• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puncak perjuangan rakyat Sleman Utara dalam menghadapi agresi militer Belanda II : studi kasus peristiwa 7 Januari 1949 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Puncak perjuangan rakyat Sleman Utara dalam menghadapi agresi militer Belanda II : studi kasus peristiwa 7 Januari 1949 - USD Repository"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

MOTTO

“Jangan khawatir tentang langkah ini atau itu. Hanya dia yang memandang sampai jauh yang akan menemukan hidupnya”

“Hidup…….kata yang penuh arti bagiku. Kata yang kaya dan amat kusukai”

“Aku lapar akan persaudaraan dan keadilan. Kubangun hidupku sebagai jembatan menuju orang lain”

(Dari buku harian Dag Hamarskjold, Sekjen PBB yang gugur dalam

(5)

PERSEMBAHAN

Ucap syukur senantiasa kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang

selalu membimbing dan menunjukkan jalan terbaik. Serta mengarahkan hati dan

pikiranku, hingga terselesainya karya ini,

Sebuah karya, sebagai persembahan untuk Bapak tercinta G. Daliyo yang telah

menghadap Tuhan. Meski terlambat, tapi sekarang harapan Bapak sudah

terwujud. Banyak maaf, dan terimakasih untuk semuanya.

Untuk Ibuku, Kristina Yudarwati, terimakasih atas kesabarannya selama ini.

Semoga aku akan tetap bisa mewujudkan harapan-harapan Ibu.

No woman better than you.

Untuk Kakakku, Mbak Heni dan Mas Dian, terimakasih atas motivasi,

bimbingan dan bantuannya. Juga untuk keponakanku, Eldo, yang telah

menghadirkan spirit baru untukku.

Untuk UfiQ Yuraida,

Thanks for everything, and keep support me !

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, …….Desember 2007 Penulis

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih yang telah dilimpahkan, sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Puncak Perjuangan Rakyat Sleman Utara Dalam Menghadapi Agresi Militer

Belanda II, Studi Kasus: Peristiwa 7 Januari 1949”.Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. H. Purwanta, MA selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dari awal hingga selesainya skripsi ini. Terimakasih untuk semuanya.

2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah. Terimakasih telah banyak membantu kami dari semester awal sampai selesai sekarang ini.

3. Bapak Drs. Silverio R.L. Aji S, M.Hum, Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Romo Dr. FX. Baskara T Wardaya serta semua dosen Ilmu Sejarah yang telah berkenan membagikan ilmunya kepada kami.

(8)

5. Bapak Sumidjan dan Lurah Desa Purwobinangun yang telah berkenan memberikan informasi dan referensi yang penting bagi kami.

6. Terimakasih tak terhingga untuk para pahlawan negeri ini, yang telah mengawal Indonesia menuju kemerdekaan. Semoga kami dapat meneruskan cita-cita dan perjuanganmu.

Kami menyadari adanya kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Untuk itu segala saran dan kritik akan kami terima. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta,. .… Desember 2007 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Pembatasan Masalah………..5

BAB II GAMBARAN YOGYAKARTA PADA MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN A. Kedatangan Belanda di Yogyakarta……….…15

1. Pemerintahan Militer………...….17

2. Pemerintahan Sipil……… ……...19

B. Situasi di Sleman Pasca Kedatangan Belanda………….……24

(10)

A. Pasar Srowolan Sebagai Basis Perjuangan……..………… 25

B. Aksi Penyerangan Terhadap Belanda di Sleman Utara…… ..28

1. Pertempuran di Polowidi dan Angin-angin………...30

2. Pertempuran di Tunggul Wonokerto Turi…………. .31

3. Peristiwa Kembangarum……….…….32

4. Penangkapan Mata-mata Belanda……….….. 33

BAB IV PERISTIWA 7 JANUARI 1949 A. Insiden di dusun Cepet………...34

B. Puncak Peristiwa 7 Januari 1949…………..……… …..…...36

BAB V PENUTUP……….……41

DAFTAR PUSTAKA……… . 45

DAFTAR INFORMAN...49

(11)

ABSTRAK

Gregorius Khrisna Wicaksono, Puncak Perjuangan Rakyat Sleman Utara Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda II, Studi Kasus: Peristiwa 7 Januari 1949. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2007.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan. Pertama, bagaimana kondisi Yogyakarta pada masa revolusi kemerdekaan. Kedua, bagaimana latarbelakang terjadinya peristiwa 7 Januari 1949. Ketiga, bagaimana puncak peristiwa 7 Januari 1949.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah studi dokumen dan wawancara mendalam. Analisis dilakukan dengan mengelompokkan, mengkaitkan, membandingkan, dan interpretasi terhadap data yang berhasil dikumpulkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949 ternyata berdampak pada bangkitnya perjuangan rakyat Sleman Utara dan mengalami puncaknya ketika terjadi peristiwa 7 Januari 1949, di mana terjadi pembumihangusan beberapa desa di wilayah Sleman Utara oleh tentara Belanda.

(12)

ABSTRACT

Gregorius Khrisna Wicaksono, The Summit of Struggle of North Sleman Society in Facing Nederland Military Aggression II, Case Study: Incident January 7th of 1949. Under graduate thesis. Yogyakarta: Study Program of Historical Science, Faculty of Letter, Sanata Dharma University, 2007.

This research aimed to respond three problems. First, it contained on how the condition in Yogyakarta during the era of independent revolution. Second, how is the background of happening the incident January 7th of 1949. Third, how is the summit of incident January 7th of 1949.

This research is qualitative research. Method used was documentary study and interview. Analysis was conducted by classifying, relating, comparing and interpreting toward the data has been successfully gained.

The result of this research revealed that the Nederland military aggression II in 1948 up to 1949 in fact brought impacts toward the emergence of society struggle in North Sleman and had its summit while it happened the incident January 7th of 1949, where there happened the incident of burning of some villages in North Sleman area by Nederland troops.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta merupakan suatu tahap bagi bangsa Indonesia menjadi negara yang berdaulat penuh. Dengan pernyataan kemerdekaan itu, pada hakikatnya secara de jure Indonesia telah merdeka. Akan tetapi secara de facto menunjukkan bahwa kekuatan asing masih bertahan dan belum meninggalkan Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan kedatangan tentara Sekutu pada akhir September 1945. Pada awalnya kedatangan Sekutu adalah untuk mengurusi tawanan perang, yaitu membebaskan orang-orang Eropa yang selama perang ditawan oleh Jepang dan memulangkan tentara Jepang ke tanah airnya. Namun kedatangan tentara Sekutu tenyata juga membawa pasukan Belanda yaitu NICA (Netherlands India Civil Administration).

(14)

Belanda dalam suatu perundingan.1 Atas prakarsa Christison pada akhir bulan Oktober 1945 pemimpin-pemimpin Republik Indonesia (RI) dan Belanda bertemu di Jakarta. Indonesia diwakili oleh Soekarno, Hatta dan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Van Mook dan Van der Plas. Dalam perundingan tersebut pihak Belanda mengusulkan apabila pemerintah Indonesia tidak dapat menerima masa peralihan, sebaiknya Indonesia mau menerima kedudukan sebagai negara bagian dari kerajaan Belanda.2 Namun usul itu ditolak dan perundingan dilanjutkan untuk mencari keputusan yang tidak hanya berpihak pada satu negara. Dari perundingan itu akhirnya diputuskan Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani di Linggarjati oleh kedua belah pihak. Ketentuan-ketentuan penting yang terdapat dalam naskah tersebut adalah:

a. Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan-kekuasaan de facto pemerintah Republik Indonesia (RI) atas Jawa, Madura, dan Sumatera. b. Pemerintah RI dan Belanda akan bekerjasama untuk membentuk Negara

Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah India-Belanda sebagai negara berdaulat.

c. Pemerintah RI dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. d. Pemerintah RI dan Belanda akan mengusahakan agar pembentukan NIS

dan Uni Indonesia-Belanda bisa diselesaikan sebelum 1 Januari 1949.

1

Sartono Kartodirdjo dkk, ed., Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI (Jakarta: Balai Pustaka, 1977) hlm. 37

2

(15)

e. Pemerintah RI mengakui, memulihkan dan melindungi hak milik orang asing.

f. Pemerintah RI dan Belanda setuju untuk mengadakan pengurangan tentara dan kerjasama dalam hal ketentaraan.

Walaupun perjanjian sudah disepakati bersama, tetapi perselisihan antara RI dengan Belanda bertambah tegang dikarenakan Belanda mulai mengingkari perjanjian Linggarjati. Ini berawal ketika adanya keluhan dari pihak RI dan Belanda. Pihak Belanda mengeluh ketika pihak Indonesia terus saja menyelenggarakan hubungan dengan luar negeri, seperti ke India dan negara-negara Timur Tengah. Pihak Belanda tidak sepakat dengan hal itu karena sesuai perjanjian Linggarjati bahwa Belanda dan RI akan bersama-sama menyelenggarakan berdirinya Negara Indonesia Serikat. Sedangkan pihak RI merasa tidak adanya kejelasan tentang bagaimana statusnya dalam hukum dan hubungan internasional. Dalam arti, apakah RI boleh melakukan hubungan langsung dan bebas dengan luar negeri atau tidak. Pihak RI juga mengeluhkan tindakan separatis Belanda, dan yang palinh menyolok adalah bantuan Belanda kepada Partai Rakyat Pasundan yang mempelopori pendirian Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947 di wilayah RI yang diakui oleh Belanda dalam perjanjian Linggarjati.3 RI juga mengeluh karena pihak Belanda terus memperkuat tentaranya, padahal sesuai perjanjian Linggarjati seharusnya tentara Belanda dikurangi dan ditarik dari daerah RI.

3

Drs. G. Moedjanto, MA, Indonesia Abad ke-20: Dari Kebangkitan

(16)

Pada tanggal 20 Juli 1947 malam hari, Belanda menyatakan tidak lagi terikat dengan perjanjian Linggarjati. Pagi harinya, yaitu tanggal 21 Juli 1947 Belanda mulai melancarkan agresi militer pertama, dengan menyerang daerah-daerah RI baik di Jawa maupun Sumatera dengan menggunakan seluruh kekuatannya. Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi ibukota negara RI juga ikut menjadi sasaran Belanda.4 Hal ini menimbulkan reaksi dari Dewan Keamanan PBB dan dibuktikan dengan menawarkan komisi jasa baiknya yang dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN), yang beranggotakan tiga negara yaitu Australia, Amerika Serikat dan Belgia. Ketiga negara itu diwakili oleh Richard C. Kirby (Australia), Dr. Frank Graham (Amerika) dan Paul van Zeeland (Belgia). KTN merupakan komisi hasil bentukan dari Dewan Keamanan PBB pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda I.5 KTN dibentuk sebagai wujud ikut berperan aktif menjadi pihak penengah antara Indonesia dengan Belanda. KTN mencoba melerai perselisihan dengan mengadakan gencatan senjata. Usahanya diwujudkan dengan diputuskannya Perjanjian Renville.

Sementara itu di dalam negeri Indonesia sendiri bergejolak perselisihan, yaitu adanya rasionalisasi dalam tubuh Angkatan Perang, pembentukan RIS dan pemberontakan PKI Madiun. Pada saat terjadinya

4

Ibid, hlm. 189

5

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Sejarah Daerah

(17)

gejolak perselisihan ini, Belanda mulai melancarkan Agresi Militer ke II. Pihak Indonesia menyatakan melawan terhadap Agresi Militer Belanda ke II.6

Pada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah Militer, semua alat kekuasaan negara dimiliterkan dan berlaku hukum militer. Pemerintahan militer disusun dalam suatu susunan dari atas ke bawah, yaitu mulai dari Panglima Angkatan Perang, , Panglima Tentara dan Teritorium, Gubernur Militer, Sub Teritorial Comando (STC), Komando Distrik Militer (KDM), Komando Onder Distrik Militer (KODM), Lurah dan kader-kader desa serta kader-kader dukuh.7 Secara taktis, pemerintah militer membawahi pemerintahan sipil dengan basis kekuatan di desa-desa. Maksud dari pembentukan pemerintahan ini untuk mengusahakan agar ada suatu pemerintahan yang dapat membantu kalangan militer dalam menghadapi Belanda. Dalam prakteknya, pemerintah militer ini adalah pemerintahan gerilya karena mendapat dukungan dari seluruh masyarakat. Hal ini yang kemudian menjadikan desa terlibat pada masa revolusi fisik.

Awal tahun 1949, saat kota Yogyakarta telah jatuh ke tangan Belanda, para pejuang lebih focus berjuang menjaga pertahanan di desa-desa. Di wilayah Sleman, pejuang bersiaga di wilayah sekitar gunung Merapi, dan selanjutnya Markas Besar Komando Djawa (MBKD) dipindah dari Kodya

6

Ibid, hlm 328

7

(18)

Yogyakarta ke wilayah lereng gunung Merapi, dengan nama sandi MBKD Pos X-1.8

B. Pembatasan Masalah

Sleman Utara sebagai obyek kajian dalam tulisan ini merupakan salah satu kota tujuan Belanda. Perjuangan gerilya mulai difokuskan di desa-desa. Pasar Srowolan yang berada di wilayah kelurahan Purwobinangun merupakan basis perjuangan di wilayah Sleman Utara. Tempat ini adalah saksi bisu meletusnya peristiwa 7 Januari 1949 yang merupakan peristiwa besar dalam rangkaian sejarah perjuangan di wilayah Sleman.

Penelitian meliputi scope spasial, scope temporal dan scope materi. Scope spasial penelitian dibatasi dengan mengambil lokasi di wilayah Sleman Utara, dengan scope temporal mengambil rentang waktu tahun 1945-1949, mengingat periode tersebut merupakan peristiwa yang penting bagi bangsa Indonesia dalam usahanya mempertahankan kemerdekaan. Scope materi yang dikaji mencakup situasi di Sleman Utara pasca kemerdekaan, latar belakang terjadinya peristiwa 7 Januari 1949 dan meletusnya peristiwa 7 Januari 1949.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah peristiwa 7 Januari 1949 sebagai puncak perjuangan rakyat Sleman Utara dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II.

8

Yayasan Dharma Sakti Pancasila, Sejarah Monumen “Yogya Kembali”

(19)

Untuk memudahkan penelitian, permasalahan dirumuskan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Yogyakarta pada masa Revolusi Kemerdekaan? 2. Mengapa terjadi peristiwa 7 Januari 1949?

3. Bagaimana puncak peristiwa 7 Januari 1949?

D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah perjuangan di wilayah Sleman Utara, peranan rakyat Sleman Utara dan meletusnya peristiwa 7 Januari 1949 sebagai puncak perjuangan rakyat Sleman Utara dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II.

Dari penelitian ini diharapkan dapat digambarkan secara terperinci tentang kondisi Sleman Utara pasca kemerdekaan, secara kronologis dari sudut pandang historis. Dari gambaran kondisi Sleman Utara pasca kemerdekaan dimana pada saat itu masyarakat sedang melakukan perjuangan menghadapi Agresi Militer Belanda II, akan dapat diketahui seberapa besar peran rakyat dalam membantu perjuangan melawan Belanda. Tujuan akhir penelitian ini adalah memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang latar belakang terjadinya peristiwa 7 Januari 1949 serta kronologi peristiwa 7 Januari 1949, sebagai obyek studi kasus dalam penelitian ini.

(20)

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 Ilmu Sejarah. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi bagi perbendaharaan dan kajian sejarah lokal. Selain itu juga diharapkan menjadi bisa sumber ilmu pengetahuan yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain sumbangan keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan juga bisa menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat non akademisi, sebagai sumbangan sosial bagi masyarakat umum, tentang perjuangan rakyat Sleman Utara dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II serta peristiwa-peristiwa yang terjadi.

F. Tinjauan Pustaka

Berkenaan dengan tema ini, belum ada tulisan yang secara khusus membahas mengenai peristiwa 7 Januari 1949. Buku berjudul Replika Perjuangan Rakyat Yogyakarta II karya Dharmono, yang dikeluarkan oleh Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa di DIY membahas mengenai peristiwa 7 Januari 1949 secara singkat. Meskipun hanya sedikit yang dibahas, tetapi apa yang digambarkan dalam buku ini dapat kami jadikan pengantar untuk melakukan wawancara pada beberapa saksi sejarah di wilayah Sleman Utara.

(21)

menjelaskan tentang perjuangan pelajar di wilayah Sleman pada masa Agresi Militer Belanda II. Dalam tulisan ini dapat dilihat bagaimana strategi perjuangan para tentara pelajar yang diuraikan dalam dua bidang, yaitu sosial dan pertahanan keamanan. Tulisan ini penting sebagai gambaran tentang bagaimana strategi perjuangan menghadapi Belanda.

Buku berjudul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikeluarkan oleh Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, banyak membahas kondisi Yogyakarta pasca kemerdekaan. Disini digambarkan perjuangan para gerilyawan di berbagai tempat, sampai pelosok Yogyakarta, termasuk di wilayah Sleman. Buku ini membahas pembentukan pemerintahan militer dan peranannya dalam ikut serta menggalang dana perjuangan di berbagai wilayah kecil di Yogyakarta.

Perbedaan ketiga buku dengan tulisan ini adalah studi kasus yang menjadi pembahasan utama skripsi ini. Ketiga buku tersebut kami jadikan pembanding dengan sumber-sumber lisan hasil wawancara. Skripsi ini lebih fokus membahas perjuangan rakyat Sleman Utara yang mencapai puncaknya pada saat terjadinya peristiwa 7 Januari 1949.

G. Kerangka Teori

Ini merupakan bentuk penulisan yang menghasilkan suatu bentuk proses pengkisahan atas peristiwa-peristiwa manusia yang terjadi di masa lalu.9

9

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos

(22)

Pendekatan dan teori adalah dua perangkat penelitian yang sangat penting dalam interpretasi data yang telah terkumpul dan teruji kebenarannya. Berkenaan dengan penulisan skripsi ini, digunakan pendekatan historis yang merupakan suatu tindakan untuk memaparkan obyek kajian sejarah secara kronologis dengan melihat dan memperhatikan keterkaitan antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Suatu peristiwa dikatakan sebagai sejarah jika masing-masing peristiwa terkait atau bias dikaitkan dalam satu konteks historis. Artinya, masing-masing peristiwa itu merupakan bagian dari suatu proses atau dinamika yang sedang menjadi perhatian sejarawan.10

Adapun teori yang digunakan berkaitan dengan pendekatan historis adalah teori konflik. Menurut Webster, istilah konflik berarti suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak.11 Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik. Perbedaan pendirian dan keyakinan bisa menyebabkan konflik antar individu. Dalam konflik seperti ini akan terjadi bentrokan-bentrokan pendirian dan masing-masing pihak berusaha membinasakan lawannya baik secara fisik maupun dalam bentuk pemusnahan simbolik atau melenyapkan pikiran-pikiran lawan. Kecuali perbedaan pendirian, perbedaan kebudayaan juga bisa menimbulkan konflik, baik antar individu maupun antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola kepribadian dan perilaku yang berbeda pula di kalangan kelompok luas. Kepentingan-kepentingan yang

10

Taufiq Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan

Historiografi: Arah dan Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1985) hlm. 12

11

(23)

berbeda juga memudahkan terjadinya konflik. Mengejar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda, kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan suatu tujuan yang diinginkan.12

Sesuai dengan pembahasan skripsi ini, konflik yang terjadi di wilayah Sleman pada masa Agresi Militer Belanda II disebabkan adanya perbedaan kepentingan. Indonesia mempunyai keinginan untuk mempertahankan kemerdekaan, sedangkan Belanda mempunyai kepentingan politik, yaitu ingin menguasai Indonesia. Konflik yang berupa peperangan seperti ini akan menimbulkan berjatuhnya korban.

Dalam penelitian ini akan digunakan teori konflik yang dikemukakan oleh Gillin yang menyebutkan bahwa konflik merupakan suatu proses sosial saat orang atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.13 Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi, akan tetapi juga bertujuan sampai ke taraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya. Teori ini sesuai untuk digunakan karena pada masa itu masyarakat Sleman telah melakukan perlawanan terhadap Belanda yang dalam hal ini adalah sebagai musuh, untuk memperoleh kebebasan dari tekanan orang-orang Belanda di wilayah Sleman.

12

J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, ed., Sosiologi: Teks Pengantar dan

Terapan (Jakarta: Prenada Media, 2004) hlm. 48-49

13

(24)

H. Metodologi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dari penulisan ini dilakukan di wilayah Sleman Utara, Yogyakarta

2. Heuristik (Pengumpulan Data)

Penulisan ini menggunakan metode histories, yaitu proses menguji dan menganalisis secara kritis tentang rekaman peristiwa masa lampau.14 Metode histories ini bertujuan merekontruksi kejadian masa lalu, secara sistematis dan obyektif.

Tahapan pertama adalah heuristik (pengumpulan data). Dilakukan dengan jalan mengumpulkan sumber-sumber yang berguna seperti arsip, foto dan dokumen. Keberadaan dokumen seperti arsip-arsip laporan sebagai sumber primer tertulis menjadi syarat utama bagi langkah awal penelitian. Dokumen-dokumen yang ada kemudian dikumpulkan untuk selanjutnya dipilih, mana yang berkaitan dengan topic penelitian. Selain sumber tertulis, metode wawancara juga akan menjadi sumber primer lisan. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dari pelaku atau saksi mata.

Referensi berupa buku, artikel, maupun makalah yang ditulis bukan oleh saksi mata akan menjadi sumber sekunder. Selanjutnya sumber primer maupun sekunder ditelaah untuk menghasilkan data bagi penulisan ini.

3. Verifikasi (Kritik Sumber)

14

(25)

Tahapan ini bertujuan untuk menguji otentisitas dan kredibilitas sumber. Verifikasi dilakukan dengan cara mengoreksi sumber yang telah dikumpulkan untuk diketahui apakah sumber tersebut otentik dan kredibel, dan meneliti data agar jauh dari segala bentuk subyektifitas.

Teknik yang dilakukan disini adalah dengan melakukan studi komparatif antara sumber yang satu dengan sumber yang lain, terutama apabila berkaitan dengan sumber tertulis. Apabila memungkinkan, tradisi yang telah ditulis dapat dikonfirmasikan kembali kepada sumber lisan yang lebih akurat, karena tujuan utama dari kritik ini adalah menemukan kredibilitas data. 4. Analisa sumber

Data yang telah diseleksi dan diuji kemudian dianalisa. Analisa sumber merupakan tahap yang penting dan menentukan. Hasil analisa akan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu penelitian. Peneliti akan berusaha menempatkan data secermat mungkin supaya hasil penelitian bisa mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengolahan data secara cermat diharapkan mampu mengurangi subyektifitas yang biasanya muncul dalam penulisan sejarah, sebab sejarah dalam arti obyektif yang diamati dan dimasukkan ke dalam fikiran subyek tidak akan pernah murni.15

5. Interpretasi

Tahapan selanjutnya adalah interpretasi, yaitu mensintesakan data yang diperoleh untuk dapat menetapkan fakta dan mencapai kesimpulan. Data yang diperoleh baik dari sumber tertulis maupun dari hasil wawancara yang

15

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah

(26)

telah teruji validitasnya melalui tahap verifikasi akan ditafsirkan sesuai kondisi senyatanya.

Sebagai tahap pamungkas akan disampaikan sintesa ke dalam bentuk penuturan. Setelah data sejarah diinterpretasikan dan menghasilkan sintesa, pada tahap selanjutnya adalah memaparkannya dalam bentuk tulisan secara deskriptif analisis, berdasarkan sistematika yang telah ditetapkan.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dipakai secara umum terdiri dari pendahuluan, isi dan penutup. Namun secara spesifik, penulisan ini dibagi dalam 5 bab untuk mempermudah pembahasan, yaitu:

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II berisi penjelasan tentang proses kedatangan Belanda di Yogyakarta dan mengenai situasi Sleman pasca kedatangan Belanda.

Bab III membahas tentang latar belakang terjadinya peristiwa 7 Januari 1949, yang dimulai dengan pembahasan mengenai pasar Srowolan yang merupakan basis perjuangan pada masa revolusi kemerdekaan. Di sini juga dibahas mengenai aksi-aksi penyerangan para gerilyawan terhadap pasukan Belanda.

(27)

Sleman Utara, dan peristiwa-peristiwa penting lainnya yang terjadi di wilayah Sleman Utara.

(28)

BAB II

GAMBARAN YOGYAKARTA PADA MASA REVOLUSI

KEMERDEKAAN 1948 – 1949

A. Kedatangan Belanda di Yogyakarta

Pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 05.45 bertepatan dengan hari Minggu, terdengar bunyi pesawat melayang di atas Maguwo. Hal tersebut tidak mengejutkan bagi masyarakat Yogyakarta, karena diperkirakan bahwa hari itu ada latihan Angkatan Perang RI, sesuai dengan pengumuman pimpinan Angkatan Perang RI.16 Akan tetapi ternyata itu adalah bunyi pesawat pemburu Belanda, karena tidak lama kemudian pesawat pemburu itu menembaki pertahanan RI di Yogyakarta. Perlawanan dari bawah terus dilakukan, meskipun untuk mempertahankan sudah tidak mungkin lagi, karena serangan dari Belanda yang sangat membabibuta. Penjagaan di pangkalan saat itu hanya dilakukan oleh 150 orang anggota pasukan pertahanan dengan persenjataan minim.

Kurang lebih pukul 07.00, 15 pesawat Dakota Belanda berhasil menerjunkan pasukan payungnya di Maguwo serta menurunkan pasukan beserta peralatannya. Dalam waktu yang singkat, Belanda dapat menguasai lapangan terbang Maguwo. Pukul 09.30 pasukan Belanda mulai bergerak menuju kota Yogyakarta. Sasaran utama mereka adalah Istana Kepresidenan. Dalam mempertahankan pangkalan Maguwo, telah gugur Pilot Kadet Kasmiran dan 34 anggota lainnya. Kerugian lain adalah 6 pesawat siap terbang, 8 pesawat dalam

16

Yayasan Dharma Sakti Pancasila, Sejarah Monumen “Yogya Kembali”

(29)

perbaikan dan pesawat RI-006 Catalina ditawan Belanda bersama awak pesawatnya.17

Selain menyerang Maguwo, Belanda juga menjatuhkan bom di komplek MBKD (Markas Besar Komando Djawa) dan komplek militer lain untuk menghentikan segala aktivitas TNI. Secara keseluruhan, pertahanan Yogyakarta berada di bawah tanggung jawab Brigade X dengan Komandan Brigade Letkol Soeharto. Setelah mengetahui Belanda menguasai Maguwo, Letkol Soeharto segera bertindak. Dengan sisa-sisa pasukan yang ada, Letkol Soeharto melakukan penghambatan dan bumi hangus. Peleton Marjuki menghadang di sepanjang jalan Solo, peleton Dimyati bergerak ke Lempuyangan menghadang di sepanjang rel kereta api. Pasukan polisi dibawah pimpinan Johan Soeparno menghadang di Ambarukmo dan Gedongkuning.

Di Maguwo, pasukan Belanda bergerak dalam 2 poros. Sayap kiri melewati Semaki dan sayap kanan melewati jalan besar dan rel kereta api Yogya-Solo. Karena terbatasnya pasukan, gerakan TNI hanya sebatas mengulur waktu. Pada pukul 15.30 tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki Istana Presiden dan menawan Presiden, Wakil Presiden dan pasukan pengawal. Pukul 16.00 seluruh kota Yogyakarta dapat mereka kuasai. Sementara itu Sri Sultan HB IX mengadakan perundingan di Keraton untuk mengatur siasat perjuangan di dalam kota, sedangkan panglima Besar Jenderal Soedirman menyingkir keluar kota untuk memimpin perjuangan di daerah.

17

(30)

Melihat situasi yang genting seperti itu, Kolonel AH Nasution sebagai Panglima Komando Djawa mengeluarkan suatu instruksi yang isinya untuk semua kesatuan aparat pertahanan agar segera mengosongkan kota Yogyakarta dan meneruskan perjuangan dengan menjalankan siasat perang gerilya di daerah pedesaan. Ini dalam rangka menjadikan daerah pedesaan sebagai benteng pertahanan dan sebagai ajang pertempuran melawan tentara Belanda.

Belanda menguasai tempat-tempat penting dan mulai menjalankan roda pemerintahan pendudukan, dalam rangka memulihkan ketertiban dan keamanan di kota Yogyakarta. Dalam perjalanannya, usaha ini tidak dapat berjalan karena pemerintah RI telah mempersiapkan baik pemerintahan militer maupun pemerintahan sipil.

1. Pemerintahan Militer

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa untuk menghadapi tentara Belanda, pemerintah Indonesia membentuk pemerintahan militer. Pelaksanaan pemerintahan militer mendapat dukungan dari seluruh masyarakat. Hal ini yang kemudian menjadikan desa terlibat pada masa revolusi fisik.

(31)

Pelaksanaan pemerintahan militer di daerah Yogyakarta yang bersumber pada peraturan pemerintah tersebut sejalan dengan instruksi Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD) Nomor: 1/MBKD/1948 tanggal 25 Desember 1948 tentang struktur pemerintahan militer seluruh Jawa. Adapun susunan pemerintahan militer adalah sebagai berikut:

a. Panglima Besar Angkatan Perang

b. Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD) c. Gubernur Militer (GM)

d. Komando Militer Daerah (KMD) e. Komando Distrik Militer (KDM)

f. Komando Onder Distrik Militer (KODM) g. Kader Desa

h. Kader Dukuh

Pemerintahan militer dikembangkan agar mampu mengadakan gerakan atau operasi militer menghadapi Belanda. Adapun susunan pemerintahan militer di Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a. Daerah Karesidenan Yogyakarta sama dengan Komando Militer Daerah Yogyakarta ( KMDJ ) atau Sub-Teritorium Militer Yogyakarta (STMJ). b. Daerah kabupaten sama dengan Kepala Pemerintahan Militer

Kabupaten PMKB) / Komando Distrik Militer (KDM).

(32)

kapanewon (kecamatan), dan yang menjabat kepala pemerintah militer adalah seorang militer KODM

Pada tingkat staf meliputi aspek- aspek:

a. Pemerintahan umum, mengurus masalah organisasi, kehakiman, ketertiban dan perhubungan

b. Masalah Perekonomian, menyelenggarakan kelancaran perekonomian di dalam pemerintah dan kantong-kantong gerilya

c. Masalah kemasyarakatan, mengatur usaha-usaha kesejahteraan masyarakat, misalnya pendidikan dan organisasi

d. Masalah Pertahanan, dalam arti pertahanan di desa-desa

Agar dapat melakukan serangan secara efektif terhadap kedudukan Belanda maka dibentuklah Wehrkreise. Yogyakarta menjadi daerah perlawanan Wehrkreise (WK) III, yang membawahi 6 Sub Wehrkreise (SWK) yaitu:

a. SWK 101 daerah Bantul Timur dengan Komandan Mayor Sakri b. SWK 102 daerah Bantul Barat dengan Komandan Mayor Sardjono c. SWK 103 daerah Godean dengan Komandan Mayor Sumual d. SWK 104 daerah Sleman Utara dengan Komandan Mayor Sukasno e. SWK 105 daerah Gunung kidul dengan Komandan Mayor Soedjono 2. Pemerintahan Sipil

(33)

1. Sri Paduka Sultan, Sri Paduka Pakoe Alam, dan staf Jawatan Praja Daerah tetap di Yogyakarta.

2. Apabila tempat diduduki Belanda, Pamong Praja supaya berusaha jangan sampai jatuh di tangan Belanda.

3. Pamong Praja termasuk Pamong Desa yang harus tetap berada di dalam wilayahnya masing-masing dan melindungi rakyatnya.

4. Perhubungan dengan pimpinan daerah Sultan dan Sri Pakoe Alam harus sebanyak-banyaknya diadakan dan diatur secara ilegal.

5. Jawatan Praja memberikan kodenya, begitu juga dengan kabupaten. 6. Kurir (penghubung) tidak boleh membawa surat, semua laporan dan

instruksi disampaikan oleh kurir dari Jawatan Praja dan Kabupaten dengan menyampaikan kode untuk legitimasi.

7. Jawatan Praja ialah penghubung kepala daerah, kabupaten, kapanewon dan tentara, polisi, badan-badan perjuangan dan kementrian-kementrian, semua itu dengan jalan ilegal.

8. Kantor Kepatihan / Pemerintah Daerah semua tutup, sampai ada perintah dari Sultan.18

Pelaksanaan pemerintahan sipil daerah Yogyakarta dilaksanakan oleh Jawatan Praja, yang ditunjuk sebagai pemerintah darurat. Fungsi dan peranan Jawatan Praja ini pada hakekatnya merupakan penghubung antara Kepala

18

SESKOAD, Serangan Umum 1 Maret 1949 Di Yogyakarta Latar Belakang dan

(34)

Daerah/Wakil Kepala Daerah yaitu Sri Sultan dan Paku Alam dengan segenap aparat pemerintahan dan rakyat meskipun kegiatan tersebut dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi.

Pemerintahan sipil di daerah Sleman pada saat kedatangan Belanda sempat mengalami kekacauan, akan tetapi bisa pulih dan berjalan lagi walaupun Belanda mulai menduduki wilayah-wilayah di Sleman seperti Beran, Medari dan sebagainya. Aparat pemerintahan sipil bahu-membahu bersama rakyat dan pejuang menjaga stabilitas keamanan di wilayah Sleman. Di samping itu, gangguan terhadap kedudukan Belanda pun dilaksanakan oleh gerilyawan dibantu rakyat, bahkan kedudukan atau pos-pos Belanda di Tempel, Pakem, dan Kaliurang juga mendapat serangan. Selain kegiatan membantu para pejuang, pemerintahan sipil dapat melaksanakan peran sosial bagi para pengungsi, pengobatan untuk rakyat, sekolah darurat dan penerangan kepada rakyat untuk tetap berjuang mempertahankan kemerdekaan.

B. Situasi di Sleman Pasca Kedatangan Belanda

(35)

dimaksudkan untuk menunjang operasi pembersihan yang dilakukan oleh tentara Belanda.

Berhubung pada waktu itu pemerintahan kabupaten tidak menduga akan adanya serangan Belanda, maka bupati segera memerintahkan kepada aparat bawahannya agar tetap mempertahankan daerahnya walaupun dengan cara berpindah-pindah. Bupati Prodjodiningrat beserta beberapa orang stafnya sempat menyingkir ke daerah Sleman tengah dan selanjutnya menuju Sleman timur. Hal itu dimaksudkan untuk mencari daerah perlindungan yang aman dari serbuan tentara Belanda. Selang beberapa hari, pemerintah militer dibentuk dengan Komandan Distrik Militer ( KDM ) Mayor Moh. Basuni. Sejalan dengan pemerintahan militer tersebut maka daerah kabupaten Sleman dibagi menjadi tiga kewedanan yang pada waktu itu disebut wedono militer. Ketiga kewedanan itu adalah:

1. Kawedanan Sleman Barat dengan wedono Prodjosudarmo yang meliputi tujuh kapanewon.

2. Kawedanan Sleman Tengah dengan wedono Prodjowilogo meliputi empat kapanewon.

3. Kawedanan Sleman Timur dengan Wedono Prodjosutikno meliputi enam kapanewon.

(36)

Struktur pemerintahan Kabupaten Sleman adalah Bupati sebagai kepala pemerintahan, yang membawahi wedono-wedono distrik yang wilayah kekuasannya disebut kawedanan.

Wedono-wedono distrik dalam menjalankan tugas pemerintahannya dibantu oleh para asisten wedono atau panewu yang wilayah kekuasaannya disebut keasistenan wedono atau yang lebih dikenal kapanewon. Selanjutnya para penewu membawahi para lurah yang wilayah kekuasaannya disebut kelurahan. Adapun tugas seorang bupati pada waktu itu adalah menyelenggarakan kebutuhan sektor militer dan kepentingan masyarakat, serta menjaga lancarnya perputaran roda pemerintahan. 19

Dalam bidang perekonomian telah ditetapkan bahwa urusan suplai Komando Distrik militer (KDM) diserahi tugas menyusun organisasi perdagangan di distrik-distrik Militer. Untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan tentara perlu diselenggarakan perdagangan totaliter melalui pasar-pasar, sehingga tukar-menukar antar-onder distrik militer (ODM) dapat berjalan lancar. Hal itu dimaksudkan agar supaya dapat dilakukan perdagangan dengan kota pendudukan. Kesemuanya bertujuan untuk memperoleh barang-barang yang didapat dari kota, sedangkan untuk keperluan dana perjuangan dapat dipenuhi dari hasil bantuan rakyat, yang pelaksanaannya diatur secara lokal.20

Sleman sebagai daerah SWK 104 di bawah pimpinan Mayor Sukasno yang terdiri dari pasukan Tentara Pelajar dan Kesatuan Batalyon 151, mulai

19

Lihat Replika Perjuangan Rakyat Yogyakarta, hlm. 362

20

(37)

melancarkan serangan terhadap Belanda. Para gerilyawan mengadakan pengacauan dan serangan ke markas-markas Belanda. Para gerilyawan SWK 104 juga tetap berada dibawah Komando Letkol Soeharto sebagai Komandan WK III. Mereka menggalang pasukan dan mengatur strategi di wilayah Sleman Utara. Selain bersiaga mempertahankan wilayahnya, rakyat Sleman Utara juga bersiaga untuk mengadakan serangan yang dipusatkan di kota Yogyakarta, sesuai perintah Letkol Soeharto, dimana setiap gerakan perlawanan menyesuaikan dengan kondisi tentara Belanda yang selalu melakukan konvoi keliling kota dan juga ke daerah-daerah. Kondisi ekonomi pada masa itu sedikit kacau akibat adanya peredaran uang federal yang sudah mulai masuk ke desa-desa, serta adanya perampasan terhadap Oeang Republik Indonesia (ORI) oleh Belanda di jalan-jalan jurusan kota. Dalam keadaan darurat, pasar Turi yang pada waktu itu merupakan satu-satunya pasar yang ada di wilayah Sleman Utara harus dipindah ke tempat yang lebih aman yaitu ke dusun Srowolan, dan menjadi satu dengan pasar Srowolan.21 Dalam perkembangannya, pasar Srowolan menjadi ramai setiap hari, karena sebelumnya merupakan pasar dengan hari pasaran setiap Wage.

21

Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa, Replika Sejarah

Perjuangan Rakyat Yogyakarta (Yogyakarta: Dinas Sosial Propinsi DIY dan Fakultas

(38)

BAB III

LATAR BELAKANG TERJADINYA PERISTIWA

7 JANUARI 1949

A. Pasar Srowolan Sebagai Basis Perjuangan

Salah satu tugas pemerintahan militer dalam perekonomian adalah menyelenggarakan keperluan tentara dan keperluan rakyat. Di Sleman, staf pemerintahan militer mengeluarkan Peraturan Kebaktian Rakyat yang ditandatangani Komandan SWK 104 Mayor Sukasno, Bupati Sleman Projodiningrat dan Komandan KDM Mayor Muhammad Basyuni. Berdasarkan peraturan tersebut, panewu Ngaglik memerintahkan lurah-lurah untuk memberi nafkah kepada para pegawai instansi pemerintah atau badan-badan yang diakui pemerintah, misalnya tentara, polisi, pamong praja, dan lain-lain agar perjuangan dapat terus berlangsung.

Kelurahan Purwobinangun yang termasuk dalam wilayah Kapanewon Ngaglik menanggapi perintah tersebut. Susilo Winarto selaku lurah Purwobinangun memerintahkan Sosrowiharjo (Kepala Bagian Kemakmuran) untuk memimpin tugas suplai dengan dibantu oleh Abdul Jabar (Kepala Bagian Keamanan), Wasito Diharjo (Kepala Bagian Umum), Tondo Martoyo (Kepala Bagian Agama dan Mantan Mandor Pasar) dan 16 kepala dukuh seluruh Purwobinangun.

(39)

dengan mengumpulkan retribusi dana pasar, pungutan dari masyarakat, dan berbagai bentuk bantuan dikoordinir di pasar Srowolan. Pasar Srowolan menjadi basis logistik bagi pejuang gerilya di wilayah Purwobinangun dan sekitarnya.

Untuk memperlancar tugas pemerintahan militer, di kelurahan Purwobinangun dibentuk suatu organisasi pertahanan yang disebut Markas Pertahanan Kelurahan (MPK).22 Selain bidang keamanan, tugas markas pertahanan adalah menunjang kehidupan tentara gerilya dengan melakukan penarikan pajak in natura kepada pedagang yang berjualan di pasar Srowolan.23 Untuk menambah dana perjuangan dilakukan juga penambahan pajak pasar. Selain itu hasil penarikan uang kebersihan yang digunakan untuk kebersihan pasar, sebagian digunakan untuk dana perjuangan. Pemuda-pemudi juga berperan dalam mengumpulkan dana di perempatan jalan yang ada disekitar pasar Srowolan.24 Selain itu pengunjung Pasar Srowolan dengan sukarela memberikan dana bantuan yang dikumpulkan melalui tempat yang sudah disediakan.

Selain itu para pedagang pasar Srowolan juga berpartisipasi dengan suka rela memberikan sumbangan berupa sayur-sayuran maupun bahan makanan lainnya. Mereka secara sukarela memasukkan sebagian hasil dagangannya sewaktu para pemuda-pemudi menyodorkan kotak sumbangan. Semua hasil sumbangan yang dihimpun dipasar Srowolan kemudian diserahkan kepada Letnan

22

Wawancara dengan Bapak Sumidjan, hari Kamis 22 November 2007, di Gatep Purwobinangun Pakem Sleman

23

Wawancara dengan Bapak Sumidjan, hari Kamis 4 Oktober 2007. di Gatep Purwobinangun Pakem Sleman

24

(40)

R. Suyono yang berkedudukan di dusun Karanggeneng dan dipergunakan untuk biaya perjuangan

Interaksi antara Markas Pertahanan Kelurahan (MPK) dengan pedagang juga meliputi pemberian berbagai informasi situasi kota Yogyakarta, yang disampaikan oleh pedagang yang pulang dari pasar di kota. Salah satu pedagang yang banyak memberikan informasi untuk para pejuang adalah Somodiharjo. Beliau adalah seorang pedagang buah dan sayuran di pasar Srowolan, Karangwaru dan Kranggan. Dengan memperhatikan tempat-tempat yang didatanginya itu, dia banyak melakukan penjelajahan dengan tetap berpura-pura sebagai pedagang. Setelah berhasil memperoleh informasi, dia dengan leluasa memberikan laporan tentang kedatangan konvoi Belanda, pos-pos Belanda dan kekuatan tentara Belanda kepada para pejuang yang ada di pasar Srowolan maupun berada di tempat lain yang beliau lalui. Beliau banyak memberikan informasi penting sehubungan dengan perjuangan pada waktu itu. Dalam berbagai peristiwa beliau berperan sebagai penyelidik pasukan gerilya.25

Pasar Srowolan juga merupakan markas pejuang yang biasa digunakan untuk mengatur strategi perjuangan. Di markas ini pula para pedagang maupun pembeli memberikan laporan mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan pasukan Belanda. Para kader desa dan dukuh kadangkala menyamar sebagai pedagang agar bisa menjalin hubungan dengan sesama kader desa dan dukuh serta pejuang lainnya sehingga mampu mendapatkan informasi tentang situasi desa lain

25

Dharmono H dkk, Replika Perjuangan Rakyat Yogyakarta (Yogyakarta:

(41)

dan mengetahui situasi markas Belanda. Mereka sengaja melakukan penyamaran, karena pada waktu itu juga ada orang Indonesia yang menjadi mata-mata Belanda.26

B. Aksi penyerangan para gerilyawan terhadap Belanda di Sleman Utara Untuk menghadapi Belanda, para pejuang menerapkan sistem perang rakyat semesta. Pada tingkat pertama menghindarkan penghancuran dari kekuatan musuh dan sesudah itu bersama rakyat, TNI mengadakan pengintaian dan selanjutnya melakukan penyerangan mendadak. Pengalaman selama menghadapi Agresi Militer Belanda I telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi pimpinan TNI. Sistem pertahanan linier yang dianut selama itu tidak mungkin dilaksanakan lagi karena dalam waktu yang singkat dapat diterobos tentara Belanda. Menjelang Agresi Militer Belanda II, TNI telah menyusun sistem pertahanan yang lebih baik yaitu sistem pertahanan Wehrkreise, perang rakyat semesta dan perang gerilya.

Sistem perang rakyat semesta yang diterapkan oleh TNI itu sesuai dengan Perintah Siasat No 1 yang dikeluarkan pada bulan November 1948, yang isinya: a. Tidak akan melakukan pertahanan linier

b. Tugas memperlambat kemajuan serbuan musuh serta bumi hangus total c. Tugas membentuk kantong gerilya di tiap Onder Distrik Militer (ODM) yang

mempunyai pemerintahan gerilya dan mempunyai pusat dibeberapa daerah pegunungan

26

(42)

d. Tugas pasukan adalah menyusup kembali ke daerah dan membentuk kantong-kantong gerilya.27

Di wilayah Sleman Utara, rakyat dan pejuang mulai melancarkan aksi pengintaian terhadap pasukan Belanda yang mengadakan konvoi. Menjelang malam, tentara Belanda kembali ke markasnya. Hal ini dimanfaatkan para gerilyawan untuk mengadakan pengacauan dan penghadangan. Bagi gerilyawan, waktu malam hari adalah waktu yang tepat sehingga harus digunakan sebaik mungkin untuk mengatur strategi, mengadakan pengacauan dan membuat rintangan-rintangan. Jalan-jalan besar yang sering dilewati tentara Belanda dibuat rintangan berupa kubangan yang dipasang ranjau. Selain itu pada malam hari para gerilyawan berkumpul untuk menyerang pos Belanda di Kaliurang, Pakem dan Beran. Mereka mudah bergerak meskipun malam hari karena mereka hafal medan.

Salah satu kekuatan yang aktif melakukan penyerangan adalah Tentara Pelajar yang berada di Beneran yaitu kediaman bapak Mardi Utomo, meski hanya dengan kekuatan sekitar 12 orang. Pasukan ini dipimpin oleh Sumanto, dalam penyerangan terhadap kedudukan Belanda pasukan ini menggunakan sistem bergilir. Hal ini disebabkan keterbatasan persenjataan. Mereka melakukan penyerangan dengan jalan melakukan penghadangan terhadap konvoi tentara Belanda yang berada di wilayah Beneran ataupun markas-markas Belanda yang berada di wilayah Sleman Utara. Pakaian yang digunakan oleh para gerilyawan ini sama dengan masyarakat biasa. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penyamaran

27

(43)

dan pada siang hari, para gerilyawan menyamar sebagai pencari rumput, pencari kayu, pedagang dan sebagainya, dengan tetap berjaga, apabila ada kemungkinan daerah sekitarnya akan ada patroli Belanda. Setiap kali mengetahui informasi, para gerilyawan segera memberitahukan rekan-rekannya yang lain dan melaporkannya ke markas pejuang. Untuk mengetahui apakah orang yang dicurigai itu tentara, Belanda adalah dengan melihat tangan orang tersebut. Apabila tangannya kasar orang itu adalah petani namun apabila tangannya halus adalah tentara. Metode tersebut sering dipakai Belanda untuk mencari gerilyawan.28

Diantara berbagai aksi yang dilakukan para gerilyawan dengan Belanda yang masih tetap dalam ingatan masyarakat antara lain:

a. Pertempuran di Polowidi dan Angin-angin

Pada akhir Desember 1948, pasukan Tentara Pelajar dengan komandan Arif Suratno bermarkas di Polowidi. Memasuki bulan Januari 1949, markas berpindah ke dusun Angin-angin. Pada pagi hari tanggal 2 Januari 1949 rakyat memberi tahu pasukan Tentara Pelajar bahwa dari arah barat datang pasukan Belanda. Pasukan Tentara Pelajar segera mempersiapkan diri menghadapi musuh. Di wilayah Sleman ini sangat menguntungkan sebagai tempat pertahanan karena rumah-rumah berpagar batu. Di samping serdadu Belanda dari sebelah barat dusun Polowidi, ada juga pasukan Belanda yang datang dari selatan, yaitu di dusun Angin-angin. Belanda tidak mengetahui bahwa pasukan Tentara Pelajar Arif Suratno sudah bersiap siaga di belakang pagar batu. Saat Belanda datang,

28

(44)

pasukan Tentara Pelajar segera menyerang. Mendapat serangan mendadak, banyak tentara Belanda yang mati tertembak, sedangkan yang masih hidup akhirnya melarikan diri. Keesokan harinya Belanda melakukan balasan dengan menyerang Polowidi dan Angin-angin. Tetapi pasukan Tentara Pelajar dapat menghindarkan diri dan selamat. 29

b. Pertempuran di Tunggul Wonokerto Turi

Pada tanggal 5 Januari 1949, pada saat Tentara Batalyon 151 melakukan gerilya, mereka bertemu dengan pasukan Belanda di dusun Tunggul. Pasukan Belanda ini datang dari Kaliurang, dan terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama melewati Turgo, Tritis, Kaliurang Barat menuju dusun Patuk dan menyerang dusun Tunggul dari utara, sedangkan kelompok kedua melalui Turgo, Tritis, Ngandong ke barat menuju dusun Tunggul dari arah timur. 30

Terjadi kontak senjata di dusun ini. Dalam kondisi pasukan yang terdesak, para pejuang tetap melakukan perlawanan. Walaupun pada akhirnya para pejuang mundur meninggalkan dusun Tunggul karena melihat kekuatan yang tidak seimbang. Komandan Batalyon 151, Kapten Haryadi gugur dalam peristiwa tersebut.

c. Peristiwa Kembangarum

Peristiwa lain yang mendasari Belanda untuk lebih meyakini di wilayah Sleman Utara sebagai markas pejuang adalah peristiwa Kembangarum. Penghadangan pertama kali terhadap Belanda terjadi pada awal bulan Januari,

29

Sewan Susanto, Perjuangan Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan

Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985) hlm. 75

30

(45)

peristiwa ini terjadi disebelah Utara Dusun Kembangarum. Penghadangan terjadi pada siang hari dengan dilakukan bersama-sama antara tentara pelajar, kesatuan Brigade 151, dan tentara gerilya. Meskipun pasukan Belanda bersenjata lengkap tetapi jumlah anggota pasukannya hanya beberapa orang sehingga terdesak kemudian terpaksa melarikan diri. Karena dikejar oleh gerilyawan , pasukan Belanda panik. Dalam peristiwa itu satu orang berhasil ditangkap dan dibunuh31

Terbunuhnya salah seorang pasukan menimbulkan kemarahan pihak Belanda. Hanya selang beberapa hari pasukan Belanda yang bermarkas di Beran dan Medari mengadakan operasi pembersihan di daerah sekitar Kembangarum. Pasukan Belanda bergerak dari arah Barat Daya sebelum sampai padukuhan Kembangarum, seorang penduduk Kembangarum mengetahui adanya konvoi tersebut kemudian diberitahukan secara beranting kepada seluruh penduduk Kembangarum sehingga penduduk setempat dapat mengungsi.32

Bagi gerilyawan malam hari digunakan umtuk mengatur strategi gerilya pengaturan siasat penyerangan, mengadakan pengacauan dan membuat rintangan di jalan yang dilalui pasukan Belanda. Setelah para gerilyawan berkumpul dengan mengontak anggota gerilyawan lain untuk bersama-sama mengadakan penghadangan dan penyerangan terhadap pasukan Belanda. Adanya gangguan yang selalu dilakukan gerilyawan menimbulkan kemarahan pihak Belanda. Pasukan Belanda setiap melakukan opersi pembersihan di wilayah Sleman Utara

31

Dharmono Hardjowidjono, dkk, Replika Sejarah Perjuangan Rakyat

Yogyakarta II.Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa di DIY,

ypgyakarta,1985,hal. 110.

32

(46)

selalu melakukan pembersihan di desa-desa yang dicurigai sebagai markas gerilyawan, hampir setiap hari Belanda melakukan pembakaran melakukan pembakaran rumah di daerah sekitar Kembangarum yang dianggap pernah menjadi markas gerilyawan.

d. Penangkapan mata-mata Belanda

(47)

BAB IV

PERISTIWA 7 JANUARI 1949

A. Insiden Di Dusun Cepet

Puncak penyerangan Belanda secara besar-besaran di wilayah Srowolan Purwobinangun Pakem yang terjadi pada tanggal 7 Januari 1949. Peristiwa ini berawal ketika Belanda berhasil menduduki Beran dan Medari pada tanggal 20 Desember 1948. Selain menduduki Beran dan Medari, Belanda juga membuat pos-pos pertahanan di Kaliurang, Kledokan, dan yang paling dekat dengan desa Kembangarum adalah pos pertahanan Belanda yang menempati bekas pabrik tembakau di sebelah timur perbatasan kelurahan Donokerto dengan kelurahan Purwobinangun. Pembangunan pos-pos pertahanan di Sleman Utara merupakan langkah penting bagi Belanda. Selain mempertahankan wilayah itu, jalan-jalan besar yang ada dapat dipakai untuk mengadakan hubungan dengan sesama tentara Belanda yang ada di Klaten, Magelang dan sekitarnya, sehingga dengan sendirinya jalan-jalan tersebut selalu dipertahankan.

(48)

1949 di sebelah timur dusun Beneran di tangkap 2 orang yang berasal dari dusun Ngipik-Kaliurang. Kedua orang tersebut lalu dibawa ke rumah bapak Bayan di dusun Beneran. Di rumah inilah dilakukan interogasi. Setelah diintrogasi, kedua mata-mata tersebut dibunuh dengan cara dikubur hidup-hidup.33

Namun kenyataannya usaha Belanda tersebut tidak membawa hasil yang memuaskan. Hal ini dikarenakan gerak langkah tentara gerilya yang selalu berpindah-pindah. Salah satu peristiwa yang mengindikasikan kegagalan strategi Belanda adalah terjadinya insiden Cepet.

Insiden di Cepet berawal pada tanggal 1 Januari 1949 ketika Belanda melakukan konvoi ke dusun-dusun. Salah satu dusun yang dituju oleh Belanda dan akan diduduki adalah Watuadeg. Di dusun itu terdapat rumah bangunan Belanda yang oleh masyarakat sekitar dinamakan “Loji”.34 Para pejuang mengetahui hal ini dan kemudian mengawasi rumah loji itu. Merasa gerak-geriknya diawasi, para tentara Belanda menggeser pasukan menuju barat daya yaitu di Dusun Ngaglik. Dalam pergeseran pasukan ini salah satu anggota Tentara Pelajar bernama Marsono tewas ditembak tentara Belanda. Tentara dari Batalyon 151 bersama masyarakat dan pejuang yang lain mengejar tentara Belanda. Tentara Belanda kembali bergeser ke arah tenggara menuju Dusun Cepet. Pada saat pergeseran lokasi inilah, Tentara Indonesia berhasil menangkap 3 tentara Belanda. Tentara Belanda lainnya berhasil melarikan diri. Dari 3 orang pasukan Belanda

33

Wawancara dengan Bapak Wignyo Harsono pada hari Kamis tanggal 22 November 2007 di Beneran Purwobinangun Pakem Sleman.

34

Pasar Srowolan Pasar Perjuangan (Yogyakarta: Pelaku Perjuangan Angkatan

(49)

yang ditangkap, 1 orang berhasil lolos dan melaporkan peristiwa tersebut kepada markas Belanda, kemudian yang 2 orang dibunuh rakyat Indonesia. Mayatnya dimakamkan di dusun Cepet. Sedangkan dari pihak Indonesia memakan korban 2 tentara yang dimakamkan di dusun Cepet.35 Menurut bapak Wignyo Harsono, malam hari sebelum tertangkap, tentara Belanda bertahan di sebelah utara dusun Watuadeg. Mereka menembaki wilayah tersebut dengan cara naik ke atas pohon beringin besar, sehingga menyebabkan tentara Belanda kehabisan amunisi. Melihat tentara Belanda kehabisan amunisi masyarakat dan tentara tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menangkapnya. Setelah ditangkap gerilyawan, tentara Belanda lalu dibawa ke dusun Cepet dan dibunuh di sana.36

B. Puncak Peristiwa 7 Januari 1949

Insiden Cepet inilah yang mengakibatkan kemarahan tentara Belanda, yang kemudian melakukan penyerangan secara besar-besaran. Tentara Belanda mendatangkan pasukan dari Medari, Beran, Pakem dan Kaliurang untuk menyerang desa Purwobinangun. Tujuan pertama kali tentara Belanda adalah dusun Cepet karena di dusun inilah tentara Belanda dimakamkan dan berusaha unuk diambil kembali serta dibawa ke markas Belanda. Setelah selesai pengambilan jenazah, tentara Belanda mulai mengadakan pembersihan di dusun-dusun di sekitar Cepet dengan berjalan kaki. Mereka menghancurkan

35

Wawancara dengan Bapak Mardi Utomo, Hari Rabu 17 Oktober 2007, di Cepet Purwobinangun Pakem Sleman

36

(50)

rumah penduduk dan mengadakan aksi pembakaran. Cepet sebagai dusun yang mereka tuju sudah sepi, karena penduduk mengungsi ketika mengetahui akan adanya serangan balasan dari Belanda. Dalam perjalanannya Belanda melepaskan tembakan ke sembarang tempat sehingga membuat penduduk menjadi panik. Ketika sampai di wilayah Pulerejo, Belanda menembak penduduk setempat sehingga jatuh 7 korban jiwa. Yang menarik dari peristiwa itu adalah ketika ada salah satu penduduk Pulerejo bernama Muh Toha yang dengan berani menghadang serdadu Belanda yang sedang mengadakan pembersihan. Dalam peristiwa ini Moh Toha berhasil merebut salah satu senjata serdadu Belanda, sehingga serdadu Belanda memberondong tubuh Moh Toha dan menusuknya dengan bayonet hingga tewas.37 Peristiwa lain yang cukup menarik diungkapkan oleh ibu Sumiyati “ketika tentara Belanda mengadakan pembersihan ke dusun Karanganyar beliau berlari sambil menggendong adiknya namun karena kebrutalan tentara Belanda yang menembakkan senjata sembarangan menyebabkan adik yang beliau gendong tertembak sampai meninggal dunia.38

Ketika Belanda sampai di dusun Cepet, mereka tidak menemukan penduduk di sana, kemudian bergeser ke Pasar Srowolan yang merupakan basis pejuang. Sepanjang perjalanan menuju dusun Srowolan, tentara Belanda membakar rumah-rumah penduduk yang mereka lalui, yaitu dusun Pulowatu, Cepet, Gatep, Beneran, Pulerejo dan Karanggeneng. Setelah itu, dusun Srowolan dikepung tentara Belanda dari 4 penjuru. Dari selatan, Belanda datang dari Beran

37

Lihat Replika Sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta, hlm. 108

38

(51)

berhadapan dengan anggota Batalyon 151 di Dusun Kadilobo dan di selatan dusun Karanggeneng. Tembakan-tembakan tidak bisa dihindari Dari kedua belah pihak banyak korban berjatuhan. Anggota Batalyon 151 yang gugur adalah Jamroni dan Sugiono, serta sepuluh orang yang jenazahnya tidak dikenali. Adapun korban yang berasal dari masyarakat adalah:

1. Sumarjo dari Gondang

2. Kartojumeno dari Angin-angin 3. Seja dari Angin-angin

4. Sudarjo dari Jetis Suruh 5. Taruno dari Kadilobo 6. Jopawiro dari Kadilobo 7. Mangun dari Kadilobo

8. Wongsoinangun dari Kadilobo 9. Suryadi dari Maron

10.Kertodiharjo dari Srowolan

Dari barat Belanda datang dari Medari berhadapan dengan pasukan Batalyon 151 dan anggota Tentara Pelajar. Kontak senjata terjadi di antara Desa Kembangan dan Turi. Dalam kejadian ini Belanda terpukul mundur dan melarikan diri ke arah selatan menuju dusun Kembangarum. Disana mereka menghujani tembakan kanon dan mortir. Di dusun Kembangarum banyak korban berjatuhan, yaitu:

(52)

3. Kramajaya dari Kembangarum 4. Dullah Mukri dari Kembangarum 5. Supatmin dari Kembangarum

Dari utara Belanda datang dari Kaliurang melewati dusun Jamblangan, Watuadeg, Daren dan Karanganyar, dan dari timur Belanda datang dari Pakem melewati Pulowatu, Cepet, Glondong, Bunder, Kardangan, menuju dusun Gatep, Srowolan, Beneran dan Pulerejo. Disini mereka bertemu dengan pasukan Belanda yang datang dari arah utara. Kontak senjata tidak bisa dihindari. Pejuang berama rakyat mengadakan perlawanan dengan senjata seadanya. Oleh karena kekuatan yang tidak seimbang, para gerilyawan tidak bisa mempertahankan perlawanan lalu mundur bersama rakyat untuk menyelamatkan diri. Korban yang meninggal adalah:

(53)

12.Moh. Toha dari Pulerejo 39

Kedatangan tentara Belanda menuju Srowolan yang sudah diketahui membuat tentara dari Batalyon 151 bersiap-siaga dengan dibantu sepenuhnya oleh para pejuang gerilya dan masyarakat. Kontak senjata tidak bisa lagi dihindarkan. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.

Oleh karena kekuatan antara kedua belah pihak yang tidak seimbang, di mana tentara Belanda memiliki kekuatan yang lebih besar dan didukung persenjataan modern, pelan-pelan pejuang Indonesia mundur, tapi sambil tetap berjaga. Ini dilakukan untuk menghindari korban yang semakin banyak, apalagi kebanyakan korbannya adalah masyarakat di wilayah dusun Srowolan dan sekitarnya.

39

(54)

BAB V

PENUTUP

Dari uraian panjang skripsi ini, sebagai penutup adalah kesimpulan. Dengan proklamasi kemerdekaan, maka bangsa Indonesia telah memulai revolusi sebagai suatu negara yang merdeka. Momentum proklamasi itu menjadi komando bagi seluruh bangsa Indonesia untuk bangkit melawan secara politis dan fisik demi mempertahankan kemerdekaan.

Kedatangan Belanda kembali ke Indonesia menimbulkan suatu pertentangan yang akhirnya menjadikan rakyat Indonesia kembali mengangkat senjata, melewati berbagai peristiwa dalam revolusi fisik.

Perjanjian Linggarjati, sebagai sebuah kesepakatan antara Indonesia dengan Belanda akhirnya disetujui, meskipun pada kenyataannya perjanjian tersebut tetap tidak berpihak pada Indonesia. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa Belanda tetap mempunyai hak dalam pemerintahan Indonesia. Itu artinya Indonesia masih dijajah.

(55)

Adanya ketidakstabilan politik dan keamanan dalam intern Indonesia menjadikan Belanda memanfaatkan kesempatan dengan melancarkan agresinya yang ke II.

Yogyakarta sebagai ibukota negara pada masa itu mulai bersiap siaga dan menyatakan perang terhadap Agresi Militer Belanda II. Tanggal 19 Desember 1948 Belanda menyerang kota Yogyakarta dari udara dan berhasil menguasai lapangan terbang Maguwo dan menyerang Istana Kepresidenan. Para pemimpin ditawan Belanda.

Tentara Pelajar sebagai organisasi kemiliteran ikut serta mempelopori gerakan perjuangan rakyat di desa-desa. Mereka memberikan pendidikan dasar-dasar kemiliteran untuk rakyat dan kemudian bersama-sama rakyat berjuang menghadapi Belanda.

(56)

penting dalam mempertahankan daerah tersebut. Mereka bertugas mempertahankan wilayah mulai dari Jalan Yogyakarta-Magelang dengan batas sungai Krasak, sampai jalan Yogyakarta-Kaliurang. Siasat pertempuran diatur sesuai dengan instruksi dari komandan Wehrkreise.

Sleman Utara sebagai obyek kajian dalam tulisan ini merupakan salah satu kota tujuan konvoi Belanda. Perjuangan gerilya mulai difokuskan di desa-desa. Salah satu tempat yang dijadikan basis pejuang adalah pasar Srowolan, di wilayah Purwobinangun Pakem. Lokasinya yang jauh dari jalan raya menjadikannya strategis sebagai markas pejuang. Masyarakat juga ikut membantu para pejuang dengan memberikan informasi yang mereka dengar, kemudian melaporkannya di markas pejuang yang ada di sebelah utara pasar Srowolan. Mereka juga membantu dukungan logistik bagi para pejuang dengan menggalang dana melalui berbagai cara.

Di pasar Srowolan juga dijadikan sebagai tempat masyarakat dalam mempertahankan uang asli Imdonesia, karena pada waktu itu juga beredar uang federal keluaran Belanda. Para pedagang tidak mau dibayar dengan uang federal.

(57)

rakyat yang menjadi korban, dikarenakan kekuatan tentara Belanda lebih besar dan didukung persenjataan lengkap.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufiq. Surjomihardjo, Abdurrahman. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif . Gramedia, Jakarta, 1985

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999

Agung Gede Agung, Anak. Persetujuan Linggarjati: Prolog Dan Epilog. Yayasan Pustaka Nusatama dan Sebelas Maret University Press, Yogyakarta, 1995

Dharmono, Replika Perjuangan Rakyat Yogyakarta II. Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa di DIY, Yopgyakarta.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. UI Press, Jakarta, 1986.

Himpunan Informasi Sejarah Penyerbuan Kotabaru Yogyakarta dan Peristiwa-perisiwa Penting di Yogyakarta Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 1945, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta, 1998.

Kahin, George Mc, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, UNS Press-Sinar

Harapan, 1995

Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Revolusi Indonesia. Jilid VI. Balai Pustaka, Jakarta, 1977

Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Balai Pustaka, Jakarta, 1977

(59)

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang Budaya, Yogyakarta 2001

Moedjanto, G. Indonesia Abad Ke-20: Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai Pelita III. Penerbit Kanisius, Yogyakarta 1989

Narwoko, Dwi. Suyanto, Bagong. Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan. Prenada Media, Jakarta, 2004

Nasution, AH. Memenuhi Panggilan Tugas. Jilid V. CV Haji Masagung, Jakarta, 1989

___________, Pokok-pokok Gerilya. Pembimbing, Jakarta, 1953

___________, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid V (Bandung: Disjarah dan Angkasa, 1979)

___________, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid IX (Bandung: Disjarah dan Angkasa, 1979)

___________, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid X (Bandung: Disjarah dan Angkasa, 1979)

Paguyuban Wehrkreise III Yogyakarta. Balai Pustaka, Jakarta, 1987

Peranan Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan, Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1985

Proyek Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan Bangsa. Peristiwa Pertempuran Kotabaru, Dinas Sosial Propinsi DIY, Yogyakarta, 2001

Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa. Replika Sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta. Dinas Sosial Propinsi DIY dan

(60)

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta, Balai Pustaka, Yogyakarta, 1976

Pruitt, Dean G. Rubin, Jeffrey Z. Teori Konflik Sosial. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2004

Ritzer, George. Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern. Prenada Media,

Jakarta, 2004

Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di DIY, Dedikbud, Yogyakarta, 1990

Simatupang, B. Laporan Dari Banaran. Sinar Harapan, Jakarta, 1980

Suherly, Tanu. Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia. Pusat Sejarah ABRI, Jakarta, 1971

Sukanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta, 1988

Sumardjan, Selo. Perubahan Sosial Di Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, Yoyakarta, 1981

Susanto, Sewan. Perjuangan Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1985

Tashadi, Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 di DIY. Proyek Inventarisasi dan Dokumen Kebudayaan DIY, Yogyakarta, 1986/1987

Tjokropranolo, Panglima Besar Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. PT Surya Persindo, Jakarta, 1992

(61)

DOKUMEN/ARSIP

Pasar Srowolan di Sleman Pada Masa Agresi Militer Belanda II oleh Yustina Hastrini Nurwanti, SS dalam Jurnal Patrawidya Vol. I No. 2 Juli 2000, Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Yogyakarta

(62)

NARA SUMBER

Nama : Bapak Kadarsono

Usia : 79 tahun

Pekerjaan Dulu : Tentara Pelajar Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Guru

Alamat Sekarang : Srowolan Purwobinangun Pakem

Nama : Bapak Sumidjan

Usia : 75 tahun

Pekerjaan Dulu : Tentara Pelajar Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Guru

Alamat Sekarang : Gatep Purwobinangun Pakem Nama : Bapak Mardi Utomo

Usia : 74 tahun

Pekerjaan Dulu : Petani Pekerjaan Sekarang : Petani

Alamat Sekarang : Beneran Purwobinangun Pakem Nama : Bapak Wignyo Harsono

Usia : 72 tahun

Pekerjaan Dulu : Petani

Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Kepala Sekolah Alamat Sekarang : Beneran Purwobinangun Pakem Nama : Bapak Purwo Widodo

Usia : 76 tahun

Pekerjaan Dulu : Pedagang Pekerjaan Sekarang : Petani

Alamat Sekarang : Cepet Purwobinangun Pakem

Nama : Ibu Sumiyati

Usia : 70 tahun

Pekerjaan Dulu : -

Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Guru

(63)

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah / Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dibentuk sebagai perwujudan sebuah demokrasi / dan bertujuan sebagai

Puji dan Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

[r]

Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga dapat berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau

Fathul Qodir, selaku Dosen Pembimbing Muda yang dengan penuh ketulusan dan kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada penulis.. Rif’an Tsaqif, MT,

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Satriani (2011) tentang hubungan antara religiusitas dengan kecemasan moral mahasiswa Ushuluddin UIN SUSKA Riau

melakukan transfer uang kepada admin website judi sebagai deposit awal. Setelah petaruh mengirim uang maka akan mendapatkan sejumlah koin untuk permainan judi. Jika

Untuk mengetahui kualitas penyelenggaraan suatu TPA adalah dengan melihat keselarasan antara proses pelayanan dengan ketetapan yang sudah dibuat oleh pemerintah