Dan Mobilitas
1 2 3 4 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Pertambahan Perolehan Minyak (% PV) Injeksi Surfactant & CO2 Injeksi Air `
Komposisi Surfactan Dan CO2
Gambar-9 Pertambahan Perolehan Minyak Dengan Injeksi Surfactan Dan CO2
Note:
1. 0.05 VP Surfaktan & 0.1 VP CO2 2. 0.1 VPSurfaktan & 0.4 VP CO2 3. 0.15 VPSurfaktan & 0.6 VP CO2 4. 0.2 VPSurfaktan & 0.8 VP CO2